Baca penjelasan sebelumnya pada artikel Menuju Kesempurnaan Ibadah Shalat (Bag. 5): Mengusap Khuff, Penutup Kepala, Perban dan Bagian yang Terluka
Mandi atau al-ghusl merupakan bagian dari taharah yang wajib dipahami oleh setiap muslim. Mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan mandi amat penting diketahui sebelum mempelajari perkara salat. Sebab salat tidak akan sah apabila seorang muslim masih berhadas. Sedangkan seorang muslim apabila berhadas besar diwajibkan baginya mandi sebelum melaksanakan salat.
Dalam pembahasan tema menuju kesempurnaan salat bagian 6 ini, akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan mandi mulai dari sebab, syarat, tata cara dan hal lainnya seputar al-ghusl.
Meskipun sub judul kali ini pada umumnya adalah tentang mandi yang berkaitan dengan salat. Namun, sangat layak kiranya bagi kita untuk mengetahui tentang hukum mandi secara komprehensif.
[lwptoc]
Sebab Wajibnya Mandi
Seorang muslim diwajibkan untuk mandi apabila terjadi padanya hal-hal berikut:
1. keluarnya mani [1];
2. jima’ (bersetubuh) [2];
3. masuknya orang kafir ke agama Islam [3];
4. kematian seorang muslim selain orang yang mati syahid dalam peperangan [4];
5. haid [5];
6. nifas [6].
Yang Tidak Boleh Dikerjakan ketika Junub
Orang yang junub baik disebabkan oleh jima’ maupun bermimpi dan semisalnya tidak diperbolehkan melakukan berbagai jenis ibadah berikut sebelum dia bersuci (mandi), yaitu:
1. salat [7];
2. tawaf di Baitullah [8];
3. menyentuh mushaf Al-Quran [9];
4. membaca Al-Quran [10];
5. berdiam di dalam masjid [11].
Syarat Sahnya Mandi
Bersucinya seseorang dalam bentuk al-gushl tidak akan sah apabila tidak memenuhi syarat berikut, yaitu:
1. berniat;
2. Islam;
3. berakal;
4. mumayyiz (baligh);
5. menggunakan air yang suci dan mubah;
6. mengalirkan air ke seluruh permukaan tubuh (kulit); dan
7. adanya sebab yang mengharuskannya mandi [12].
Tata Cara Mandi yang Sempurna
Islam telah mengatur setiap ajarannya merujuk kepada tatacara yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, termasuk diantaranya adalah mandi. Berikut dipaparkan tatacara mandi yang sempurna.
1. berniat di dalam hati [13];
2. menyebut nama Allah Ta’ala dengan membaca “bismillah” [14].
3. membasuh kedua telapak tangan tiga kali [15].
4. mencuci kemaluan dengan tangan kiri serta membersihkan kotoran yang terdapat padanya [16].
5. meletakkan tangan kiri dan mengusapkannya ke tanah yang suci seraya menggosok-gosokkannya secara baik kemudian membasuhnya [17].
6. berwudu secara sempurna seperti layaknya wudhu untuk salat [18].
7. memasukkkan jari-jari ke dalam air, lalu menyela-nyela rambutnya sehingga menyentuh kuit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke kepala sebanyak tiga genggam dengan menggunakan kedua tangannya [19];
8. mengguyurkan air ke kulit kepala dan seluruh bagian tubuh [20];
9. berpindah ke tempat yang lain lalu membasuh kedua kakinya [21].
Baca Juga: Hukum Mandi Jum’at
Mandi yang disunnahkan
Selain hukum wajib, ada pula mandi yang disunnahkan dimana seorang muslim dianjurkan untuk melakukannya dalam rangka mengikuti ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tentunya berbuah pahala. Adapun sunnah mandi adalah sebagai berikut:
1. Mandi hari Jumat [22];
2. mandi ketika hendak ihram [23];
3. mandi ketika memasuki kota Makkah [24];
4. mandi pada setiap kali melakukan hubungan badan [25];
5. mandi setelah memandikan jenazah [26];
6. mandi setelah mengubur orang musyrik [27];
7. mandi bagi wanita yang mengalami istihadhah setiap akan salat atau pada saat menjamak antara dua salat [28];
8. mandi setelah siuman dari pingsan [29];
9. mandi setelah berbekam [30];
10. mandi orang kafir ketika masuk Islam [31];
11. mandi pada dua hari raya [32];
12. mandi hari Arafah [33].
Dengan mengetahui hukum syariat seputar mandi, kiranya kita dapat menjadikan taharah ini sebagai ladang ibadah yang diniatkan lillahi taala. Hal yang sebelumnya merupakan perkara rutin yang kita lakukan pada akhirnya akan berbuah pahala di sisi Allah Ta’ala karena diniatkan untuk ibadah. Wallahu a’lam bis-shawab.
Baca Juga:
Penulis: Fauzan Hidayat
Artikel: Muslim.or.id
Catatan Kaki :
[1] Lihat Kitab “al-Haidh” bab “Innamal Maa’ minal Ma'” no. 343 karya Imam Muslim
[2] Lihat Kitab “al-Gusl” bab “Idza Iltaqaa al-Khitaanani” no. 291 karya Imam al-Bukhari
[3] Lihat Kitab “at-Thaharah” bab “Fir Rajul Yaslam Fayu’maru bil Ghusl”” no. 355 karya Abu Dawud
[4] Lihat Kitab “al-Janaiz” bab “al-Hanuth lul Mayyit” no. 1266 karya Imam al-Bukhari
[5] Lihat QS. al-Baqarah : 222
[6] Lihat Kitab as-Syarhul Mumti’ ‘alaa Zaadil Mustaqni’ (I/288)
[7] Lihat QS. an-Nisaa’ : 43
[8] Sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam :
“Tahwaf di Baitullah adalah Shalat….” (HR an-Nasai dan at-Tirmidzi)
[9] Lihat Kitab “al-Muwattha'” no.1 Karya Imam Malik.
[10] Lihat Kitab “al-Musnad” no. 882 Karya Imam Ahmad.
[11] Lihat QS. an-Nisaa’ : 43
[12] Lihat Kitab Haasyiatu ar-Raudh (I/189 dan 193-194) Karya Ibnu Qasim.
[13] Rasulullah shallallahualaihi wasallam bersabda :
“Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya dan sesungguhnya setiap orang itu akan mendapatkan apa yang diniatkannya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
[14] Lihat Kitab “at-Tahaharah” Bab “Fit Tamsyiah ‘alal Wudhu” no.101 karya Imam Abu Dawud.
[15] Lihat Kitab “al-Gusl” bab “al-Wudhu qobla al-Gusl” no. 248 karya Imam al-Bukhari.
[16] Lihat Kitab “al-Gusl” bab “al-Gushlu Marratan Wahidatan” no. 248 karya Imam al-Bukhari.
[17] Lihat Kitab “al-Gusl” bab “Man afrodhohu Biyaminihi ‘alaa Syimalihi fil Gusl” no. 266 karya Imam al-Bukhari.
[18] Lihat Kitab Shifatul Wudhu al-Kamil, hlm 68
[19] Lihat Kitab “al-Gusl” bab “al-Wudhu qobla al-Gusl” no. 248 karya Imam al-Bukhari.
[20] Ibid
[21] Ibid no. 249
[22] Lihat Kitab “al-Jumu’ah” bab “Fadhlu al-Gushl Yaumal Jumuah”” no. 879 karya Imam al-Bukhari.
[23] Lihat Kitab “al-Manasik” bab “al-Ightisal fil Ihram” no. 1801 karya ad-Darimi.
[24] Lihat Kitab “al-Hajj” bab “Dukhulu Makkata Naharan au Lailan”” no. 1574 karya Imam al-Bukhari.
[25] Lihat Kitab “atThaharah” bab “al-Wudhu Liman araada an yauda” no. 219 karya Imam Abu Dawud.
[26] Lihat Kitab “al-Janaiz” bab “al-Gusl min Guslil Mayyit” no. 3161 karya Imam Abu Dawud .
[27] Lihat Kitab “al-Janaiz” bab “al-Rajulu Yamutu Lahu Qarabatun Musyrik” no. 190 karya Imam Abu Dawud.
[28] Lihat Kitab as-Syarhul Mumti’ (I/441)
[29] Lihat Kitab Nailul Authar karya as-Syaukani (I/366)
[30] Lihat Kitab “al-Janaiz” bab “al-Gusl min Guslil Mayyit” no. 3161 karya Imam Abu Dawud.
[31] Dari Qais min Ashim radhiallahu’anhu, dia bercerita : “Aku pernah mendatangi Nabi shallallahualaihiwasallam untuk menyatakan masyk Islam, lalu beliau menyuruhku mandi dengan air dan daun sidr” (HR. Abu Dawud, an-Nasai dan at-Tirmidzi).
[32] Lihat Kitab Irwaul Ghalil (I/177)
[33] Lihat Kitab “al-Hajj” bab “Dukhulu Makkata Naharan au Lailan”” no. 1574 karya Imam al-Bukhari.