Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
Donasi Dakwah YPIA Donasi Dakwah YPIA

Fatwa Ulama: Mengapa Pahala Puasa Dikhususkan oleh Allah?

dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP oleh dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP
26 Maret 2023
Waktu Baca: 5 menit
0
Pahala puasa

Pertanyaan:

Mengapa Allah Ta’ala mengkhususkan ganjaran puasa dengan balasan dari-Nya?

Jawaban:

Alhamdulillah.

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis (Bukhari no. 1761, Muslim no. 1946), dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

قال الله كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

‘Allah berfirman, ‘Setiap amalan anak adam untuknya, kecuali puasa. Maka sesungguhnya, ia (puasa) untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.””

Ketika setiap amalan dikerjakan untuk Allah Ta’ala dan Dia pula yang akan membalasnya, ulama berbeda pendapat dalam tafsir, “Dia (puasa) untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.” Mengapa puasa dikhususkan dengan hal tersebut?

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan 10 tafsir para ulama dalam menjelaskan makna hadis dan sebab pengkhususan puasa dengan keutamaan tersebut. Di antara tafsir yang terpenting antara lain:

Pertama: Ibadah puasa tidak berpotensi riya sebagaimana ibadah lainnya yang berpotensi riya. Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Ketika berbagai amalan dapat disusupi riya, ibadah puasa tidak dapat diketahui hanya dengan semata-mata amalan puasanya, kecuali oleh Allah Ta’ala. Maka, Allah Ta’ala menyandarkan puasa kepada diri-Nya. Dan oleh sebab itu, Allah berfirman dalam sebuah hadis qudsi,

يدع شهوته من أجله

“Dia menahan nafsu syahwatnya karena Aku.”

Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, “Seluruh kegiatan peribadahan itu tampak (di mata manusia, pent.) dengan semata-mata perbuatannya dan sedikit yang dapat selamat dari kotoran (yakni dapat tercampur dengan riya), ini berkebalikan dengan puasa.”

Kedua: Yang dimaksud dengan “Aku yang akan membalasnya”, adalah “Sesungguhnya Aku sendiri (satu-satunya) yang mengetahui kadar pahala dan jumlah kelipatannya.” Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Maknanya adalah bahwa amalan-amalan ibadah telah diketahui kadar balasannya oleh manusia. Bahwasanya kelipatan balasannya dari 10 kali sampai 700 kali lipat sampai (kelipatan) sesuai kehendak Allah Ta’ala, kecuali puasa. Sesungguhnya Allah Ta’ala memberi ganjaran ibadah puasa tanpa kadar (batas). Dalilnya adalah hadis riwayat Muslim (no. 1151) dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ ، قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِلا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

“Setiap amal anak adam akan dilipatgandakan balasannya 10 kali lipat sampai 700 kali lipat. Allah Ta’ala berfirman, ‘kecuali ibadah puasa, dia (puasa) itu untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya.'”

Yakni, Aku akan membalasnya dengan balasan yang sangat banyak, dengan kadar yang tidak ditetapkan (tanpa batas). Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

إنما يوفى الصابرون أجرهم بغير حساب

“Sesungguhnya hanya orang yang bersabar yang diberi balasannya tanpa batas.”

Baca Juga: Kapankah Puasa Ramadhan Diwajibkan Kepada Umat Manusia?

Ketiga: Makna dari “puasa itu untuk-Ku” yaitu, sesungguhnya puasa adalah ibadah yang paling Aku (Allah Ta’ala) cintai dan ditujukan untuk-Ku. Ibnu Abdil Bar rahimahullah berkata, “Cukuplah perkataan ‘puasa itu untuk-Ku’, sebagai bukti keutamaan puasa atas amal ibadah lainnya. An-Nasai meriwayatkan (no. 2220) dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ ، فَإِنَّهُ لا مِثْلَ لَهُ

“Wajib atas kalian berpuasa, karena sesungguhnya tidak ada (ganjaran, pent) yang semisal dengannya.” Disahihkan oleh Al-Albani di Shahih An-Nasa’i.

Keempat: Penyandaran ini (kepada Allah) Ta’ala adalah penyandaran kemuliaan dan keagungan. Seperti perkataan, baitullah (rumah Allah), meskipun seluruh rumah yang ada itu adalah milik Allah Ta’ala. Az-Zain Ibn Munir rahimahullah (terkait contoh di atas, pent) berkata, “Pengkhususan dalam konteks umum pada contoh kalimat ini tidak dipahami, kecuali sebagai bentuk pemuliaan dan penghormatan.”

Syeikh Ibn Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Hadis di atas adalah hadis yang mulia yang menunjukkan berbagai macam bentuk keutamaan puasa:

Yang pertama, sesungguhnya Allah Ta’ala mengkhususkan puasa untuk diri-Nya di antara berbagai amal saleh lainnya. Hal tersebut karena kemuliaan puasa di sisi-Nya, kecintaan-Nya terhadap ibadah puasa, terwujudnya keikhlasan kepada Allah Ta’ala di dalam ibadah puasa. Karena ibadah puasa merupakan rahasia antara seorang hamba dengan Rabbnya, yang tidak ada yang mengetahui ibadahnya, kecuali Allah Ta’ala semata. Dan sesungguhnya orang yang puasa ketika berada di tempat sepi (tidak tampak oleh pandangan manusia) mungkin untuk melakukan apa yang diharamkan Allah Ta’ala pada dirinya saat berpuasa, namun ia tidak melakukannya, karena ia mengetahui bahwa ada Rabb yang bersamanya dalam kesendiriannya. Rabbnya telah mengharamkan hal tersebut, lalu ia meninggalkannya karena takut azab Allah Ta’ala dan berharap pahala dari-Nya.

Oleh sebab itu, Allah Ta’ala membalas orang tersebut karena keikhlasan ini, dan mengkhususkan puasa untuk diri-Nya di antara amalan yang lain. Oleh karenanya, Allah Ta’ala berfirman, “Dia meninggalkan syahwatnya dan makanannya demi Aku.” Dan faedah pengkhususan ini akan tampak pada hari kiamat, sebagaimana dikatakan oleh Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah,

إِذَا كانَ يومُ القِيَامَةِ يُحاسِبُ الله عبدَهُ ويؤدي ما عَلَيْه مِن المظالمِ مِن سائِر عمله حَتَّى إِذَا لم يبقَ إلاَّ الصومُ يتحملُ اللهُ عنه ما بقي من المظالِم ويُدخله الجنَّةَ بالصوم

“Ketika hari kiamat nanti, Allah Ta’ala akan menghisab hamba-Nya dan membalas kezaliman-kezaliman amal perbuatannya hingga tidak ada yang tersisa, kecuali puasa, Allah Ta’ala akan memikul kezaliman tersebut darinya dan Allah Ta’ala masukkan ia ke surga dengan sebab amal puasa.”

Yang kedua, Allah Ta’ala berfirman tentang puasa, “Aku yang akan membalasnya.” Penyandaran balasan kepada diri-Nya yang mulia, karena sesungguhnya amal saleh akan dilipat gandakan balasannya. Balasan kebaikan dengan 10 kali lipat yang semisal sampai 700 kali lipat sampai berkali-kali lipat yang banyak. Adapun puasa, maka Allah sandarkan balasannya pada diri-Nya, tanpa ada jumlahnya. Dan Allah Ta’ala adalah Zat yang paling mulia di antara yang mulia dan paling dermawan di antara para dermawan. Dan kadar pemberian itu sesuai dengan kedudukan yang memberikannya. Maka, ganjaran orang yang berpuasa adalah ganjaran yang sangat besar dan sangat banyak tanpa ada batasan. Puasa adalah sabar dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala, sabar dari apa-apa yang diharamkan oleh Allah Ta’ala, dan sabar atas takdir Allah yang menyakitkan seperti, lapar, haus, dan kelemahan fisik dan jiwa. Maka, terkumpul ketiga bentuk sabar dalam ibadah puasa. Orang yang puasa menjadi termasuk orang-orang yang bersabar. Maka, Allah Ta’ala berfirman,

إنما يوفى الصابرون أجرهم بغير حساب

“Sesungguhnya, hanya orang yang bersabar yang diberi balasannya tanpa batas.“ (QS. Az-Zumar: 10) Sekian kutipan. (Majlis Syahri Ramadhan, hal. 13)

Demikian. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam

Baca Juga: Sebuah Renungan Dari Penantian Waktu Berbuka Puasa

—

Penulis: dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP

Artikel: Muslim.or.id

 

Sumber : https://islamqa.info/ar/answers/50388/ لماذا-خص-الصوم-بقوله-تعالى-الصيام-لي-وانا-اجزي-به

Tags: Aqidahaqidah jislamfatwaFatwa Ulamakeutamaan puasaManhajmanhaj salafnasihatnasihat islampahala puasaPuasapuasa ayyamul bidhpuasa daudpuasa ramadhanpuasa senin kamispuasa sunnah
dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP

dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP

- Alumni Ma'had Ilmi Yogyakarta 2010-2012 - Dokter Umum di FK UGM 2008-2014 - Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah di FKKMK UGM/RSUP Dr Sardjito 2018-2023

Artikel Terkait

Nabi terkena sihir

Fatwa Ulama: Apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Terkena Sihir?

oleh dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
26 Mei 2023
0

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin   Pertanyaan: Fadhilatus syekh, terdapat keterangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau terkena...

Tugas kita setelah ramadan pergi

Khotbah Salat Idulfitri: Tugas Kita Setelah Ramadan Pergi

oleh Muhammad Idris, Lc.
23 April 2023
0

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ...

Wanita salat di hotel Makkah

Fatwa: Apakah Wanita Salat di Hotel Makkah Itu Lebih Baik daripada Salat di Masjidilharam?

oleh Sa'id Abu Ukkasyah
19 April 2023
0

Bismillah. Walhamdulillah wash-shalatu was-salamu 'ala rasulillah. Amma ba'du, Syekh Al-Albani rahimahullah pernah berfatwa dengan fatwa sebagai berikut: Pertanyaan: Seorang wanita bertanya,...

Artikel Selanjutnya
Puasa tapi tetap maksiat

Puasa, tetapi Tetap Bermaksiat

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Donasi Dakwah YPIA Donasi Dakwah YPIA Donasi Dakwah YPIA
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah