Beberapa tahun belakangan di negeri kita ini seringkali terjadi perbedaan dalam penentuan awal puasa ataupun penentuan hari raya. Sebagian kaum muslimin berpatokan dengan hilal yang dilihat negara lain terutama Saudi Arabia yang jadi kiblat umat Islam di seluruh dunia. Jika Saudi sudah melihat hilal, walaupun di negerinya sendiri belum melihatnya, mereka menganggap hari tersebut sudah mulai berpuasa atau berhari raya disebabkan karena berpatokan pada hilal tersebut. Sehingga karena sebab ini, sebagian orang berpuasa sendiri-sendiri, tidak berbarengan dengan umat Islam lainnya. Bagaimanakah menyikapi masalah ini? Berikut kami bawakan fatwa dari Komisi Tetap Urusan Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi.
Pertanyaan Kedua dari Fatwa no. 3686 (10/103-104)
Apakah dibolehkan bagi penduduk Afrika berpuasa mengikuti ru’yah hilal dari penduduk Mekah?
Jawaban:
Masalah ini telah dibahas oleh Hay’ah Kibaril ‘Ulama (Perkumpulan Ulama-ulama Besar) di Kerajaan Saudi Arabia yang hasil putusannya sebagai berikut :
[Pertama] Perbedaan matholi’ hilal (region hilal atau daerah terbitnya hilal) telah diketahui dengan pasti secara inderawi dan logika. Para ulama tidaklah berselisih mengenai hal ini. Khilaf (perbedaan) pendapat yang ada di kalangan ulama adalah pada masalah apakah hilal di tempat lain jadi patokan untuk negeri lain ataukah tidak.
[Kedua] Masalah apakah hilal di tempat lain jadi patokan ataukah tidak merupakan masalah ijtihadiyah yang masih ada kelonggaran dalam berpendapat. Perbedaan dalam masalah ini terjadi pada orang yang berkompeten dalam masalah ilmu dan agama. Dan perbedaan dalam masalah ini adalah perbedaan yang dibolehkan. Bagi orang yang benar dalam berijtihad maka baginya dua ganjaran yaitu ganjaran karena telah berijtihad dan ganjaran karena kebenaran yang ada padanya. Orang yang tidak tepat dalam berijtihad juga mendapat satu ganjaran karena ijtihad (kesungguhan) yang telah dia lakukan.
Para ulama telah berselisih dalam masalah ini menjadi dua pendapat. Pendapat pertama menganggap bahwa meskipun berbeda matholi’ (region hilal) tetap bisa jadi patokan. Pendapat yang lain menganggap tidak demikian. Setiap kubu yang berpendapat demikian masing-masing memiliki dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah. Terkadang pula kedua kubu yang ada memiliki dalil yang sama. Seperti mereka sama-sama berdalil dengan firman Allah ta’ala,
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ
“Mereka bertanya kepadamu tentang hilal. Katakanlah: “Hilal itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji.” (QS. Al Baqarah [2] : 189)
Juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ
“Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah (berhari rayalah) karena melihatnya.” (HR. Bukhari [1810], Muslim [1081], At Tirmidzi [684], An Nasa’i [2117], Ibnu Majah [1655], Ahmad [2/497], Ad Darimi [1685])
Perbedaan ini terjadi karena perbedaan dalam memahami nash (dalil) dan bagaimana cara berargumen dengan dalil tersebut.
Berdasarkan hal di atas, Hay’ah Kibaril ‘Ulama melihat dan menimbang-nimbang kembali masalah ini. Perselisihan dalam masalah ini –kami anggap- tak ada ujung penyelesaiannya. Agama ini telah ada di muka bumi selama 14 abad lamanya, namun tidak kami ketahui satu waktu yang umat ini bersatu dalam ru’yah yang sama.
Oleh karena itu, anggota Majelis Hay’ah Kibaril ‘Ulama berpendapat bahwa perkara ini dikembalikan pada negeri masing-masing. Pembahasan perbedaan matholi’ hilal (region hilal) tidaklah berpengaruh di sini. Setiap Negara Islam memiliki kewenangan masing-masing, dibantu dengan nasihat (arahan) dari para ulama di negerinya. Jadi, setiap negeri memiliki cara dan standar dalam menentukan hal ini.
[Ketiga] Majelis Hay’ah Kibaril ‘Ulama juga telah memperbincangkan mengenai masalah penetapan hilal dengan hisab. Setelah menelaah Al Kitab dan As Sunnah serta perkataan ulama tentang masalah ini, mereka bersepakat menetapkan mengenai tidak teranggapnya hisab dalam penetapan hilal dalam masalah hukum. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ
“Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah (berhari rayalah) karena melihatnya.” (HR. Bukhari [1810], Muslim [1081], At Tirmidzi [684], An Nasa’i [2117], Ibnu Majah [1655], Ahmad [2/497], Ad Darimi [1685])
Juga sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ
“Janganlah berpuasa hingga kalian melihat hilal. Dan janganlah berbuka (berhari raya) hingga kalian melihatnya pula.” (HR. Muslim [1080], An Nasa’i [2122], Abu Daud [2320], Ibnu Majah [1654], Ahmad [2/5], Muwatho’ Malik [634], Ad Darimi [1684])
Semoga Allah memberikan taufik, shalawat dan salam kepada Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.
Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Iftah
Anggota: ‘Abdullah bin Qu’ud
Ketua: ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz
***
Penerjemah: Muhammad Abduh Tuasikal, S.T.
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id
–
Diselesaikan Ba’da Isya di salah satu rumah Allah,
Masjid Siswa Graha, 23 Sya’ban 1429 H [bertepatan dengan 25 Agustus 2008]
Semoga Allah membalas amalan ini
Alhamdulillah..akhirnya saya temukan juga ilmu yg slama ini sy cari krn masih bingung mngenai mslh hilal..t’utama jk di saudi sdh mlihat adanya hilal..
barakallahufiik…
jazakumullah khairan…
Alhamdulillah tentang adanya fatwa ini ana lbih jelas dn paham bagaimna cara kita menentukan shoum dan hari raya. yang ana harapkan semoga aja indonesia ini brpdoman meliht hilal. jangan hnya melihat tanggal. ana minta tolong! sampaikn dan nasihati pemimpin di indonesia untk melihat hilal dan berpatokan pada saudi arabia. di khususkan kepada para masyaikh/ mufti saudi arabia agar menasihati pemimpin indonesia. ana ucapakn syukron …….! jazaakumulooh khoiron katsiron…..
saya ingat di daerah saya masih puasa tapi saudi arabia tidak puasa karena sudah melaksanakan sholat ied maka ada yang melaksanakan sholat ied juga
Selama bulan Ramadhan orang Indonesia sudah buka puasa sedangkan orang arab masih shaum, karena saat orang Indonesia iftor magrib (WIB) di Saudi Arabia masih Duhur
Bumi itu cuma 1 dan bulan juga cuma 1 dan masing2 beredar di orbitnya, mungkinkah secara ilmu Astronomi ini akan menyebabkan perbedaan Hilal ?
Na’am.. Walaupun bulan dan bumi sama2 cuma satu, tapi karena bulan dalam mengedari bumi ada deklinasi (kemiringan) tertentu, inilah yang membuat satu bumi namun ada daerah yang belum bisa melihat hilal sementara yang lain sudah. Coba antum buka rukyatulhilal.org atau http://www.icop.org. Baarakalaahu fiih…
alangkah sempurna puasa kita bila kesaksian mukmin diarab,atau ditempat lainya bahwa telah menyaksikan hilal bisa diperlakukan untuk mukmin yang lainya,tanpa dibatasi batas teritorial dan oganisasi masa bikinan manusia,mukmin adalah organisasi berazaskan al-qur’an dan sunah rosul,bak satu tubuh dimanapun berada,hari sepakat sama,kenapa persaksian atas hilal saudara kita,kita abaikan karena beda bajudan wilayah teritorial?sehingga tanggal berbeda.
#widiatmoko
Semoga Allah merahmati anda. Silakan simak:
https://muslim.or.id/soal-jawab/ramadhan-3-kenapa-terjadi-perbedaan-penentuan-puasa.html
https://muslim.or.id/soal-jawab/ramadhan-4-pemerintah-menggunakan-hisab-taatkah.html
Jika waktu di Indonesia lebih dulu di banding saudi, bukankah ummat islam di Indonesia yg lebih dulu bisa menentukan melihat hilal atau tidak??
Indonesia jg SDH melihat Hilal, hanya ukuran hilal yg dnaikkan jd 3 derajat yg sblumnya 2 derajat dari thn2 sblumnya sehingga berbeda dg negara2 Arab yg kemudian idul adha dlakukan d tgl 9 Juli 2022, seandainya mrk2 ini TDK merubahnya (ukuran Hilal) maka sama2 ldul adhanya. Pada dasarnya Asal ditempat kamu MELIHAT HILAL maka berpuasalah (Kurang lebih bgitu kata Rasulullah}
bumi kn bulat sehingga ada yg bs melihat hilal dan ada yg tidak. yang dijadikan patokan pertama kali melihat hilal itu daerah mana??
#achmad rofiki
Yang menjadi patokan adalah hilal di negeri masing-masing. Mohon dibaca kembali.
Sy sepakat, asal SDH keliatan.. tp yg membuat perbedaan adalah menentukan ukuran hilal itu sendiri, maka jd berbeda. Pdhal kt kembali asal kt melihat hilal ukuranx mungkin TDKlah terlalu jauh dr penampakanx klo ukuran 1 derajat mungkin jgnlah sampe 3, 4, 5 derajat..n dstx (dasarX asal bisa melihat hilal). Ukuran hilal jgnlah d ubah2, thn2 sblumx misal 2 derajat adalah kesepakan ulama sblumx
Bismillah, afwan ina izin mensherenya, syukran jazaakallohu khair
suatu ketika ada sahabat yg dalam perjalanan nya selama 4 hari mulai dari tmpt tinggl nya dan saat di perjalanan dia melihat rukyatulhilal bahwa hari itu sudah tgl 1 syawal dan saat bertemu Nabi dia berkata bahwasanya saya telah melihat hilal……..maka seketika itu pun Nabi membatalkan puasanya dan segera melaksanakan shalad ied…….tapi yg jadi pertanyaan sudahkan orang yg melihat hilal itu sudah memenuhi syarat?????jadi jgn ambil keputusan dgn sepihak kita jg sama2 orang awam yg belum tentu perkataan kita benar……..
To Saudara Budi,
Hilal itu melihat bulan bukan matahari untuk menentukan awal puasa, perputaran bulan memang dari timur ke barat namun munculnya bulan di tanggal satu disebelah barat. Bisa jadi di Arab sudah lihat bulan di Indonesia belum. Maka waktu hari berpuasa/Sholat Ied di Arab lebih dulu ketimbang di Indonesia. Sedangkan waktu sholat didasarkan pada matahari, Jika di Indonesia sudah waktu subuh di Arab masih malam. Jadi sholat subuhnya di Indonesia passti lebih dulu ketimbang di Arab.
Ana lebih mantab menggunakan dasar ru’yatul hilal… Karena hadist2 semua menunjuk pada ru’yatul hilal… Tidak ada satupun hadist yg memerintah untuk hisab/wujudul hilal… Dan pemahaman salaf memang tidak menggunakan metode hisab… Lebih aman mengikuti dasar hadist APA ADANYA… Tanpa ada penafsiran/tambahan apapun… Barrakallahufikum…
mari taat kepada amir,,,bukan pada ormas, insyalooh pemerintah kita telah menggunakan cara yang benar…
yang bilang mari taan sama ulil amri kalo pemerintah mau naikin BBM jangan protes, ikit saja semua kebijakan pemerinta.
#agung
Memang seharusnya tidak boleh protes. Silakan simak: https://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/menyikapi-naiknya-bbm.html
siiiip