Definisi asuransi sosial
Telah diketahui bahwasanya terdapat beragam bentuk atau jenis dari asuransi. Mulai dari asuransi ta’awun, asuransi sosial, asuransi komersil, asuransi kecelakaan, dan asuransi-asuransi yang lainnya. Sejatinya, asuransi yang sejalan dengan syariat Islam adalah asuransi yang dibangun di atas prinsip ta’aawun (tolong-menolong), membantu sesama, dan gotong royong. Hal ini tentunya sebagai bentuk implementasi dari firman Allah Ta’ala,
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
“… Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)
Dan juga bentuk implementasi dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“Orang beriman terhadap orang beriman lainnya bagaikan satu bangunan, yang satu sama lain saling menguatkan.” (Muttafaqun ‘alaih)
Demikianlah yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam untuk saling menolong antara sesama muslim. Tentunya, sangat banyak manfaat yang diperoleh dari tolong-menolong tersebut.
Asuransi sosial, yang dalam bahasa Arab disebut dengan التأمين الإجتماعي (at-ta’miin al-ijtima’i), adalah salah satu dari jenis asuransi yang berkembang dengan beragam bentuknya. Sejatinya, asuransi dengan model seperti ini tidak jauh berbeda dengan asuransi yang bersifat ta’awun.
Jika dilihat dari definisi, asuransi sosial adalah,
هو التأمين الذي تقوم به الدولة وتشرف عليه بغير قصد الربح
“Yaitu jenis asuransi yang diselenggarakan dan diawasi oleh negara tanpa adanya tujuan untuk mengambil keuntungan.” [1]
Oleh karena itu, asuransi sosial merupakan asuransi yang menyediakan jaminan sosial bagi anggota masyarakat yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pihak asuransi dengan seluruh golongan masyarakat. [2]
Asuransi sosial sendiri memiliki berbagai macam model dan bentuk, yang secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu asuransi berupa kerugian dan jiwa. Dari kedua jenis ini, terbagi lagi menjadi beberapa macam model.
Model asuransi sosial
Dari dua jenis di atas, model asuransi sosial menjadi beragam. Berikut di antaranya,
Asuransi sosial
Merupakan kompensasi yang diberikan kepada pegawai apabila ia mengalami kecelakaan, sakit, cacat, disabilitas, atau ketika sudah mencapai usia tua. Dengan imbalan tentunya berupa pemotongan gaji setiap bulannya, atau iuran yang dikeluarkan.
Asuransi pensiun
Biasanya, dana pensiun diambil dari iuran tiap bulan atau kurun waktu tertentu sebagai bentuk asuransi atas berakhirnya masa kerja, untuk di kemudian hari diberikan ketika masa kerja sudah berakhir atau setelah bekerja selama periode tertentu. Hal ini berbeda tentunya antara kebijakan satu perusahaan dengan perusahaan yang lain.
Asuransi kesehatan
Yaitu bentuk dari salah satu asuransi sosial, di mana negara menanggung biaya pengobatan yang dibutuhkan oleh pegawai yang sakit dan pegawai membayar iuran tiap bulannya.
Dan asuransi-asuransi lainnya, di mana semua asuransi ini dikelola oleh negara, bukan oleh suatu perusahaan atau atas nama pribadi. Sehingga negaralah yang memiliki wewenang untuk mengatur dan mengelolanya.
Biasanya, asuransi dengan bentuk seperti ini hukumnya diwajibkan oleh suatu negara. Bahkan menjadi kebijakan utamanya, karena hal ini kembali untuk kepentingan umum dan untuk kepentingan masyarakat pada suatu negara.
Dalam pembayaran asuransi ini, pekerja, pemberi kerja, dan negara umumnya ikut berkontribusi untuk keberlangsungan asuransi sosial ini. Bahkan negara memberikan lebih dari porsi yang seharusnya dibandingkan pihak yang dijaminkannya.
Hukum asuransi sosial
Tentunya, sudah dapat dipahami bahwa asuransi sosial sejatinya hukumnya boleh dan mubah. Bahkan mayoritas ulama di zaman ini berfatwa akan bolehnya jenis asuransi sosial yang semacam ini. Tentunya dengan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang harus terpenuhi.
Perlu diketahui alasan mengapa asuransi sosial ini diperbolehkan [3],
Pertama, asuransi sosial ini murni sama sekali tidak bertujuan untuk mengambil keuntungan. Keuntungan itu justru kembali kepada para pegawai atau yang ikut serta pada asuransi ini. Berbeda halnya dengan asuransi komersil yang tujuan utamanya adalah untuk mengambil keuntungan, yang tentunya sangat sulit jika tujuannya demikian untuk terlepas dari jeratan riba, gharar, dan perjudian.
Kedua, asuransi sosial sejatinya termasuk dari kewajiban yang dibebankan kepada negara untuk menjaga dan melindungi rakyatnya. Terlebih jika usia mereka sudah lanjut usia dan sakit. Tentu kebijakan seperti ini sangat membantu rakyatnya untuk menghadapi kesulitan, sehingga timbullah maslahat dari hal tersebut. Oleh karena itu, tambahan nominal yang diberikan oleh negara sejatinya bukanlah suatu jenis dari riba ataupun gharar. Bahkan hal itu merupakan suatu kewajiban.
Ketiga, asuransi sosial sejatinya hampir sama dengan asuransi ta’awun (tolong-menolong) yang diperbolehkan atas dasar kesepakatan para ulama. Karena hubungan antara rakyat dan negara sifatnya adalah ta’aawun (tolong-menolong), bukan untuk saling mengambil keuntungan. Sehingga tercapailah tujuan utama dari pengadaan asuransi sosial, yaitu kemaslahatan bersama. Bukan untuk kemaslahatan pribadi, terlebih lagi kemaslahatan suatu perusahaan.
Syarat-syarat asuransi sosial
Di antara syarat yang paling penting dalam asuransi sosial ini adalah:
(1) Tujuan utama dalam asuransi sosial ini adalah tolong-menolong, bukan untuk mengambil keuntungan pribadi.
(2) Dikelola oleh negara, bukan pribadi atau perusahaan tertentu.
(3) Dikelola secara amanah, karena dana yang dikelola adalah dana masyarakat, bukan milik pribadi.
(4) Tidak ada unsur riba, gharar, dan perjudian.
Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.
Baca juga: Asuransi Dalam Timbangan Syariat
***
Depok, 1 Dzulqa’dah 1446H / 29 April 2025
Penulis: Zia Abdurrofi
Artikel Muslim.or.id
Referensi:
(1) Secara umum, pembahasan ini diringkas dari website: https://islamqa.info/ar/answers/243216 dan risalah doktoral Al-Ahkam At-Tabi’iyyah Li’uqudi At-Ta’min, karya Dr. Ahmad bin Hamd.
(2) ‘Aqdu At-Ta’min At-Tijariy Litta’widh ‘An Adh-Dhoror, karya Dr. Muhammad bin Hasan bin Abdul Aziz Alu Syekh.
dan beberapa referensi lainnya
Catatan kaki:
[1] https://islamqa.info/ar/answers/243216
[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Asuransi_sosial
[3] Diringkas dari Al-Ahkam At-Tabi’iyyah Li’uqudi At-Ta’min, hal. 181; dan website islamqa.info