Sungguh indah apa yang dinyatakan oleh Imam Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr Al Qurthubi rahimahullah, beliau mengatakan,
فَعَلَى الْإِنْسَانِ أَنْ يَسْتَعْمِلَ مَا فِي كِتَابِ اللهِ وَصَحِيْحِ السُّنَّةِ مِنَ الدُّعَاءِ وَيَدَعُ مَا سِوَاهُ وَلاَ يَقُوْلُ أَخْتَارُهُ كَذَا فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى قَدِ اخْتَارَ لِنَبِيِّهِ وَأَوْلِيَائِهِ وَعَلَّمَهُمْ كَيْفَ يَدْعُوْنَ
”Seyogyanya seorang menggunakan do’a-do’a yang tercantum dalam Al Qur-an dan berbagai hadits yang shahih (valid berasal dari nabi-peny) serta meninggalkan berbagai do’a yang tidak bersumber dari keduanya. Janganlah ia mengatakan, “Saya telah memilih do’a[2] sendiri (untuk diriku)”, karena Allah ta’ala telah memilihkan dan mengajarkan berbagai do’a kepada nabi dan para wali-Nya (dalam Al Qur-an dan sunnah nabi-Nya) ”.[3]
Wejangan dan Kritik
Perkataan beliau di atas merupakan wejangan sekaligus kritikan. Merupakan wejangan, karena beliau menasihati kita sebagai kaum muslimin untuk menggunakan berbagai do’a yang bertebaran di dalam Al Quran dan hadits nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih, karena berbagai do’a yang tercantum di dalam dua sumber tersebut merupakan wahyu yang nihil dari kesalahan.
Perkataan beliau juga merupakan kritik bagi kita yang terkadang lebih mengedepankan do’a-do’a buatan yang tidak bersumber dari keduanya. Terkadang, dalam meminta kebaikan kepada-Nya, atau memohon agar dihindarkan dari keburukan, kita lebih memprioritaskan penggunaan do’a yang diperoleh dari guru-guru spiritual, mengesampingkan do’a-do’a yang besumber dari Al Quran dan hadits nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Al Qadhi ‘Iyadh rahimahullah mengatakan, “Allah menginginkan untuk diminta dan Dia telah memberitahukan (berbagai macam) do’a di dalam kitab-Nya kepada makhluk-Nya. Begitu pula dengan nabi, beliau telah mengajar umatnya berbagai bentuk do’a. Do’a-do’a tersebut mengandung tiga hal, yaitu ilmu tauhid, ilmu bahasa, dan nasihat kepada umat ini. Oleh karena itu, seorang tidak boleh berpaling dari do’a yang diajarkan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Sangat disayangkan saat ini), syaithan telah memperdaya manusia dari kedudukan yang agung ini, dia mendatangkan orang-orang jahat yang merekayasa berbagai do’a buatan untuk mereka, sehingga mereka pun sibuk untuk mengerjakan berbagai do’a tersebut dan tidak mengikuti tuntunan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[4]
Do’a Nabi, Do’a Terbaik
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pribadi yang paling mengenal Allah, tentulah merupakan pribadi yang paling tahu kebaikan apa yang paling pantas diminta kepada Rabb-nya, demikian pula beliau tentulah mengetahui bentuk keburukan yang paling pantas untuk dihindari. Dengan demikian, seorang muslim tatkala meminta kebaikan kepada Allah dalam do’anya, hendaknya dia meminta sebagaimana permintaan rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian pula tatkala dia memohon perlindungan dari keburukan, hendaklah dia meminta layaknya nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta perlindungan kepada Allah ta’ala.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
وينبغى للخلق أن يدعوا بالأدعية الشرعية التى جاء بها الكتاب والسنة فان ذلك لا ريب فى فضله وحسنه وأنه الصراط المستقيم صراط الذين أنعم الله عليهم من النبيين والصديقين والشهداء والصالحين وحسن أولئك رفيقا
“Manusia sepatutnya berdo’a dengan berbagai syar’i yang terdapat dalam Al Quran dan sunnah, karena tidak disangsikan lagi akan keutamaan dan kebaikannya. Sesungguhnya itulah jalan yang lurus, jalan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, shiddiiqiin, syuhada, dan shalihin, dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”[5]
Beliau juga mengatakan,
لَا رَيْبَ أَنَّ الْأَذْكَارَ وَالدَّعَوَاتِ مِنْ أَفْضَلِ الْعِبَادَاتِ وَالْعِبَادَاتُ مَبْنَاهَا عَلَى التَّوْقِيفِ وَالِاتِّبَاعِ لَا عَلَى الْهَوَى وَالِابْتِدَاعِ فَالْأَدْعِيَةُ وَالْأَذْكَارُ النَّبَوِيَّةُ هِيَ أَفْضَلُ مَا يَتَحَرَّاهُ الْمُتَحَرِّي مِنْ الذِّكْرِ وَالدُّعَاءِ وَسَالِكُهَا عَلَى سَبِيلِ أَمَانٍ وَسَلَامَةٍ وَالْفَوَائِدُ وَالنَّتَائِجُ الَّتِي تَحْصُلُ لَا يُعَبِّرُ عَنْهُ لِسَانٌ وَلَا يُحِيطُ بِهِ إنْسَانٌ وَمَا سِوَاهَا مِنْ الْأَذْكَارِ قَدْ يَكُونُ مُحَرَّمًا وَقَدْ يَكُونُ مَكْرُوهًا وَقَدْ يَكُونُ فِيهِ شِرْكٌ مِمَّا لَا يَهْتَدِي إلَيْهِ أَكْثَرُ النَّاسِ
”Tidak diragukan lagi bahwa dzikir dan do’a termasuk ibadah yang utama dan ibadah terbangun di atas pondasi tauqif (terima jadi dari pembuat syari’at-peny) dan ittiba’ (mengikuti aturan syari’at-peny), bukan mengikuti keinginan pribadi dan ibtida’ (membuat-buat sendiri). Dengan demikian berbagai do’a dan dzikir yang dituntunkan oleh nabi merupakan bentuk yang terbaik. Orang yang mengikuti tuntunan nabi dalam berdo’a dan berdzikir berada di atas jalan keamanan dan keselamatan. Berbagai faedah dan buah yang dipetik (oelehnya) tidak dapat diungkapkan oleh lisan dan tidak dapat diketahui oleh manusia. Adapun berbagai dzikir selain yang dituntunkan nabi terkadang berstatus haram, makruh atau bahkan berstatus kesyirikan (yang sangat disayangkan) betapa banyak orang yang tidak memperoleh petunjuk dalam hal ini.”[6]
Satu pertanyaan penting yang patut dijawab,
“Bagaimana bisa seorang muslim meninggalkan berbagai keutamaan dan kebaikan yang telah nyata terdapat dalam do’a-do’a yang tercantum dalam Al Quran dan lebih mengutamakan untuk memanjatkan do’a kepada-Nya dengan berbagai do’a yang dibuat-buat oleh tuan guru, kyai, ustadz, dan semisalnya, padahal belum jelas keutamaan dan kebaikan dari do’a mereka tersebut?!”
Nabi dan Sahabat pun Memperhatikan
Perhatian terhadap penggunaan berbagai lafadz do’a yang syar’i juga dapat kita petik dari tindakan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Mereka pun turut mengingkari penggunaan do’a-do’a yang direkayasa karena mengandung mudharat. Berikut beberapa contoh akan hal tersebut:
- Di dalam hadits diterangkan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan do’a kepada para sahabatnya sebagaimana beliau mengajarkan satu surat kepada mereka[7]. Beliau mengajarkan mereka untuk memperhatikan pengucapan huruf, urutan kata di dalam do’a, melarang mereka untuk menambahi atau mengurangi, menghimbau untuk mempelajari dan menjaga lafadz do’a yang diajarkan beliau.[8]
- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjenguk seorang yang sakit mendadak sehingga badannya pun melemah. Maka nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bertanya, “Apakah engkau berdo’a atau meminta dengan lafadz do’a tertentu?” Pria tersebut menjawab, “Benar, saya memanjatkan do’a dengan lafadz berikut: “Wahai Allah, segala adzab yang Engkau sediakan untukku di akhirat, segerakanlah di dunia ini.” Nabi pun berkata, “Subhanallah, engkau tidak akan mampu memikulnya, mengapa engkau tidak mengucapkan, “Wahai Allah berikanlah kami kebaikan di dunia dan di akhirat, serta peliharalah kami dari siksa api neraka.” Anas mengatakan, “Pria tersebut berdo’a dengan do’a tersebut dan Allah pun memberi kesembuhan kepadanya.”[9]
Perhatikan! Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegur sahabat di atas karena do’a yang dipanjatkannya, do’a yang murni berasal dari dirinya sendiri mengandung kemudharatan meski motivasi sahabat memanjatkan do’a tersebut dikarenakan rasa takut beliau terhadap siksaan di akhirat kelak.
- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajari sahabat Al Barra bin ‘Azib radhiallahu ‘anhu do’a tidur dengan lafadz berikut,
اَللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ نَفْسِى إِلَيْكَ ، وَفَوَّضْتُ أَمْرِى إِلَيْكَ ، وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِى إِلَيْكَ ، رَهْبَةً وَرَغْبَةً إِلَيْكَ ، لاَ مَلْجَأَ وَلاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ ، آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِى أَنْزَلْتَ ، وَبِنَبِيِّكَ الَّذِى أَرْسَلْتَ
“Ya Allah, aku menyerahkan diriku kepada-Mu,menghadapkan wajahku kepada-Mu, menyerahkan semua urusanku kepada-Mu, menyandarkan punggungku kepada-Mu, karena mengharap dan takut kepada-Mu. Tidak ada tempat berlindung dan menyelamatkan diri dari ancaman-Mu kecuali kepada-Mu. Aku beriman kepada kitab yang Engkau turunkan dan kepada nabi yang Engkau utus.”
Ketika Al Barra mencoba menghafal do’a di atas, beliau keliru dan mengganti lafadz [نَبِيِّكَ] dengan [رَسُولِكَ], nabi pun menegur dan mengoreksinya.[10] Hal ini menunjukkan perhatian nabi terhadap penggunaan do’a yang sesuai dengan tuntunan beliau, tanpa disertai tambahan dan pengurangan.
Imam Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah mengatakan,
وأولى ما قيل في الحكمة في رده صلى الله عليه وسلم على من قال الرسول بدل النبي ان ألفاظ الأذكار توقيفية ولها خصائص وأسرار لا يدخلها القياس فتجب المحافظة على اللفظ الذي وردت به
“Hikmah yang paling utama dari tindakan penolakan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat yang mengucapkan lafadz rasul sebagai ganti lafadz nabi bahwasanya lafadz-lafadz dzikir adalah tauqifiyah (harus mengikuti dalil, ed) dan memiliki berbagai kekhususan dan rahasia yang tidak bisa diketahui oleh akal, sehingga wajib menggunakan berbagai lafadz do’a yang disyari’atkan (baca: terdapat dalam Al Quran dan sunnah).”[11]
- Para sahabat justru mendatangi nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta beliau untuk mengajarkan do’a kepada mereka, padahal mereka adalah kaum yang berilmu dan fasih dalam berbahasa. Tengoklah permintaan Abu Bakr ash shiddiq radhiallahu ‘anhu yang meminta nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengajarkan sebuah do’a untuk dia ucapkan di dalam shalat.[12]
- Imam Ahmad meriwayatkan dan selainnya dari Abdullah bin Mughaffal radhiallahu ‘anhu, dia mendengar anaknya tengah bermunajat dengan do’a berikut,
اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْقَصْرَ الأَبْيَضَ عَنْ يَمِينِ الْجَنَّةِ إِذَا دَخَلْتُهَا
“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu istana putih di surga bagian kanan jika aku memasukinya.”
Abdullah bin Mughaffal pun mengoreksi anaknya,
أَىْ بُنَىَّ سَلِ اللَّهَ الْجَنَّةَ وَتَعَوَّذْ بِهِ مِنَ النَّارِ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « إِنَّهُ سَيَكُونُ فِى هَذِهِ الأُمَّةِ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِى الطُّهُورِ وَالدُّعَاءِ
“Wahai anakku, cukup engkau meminta jannah kepada Allah dan meminta perlindungan kepada-Nya dari api neraka. Sesungguhnya aku mendengar rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan ada sekelompok orang dari umat ini yang melampaui batas dalam bersuci dan berdo’a.”[13]
Perhatikan pengingkaran Ibnu Mughaffal radhiallahu ‘anhu terhadap do’a yang dipanjatkan anaknya, yang merupakan hasil rekayasa sang anak. Hal ini menunjukkan pada kita, do’a yang tidak bersumber dari Al Quran dan sunnah rentan keliru.
Dampak Negatif Penggunaan Do’a dan Dzikir yang Diada-adakan
Syaikh Abdurrazzaq hafizhahullah mengatakan, “Barangsiapa yang merenungkan realitas sebagian kaum muslimin, terlebih mereka yang berafiliasi kepada sebagian tarekat sufi, akan menjumpai bahwa mereka sibuk mengerjakan berbagai macam dzikir dan do’a yang diada-adakan (baca: bid’ah). Mereka pun membacanya siang dan malam, sepanjang pagi dan petang. Dengan sebab itu, mereka pun meninggalkan (do’a-do’a) yang terdapat dalam Al Quran, berpaling dari berbagai do’a yang berasal dari rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap tarekat memiliki wirid-wirid khusus yang dibaca dengan metode tertentu, sehingga setiap tarekat sufi memiliki kumpulan wirid dan hizb khusus, setiap kelompok saling membanggakan wirid dan hizib yang dimiliki dan berkeyakinan bahwa wirid tersebut lebih afdhal daripada wirid yang dimiliki tarekat sufi yang lain.”[14]
Serupa dengan penuturan Syaikh Abdurazzaq, pemaparan yang dikemukakan oleh Syaikh Muhammad al Khidr bin Mayabi Asy Syinqithi dalam kitab beliau “Musytahil Kharifil Janni fii Raddi Zalaqaatit Tijanil Janni”, tatkala membantah kaum sufi Tijani.
Beliau mengatakan, “Sesungguhnya mereka (kaum Tijani) gemar terhadap sesuatu yang asing (yang tidak berasal dari agama ini, pent-). Oleh karena itu, anda dapat melihat mereka lebih senang untuk bershalawat dengan menggunakan lafadz-lafadz shalawat yang terdapat dalam kitab Dalaa-iul Khairaat dan yang semisalnya, padahal sebagian besar riwayat tersebut tidak memiliki sanad yang shahih. Anda pun dapat melihat mereka benci untuk menggunakan berbagai lafadz shalawat yang diriwayatkan secara shahih dari nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tercantum dalam Shahih Bukhari. Tidak akan anda temui seorang pun dari para ulama yang berwirid dengan lafadz-lafadz shalawat dari kitab tersebut (Dalaa-ilul Khairaat-pent). Perbuatan yang mereka lakukan itu tidak lain disebabkan karena kegemaran mereka terhadap sesuatu yang asing (bid’ah). Adapun jika kebenaran itu terlihat, tentulah seorang yang berakal, terlebih seorang ulama, tidak akan berpaling dari lafadz shalawat yang shahih dan berasal dari nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian dirinya malah beralih kepada lafadz shalawat yang tidak terdapat dalam hadits shahih, atau bahkan beralih pada lafadz shalawat yang bersumber dari mimpi-mimpi orang yang sekilas terlihat shalih.”[15]
Demikianlah keadaan kaum muslimin yang terjadi saat ini. Mereka lebih mengutamakan do’a dan dzikir yang diajarkan dan dituntunkan oleh syaikh, guru, ustadz, atau kyai mereka tanpa memperhatikan bersumber dari mana do’a dan dzikir tersebut. Padahal sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sesuatu yang bertentangan dengan tuntunan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jelas merupakan suatu keburukan dan memiliki dampak negatif. Tidak terkecuali dengan berbagai ragam do’a dan dzikir bid’ah ini. Diantara dampak negatif hal tersebut adalah sebagai berikut:
- Do’a dan dzikir yang bid’ah tidak mampu memenuhi tujan peribadatan, yaitu menyucikan dan membersihkan hati dari berbagai kotoran, tidak mampu menyembuhkan berbagai penyakit yang bersarang di dalam hati, apatah lagi mendekatkan hati kepada sang Pencipta. Berbeda halnya dengan do’a dan dzikir yang bersumber dari Al Quran dan hadits yang shahih, do’a dan dzikir yang bersumber dari keduanya merupakan obat yang sangat berguna untuk menghilangkan berbagai kotoran dan penyakit di dalam hati. Dengan demikian orang yang lebih memilih untuk menggunakan berbagai do’a dan dzikir yang bid’ah, adalah mereka yang lebih memilih sesuatu yang hina sebagai ganti dari sesuatu yang lebih baik.
- Do’a dan dzikir bid’ah tersebut menjadikan pelakunya terluput dari pahala besar yang disediakan bagi mereka yang konsisten mengerjakan dan menerapkan dengan benar berbagai do’a dan wirid yang bersumber dari Al Quran dan sunnah. Mereka yang mengerjakan berbagai do’a dan dzikir bid’ah tersebut tidak mendatangkan pahala dan manfaat bagi, justru mereka memperoleh kemurkaan Allah ta’ala atas perbuatannya tersebut.
- Do’a yang diada-adakan (bid’ah) bertentangan dengan syari’at, oleh karenanya sangat sulit terkabul, padahal tujuan dari berdo’a adalah agar permohonan kita dikabulkan. Mengapa do’a yang bid’ah tertolak? Karena nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak dituntunkan dalam agama, maka amalannya tersebut tertolak.”[16]
- Berbagai do’a dan dzikir yang bid’ah pada umumnya mengandung berbagai perkara yang mungkar, entah karena dipraktekkan dengan keliru dan tidak pada tempatnya, sebagai perantara kesyirikan, mengandung tawassul bid’ah, atau bahkan kesyirikan yang nyata karena memanjatkan permintaan yang hanya pantas ditujukan kepada Allah, Rabbul ‘alamin. Contoh akan hal ini seperti qasidah dalam kitab Syawahidul Haqq[17] karya Yusuf An Nabhani ash Shufi,
يا رسول الإله إني ضعيف فاشفعني أنت مقصد للشفاء
يا رسوا لإله إن لم تغثني فإلى من ترى يكون التجائي
Wahai rasulullah, sesungguhnya aku tidak berdaya
Maka berilah syafaat untuk diriku, dirimulah harapanku untuk sembuh
Wahai rasululah, jika engkau tidak menolongku
Kepada siapa lagi aku berlindung[18]
- Orang yang mempraktekkan do’a dan dzikir bid’ah dan meninggalkan tuntunan Allah dan rasul-Nya telah membarter kebaikan dengan keburukan, mengganti sesuatu yang bermanfaat dengan yang berbahaya, dan tidak disangsikan lagi hal ini tentu merupakan kerugian yang teramat nyata.
- Seorang yang rutin mengerjakan berbagai do’a dan dzikir yang bid’ah pada umumnya tidak tahu akan maknanya dikarenakan berbagai wirid tersebut tersusun dari berbagai ungkapan yang asing dan tidak jelas. Padahal yang dituntut dalam berdo’a dan berdzikir adalah menghadirkan hati dan ikhlas. Bagaimana bisa hal itu tercapai jika kita tidak tahu akan makna do’a dan dzikir yang dipanjatkan?!
Seorang yang berdo’a namun tidak tahu akan makna do’a yang dipanjatkan tidak bisa dikatakan dia sedang meminta atau berdo’a kepada Allah, karena dia tidak tahu apa yang sedang diminta, dia seperti seorang yang hanya menuturkan perkataan orang lain. Renungkanlah!
Waffaqaniyallahu wa iyyakum.
Buaran Indah, Tangerang, 19 Rajab 1431 H.
Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim
Artikel www.muslim.or.id
[1] Diadaptasi dari Fiqhul Ad’iyah wal Adzkar karya Syaikh Abdurrazzaq al Badr.
[2] Pembahasan ini turut mencakup dzikir karena pada dasarnya dzikir termasuk do’a.
[3] Al Jami’ Li Ahkamil Qur-an 4/226.
[4] Al Futuhaat Ar Rabbaniyah 1/17.
[5] Al Fatawa 1/346.
[6] Al Fatawa 22/511.
[7] Lihat HR. Bukhari: 1109 dan Muslim: 403.
[8] Fathul Baari 11/183.
[9] HR. Muslim: 2688.
[10] HR. Muslim: 2710.
[11] Fathul Baari: 11/112.
[12] HR. Bukhari: 5967 dan Muslim: 2705.
[13] HR. Abu Dawud: 96, Ibnu Majah:
[14] Fiqhul Ad’iyah wal Adzkar 2/54.
[15] Dikutip dari Ash Shalawat karya Syaikh Abdul Muhsin al ‘Abbad hfz.
[16] HR. Muslim: 1718.
[17] Syawahidul Haqq hlm. 352.
[18] Qasidah ini mengandung kesyirikan yang teramat nyata berdasarkan dua hal. Pertama, di dalamnya termuat permohonan kepada rasulullah terhadap sesuatu yang tidak mampu dilakukan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lihatlah surat Al A’raaf: 188. Kedua, permintaan ini dilakukan ketika rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat, padahal rasulullah hanya mampu memohonkan kebaikan bagi seorang ketika beliau masih hidup.
‘Aisyah radhiallahu ‘anha pernah mengatakan, “Aduh, bisa mati aku karena sakit kepala! ” Maka nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
ذَاكِ لَوْ كَانَ وَأَنَا حَىٌّ ، فَأَسْتَغْفِرُ لَكِ وَأَدْعُو لَكِ
“Jika hal itu terjadi dan aku masih hidup, maka aku akan memohon ampun dan berdo’a bagimu.” (HR. Bukhari: 5342).
Renungkanlah hadits nabi di atas! Hadits tersebut merupakan salah satu nash (dalil tegas) yang membantah keyakinan kaum muslimin yang mengagungkan kubur para wali.
saya sudah membuktikan do’a ini sangat berpengaruh dalam kehidupan saya.
yaitu surah Al kahfi ayat 10 :
(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdo’a: “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).”
Artikel yg sangat bermanfaat..
ijin untuk copas..
assalamu’alaikum, mohon izin share di media lain. jazakallah khairan.
Assalamualaikum,
Afwan, mohon izin share. Jazakallahu khoiran katsiran.
Ijin share..jazzakallah khoyron
Assalamu’alaikum,
Ustadz, ana mau bertanya, bagaimana dengan hukumnya berdoa dengan doa bahasa indonesia karena kita ada hajat tertentu?
jazakAllahu khoir atas jawabannya
#Abdullah ygym
Hukumnya boleh. Yang dilarang pada pembahasan di atas adalah doa-doa dan dzikir yang dibuat-buat lalu dijadikan wirid serta dibaca secara rutin dalam acara-acara atau diajarkan oleh para kyai dan ustadz.
izin copas
Alhamdulillah, Mohon Izin Share Di FB.. ^_^
izin copy
Terima kasih banyak pak ustad,semoga bermanfaat bagi kia semoa amen
Assalamu’alaykum. ustadz, izin untuk copy paste artikel ini.
assalamu”alaikum.
Uztad. mohon penjelasanya.
bolehkah berdoa malah pribadi
sedangkan doa tsb secara
khusus tidak terdapat/belum
saya temukan dlm Al Qur’an
maupun hadist. terimakasih!
#de cotto
Wa’alaikumussalam, boleh.
JazaakALLAH khoiron atas artikel nya
mohon izin copas…
Assalamu’alaikum
Saya mau bertanya mengenai jenis doa. karena ada do’a sehari-hari dan ada pula doa karena ada hajat. mohon berikan keterangan dalil atau pendapat para sahabat atau para ulama mengenai jenis-jenis doa tersebut.
Syukron
mohon izin copy, jaza kumulloh khoiran kasyiro
assallamu’alaikum..
tolong dong kirimkan saya doa doa yg terbaik serta terjemahannya…
trima kasih
afwan ustd…….
izin share ea di FB,,,,
mudah2an dpt memberi manfaat ummat…….
Assalamu’alaikum Wr. Wb
saya mau tanya shahih mana hadist yang mendasari doa pagi hari dan sore hari dibanding dengan dasar dibacanya doa akhir tahun dan awal tahun pergantian tahun hijrah, syukron….wass
@yoyokusumo
wa’alaikumussalam.
dalil yang mendasari dzikir di pagi dan petang adlaah firman Allah dan sabda nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. dalil dari Al Quran diantaranya adalah firman-Nya,
a. :وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ بُكْرَةً وَأَصِيلًا [الإنسان/25] وَمِنَ اللَّيْلِ فَاسْجُدْ لَهُ وَسَبِّحْهُ لَيْلًا طَوِيلًا [الإنسان/26]
” Dan sebutlah nama Rabbmu pada (waktu) pagi dan petang. (QS. 76:25) Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari.” (QS. 76:26)
b.Allah ta’aalaa juga berfirman:
فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا وَمِنْ آَنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَى [طه/130]
” Maka bersabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Rabbmu,sebelum terbit matahari dan terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu ridha”. (QS. 20:130)
Adapun terkait dzikir yang diucapkan ketika pagi dan sore hari, maka hal ini termaktub dalam beragai hadits nabi yang shahih. Anda bisa membacanya dalam buku Hisnul Muslim karya Dr. Sa’id Al Qahthani yang alhamdulillah telah banyak diterjemahkan.
Adapun memanjatkan do’a di awal dan akhir tahun Hijriyah, maka yang kami ketahui hal itu tidak pernah dilakukan oleh nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
Bismillah, Assalamualaikum warohamtullah wabarokatuh.
Saya ingin erbtanya, bagaimana jik a berdoa menggunakan bahasanya masijng-masing, dengan artian jika kita berdoa dan menggunakan bahasa arab, takut salah dan sulit dalam menghapal misalnya bagi orang tua dan anak-anak. Terima kasih.
Wassalamu alaikum warohmatullah wabarokatuh
#Abi Andaya Iswara
Tentu boleh. Namun doa yang terdapat dalam Qur’an dan Sunnah lebih utama.
Ustdz, ap bedany, kita mmbca doa allahuma bariklna setiap mkn, khan g boleh, apa kita boleh berdoa dg b.ind di setiap doa kita dg doa yg sm, sep sll dberikan kesehatan., yg sll sy ucapkan dsetiap doa kita..khan uni jg rutin sy ucapkan ustdz dan g ad tuntunan ny.. Jazakallahukhoir
#ummu umar
bid’ahnya doa “allahuma bariklana..” itu jika diyakini bahwa itu afdhal / sunnah / memiliki keutamaan jika dibaca ketika mau makan.
Lebih jelasnya silakan baca artikel ini:
http://ustadzaris.com/acara-rutin-setiap-senin-haram
Assalamu’alaikum Ustadz…
Bagaimana hukumnya membaca doa-doa yang terdapat di Al Qur’an dan Hadits Shahih dan dijadikan wirid (sering dibaca sehabis sholat fardhu maupun sunnah)setelah membaca wirid-wirid yang di baca Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam.
Terima kasih.
wasalamu’alaikum.
#Ummu Iqbal
Wa’alaikumussalam, sebaiknya tidak rutin dilakukan, karena Nabi tidak pernah melakukannya.
Assalamu’alaikum warahmatullahi..
Izin bertanya ustadz apakah ada syarat-syarat tertentu dalam memilih do’a dalam al-quran, mengingat tidak semua do’a nabi-nabi boleh diterapkan. Seperti do’a nabi nuh ada yg tidak boleh diterapkan qs. Nuh 27-28 yg bertujuan untuk membinasakan kaum yg tidak mau mengikuti seruan nabi Nuh dan hal tersebut berbeda dg nabi Muhammad yang ketika ditikam dg kotoran unta, beliau tetap mendoakan agar mereka mendapat hidayah dan membiarkan mereka hidup karena beliau yakin pasti ada dari mereka atau keturunan mereka yang akan melanjutkan perjuangan nabi Muhammad.
Assalammu’alaikum. Alhamdulillah dengan artikel diatas. Jazakallahu khair. Izin copy dan share untuk semua umat Islam.
ijin copas ustadz, terima kasih
Assalamu ‘alaikum WW. Terima kasih Informasinya dalam penyebaran Islam yang sempurna. Semoga Allah membalas dengan pahala yang berlipat ganda
subhanallah…izin copas nggih pa’ ustadz
assalamu’alaikum wr wb
Mohon diinformasikan mengenai buku tentang doa – doa yang diajarkan oleh nabi yang berbahasa indonesia.
Terima kasih.
Wasalamu’alaikum wr wb
Judul Hisnul Muslim
Assalamu’alaikum ustad ,mau tanya, saya masih awam, bolehkah selalu berdoa pada waktu2 terkabulnya doa dengan bahasa yang saya pahami(memakai bahasa indonesia)ketika berdoa , karena kalau memakai bacaan doa dari Alquran maupun Sunnah yang bahasa arab saya tidak bisa memahami makna dari doa yg saya baca alias doa hapalan doang, padahal saya ingin meminta kepada Allah Ta’ala apa yang saya mau
Wa’alaikumus salam, sebaik-baik do’a adalah do’a yg terdapat dalam Alquran dan As-Sunnah. Adapun do’a yang kita susun sendiri itu bisa jadi isinya salah, atau tidak baik akibatnya. Saran: belajarlah berdo’a dg do’a yg trdapat dalam Alquran dan As-Sunnah dengan memahami artinya dan menghayatinya saat berdo’a, dg membiasakan diri , in sya Allah akan terbiasa berdo’a sambil menghayati maknanya dan terus tingkatkan dg mempelajari penjelasan isi do’a tsb. Namun jika tetap kesulitan, dan Anda hendak berdo’a di luar shalat dengan do’a buatan sendiri, asal isinya tidak ada yang terlarang dalam Islam dan cara berdo’anya tidak melanggar Islam, jadi aktifitas berdo’a itu bersih dari pelanggaran terhadap Syari’at, ya tidak mengapa.
Wa’alaikumus salam, sebaik-baik do’a adalah do’a yg terdapat dalam Alquran dan As-Sunnah. Adapun do’a yang kita susun sendiri itu bisa jadi isinya salah, atau tidak baik akibatnya. Saran: belajarlah berdo’a dg do’a yg trdapat dalam Alquran dan As-Sunnah dengan memahami artinya dan menghayatinya saat berdo’a, dg membiasakan diri , in sya Allah akan terbiasa berdo’a sambil menghayati maknanya dan terus tingkatkan dg mempelajari penjelasan isi do’a tsb. Namun jika tetap kesulitan, dan Anda hendak berdo’a di luar shalat dengan do’a buatan sendiri, asal isinya tidak ada yang terlarang dalam Islam dan cara berdo’anya tidak melanggar Islam, jadi aktifitas berdo’a itu bersih dari pelanggaran terhadap Syari’at, ya tidak mengapa.