Donasi Muslim.or.id
Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
Donasi Muslim.or.id Donasi Muslim.or.id

Berhari Raya Dengan Siapa?

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc. oleh Muhammad Abduh Tuasikal, MSc.
21 April 2021
Waktu Baca: 6 menit
53
113
SHARES
628
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Sudah beberapa tahun ini, sering kali kaum muslimin di Indonesia tidak merasakan berhari raya bersama-sama. Mungkin dalam berpuasa boleh berbarengan, namun untuk berhari raya kadang kaum muslimin berbeda pendapat. Ada yang manut saja dengan keputusan Departemen Agama RI (pemerintah). Ada pula yang manut pada organisasi atau kelompok tertentu. Ada juga yang mengikuti hari raya di Saudi Arabia karena di sana sudah melihat hilal. Ada pula yang berpegang pada hasil hisab dari ilmu perbintangan. Ada pula yang semaunya sendiri kapan berpuasa dan berhari raya, mana yang berhari rayanya paling cepat itulah yang diikuti. Lalu manakah yang seharusnya diikuti oleh seorang muslim? Berikut kami bawakan beberapa fatwa Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi (Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’).

[Fatwa Pertama – Sekelompok Orang Berhari Raya Sendiri]

Fatawa no. 10973

Soal: Di negeri kami ada sekelompok saudara kami yang berpegang teguh dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa memelihara jenggot. Akan tetapi, mereka ini menyelisihi kami dalam beberapa perkara. Di antaranya adalah dalam berpuasa Ramadhan. Mereka enggan untuk berpuasa sampai mereka sendiri dengan mata kepala melihat hilal (bulan sabit tanggal satu kalender Hijriah -pent). Pernah suatu waktu, kami memulai puasa Ramadhan satu atau dua hari sebelum mereka. Terkadang pula mereka berhari raya satu atau dua hari setelah kami merayakan Idul Fitri. Ketika kami bertanya pada mereka tentang puasa pada hari raya, mereka malah menjawab, “Kami tidak mau berhari raya dan tidak mau berpuasa sampai kami melihat sendiri hilal dengan mata kepala kami.” Mereka beralasan dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berpuasalah karena melihat hilal dan berhari rayalah karena melihatnya“. Akan tetapi, mereka tidaklah menentukan ru’yah dengan alat tertentu sebagaimana yang kalian ketahui. Mereka juga menyelisihi kami dalam shalat ‘ied, mereka tidak shalat kecuali satu hari setelah ‘ied sesuai dengan ru’yah yang mereka lakukan. Semacam ini pula terjadi ketika Idul Adha, mereka menyelisihi kami dalam memulai menyembelih hewan kurban dan wukuf di Arofah. Mereka baru merayakan Idul Adha setelah dua hari kami merayakannya. Mereka tidaklah menyembelih hewan kurban kecuali setelah seluruh kaum muslimin menyembelih. Mereka juga shalat di masjid yang ada kuburan lalu mereka mengatakan bahwa tidaklah diharamkan shalat di masjid yang ada kuburan. Semoga Allah membalas amal kebaikan kalian.

Majelis ilmu di bulan ramadan

Jawab: Wajib bagi mereka untuk berpuasa dan berhari raya sebagaimana manusia pada umumnya. Hendaklah pula mereka melaksanakan shalat ‘ied bersama dengan kaum muslimin yang lainnya yang berada di negeri mereka. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ والإِفْطَارُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

“Awal puasa adalah hari yang kamu semua memulai puasa. Idul fitri adalah hari yang kamu semua merayakan idul fitri. Idul Adha adalah hari yang kamu semua merayakan idul adha.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah. Dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 224)

Semoga Allah memberi kita taufik. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’

Anggota: Abdullah bin Ghodyan
Wakil Ketua: Abdur Rozaq ‘Afifi
Ketua: ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz

Baca juga: Jika Saudi Arabia Sudah Melihat Hilal

[Fatwa Kedua – Menentukan Hari Raya dengan Ilmu Hisab]

Pertanyaan Kedua, Fatawa no. 2036

Soal: Terdapat perselisihan yang cukup sengit di antara ulama kaum muslimin mengenai penentuan awal puasa Ramadhan dan Idul Fitri. Sebagian dari mereka beramal dengan hadits, “Berpuasalah karena melihat hilal, begitu pula berhari rayalah karena melihatnya“. Namun, ulama lainnya berpegang teguh dengan pendapat ahli falak (ahli ilmu perbintangan). Para ulama ini mengatakan, “Sesungguhnya ahli falak adalah pakar dalam ilmu perbintangan yang memungkinkan mereka untuk mengetahui awal bulan qomariyah (tanggal 1 bulan hijriyah).” Oleh karena itu, para ulama tadi mengikuti kalender (sesuai dengan ilmu perbintangan).

Jawab: Pertama, pendapat yang kuat yang wajib diamalkan adalah yang sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا العِدَّةَ

“Berpuasalah karena melihat hilal, begitu pula berhari rayalah karena melihatnya. Apabila kalian tertutup mendung, genapkanlah bulan tersebut” (HR. Bukhari dengan berbagai lafazh). Hadits ini menunjukkan bahwa awal dan akhir bulan Ramadhan ditentukan dengan melihat hilal. Dan syariat Islam yang dibawa oleh Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah umum tetap kekal dan berlaku hingga hari kiamat.

Kedua, Allah ta’ala tentu mengetahui apa yang telah dan akan terjadi, ini berarti Allah juga mengetahui nanti akan muncul ilmu falak dan ilmu-ilmu yang lainnya. Namun, Allah ta’ala berfirman,

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan bulan (di negeri tempat tinggalnya), maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.” (QS. Al Baqarah [2]: 185)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan maksud ayat ini kepada kita,

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ

“Berpuasalah karena melihat hilal, begitu pula berhari rayalah karena melihatnya.” (HR. Bukhari)

Dari penjelasan ini menunjukkan bahwa awal dan akhir puasa Ramadhan ditentukan dengan melihat hilal dan tidaklah dikaitkan dengan ilmu hisab/ilmu perbintangan,  padahal Allah telah mengetahui nanti ada ilmu perbintangan semacam ini.

Oleh karena itu, wajib bagi setiap muslim kembali dan percaya pada syariat Allah yang disampaikan melalui lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu menentukan awal dan akhir puasa dengan melihat hilal. Pendapat inilah sebagaimana ijma’ (kesepakatan) dari para ulama. Barangsiapa yang menyelisihi dalam hal ini dan beralih kepada ilmu hisab, maka perkataannya syadz (pendapat yang nyleneh) dan pendapat ini tidaklah perlu diperhatikan.

Semoga Allah memberi kita taufik. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’

Anggota: Abdullah bin Ghodyan
Wakil Ketua: Abdur Rozaq ‘Afifi
Ketua: ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz

Baca juga: Menyoal Metode Hisab

[Fatwa Ketiga – Perbedaan Penentuan Hari Raya Hendaknya Dikembalikan pada Keputusan Pemerintah]

Fatawa no. 388

Soal: Bagaimana menurut Islam mengenai perbedaan kaum muslimin dalam berhari raya Idul Fitri dan Idul Adha? Mengingat jika salah dalam menentukan hal ini, kita akan berpuasa pada hari yang terlarang (yaitu hari ‘ied) atau akan berhari raya pada hari yang sebenarnya wajib untuk berpuasa. Kami mengharapkan jawaban yang memuaskan mengenai masalah yang krusial ini sehingga bisa jadi hujah (argumen) bagi kami di hadapan Allah. Apabila dalam penentuan hari raya atau puasa ini terdapat perselisihan, ini bisa terjadi ada perbedaan dua sampai tiga hari. Jika agama Islam ini ingin menyelesaikan perselisihan ini, apa jalan keluar yang tepat untuk menyatukan hari raya kaum muslimin?

Jawab: Para ulama telah sepakat bahwa terbitnya hilal di setiap tempat itu bisa berbeda-beda dan hal ini dapat diketahui dengan pasti secara inderawi dan logika. Akan tetapi, para ulama berselisih pendapat mengenai teranggapnya atau tidak hilal di tempat lain dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan. Dalam masalah ini ada dua pendapat. Pendapat pertama adalah yang menyatakan teranggapnya hilal di tempat lain dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan walaupun berbeda matholi’ (wilayah terbitnya hilal). Pendapat kedua adalah yang menyatakan tidak teranggapnya hilal di tempat lain. Masing-masing dari dua kubu ini memiliki dalil dari Al Kitab, As Sunnah dan Qiyas. Dan terkadang dalil yang digunakan oleh kedua kubu adalah dalil yang sama. Sebagaimana mereka sama-sama berdalil dengan firman Allah,

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan bulan (di negeri tempat tinggalnya), maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.” (QS. Al Baqarah [2]: 185)

Begitu juga firman Allah,

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ

“Mereka bertanya kepadamu tentang hilal (bulan sabit). Katakanlah: “Hilal (bulan sabit) itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji.” (QS. Al Baqarah [2]: 189)

Mereka juga sama-sama berdalil dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ

“Berpuasalah karena melihat hilal, begitu pula berhari rayalah karena melihatnya.” (HR. Bukhari)

Perbedaan pendapat menjadi dua kubu semacam ini sebenarnya terjadi karena adanya perbedaan dalam memahami dalil. Kesimpulannya bahwa dalam masalah ini masih ada kelapangan untuk berijtihad. Oleh karena itu, para pakar fikih terus berselisih pendapat dalam masalah ini dari dahulu hingga saat ini.

Tidak mengapa jika penduduk suatu negeri yang tidak melihat hilal pada malam ke-30, mereka mengambil ru’yah negeri yang berbeda matholi’ (beda wilayah terbitnya hilal). Namun, jika di negeri tersebut terjadi perselisihan pendapat, maka hendaklah dikembalikan pada keputusan penguasa muslim di negeri tersebut. Jika penguasa tersebut memilih suatu pendapat, hilanglah perselisihan yang ada dan setiap muslim di negeri tersebut wajib mengikuti pendapatnya. Namun, jika penguasa di negeri tersebut bukanlah muslim, hendaklah dia mengambil pendapat majelis ulama di negeri tersebut. Hal ini semua dilakukan dalam rangka menyatukan kaum muslimin dalam berpuasa Ramadhan dan melaksanakan shalat ‘ied.

Semoga Allah memberi kita taufik. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’

Anggota: Abdullah bin Mani’
Wakil Ketua: Abdullah bin Ghodyan
Ketua: Abdur Rozaq ‘Afifi

Baca juga: Puasa dan Berhari Raya Bersama Pemerintah

Itulah beberapa fatwa mengenai bagaimana sebaiknya kita berhari raya. Kesimpulan dari penjelasan di atas:

  1. Penentuan hari raya bukanlah urusan pribadi atau kelompok, sehingga keputusan mengenai hal ini dikembalikan kepada pemerintah dan jamaah kaum muslimin.
  2. Kita diperintahkan untuk melaksanakan puasa dan hari raya bersama dengan pemerintah dan jamaah kaum muslimin sehingga syi’ar Islam ini tampak dan tidak tampak perpecahan di tengah-tengah umat.
  3. Penentuan hari raya tidaklah tepat menggunakan ilmu hisab karena kita diperintahkan untuk menentukan awal bulan qomariyah dengan ru’yah.
  4. Hendaklah semua orang memahami bahwa masalah penentuan hari raya adalah masalah yang sudah terdapat perselisihan sejak dahulu di kalangan ulama, maka hendaklah perselisihan ini tidak memecah belah kaum muslimin. Hendaklah semuanya memahami bahwa penyatuan kalimat dan barisan adalah prinsip penting dalam agama ini.

15 Ramadhan 1429 H

Muhammad Abduh Tuasikal
Yang menginginkan umat ini bersatu di atas kebenaran

***

Penyusun: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id

Tags: fikih kurbanhari kurbanhari rayaHari Raya (Ied)hisab falakiidul adhaidul fithriidul fitriilmu hisabLebaranpenentuan ramadhanRamadhanrukyatul hilalselamat hari raya
SEMARAK RAMADHAN YPIA
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc.

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc.

Pengasuh Rumaysho.Com dan RemajaIslam.Com. Alumni Ma'had Al Ilmi Yogyakarta (2003-2005). S1 Teknik Kimia UGM (2002-2007). S2 Chemical Engineering (Spesialis Polymer Engineering), King Saud University, Riyadh, KSA (2010-2013). Murid Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan, Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir Asy Syatsriy, Syaikh 'Abdurrahman bin Nashir Al Barrak, Syaikh Sholih bin 'Abdullah bin Hamad Al 'Ushoimi dan ulama lainnya. Sekarang memiliki pesantren di desa yang membina masyarakat, Pesantren Darush Sholihin di Panggang, Gunungkidul.

Artikel Terkait

Mutiara idul fitri

Khotbah Salat Idul Fitri: Menggali Mutiara dari Idul Fitri

oleh Sa'id Abu Ukkasyah
3 Mei 2022
0

Di antara maksud berhari raya Idulfitri adalah bertahmid, memuji Allah, bertahlil, mengesakan Allah, dan bertakbir, mengagungkan Allah

Fidyah Ibu Hamil Menyusui

Wajibkah Fidyah bagi Wanita Hamil atau Menyusui jika Tidak Puasa Ramadhan? (Bag. 3)

oleh Sa'id Abu Ukkasyah
2 Mei 2021
0

Haidts shahih dan hasan yang menunjukkan bahwa pengguguran tuntutan qodho' dari wanita menyusui atau hamil dan tidak ada kewajiban mengulang...

Fidyah Ibu Hamil Menyusui

Wajibkah Fidyah bagi Wanita Hamil atau Menyusui jika Tidak Puasa Ramadhan? (Bag. 2)

oleh Sa'id Abu Ukkasyah
2 Mei 2021
0

Wanita hamil / menyusui jika tidak puasa karena udzur Syar'i hamil/menyusui, maka wajib menunaikan fidyah saja. Sebagaimana ini kami sebutkan...

Artikel Selanjutnya
shalat sunnah rawatib

Tuntunan Shalat Sunnah Rawatib

Komentar 53

  1. sandy says:
    14 tahun yang lalu

    Alhamdulillaah pemerintah masih berru’yah

    Balas
  2. Muslim.or.id says:
    14 tahun yang lalu

    Perlu kita ketahui bahwa penentuan idul fithri bukanlah masalah individu atau kelompok. Jadi bukanlah individu dan kelompok yang berhak menentukn 1 syawal. Namun hal ini diselisihi oleh suatu kelompok yg bernama jama’ah An Nazhir di SULSEL. Masa cuma melihat air pasang sj, dia sudah bisa menentukan hari raya pada hari senin ini?! Kami tidak tahu dasar hukum dari mana yang menentukn 1 syawal dengan cuma melihat air pasang.

    Mbo’ kalo berhari raya sabar dikit aja kenapa?! Tinggal 2 hari lg aja, sudah buru2 lebaran hari ini.

    Semoga Allah memberi petunjuk pada kita untuk mengikuti kebenaran.

    Muhammad Abduh Tuasikal

    Balas
  3. زهير البنتاني says:
    14 tahun yang lalu

    Sesungguhnya bila seorang Muslim telah bersaksi melihat hilal, maka kesaksiannya berlaku sekaligus menjadi pertanda bagi kaum Muslimin di seluruh negeri — tanpa batas-batas negara bangsa dan kebangsaan (nasionalisme). Demikianlah menurut jumhur ulama (rukyat Global).

    إنشآء الله, و الله أعلم بالصواب

    Penjelasan lebih rinci dan mendalam dapat dilihat di link berikut..

    Balas
  4. Al-carati says:
    14 tahun yang lalu

    Hizbut tahrir jg mendahului pemerintah akhi….Klo ana sich mending taat ma amir aja,InsyaAlloh barokah,Barakallohu Fiikum.

    Balas
  5. Fahrul says:
    14 tahun yang lalu

    Tentang rukyat global atau lokal merupakan khilafiyah di antara ulama, kalau saya ikut Pemerintah krn berdasarkan hadits Rasulullah yaitu Puasa itu pada hari kamu semua berpuasa ,berbuka itu pada hari kamu semua berbuka (HR.AtTirmidzi, At-Tarmidzi berkata sebagian ahli ilmu menafsirkannya brpuasa dan berhari raya itu bersama jamaah dan orang banyak) Walaupun katanya Indonesia bukan negara Islam tapi kan ada lembaga yg menangani ttg hisab rukyat yaitu Pemerintah RI , sedangkan di negara kafir lainnya saja hrs mengikuti Majelis Islamic Center( yg pemimpinnya bukan seorang muslim) setempat untuk memperatukan umat Islam

    Balas
  6. Abdullah says:
    14 tahun yang lalu

    untuk akhi زهير البنتاني, antum mendingan baca artikel disini deh untuk lebih jelasnya…
    http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=990
    atau
    http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=293

    Untuk saudaraku berjalan diatas pergerakan..

    Banyak org mengagung2kn persatuan..
    Padahal pndpt mrk mnjauhkn persatuan..
    Dikrnakn hwa nafsu mnylmti hati..
    Atau kjahiln yang mnutupi hati..

    Persatuan apa yng diinginkn..
    Apa prstuan dgn prpchan..
    Skali2 tidak ya ikhwatii..
    Prstuan diats Al-haq as-shohihi..

    Siapa yg ta mngingkn prstuan..
    Itulh keinginan kaum muslimin..
    Tetapi hrs dgn metode nabi..
    Yang wajib untuk diikuti..

    Bknlh dgn semngt2 nafsu diinginkn..
    Bkn pula metode akal yg dittapkn..
    Bahkn hrs sesuai kaidah syar’i..
    Sbgmn diatas manhajnya as-salaf as-sholihi..

    Balas
  7. joyo says:
    14 tahun yang lalu

    saya punya kalender 2009, hari rayanya tgl 21 & 22 september, jadi bisa dipastikan klo 1 syawal tgl 21-nya. bahkan seratus tahun lagi kayanya juga bisa dipastikan.

    Balas
  8. Muslim.or.id says:
    14 tahun yang lalu

    Kepada akhi zuhair al bantani (komentar no 3):

    kami tahu hujjah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) spt ini. Tapi kami sudah bawakan fatwa lajnah ad da’imah di atas.

    Ketahuilah bahwa dalam masalah ini apakah yang jadikan patokan hilal global/internasional ataukah hilal lokal , kedua beda pendapat ini sudah trjadi sejak masa silam dan masing2 pihak memiliki argumen yg sama kuat. Bahkan sbgmana dalam fatwa di atas, dalil yg digunakan oleh masing2 pihak kadang adalah dgn dalil yg sama.

    kalo memang terjadi perselisihan spt ini, mk kita kembalikan kpd keputsan pemerintah dan itu yang lebih selamat . Dan menurut kaedah fiqih: HUKMUL HAKIM YARFA’UL KHILAF .

    Kemudian ada hujah yg sangat kuat pula bahwa hilal sebenarnya bukan hanya fenomena alam. Namun menurut syaikhul islam dlm majmu’ fatawanya bhw hilal juga adalah fenomena sosial. Jd maksudnya adalah berpuasa dan berhari raya hendaknya dengan orang bnyak. Sebagaimana hal ini terdapat dalam hadits: AWAL PUASA ADALAH DGN HARI YG KALIAN SEMUA BERPUASA, IDUL FITRI ADALAH HARI YG KALIAN SEMUA MERAYAKAN IDUL FITRI, IDUL ADHA ADALAH HARI YG KALIAN SEMUA MERAYAKN IDUL FITRI. (HR. Abu daud, tirmidzi, ibnu majah. Shohih sbgmana kata syaikh al albani dlm silsilah ash shohihah)

    Jadi dlm rangka kita mengamalkan ayat : TAATILAH ALLAH DAN TAATILAH RASULNYA SERTA ULIL AMRI DI ANTARA KALIAN , juga dalam rangka mengamalkan hadits nabi dari hudzaifah bin al yaman: DENGARLAH DAN TAATILAH PEMIMPIN KALIAN, WALAUPUN MEREKA MEMUKUL PUNGGUNG KALIAN DAN MENGAMBIL HARTA KALIAN, TETAP DENGARLAH DAN TAAT PD PEMIMPIN TERSEBUT. (HR. Muslim no.1847)

    Smoga Allah memudahkan kita mendapat petunjuk dan taufikNYA.

    Muhammad Abduh Tuasikal

    Balas
  9. Arman says:
    14 tahun yang lalu

    @joyo -> hehehehe. iya mas. pemerintah kan emang gak pake lihat hilal. mereka mah tinggal itung wae. ane gak habis pikir sama orang2 yg ikut tanggalnya pemerintah. giliran soal tanggal lebaran mereka ikut, tapi mereka gak mau ikut perintah pemerintah untuk tidak menghasut orang agar golput. hehehehehe. aneh tenaaan.

    tuk admin -> masukin ya komentar ane. ane mau lihat jawaban orang.

    Balas
  10. Muslim.or.id says:
    14 tahun yang lalu

    Akh Arman, mungkin Anda belum tahu. Pemerintah Indonesia dalam menetapkan awal Ramadhan dan 1 Syawal dengan menggunakan metode melihat hilal dan bukan menggunakan metode hisab seperti yang Anda kira.

    Balas
  11. joyo says:
    14 tahun yang lalu

    emang muslim.or.id berani kalau saya minta untuk menempatkan wacana ini senantiasa ditempatkan diawal halaman selama misalnya 10 th kedepan, kita sama-sama cek apa pemerintah menetapkan 1 syawal berdasar metode melihat hilal. kita ambil sampel dari th 2000 – 2008 aja pasti pas kalender, selama itu pula cuma 1 kali 29 hari. masa 7 tahun istikmaaaaaaaaaaaaaaaaaaal terus. atau ntar lagi kan mau idul adha, pasti nanti tgl 8 desember.
    penetapan itu ada pertimbangan politik juga ekonomi, misalnya kalau tidak sesuai kalender bisa kacau perbankan, sebab Bank Indonesia nanti harus merubah jadwal lagi, juga perusahaan2 yang ada di indonesia.
    GIMANA? SETUJU? BERANI?

    Balas
  12. Handanawirya says:
    14 tahun yang lalu

    Kalau penetapan dengan hilal ternyata pas kalender yaaa kebetulan dan alhamdulillah, tapi kan nilai ibadah dan mengikuti syariat disisi Alloh beda antara orang yang menunggu melihat hilal dengan orang yang TAQLID pada hisab. Urusan perbankan segala kok dicampur dengan syariat. kenapa ga menjunjung HAK Alloh diatas segalanya sih. Urusan perbankan malah yang didahulukan. Manusia diberi akal, maka gunakan akal itu untuk memenangkan urusan syariat jika ada masalah, bukan syariat yang dikalahkan dengan urusan bank, perusahaan dll.

    Satu lagi, tidak ada yang pasti dengan ilmu HISAB!! Waktu sholat pake ilmu hisab aja SERING meleset kecepetan 5 menit atau lebih. Bayang-bayang belum tergelincir ke timur orang udah pada sholat zhuhur. Mbok ya buka mata terhadap kenyataan kesalahan ilmu hisab, susyeh bener.

    ps: Jika sudah membaca dalil jangan ngebantah terus…

    Balas
  13. abi says:
    14 tahun yang lalu

    aneh ya … dan bodoh sekali umat islam ini … bulan milik Allah, bumi pun milik Allah.. masa milik Allah … mustahil ada jumlah hari yang berbeda, kecuali karena kebodohan … di arab bulan ramadhan 29 hari, di indonesia 30 hari … itu mustahil.
    kalau kita beradu argumentasi dengan Al Qur’an dan Hadits, maka gak akan ketemu selamanya .. Al Qur’an nya dan Hadits nya sama, akal manusianya yang berbeda … tidak bisa kah kita mengambil 1 rujukan waktu untuk seluruh permukaan bumi?? sehingga yang ada adalah PERBEDAAN WAKTU (JAM) BUKAN PERBEDAAN JUMLAH HARI!!!!!
    itu masuk akal .. dan Insya Allah, Allah akan meridloi.

    abi yakin banget, orang-orang kafir pasti TERTAWA karena kebodohan kita, islam mau maju gimana wong ngitung jumlah hari aja gak becus…..

    semoga Allah swt mengampuni kebodohan kita.

    Balas
  14. Muslim.or.id says:
    14 tahun yang lalu

    Al Quran dan Hadits jika ditafsirkan dengan masing-masing akal kita maka hasilnya akan berbeda-beda akhi… sesuai dengan kualitas akal dan hawa nafsu yang mempengaruhinya. Akan tetapi akhi, ada 1 cara yang membuat kita sepakat dalam memahami Al Quran dan Sunnah, yaitu pahamilah keduanya berdasarkan pemahaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Dengan begitu insya Allah kita akan menjadi satu :)

    Balas
  15. Ibnu muhammad says:
    14 tahun yang lalu

    Bolehkah ana menyumbang pendapat utk masalah ini. Ana kira dalil2 yg tlh disampaikan muslim.or.id tlh mencukupi kl kita berpikir pakai akal yg sehat. Coba kita kembali ke zaman para Sahabat. Bnyk di antara mereka yang berpencar ke mana2. Ada yg ke Baghdad, Yaman dan negeri lainnya. Perjalanan dari Mekah atau Madinah bisa membutuhkan waktu berhari2. Di zaman itu tidak ada mobil, atau TV, atau radio atau HP. Komunikasi antar mereka hrs dgn pertemuan lgsg. Jika 1 Syawal hrs disamakan dgn di Mekah atau Madinah (misalnya), maka negeri2 di selain 2 kota tersebut pasti akan telat merayakan idul fitri krn penyebaran kabar bisa membutuhkan berhari2 waktunya. Maka secara logika, masing2 daerah merayakannya sesuai ketetapan daerah masing2. Wallahu a’lam.

    Balas
  16. Muslim.or.id says:
    14 tahun yang lalu

    Kepada saudara kami tercinta Joyo, semoga Allah selalu merahmatimu.

    Akhi, sesungguhnya syariat ini adalah syariat yang telah sempurna sehingga tidak butuh penambahan dan pengurangan lagi. Dalam masalah shalat misalnya sudah ditetapkan bahwa shalat shubuh adalah 2 raka’at. Tidak boleh karena niat baik misalnya ingin dapat banyak pahala, kita mengerjakan shalat shubuh 4 raka’at. Ketentuan shalat ini tidak bisa diubah karena agama ini memang sudah sempurna.

    Begitu juga hal ini berlaku dalam penentuan awal ramadhan dan hari raya idul fithri, agama ini telah mengatur bahwa dalam penentuan seperti ini hendaknya dengan melihat hilal. Kalau hilal tidak terlihat maka hendaknya bulan hijriyah tersebut disempurnakan menjadi 30 hari. Inilah ketentuan yg telah baku dalam syariat ini. Dalam syariat ini tidaklah diperkenankan menggunakan metode hisab karena hal ini sudah keluar dari ketentuan syariat yang telah baku.

    Dan juga jika kita lihat pada pemerintah RI, alhamdulillah mereka juga menggunakan metode ru’yah hilal sebagaimana yang telah ada dalam syariat ini. Pada saat pemerintah RI menetapkan 1 syawal melalui sidang itsbat departemen agama RI yg disiarkan melalui RRI dan beberapa stasiun TV pd tgl 29 sept ba’da magrib kemaren, terlihat bahwa pemerintah telah menempatkn pada beberapa titik untuk melakukan ru’yah hilal. Namun, sayangnya di beberapa titik tinjauan seperti di NTT dan Gresik belum terlihat hilal. Oleh krn itu dilakukanlah istikmal yaitu menggenapkan bulan ramadhan menjadi 30 hari. Dan pemerintah juga telah melakukan hal yang serupa (melakukan ru’yah hilal) ketika menentukan awal ramadhan kemarin. Begitu juga tahun lalu dalam penentuan 1 syawal, pemerintah masih menggunakan ru’yah hilal. Namun memang pada tahun lalu pada malam ke 30, hilal belum trlihat sehingga bulan ramadhan juga spt tahun ini yaitu disempurnakan menjadi 30 hari.

    Itulah yg biasa dilakukan pemerintah kita yg terus melakukan peninjauan hilal. Jika hilal blm terlihat, mk bulan ramadhan digenapkn menjadi 30 hari. Kalau memang setiap penentuan hari raya dilakukan istikmal trus, ya itu memang karena hilal belum terlihat pada malam ke 30. Sehingga ramadhan jadinya disempurnakan mjd 30 hari.

    Jadi penentuan 1 syawal sebenarnya bukan ada unsur politik, ekonomi, dsb dari pemerintah. Namun memang yang diperoleh dari hasil ru’yah spt itu. Kenapa kita tdk berhusnuzhon pd pemerintah kita? Bukankah mereka adalah muslim? Kalau memang demikian, hendaklah kita mematuhi mereka dalam masalah ini apalagi mereka telah menggunakan cara yg syar’i.

    Ya Allah mudahkanlah kami untuk mentaati-MU, juga mentaati Rasul-Mu, serta pemimpin kami selama itu adalah dalam rangka taat kepada-MU dan bukan maksud untuk berbuat maksiat pada-MU.

    Dari saudaramu yang mencintaimu karena Allah dan selalu mengharapkan engkau mendapat taufik Allah.

    Muhammad Abduh Tuasikal

    Balas
  17. Ahmad says:
    14 tahun yang lalu

    Assalamu’alaikum Akh Muslim.or.id.

    Alhamdulillah. Selama ini ana selalu bingung mengapa banyak teman-teman yang bermanhaj salaf (mohon maaf) taklid pada keputusan pemerintah dalam hal penetapan 1 syawal. Sekarang ana baru tahu jawabannya: Mereka menyangka pemerintah menggunakan metode melihat hilal.

    Ana hanya ingin menanyakan 2 hal. Jika antum sudah jawab, insya Allah ana akan berikan pertanyaan lainnya yang mudah-mudahan dapat menjawab kebingungan ana selama ini.

    1. Apakah antum yakin dan punya bukti bahwa pemerintah menggunakan metode melihat hilal?

    2. Seandainya mereka terbukti tidak menggunakan metode melihat hilal (melainkan menggunakan metode hisab), apakah antum akan masih patuh pada penetapan 1 syawal dari pemerintah?

    Kepada teman-teman yang lain, mohon dalam berdiskusi ini mohon dengan arif dan bijaksana. Kita semua adalah saudara muslim. Namun, kita tetap perlu mendiskusikan hal ini.

    Balas
  18. joyo says:
    14 tahun yang lalu

    kepada Handanawirya, Anda salah dalam memahami maksud saya, yang saya maksud adalah pemerintah dalam menetapkan awal syawal itu dengan mempertimbangkan masalah itu juga, jadi pemikiran bukan saya. saya juga tidak ngebantah dalil, wah dosa mas…., anda saja yang salah persepsi terhadap saya.

    kepada muslim.or.id yang semoga Allah juga memberikan taufik kepada Anda, saya berkomentar seperti ini karena selama ini dari yang saya amati seperti itu. makanya mari sama-sama kita perhatikan sajalah kedepan. terlalu banyak sih masalah syari’at yang tidak dikedepankan pemerintah, contoh lain yang saya ikuti perkembangannya adalah UU 21 tahun 2008 tentang perbankan syari’ah (terlepas dari yg setuju atau tdk dgn perbankan syari’ah), itu butuh waktu 5 thn untuk disahkan, masalah RUU APP, berapa kali tarik ulur. Bahkan kemaren sempat nonton di salah satu tv yg sering mengadakan acara debat, itu dianggap masalah kecil, dikesampingkan. Jika melihat kondisi kaya gitu, sebenarnya dakwah lebih tepat di tujukan kepada pemerintah? bukan berarti benci tp itu kan salah satu jihad yang agung.

    ok lah kita akhiri saja sampai di sini, kita sama-sama perhatikan saja kedepan, paling dekat bulan desember nti, waktu idul adha.
    Mohon maaf lahir batin…
    assalamu’alaykum

    Balas
  19. Muhammad Arifin says:
    14 tahun yang lalu

    Assalamu’alaikum.
    Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada nabi Muhammad’ keluarga dan sahabatnya.
    Langsung saja, tertarik dengan diskusi di tema ini, saya merasa ingin memberikan sumbang sih dalam diskusi ini, semoga bermanfaat bagi kita semua:
    1. Akhi, masing-masing dari kita harus tahu dan sadar bahwa setiap urusan dalam agama telah ditentukan siapa saja yang bertanggung jawab mengurusinya, dan dalam masalah penentuan awal bulan dan akhir bulan adalah termasuk dalam wilayah kekuasaan pemerintah/khilafah yang sah di masing-masing daerah. Coba bayangkan, bila wewenang menentukan awal dan akhir bulan diserahkan kepada perorangan atau ormas, maka yang terjadi seperti yang selama ini kita rasakan, setiap kiayi, ustadz, dan ormas menentukan sendiri2, sehingga dalam satu desa ada 3 atau lebih pelaksanaan sholat ied. BUkankah ini kekacauan yang dapat menimbulkan perpecahan pada tubuh umat. Oleh karena itu hendaknya kita menyadari siapa diri kita dan apa wewenang kita.
    2. Para ulama’ telah menjelaskan bahwa pemerintah yang dalam hal ini adalah pemegang amanat mengatur agama dan urusan dunia rakyatnya bila telah menetukan suatu keputusan yang berdasarkan metode yang dibenarkan, maka wajib dipatuhi, baik keputusan tersebut benar-benar sesuai dengan kenyataan atau ternyata ada kekeliruan yang tidak disengaja. Bahkan Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa keputusan pemerintah dalam hal awal dan akhir bulan wajib dipatuhi walaupun pemerintahnya adalah seorang yang bengis dan keji. (Majmu’ fatawa 25/206-207).
    3. Hendaknya masing-masing dari kita mengoreksi diri, apakah dirinya memiliki wewenang dan kemampuan untuk berbicara dalam masalah agama? Saudaraku, bila kita malu dan tidak berani berbicara apalagi menyalahkan suatu pendapat seorang pakar dalam bidang ilmu kedokteran atau yg serupa kecuali bila kita benar-benar telah menguasai ilmu tersebut, maka mengapa kita ceroboh dan meremehkan ilmu agama (fatwa agama), sehingga setiap orang berdarah dingin dengan menyalahkan atau membela suatu pendapat hanya berdasarkan pemahamannya yang sempit lagi dangkal? Saudaraku , rintislah kebangkitan umat kita dengan dengan cara menghormati ilmu agamamu.
    4. Sebagai bahan renungan: Saudaraku, bila antum semua pada setiap pagi dan sore dapat menerima perbedaan waktu permulaan puasa dan pengakhiran puasa, maka mengapa anda tidak bisa menerima perbedaan awal dan akhir bulan? Bila anda dapat menerima perbedaan waktu sholat, masing-masing daerah dengan perhitungan waktu sendiri-sendiri, yaitu dengan memperhatikan perjalanan matahari, maka mengapa kita keberatan dengan perbedaan waktu memulai dan mengakhiri puasa kita ?
    5. Saudaraku, pelajarilah sejarah, dan renungkan baik-baik, mungkinkah umat islam pada abad 1 s/d 13 H untuk menyatukan ru’yahnya? Berpuasa pada satu hari dan beridul fitri pada satu hari yang sama? Mengapa kita ingin merubah suatu kepastian sejarah dan fakta alam yang diamalkan oleh umat Islam selama 14 abad?
    6. Bagi Yang ingin mengetahui pembahasan masalah ini lebih detail, silahkan baca Majmu’ fatwa Ibnu Taimiyyah jilid 25.
    Semoga masukan ini bermanfaat bagi kita semua.

    Balas
  20. Muh Abduh T says:
    14 tahun yang lalu

    Jazakumullah khoir ustadz

    Balas
  21. Abu Ahmad says:
    14 tahun yang lalu

    Bismillah..
    Jazaakumullahu khaira al-Jazaa’ ust Muhammad Arifin, LC., MA.
    Alhamdulillah, sholawat serta salam tercurahkn kpd nabi ‘alaihi assholatu wa assalaam dan pengikutnya..

    1. perkara ru’yah hillal mrpkn ktetpan dr nabi sbgmn byk hdts2. jika hisab mrpkn prkra agma, mk akan dsmpaikn lgsg oleh Allah dan rosulNya dg dalil yg shorih (tanpa mksd kira2 (zhonn)), karena Allah Maha Mengetahui teknologi dmsa mndatang dg prhitngn spt skg ini. Tetapi tidak ada dalil atau tmbhn atas dalil, jika kalian mmpu dg hisab mk tidak mngapa.
    Jika diktakan, itu hnya utk kondisi dizaman nabi, shg dg ru’yah, jd skg ya dg hisab.mk kita jawab: berarti syariat blm smpurna? atau jgn2 kita mnuduh Allah tdk mengetahui kjadian dmsa mndtng, atau kita menuduh nabi telah khianat tdk mnympaikn amanah ttg hisab?? pdhl ini perkara besar berkaitan dgn persatuan umat dan syariat puasa, ibdah sholat dan ibadah haji. Subhanallah..
    2. Pemrnth telah jelas2 mngummkn dan mnggunakan ru’yah hilal, adpn hisab spt dlm tanggalan hnya sbgm kira2 awal (pedoman). Shg pntpan tanggln brdsrkn kebiasaan bulan bisa trlihat sekian derajat, dengn bntuan hisab. ingat bukan hisab smata yg brdsrkn ru’yah teknologi.
    3. Pemerinth telh mengamanahi dibebrpa wilayah utk melihat lihat, kmdn mlakukn sidang itsbat. Adpn jika, ada masukn/khabar si fulan telh meilhat hilal didaerh trtntu stlh kptsn (tdk melihat), mk :1. pmrnth telah mnguasakn kpd org2 trtntu dibbrpa tmpt, 2. ksaksian dikmbalkn kpd pmrnth yg mntpkn, jk pmrnth mnerima mk kita wajib ikut, jk pmrnth mnolk mk jg ttp ikuti.
    4. Prmslhan jika kita mlh scr lgsg mlihat hilal, tp kmdn pmrnth (penguasa) mnolak ksaksian kita, mk para ulama berbeda pdpt (ini dlm hal pntpn syawal): 1. tetap wajib puasa dan berhari raya sbgmn kaum muslimin (brdsrkn kttapan pemrnth), 2. boleh tidak puasa tetapi dg sayart snymbunyi2 agar tdk mmch belah umat, dan sholat dan berhari raya sbgmn kaum muslimin (brdsrkn kttpn pmrnth).
    Dr sini udah jelas perkara kita utk mnyatukn umat dg taat kpd pmrnth.
    5. Jika dkatakan pmrnth skg tidak amnah dan peduli dg urusn agama, shg tidak ada ketaatan kpd makhluk (pemerintah) dlm brmaksiat kpd Khaliq. mk kita jawab: mk wajib kita taat kpd Penguasa ddlm perkra kewenangan mrk sbgmn trdpt byk hadts2 mskpn pnguasanya bejat, keji dan kejam. Tdkkh kita mlihat sjarah, bbrpa penguasa Trjd pd masa sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in, yg mrka scr terang2n mmbnuh para sahabat, tabi’in, akan tetapi para sahabt dan yg lainnya tetap taat kpd mrk. Tjd jg, penguasa melakukn sholat dzuhur diwkt ashar, atau mlkukn sholat dzuhur sblm wktunya dan yg lainnya, tetapi sahabt nabi dan yg lain tetap mngadiri sholat brjma’ah brsma mrk, mskpn mrk mlkukn kmbli drmh tnp spngthuan mrk. sikap mrk hanya sabar (sbgmn mengikuti hadts2 nabi, dan sllu brsha mnashti mrk dg cr bijak dan baik serta sll mndo’akan kebaikn atas mrk). mk…mankh yg lbih kejam dan tidak peduli bahkan memain2kan agama dibanding penguasa skg????
    6. Jk dkatakan, mngpa tdk dlakukan mnyatukn slrh umat didunia dgn pntapn yg sama diseluruh prmkaan bumi? mk kt jwb: kita blm memiliki khilafah yg dapt mnyatukn suara umat islam dslruh dunia, jd kwjbn kita taat kpd penguasa di wilyh kwenangn mrk slma msh muslim dan tegak syi’ar2 islam. Jika pmrnth kita mngikuti ru’yahnya dipnguasa lain yg telh mliht hilal, mk kita ikuti. Ttpi jk penguasa kita mngikti ru’yah hilal sdr brdsrkn mathla’ msg2, mk kita tetap ta’ati untk mnytkn umat, dan tidak dngan mnylishi pnguasa dg mngikuti pnguasa daerah lain (mskpn ini (tdk ada prbdaan mathla’) pndpt trkuat). krn konsekuensi kita adalh mnytukn umat dgn ktetpn penguasa. Buknlh slogan kita myatukn umat sedunia tetapi mmch belah dg mnyelishi didaerah kekuasaan penguasa.
    Wahai saudarku seagama, janganlah kita menghukumi sesuatu dengan hawa nafsu, tetapi kmbliknlh dg Al-Qur’an dan As-Sunnah dg pmhamn yg benar. Bukan dg hawa nafsu dan akal2n..
    Astaghfirullaha min akhta’i al kalaam…
    Mdh2n bermanfaat atas apa yg ana sampaikan dan dikoreksi jika tidak benar atau salah maksud..
    Mohon maaf jika ada kata2 yg mnyinggung hati saudaraku..
    Baarakallahu fiikum..

    Balas
  22. Buya Sunny says:
    14 tahun yang lalu

    Kalau umat Islam di satu wilayah belum bisa bersatu dan taat pada pemimpinnya yang muslim, maka berbicara tentang khilafah adalah mimpi besar…!

    Balas
  23. Ari Wahyudi says:
    14 tahun yang lalu

    Imam Malik mengatakan, “Tidak akan baik akhir umat ini kecuali dengan sesuatu yang telah membuat baik generasi awalnya.” Sebuah renungan besar yang patut untuk kita pikirkan bersama; persatuan itu akan terwujud dengan mengikuti sunnah Nabi, sementara perpecahan itu berbanding lurus dengan jauhnya umat dari Sunnah Nabi. Kalau begitu, sebuah kepastian hukum bahwa tidak ada jalan untuk menyatukan umat ini kecuali dengan kembali kepada manhaj salaf. Cobalah anda lihat harakah-harakah Islamiyah yang sekarang ini berusaha menawarkan solusi bagi problematika umat. Tidak ada hasil yang mereka peroleh kecuali jalan buntu! Contoh nyata adalah masalah ketaatan kepada pemerintah untuk menetapkan masuknya bulan Ramadhan dan hari raya… Apa yang bisa dilakukan oleh selain Ahlus Sunnah dan orang2 yang sejalan dengan mereka dalam hal ini kecuali semakin memecah belah kesatuan umat ini… Kullu hizbin bimaa ladaihim farihuun, itulah realita.. yang mengiris hati setiap mukmin yang cemburu dengan agamanya. Wallahul musta’aan.

    Balas
  24. salam says:
    14 tahun yang lalu

    Penting untuk diketahui bahwa berdasarkan hadits shohih Rasulullah Saw yang memerintahkan umat Islam untuk berhari raya bersama mayoritas jamaah, maka seharusnya umat Islam di Indonesia berhari raya berdasar hasil rukyah MUI yang kemudian ditetapkan pemerintah, karena itu keputusan yang diterapkan untuk mayoritas jamaah di Indonesia.
    Sangat jelas bahwa MUI menggunakan metode rukyah yang didukung dengan teknologi tinggi yakni dengan menggunakan teleskop digital yang bisa online dengan vidio streaming dan tentu terekam pula hasilnya. Juga bekerja sama dengan lembaga IPTEK yang kompen yakni LIPI, ITS serta lainnya. Pula ditetapkan di 25 titik pengamatan strategis di seluruh Indonesia. Dengan demikian aneh kalau ada yang masih membantah bahwa hasil rukyah MUI adalah rekayasa dan kepentingan penguasa semata. Itulah prasangka dan fitnah yang merusak umat Islam supaya terpecah belah.
    Demikian wallohu’alam

    Balas
  25. زهير says:
    14 tahun yang lalu

    Mau menginfokan ada seminar tentang penyatuan penanggalan Islam. Berita lengkapnya di sini.

    Balas
  26. Saudara Muslim says:
    14 tahun yang lalu

    @ Zuhair
    Paling tentang masalah hilal lagi. Hilal saudi dan indonesia mau disatukan ya? Mau paksakan harus berlaku hilal internasional?

    Kami rasa gak perlu, buang-buang waktu aja. Mau patokannya hilal internasional ataukah hilal global, masalah ini sudah ada khilaf sejak dulu. Saya mah manut pemerintah aja kalo mau berhari raya. Susah-susah mikir2 hilal.

    Dulu para sahabat cuma melihat hilal saja. Masalah menetapkan hari raya, mereka serahkan pada pemimpin mereka yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bukan seperti orang saat ini, semua kayak jadi penguasa. Sudah lihat hilal, langsung besoknya berhari raya sendiri2 mendahului penguasanya. Mbok manut aja toh sama pemerintah, apa susahnya sih.

    Balas
  27. Albi Fitransyah, S.Si says:
    14 tahun yang lalu

    Dunia memang 1 peta.
    -Namun, dunia terbagi ke dalam zona-zona waktu setiap garis bujurnya.
    -Sehingga, mengakibatkan adanya GARIS TANGGAL MASEHI yang membelah bumi menjadi 2 (dua) bagian.
    -Ada yang sudah masuk tanggal 1 Oktober 2008 ada yang masih tanggal 30 September 2008.
    -Silahkan Abil lihat di peta Dunia.
    -GARIS TANGGAL MASEHI ini disebut sebagai: INTERNATIONAL DATE LINE (IDL).
    -Ini yang menjadi permasalahan dalam penanggalan (baik Masehi maupun Hijriyah)
    -Oleh karena itu, ditetapkanlah saat waktu Maghrib (ketika Ghurub Matahari) setiap awal bulan selalu ditandai kemunculan HILAL BULAN SABIT KECIL di satu kota.
    -Inilah yang menjadi dasar fundamental bahwa 1 kota berlakuk 1 hilal.
    -Jika kita buat peta Dunia dengan kemungkinan terlihatnya HILAL di 1 kota , maka kita bisa menyimpulkan bahwa dari 1 kota ke kota lainnya akan terbentuk deret susunan yang teratur. Artinya dari GARIS TANGGAL HIJRIYAH ke sebelah barat akan sudah bisa melihat HILAL. Namun, dari GARIS TANGGAL HIJRIYAH ke timur belum bisa melihat HILAL.
    -Daerah yang telah menlihat HILAL pada saat Maghrib di suatu kota, maka daerah tersebut sudah masuk tanggal 1 Syawal 1429 Hijriyah. Namun, daerah yang belum dapat meluhat HILAL, daerah tersebut belum masuk 1 Syawal 1429 Hijriyah.
    -Ingat, definisi HILAL adalah: Bulan Sabit awal yang hanya dapat terlihat di ufuk barat ketika matahari tenggelam dan hanya terlihat pada saat Maghrib saja.
    -BANYAK BELAJARLAH MENGENAI KAJIAN ASTRONOMI.
    -Jika menggunakan Rukyat Global, maka akan kacau penanggalan Hijriyah.
    -Misal, di kota Mekkah saat Maghrib sudah melihat hilal. Jika, menggunakan Rukyat Global, maka kota Kairo Mesir masih menunjukkan jam 17.00 Sore (waktu 1 jam sebelum Maghrib). Apakah langsung BUKA PUASA dan menyatakan bahwa di Kairo Mesir sudah 1 Syawal. Lalu, puasanya bagaimana ????????????????
    -Begitu pula di kota London Inggris (jam 15.00 waktu Ashar-> tgl Masehi = 29 September 2008), di kota Washington DC Amerika Serikat (jam 9.00 Pagi -> tgl Masehi 29 September 2008), di kota-kota Kanada (jam 8.00 Pagi -> tgl Masehi = 29 September 2008), di kota Alaska (jam 6.00 Pagi -> tgl Masehi = 29 September 2008), di Midway Island (jam 5.00 Pagi -> tgl Masehi = 29 September 2008), di Brisbine (jam 1.00 Malam -> tgl Masehi = 30 September 2008), di Tokyo Jepang (jam 0.00 Malam -> tgl Masehi = 30 September 2008), di Jakarta Indonesia (jam 22.00 Malam-> tgl Masehi = 29 September 2008 )
    -Perhatikan pula, konversi waktu dan tanggal setiap kota setiap zona waktu yang ada !!!!
    -Waktu Shalat adalah waktu kota. Matahari kita hanya ada satu. Bulan juga ada satu. Jadi, lokasi geografis tempat pengamatan juga perlu diperhitungkan.
    -Hizbut Tahrir menurut saya tidak ilmiyah. Karena konsep Rukyat Global yang tidak memperhitungkan Garis Tanggal Lunar Bulan.
    -Hizbut Tahrir telah mencampurkan antara Kalender Masehi dengan Kalender Hijriyah
    -Hendaknya kita seluruhnya mempertemukan semua ORMAS ISLAM di seluruh dunia, para ahli astronomi, dan ahli falaq hisab untuk membuat kesepakatan internasional.
    -Perbedaan tanggal Islam bukan hanya antara Hisab dan Rukyat saja, tetapi antara Hisab sendiri ada perbedaan. Hisab Muhamadiyah dengan hisah NU dengan hisab Persis dengan yg lainnya. Rukyat juga ada perbedaan. Antara Rukyat NU, Rukyat pemerintah, dengan Rukyat Hizbut Tahrir.
    -Sementara saat ini “HARUS” ikut Pemerintah Republik Indonesia. Karena di Pemerintah ada Majelis Ulama Indonesia (MUI), Menteri Agama, dan berbagai Ormas ISLAM.

    Balas
  28. yudi says:
    14 tahun yang lalu

    Barokalloh fiikum. Sebaiknya kita jamaah kaum muslimin Indonesia mengikuti pemerintah dalam hari raya untuk kesatuan ukhuwah kita bersama.

    Balas
  29. orang awam says:
    14 tahun yang lalu

    indah sekali jawaban2 dari muslim.or.id dan kawan-kawan. menunjukkan keilmiahan dan kematangan memahami persoalan, a yg orang awam jadi lebih paham {{ meski telat bacanya gak pa2 lah ngasih komen ;-) barokallohufiikum

    Balas
  30. Fahrul says:
    14 tahun yang lalu

    Assalamu ‘alaikum
    Sesungguhnya kaum muslimin berpuasa mengikuti Pemerintah dan Jamaah kaum Muslimin di negerinya masing2 untuk menghindari perpecahan yang lebih luas . Adapun kaum muslimin yang sudah yakin berpuasa dan berhari raya menyelisihi Pemerintah dan Jamaah Kaum Muslimin diharapkan untuk berpuasa dan berhari raya secara sembunyi -sembunyi agar tak menimbulkan perpecahan yang besar sebagaimana kesaksian sesorang atas hilal ditolak Pemerintah menurut pendapat rajih (mazhab Imam Syafi’i dan salah satu pendapat Syaikh Utsaimin) berpuasa dan berhari raya secara sembunyi2

    Balas
  31. al hidayah says:
    13 tahun yang lalu

    Bismillah…
    Allahua’lam,lbh baek qt mgkuti ‘amir(pguasa) yg bkrja sm dgn ulma. toh, ulma d ngri qt msh mnjunjg tnggi qur’an n sunnah yg shih. n smoga Allah ttp mnguhkan qt n pr ulma qt d atas jln shirothol mustkm.amin,,,

    Balas
  32. Ahlussunnah says:
    13 tahun yang lalu

    Athi’ullah wa athi’ul rasul wa ulil amri minkum…(Al ayah). Masalah penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal sudah jelas dalil dan nash nya. Maka tidak perlu lg ijtihad atau khilaf dalam masalah ini,kecuali tidak ada dalil & nash yg jelas mengenai maslah ini. Mutafaqul ‘alaih sepakat 4 mazhab mengenai masalah ini. Fatwa di atas sdh benar adanya.

    Balas
  33. taufiq says:
    13 tahun yang lalu

    penentuan hari raya, sangat membuat bingung umat, ada yg dihitung adapula yg dihitung dan dilihat,tapi semua keputusan tersebut serahkan saja pada penguasa, karna allah swt berfirman agar kita menaati allah, rasul dan penguasa kalian inilah kaidah ahli sunnah yg memahaminya bagaimana rasul dan para sahabat mengamalkanya,karena perbedaan itu bukan rahmat tapi awal kehancuran dlm akidah dan bermanhad.

    Balas
  34. Adnan says:
    13 tahun yang lalu

    semoga kaum muslimin dapat merayakan hari rayanya bersama-sama, serentak dalam hari yang sama. dan itu pasti akan terjadi, ketika Khilafah tegak kembali.
    Bayangkan, menurut Dr Abdurrahman al-Baghdadi, di masa-masa tegaknya Daulah Islamiyyah (Khilafah), semua umat Islam yang berada dalam naungannya, bisa memulai puasa dan mengakhiri puasa secara bersamaan–meskipun teknologi yang ada masih sangat terbatas (sebagai catatan: teknologi pengiriman pesan tercanggih saat itu adalah burung merpati). Nah, apalagi zaman sekarang yang sudah demikian maju teknologinya. apa susahnya menyamakan awal dan akhir Ramadhan bagi semua kaum muslimin? tidak sulit kecuali karena pemerintahan yang tidak islamilah yang menyebabkan kesulitan ini, sebagaimana mereka menyulitkan kaum muslimin dalam menerapkan dan menjalankan hukum-hukum agama-Nya. Allahu Akbar3x, walillahilhamd

    Balas
  35. dwi says:
    13 tahun yang lalu

    Assalamu`alaikum
    Wahai kaum muslimin, sejak zaman nabi Muhammad untuk urusan penentuan puasa dan hari raya diserahkan kepada pemimpin apalagi saat itu Rasulullah juga kepala negara yang menentukan puasa dan hari raya bahkan tak ada yang menentang keputusan pemimpin kaum muslimin yaitu Nabi Muhammad. Maka sebaiknya kaum muslimin mengikuti sunnah Nabi dan para sahabat.

    Balas
  36. ahmad says:
    13 tahun yang lalu

    setelah baca komen2 di atas keliatan sekali yang berkata dengan ilmu dan yang berkata sprt orang ngigau…
    syukron… muslim.or.id

    Balas
  37. Surawan Tri Atmaja says:
    13 tahun yang lalu

    Jika puasa harus memakai acuan hilal (bukan hisab) karena bunyi ayat dan haditsnya demikian, bagaimana dengan penentuan waktu sholat. Saya orang awam (koreksi saya jika salah), setahu saya Rasulullah menentukan waktu-waktu sholat berdasarkan bayangan benda (posisi matahari).

    Apakah ini berarti jika kita berpegang pada jadwal waktu sholat yang dipajang di masjid itu (jadwal waktu sholat itu adalah hasil ilmu hisab) juga bisa dikatakan yadz (nyleneh) sebagaimana nylenehnya menentukan puasa dengan ilmu hisab ?

    Bagaimana penulis muslim.or.id menentukan waktu sholat selama ini. Apakah melihat jadwal (mengikuti adzan muadzin kemungkinan besar sama dengan melihat jadwal karena muadzin biasanya juga melihat jadwal dulu) ataukah melihat bayangan benda ?

    Terima kasih sebelumnya atas kesediaannya menjawab pertanyaan saya.

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      13 tahun yang lalu

      #Surawan Tri Atmaja
      Dalam penentuan waktu shalat, esensinya adalah ‘sudah terjadi atau belum’. Sedangkan penentuan 1 Syawal esensinya adalah ‘sudah terlihat atau belum’, karena mungkin saja sudah terjadi namun belum terlihat.

      Balas
  38. Surawan Tri Atmaja says:
    12 tahun yang lalu

    @ Yulian Purnama
    Apakah maksud Anda – sama-sama tidak dicontohkan oleh Rasulullah – ilmu hisab bisa kita terima untuk menentukan waktu sholat tapi tidak kita terima untuk menentukan awal puasa. Begitu ?

    Balas
    • Muslim.or.id says:
      12 tahun yang lalu

      #Surawan Tri Atmaja
      Ya benar.

      Balas
  39. irmaisfandriani says:
    12 tahun yang lalu

    ikut pemerintah dan mui saja, toh pemerintah kita muslim dan masih shalat,iya toh?

    Balas
  40. abu naila says:
    12 tahun yang lalu

    Andai kata para ketua ormas islam d indonesia membaca diskusi ini (trutama muhammadiyyah) sy yakin tahun ini tdk akan ada perbedaan perayaan hari raya ‘ied fitri….

    Balas
  41. Diky Zulkarnaen says:
    12 tahun yang lalu

    Saya mendukung dan berkeinginan umat Islam ini BERSATU ga bercerai berai tidak mementingkan kelompok, golongan dan lain lain

    Balas
  42. yusuf says:
    12 tahun yang lalu

    bagaimana dengan persatuan umat islam sedunia?

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      12 tahun yang lalu

      #yusuf
      Persatuan haqiqi adalah persatuan dalam sunnah. Dan yang sunnah adalah mengikuti mathla’ negara masing2. Adapun persatuan dalam artian ‘sama-sama’, yaitu ‘sama-sama kumpul’, ‘sama-sama membuat aturan sendiri’, atau ‘walau ada yang berbuat bid’ah yang penting kumpul’, maka ini bukanlah persatuan namun persatean.

      Balas
  43. Abdullah says:
    12 tahun yang lalu

    BERIKUT INI SAYA SAMPAIKAN KEMBALI PENDAPAT SAYA DI SITUS INI, DENGAN TOPIK YANG MIRIP. KESIMPULANNYA, SAYA MENGAJAK SAUDARA SEIMAN UNTUK PUASA DAN MERAYAKAN LEBARAN MENGIKUTI PENETAPAN PEMERINTAH DIMANA KITA TINGGAL. ANJURAN SAYA JANGANLAH MERAYAKAN LEBARAN SESUAI PENDAPAT MASING-MASING SEOLAH-OLAH PENDAPATNYA PALING BENAR, APALAGI DENGAN CARA MENGOLOK-OLOK BAHWA YANG IKUT PEMERINTAH BODOH DLL. KARENA DI SATU WILAYAH DENGAN DUA HARI BERBEDA JUSTRU AKAN MEMECAH BELAH UMMAT BILA DILAKUKAN SECARA KONFRONTATIF, WALAUPUN DENGAN DALIH KEYAKINAN. KEPADA ALLAH JUA KITA BERTAWAKKAL. WALLAAHU A’LAM BISHSHOWAAB.

    Untuk Sdr. Widiatmoko. Saya setuju sekali bahwa kita harus bersatu di seluruh dunia. Namun saya kurang sependapat statement tidak terkait dengan “batas teritorial buatan manusia”. Coba kita perhatikan adanya International Date Line (IDL) seperti yang pernah saya sampaikan di forum ini. Wilayah yang terletak sedikit di sebelah Barat IDL misalnya hari Jumat atau Minggu, dimana ummat Islam dan Nasrani beribadah, saat/jam yang sama di tempat yang relatif sama tapi berbeda negara karena kebetulan terletak sedikit di sebelah Timur IDL ternyata masih hari Kamis atau Sabtu (satu hari sebelumnya), tentunya di daerah ini tidak bisa melakukan ibadah hanya karena alasan persatuan dunia bukan? Dan kita sadar IDL adalah ciptaan manusia moderen, jauh setelah agama dinubuatkan. Apalagi kita tahu dalam sejarah, bahwa IDL tsb. pernah mengalami pergeseran. Saya yakin, hal ini pasti di-ridhoi Allah swt. Kalau tidak, akan jadi debat kusir sampai hari akhir. Sekarang kita perhatikan tata cara ibadah ummat Islam yang menurut sunnah sebagian besar berdasarkan kalender lunar system (kecuali ibadah mingguan seperti sholat Jumat, puasa hari Senin dan Kamis), ini akan menjadi semakin kompleks, karena tidak sesederhana solar system. Sehingga mustahil di seluruh dunia, ummat Islam beribadah dalam satu tanggal yang sama (DALAM LUNAR SYSTEM), sehingga sesuai sunnah harus mengikuti mathla’ masing-masing (tentunya kalau ibadah haji sesuai mathla’ makkah, NB: bukan sholat Ied-nya). Jadi adalah keniscayaanlah terbentuknya teritorial buatan manusia tsb. sesuai firman Allah dalam surat al Hujuraat. Dan sesuai sunnah maupun firman Allah, kita harus mengikuti ulil amri atau Pemerintah dimana kita berada selama Pemerintah tidak munkar. Demikian pendapat saya. Saya yakin perbedaan pendapat tsb. jika kita semua arif, tidak akan memecah-belah persatuan ummat yang kita khawatirkan bersama. Wallaahu a’lam bishshowaab.

    Balas
  44. marabunto says:
    12 tahun yang lalu

    kalo pemerintah menggunakan metode hisab untuk menentukan 1 syawal, kita ikut juga?

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      12 tahun yang lalu

      #marabunto
      Kita tidak ikut pemerintah pada hal yang bertentangan dengan syariat.

      Balas
  45. Abu hudAifah says:
    12 tahun yang lalu

    Padahal, cara mengetahui hilal adalah dengan ru’yah, bukan dengan cara lainnya, atau hisab. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Syekh Abu Malik Kamal ketika menjelaskan Shahih Fiqih Sunnah, bahwa cara mengetahui hilal adalah dengan ru’yah, yakni melihatnya secara langsung dan bukan dengan cara lainnya. Lalu beliau menjelaskan bahwa penetapan awal bulan Ramadhan dengan hisab adalah tidak sah. Alasannya, “Karena kita mengetahui secara pasti dalam agama Islam, penetapan hilal puasa, haji, ‘Iddah, ila’, atau hukum-hukum lainnya yang berkaitan dengan hilal, melalui informasi yang disampaikan oleh ahli hisab adalah tidak dibolehkan.” (Shahih Fiqih Sunnah, edisi Indonesia, Pustaka al-Tazkia, III/119)

    Selain itu, sudah maklum bahwa hasil penglihatan ruyah meskipun hanya satu orang, sepanjang dia beriman (bersyahadat), maka diterima kesaksiannya. Hal ini sebagaimana sebuah riwayat dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, dia berkata: “Orang-orang sedang berusaha melihat hilal, lalu aku memberitahu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa aku telah melihatnya, kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan manusia untuk berpuasa.” (HR. Abu Dawud. Dishahihkan Al-Albani dalam al-Irwa’, no. 908)

    Juga hadits ini. Diriwayatkan dari Gubernur Makkah al-Harits bin Hatib Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah mengamanatkan kepada kami agar kami beribadah berdasarkan melihat bulan. Jika kami tidak bisa melihatnya dan telah bersaksi dua orang terpercaya (bahwa mereka telah melihatnya), maka kami beribadah berdasarkan persaksian mereka berdua.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan dalam Shahih Sunnah Abi Dawud, no. 205)…sadarlah wahai ulama penguasa

    Balas
  46. anna says:
    12 tahun yang lalu

    Subhanallah, terimakasih pencerahannya, ijiN share ya

    Balas
  47. kustri says:
    12 tahun yang lalu

    Ah akhirnya di indonesia bukan hanya 1, tp ada 3 hari raya yg berbeda. Naqsabandiah hari senin, muhamadiah selasa, lainnya ikut umaro’ hari rabu.
    Allah maha tahu segalanya.

    Balas
  48. Sum says:
    12 tahun yang lalu

    “Dan sesuai sunnah maupun firman Allah, kita harus mengikuti ulil amri atau Pemerintah dimana kita berada selama Pemerintah tidak munkar.”
    Terus bagaimana dengan pemerintah di Indonesia?Yang membuat hukumnya lebih mengutamakan Undang2nya daripada AlQuran & Hadist.Sedang rasanya MUI nya pun jg kelihatannya tidak bisa berbuat banyak untuk merubah hukum di Indonesia lebih mengutamakan AlQuran dan Hadist Rasul diatas yang lain.Maaf mohon pencerahannya.

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      12 tahun yang lalu

      #Sum
      Kita taat pada aturan yang sesuai syariat dan tidak taat aturan yang tidak sesuai syariat

      Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Donasi Muslim.or.id