Terdapat hadits yang disandarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai ada seorang muslim dalam makan, yaitu jangan berlebihan makan sampai kenyang yang membuat malas dan merusak kesehatan. Hadits tersebut adalah,
نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا أكلنا لا نشبع
“Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang“
Hadits ini dhaif, akan tetapi maknanya benar.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,
هذا المعنى صحيح لكن السند فيه ضعيف. [يراجع في زاد المعاد والبداية لابن كثير]. وهذا ينفع الإنسان إذا كان يأكل على جوع أو حاجة، وإذا أكل لا يسرف في الأكل ، ويشبع الشبع الزائد، أما الشبع الذي لا يضر فلا بأس به
“Maknanya benar, namun sanadnya dha’if, silakan merujuk ke kitab Zaadul Ma’ad dan Al Bidayah Wan Nihayah. Bermanfaat bagi seseorang jika makan ketika sudah sudah lapar atau sedang membutuhkan. Dan ketika makan, tidak boleh berlebihan sampai kekenyangan. Adapun kekenyangan yang tidak membahayakan, tidak mengapa”.
Maknanya memang benar sebagaimana dikuatkan dengan hadits dan penjelasan ulama yang lainnya. Rasulullah shallallahi ‘alaihi wa sallam bersabda,
ما ملأ آدميٌّ وعاءً شرًّا من بطن، بحسب ابن آدم أكلات يُقمن صلبَه، فإن كان لا محالة، فثُلثٌ لطعامه، وثلثٌ لشرابه، وثلثٌ لنفَسِه
“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihinya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas”.
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan,
لان الشبع يثقل البدن، ويقسي القلب، ويزيل الفطنة، ويجلب النوم، ويضعف عن العبادة
“Karena kekenyangan membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, menghilangkan kecerdasan, membuat sering tidur dan lemah untuk beribadah”.
Bahkan kekenyangan hukumnya bisa haram, Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
وما جاء من النهي عنه محمول على الشبع الذي يثقل المعدة ويثبط صاحبه عن القيام للعبادة ويفضي إلى البطر والأشر والنوم والكسل وقد تنتهي كراهته إلى التحريم بحسب ما يترتب عليه من المفسدة
“Larangan kekenyangan dimaksudkan pada kekenyangan yang membuat penuh perut dan membuat orangnya berat untuk melaksanakan ibadah dan membuat angkuh, bernafsu, banyak tidur dan malas. Bisa jadi hukumnya berubah dari makruh menjadi haram sesuai dengan dampak buruk yang ditimbulkan (misalnya membahayakan kesehatan, pent)”.
Demikian semoga bermanfaat.
Baca Juga: Apa Jenis Makanan dan Pola Makan Sesuai Anjuran Islam?
—
@Perum PTSC Cileungsi, Bogor
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel Muslim.or.id
Bagus lo ini tulisannya ,dibanding website lain dengan tema yang sama.Karena website lain hampis 90%kontentnya sama,kalau ini memasukkan sesuatu yang berbeda.
Cuma sayangnya ga ada referensinya,mau ikut baca langsung juga dari referensi aslinya
Makan sebelum lapar berhenti sebelum kenyang…artinya kenyang terus dong…??? Sebab sebelum.lapar sudah makan..(artinya makan terus menerus…?)
Apakah yg betul bukanya. Makanlah ketika lapar berhentilah sebelum kenyang…( makan jangan sampai kekenyangan)
Hahahah bner juga bor….gw juga bingung ngotaknya …makan sebelum lapar…jdi buat apa mkn ..toh belum lapar…trus klo mkn sblum lapar malah jdi kekenyangan yg berlebihan dong….
Lah..baca lagi bos yang teliti disitu jelas haditsnya ‘Hatta naju’ kata “Hatta” itu menunjukan bahwa ketika perut dalam keadaan lapar.”bukan sebelum lapar”