Nama dan Nasab
Beliau bernama Muhammad dengan kunyah Abu Abdillah. Nasab beliau secara lengkap adalah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi’ bin as-Saib bin ‘Ubayd bin ‘Abdu Zayd bin Hasyim bin al-Muththalib bin ‘Abdu Manaf bin Qushay. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah pada diri ‘Abdu Manaf bin Qushay. Dengan begitu, beliau masih termasuk sanak kandung Rasulullah karena masih terhitung keturunan paman-jauh beliau, yaitu Hasyim bin al-Muththalib.
Bapak beliau, Idris, berasal dari daerah Tibalah (Sebuah daerah di wilayah Tihamah di jalan menuju ke Yaman). Dia seorang yang tidak berpunya. Awalnya dia tinggal di Madinah lalu berpindah dan menetap di ‘Asqalan (Kota tepi pantai di wilayah Palestina) dan akhirnya meninggal dalam keadaan masih muda di sana. Syafi’, kakek dari kakek beliau, -yang namanya menjadi sumber penisbatan beliau (Syafi’i)- menurut sebagian ulama adalah seorang sahabat shigar (yunior) Nabi. As-Saib, bapak Syafi’, sendiri termasuk sahabat kibar (senior) yang memiliki kemiripan fisik dengan Rasulullah shollallahu’alaihiwasallam. Dia termasuk dalam barisan tokoh musyrikin Quraysy dalam Perang Badar. Ketika itu dia tertawan lalu menebus sendiri dirinya dan menyatakan masuk Islam.
Para ahli sejarah dan ulama nasab serta ahli hadits bersepakat bahwa Imam Syafi’i berasal dari keturunan Arab murni. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah memberi kesaksian mereka akan kevalidan nasabnya tersebut dan ketersambungannya dengan nasab Nabi, kemudian mereka membantah pendapat-pendapat sekelompok orang dari kalangan Malikiyah dan Hanafiyah yang menyatakan bahwa Imam Syafi’i bukanlah asli keturunan Quraysy secara nasab, tetapi hanya keturunan secara wala’ saja. Adapun ibu beliau, terdapat perbedaan pendapat tentang jati dirinya. Beberapa pendapat mengatakan dia masih keturunan al-Hasan bin ‘Ali bin Abu Thalib, sedangkan yang lain menyebutkan seorang wanita dari kabilah Azadiyah yang memiliki kunyah Ummu Habibah. Imam an-Nawawi menegaskan bahwa ibu Imam Syafi’i adalah seorang wanita yang tekun beribadah dan memiliki kecerdasan yang tinggi. Dia seorang yang faqih dalam urusan agama dan memiliki kemampuan melakukan istinbath.
Waktu dan Tempat Kelahirannya
Beliau dilahirkan pada tahun 150. Pada tahun itu pula, Abu Hanifah wafat sehingga dikomentari oleh al-Hakim sebagai isyarat bahwa beliau adalah pengganti Abu Hanifah dalam bidang yang ditekuninya.
Tentang tempat kelahirannya, banyak riwayat yang menyebutkan beberapa tempat yang berbeda. Akan tetapi, yang termasyhur dan disepakati oleh ahli sejarah adalah kota Ghazzah (Sebuah kota yang terletak di perbatasan wilayah Syam ke arah Mesir. Tepatnya di sebelah Selatan Palestina. Jaraknya dengan kota Asqalan sekitar dua farsakh). Tempat lain yang disebut-sebut adalah kota Asqalan dan Yaman.
Ibnu Hajar memberikan penjelasan bahwa riwayat-riwayat tersebut dapat digabungkan dengan dikatakan bahwa beliau dilahirkan di sebuah tempat bernama Ghazzah di wilayah Asqalan. Ketika berumur dua tahun, beliau dibawa ibunya ke negeri Hijaz dan berbaur dengan penduduk negeri itu yang keturunan Yaman karena sang ibu berasal dari kabilah Azdiyah (dari Yaman). Lalu ketika berumur 10 tahun, beliau dibawa ke Mekkah, karena sang ibu khawatir nasabnya yang mulia lenyap dan terlupakan.
Pertumbuhannya dan Pengembaraannya Mencari Ilmu
Di Mekkah, Imam Syafi ‘i dan ibunya tinggal di dekat Syi’bu al-Khaif. Di sana, sang ibu mengirimnya belajar kepada seorang guru. Sebenarnya ibunya tidak mampu untuk membiayainya, tetapi sang guru ternyata rela tidak dibayar setelah melihat kecerdasan dan kecepatannya dalam menghafal. Imam Syafi’i bercerita, “Di al-Kuttab (sekolah tempat menghafal Alquran), saya melihat guru yang mengajar di situ membacakan murid-muridnya ayat Alquran, maka aku ikut menghafalnya. Sampai ketika saya menghafal semua yang dia diktekan, dia berkata kepadaku, ‘Tidak halal bagiku mengambil upah sedikitpun darimu.’” Dan ternyata kemudian dengan segera guru itu mengangkatnya sebagai penggantinya (mengawasi murid-murid lain) jika dia tidak ada. Demikianlah, belum lagi menginjak usia baligh, beliau telah berubah menjadi seorang guru.
Setelah rampung menghafal Alquran di al-Kuttab, beliau kemudian beralih ke Masjidil Haram untuk menghadiri majelis-majelis ilmu di sana. Sekalipun hidup dalam kemiskinan, beliau tidak berputus asa dalam menimba ilmu. Beliau mengumpulkan pecahan tembikar, potongan kulit, pelepah kurma, dan tulang unta untuk dipakai menulis. Sampai-sampai tempayan-tempayan milik ibunya penuh dengan tulang-tulang, pecahan tembikar, dan pelepah kurma yang telah bertuliskan hadits-hadits Nabi. Dan itu terjadi pada saat beliau belum lagi berusia baligh. Sampai dikatakan bahwa beliau telah menghafal Alquran pada saat berusia 7 tahun, lalu membaca dan menghafal kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik pada usia 12 tahun sebelum beliau berjumpa langsung dengan Imam Malik di Madinah.
Beliau juga tertarik mempelajari ilmu bahasa Arab dan syair-syairnya. Beliau memutuskan untuk tinggal di daerah pedalaman bersama suku Hudzail yang telah terkenal kefasihan dan kemurnian bahasanya, serta syair-syair mereka. Hasilnya, sekembalinya dari sana beliau telah berhasil menguasai kefasihan mereka dan menghafal seluruh syair mereka, serta mengetahui nasab orang-orang Arab, suatu hal yang kemudian banyak dipuji oleh ahli-ahli bahasa Arab yang pernah berjumpa dengannya dan yang hidup sesudahnya. Namun, takdir Allah telah menentukan jalan lain baginya. Setelah mendapatkan nasehat dari dua orang ulama, yaitu Muslim bin Khalid az-Zanji -mufti kota Mekkah-, dan al-Husain bin ‘Ali bin Yazid agar mendalami ilmu fiqih, maka beliau pun tersentuh untuk mendalaminya dan mulailah beliau melakukan pengembaraannya mencari ilmu.
Beliau mengawalinya dengan menimbanya dari ulama-ulama kotanya, Mekkah, seperti Muslim bin Khalid, Dawud bin Abdurrahman al-‘Athar, Muhammad bin Ali bin Syafi’ -yang masih terhitung paman jauhnya-, Sufyan bin ‘Uyainah -ahli hadits Mekkah-, Abdurrahman bin Abu Bakar al-Maliki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin ‘Iyadh, dan lain-lain. Di Mekkah ini, beliau mempelajari ilmu fiqih, hadits, lughoh, dan Muwaththa’ Imam Malik. Di samping itu beliau juga mempelajari keterampilan memanah dan menunggang kuda sampai menjadi mahir sebagai realisasi pemahamannya terhadap ayat 60 surat Al-Anfal. Bahkan dikatakan bahwa dari 10 panah yang dilepasnya, 9 di antaranya pasti mengena sasaran.
Setelah mendapat izin dari para syaikh-nya untuk berfatwa, timbul keinginannya untuk mengembara ke Madinah, Dar as-Sunnah, untuk mengambil ilmu dari para ulamanya. Terlebih lagi di sana ada Imam Malik bin Anas, penyusun al-Muwaththa’. Maka berangkatlah beliau ke sana menemui sang Imam. Di hadapan Imam Malik, beliau membaca al-Muwaththa’ yang telah dihafalnya di Mekkah, dan hafalannya itu membuat Imam Malik kagum kepadanya. Beliau menjalani mulazamah kepada Imam Malik demi mengambil ilmu darinya sampai sang Imam wafat pada tahun 179. Di samping Imam Malik, beliau juga mengambil ilmu dari ulama Madinah lainnya seperti Ibrahim bin Abu Yahya, ‘Abdul ‘Aziz ad-Darawardi, Athaf bin Khalid, Isma’il bin Ja’far, Ibrahim bin Sa’d dan masih banyak lagi.
Setelah kembali ke Mekkah, beliau kemudian melanjutkan mencari ilmu ke Yaman. Di sana beliau mengambil ilmu dari Mutharrif bin Mazin dan Hisyam bin Yusuf al-Qadhi, serta yang lain. Namun, berawal dari Yaman inilah beliau mendapat cobaan -satu hal yang selalu dihadapi oleh para ulama, sebelum maupun sesudah beliau-. Di Yaman, nama beliau menjadi tenar karena sejumlah kegiatan dan kegigihannya menegakkan keadilan, dan ketenarannya itu sampai juga ke telinga penduduk Mekkah. Lalu, orang-orang yang tidak senang kepadanya akibat kegiatannya tadi mengadukannya kepada Khalifah Harun ar-Rasyid, Mereka menuduhnya hendak mengobarkan pemberontakan bersama orang-orang dari kalangan Alawiyah.
Sebagaimana dalam sejarah, Imam Syafi’i hidup pada masa-masa awal pemerintahan Bani ‘Abbasiyah yang berhasil merebut kekuasaan dari Bani Umayyah. Pada masa itu, setiap khalifah dari Bani ‘Abbasiyah hampir selalu menghadapi pemberontakan orang-orang dari kalangan ‘Alawiyah. Kenyataan ini membuat mereka bersikap sangat kejam dalam memadamkan pemberontakan orang-orang ‘Alawiyah yang sebenarnya masih saudara mereka sebagai sesama Bani Hasyim. Dan hal itu menggoreskan rasa sedih yang mendalam pada kaum muslimin secara umum dan pada diri Imam Syafi’i secara khusus. Dia melihat orang-orang dari Ahlu Bait Nabi menghadapi musibah yang mengenaskan dari penguasa. Maka berbeda dengan sikap ahli fiqih selainnya, beliau pun menampakkan secara terang-terangan rasa cintanya kepada mereka tanpa rasa takut sedikitpun, suatu sikap yang saat itu akan membuat pemiliknya merasakan kehidupan yang sangat sulit.
Sikapnya itu membuatnya dituduh sebagai orang yang bersikap tasyayyu’, padahal sikapnya sama sekali berbeda dengan tasysyu’ model orang-orang syi’ah. Bahkan Imam Syafi’i menolak keras sikap tasysyu’ model mereka itu yang meyakini ketidakabsahan keimaman Abu Bakar, Umar, serta ‘Utsman , dan hanya meyakini keimaman Ali, serta meyakini kemaksuman para imam mereka. Sedangkan kecintaan beliau kepada Ahlu Bait adalah kecintaan yang didasari oleh perintah-perintah yang terdapat dalam Al-Quran maupun hadits-hadits shahih. Dan kecintaan beliau itu ternyata tidaklah lantas membuatnya dianggap oleh orang-orang syiah sebagai ahli fiqih madzhab mereka.
Tuduhan dusta yang diarahkan kepadanya bahwa dia hendak mengobarkan pemberontakan, membuatnya ditangkap, lalu digelandang ke Baghdad dalam keadaan dibelenggu dengan rantai bersama sejumlah orang-orang ‘Alawiyah. Beliau bersama orang-orang ‘Alawiyah itu dihadapkan ke hadapan Khalifah Harun ar-Rasyid. Khalifah menyuruh bawahannya menyiapkan pedang dan hamparan kulit. Setelah memeriksa mereka seorang demi seorang, ia menyuruh pegawainya memenggal kepala mereka. Ketika sampai pada gilirannya, Imam Syafi’i berusaha memberikan penjelasan kepada Khalifah. Dengan kecerdasan dan ketenangannya serta pembelaan dari Muhammad bin al-Hasan -ahli fiqih Irak-, beliau berhasil meyakinkan Khalifah tentang ketidakbenaran apa yang dituduhkan kepadanya. Akhirnya beliau meninggalkan majelis Harun ar-Rasyid dalam keadaan bersih dari tuduhan bersekongkol dengan ‘Alawiyah dan mendapatkan kesempatan untuk tinggal di Baghdad.
Di Baghdad, beliau kembali pada kegiatan asalnya, mencari ilmu. Beliau meneliti dan mendalami madzhab Ahlu Ra’yu. Untuk itu beliau berguru dengan mulazamah kepada Muhammad bin al-Hassan. Selain itu, kepada Isma ‘il bin ‘Ulayyah dan Abdul Wahhab ats-Tsaqafiy dan lain-lain. Setelah meraih ilmu dari para ulama Irak itu, beliau kembali ke Mekkah pada saat namanya mulai dikenal. Maka mulailah ia mengajar di tempat dahulu ia belajar. Ketika musim haji tiba, ribuan jamaah haji berdatangan ke Mekkah. Mereka yang telah mendengar nama beliau dan ilmunya yang mengagumkan, bersemangat mengikuti pengajarannya sampai akhirnya nama beliau makin dikenal luas. Salah satu di antara mereka adalah Imam Ahmad bin Hanbal.
Ketika kamasyhurannya sampai ke kota Baghdad, Imam Abdurrahman bin Mahdi mengirim surat kepada Imam Syafi’i memintanya untuk menulis sebuah kitab yang berisi khabar-khabar yang maqbul, penjelasan tentang nasikh dan mansukh dari ayat-ayat Alquran dan lain-lain. Maka beliau pun menulis kitabnya yang terkenal, Ar-Risalah.
Setelah lebih dari 9 tahun mengajar di Mekkah, beliau kembali melakukan perjalanan ke Irak untuk kedua kalinya dalam rangka menolong madzhab Ash-habul Hadits di sana. Beliau mendapat sambutan meriah di Baghdad karena para ulama besar di sana telah menyebut-nyebut namanya. Dengan kedatangannya, kelompok Ash-habul Hadits merasa mendapat angin segar karena sebelumnya mereka merasa didominasi oleh Ahlu Ra’yi. Sampai-sampai dikatakan bahwa ketika beliau datang ke Baghdad, di Masjid Jami ‘ al-Gharbi terdapat sekitar 20 halaqah Ahlu Ra ‘yu. Tetapi ketika hari Jumat tiba, yang tersisa hanya 2 atau 3 halaqah saja.
Beliau menetap di Irak selama dua tahun, kemudian pada tahun 197 beliau balik ke Mekkah. Di sana beliau mulai menyebar madzhabnya sendiri. Maka datanglah para penuntut ilmu kepadanya meneguk dari lautan ilmunya. Tetapi beliau hanya berada setahun di Mekkah.
Tahun 198, beliau berangkat lagi ke Irak. Namun, beliau hanya beberapa bulan saja di sana karena telah terjadi perubahan politik. Khalifah al-Makmun telah dikuasai oleh para ulama ahli kalam, dan terjebak dalam pembahasan-pembahasan tentang ilmu kalam. Sementara Imam Syafi’i adalah orang yang paham betul tentang ilmu kalam. Beliau tahu bagaimana pertentangan ilmu ini dengan manhaj as-salaf ash-shaleh -yang selama ini dipegangnya- di dalam memahami masalah-masalah syariat. Hal itu karena orang-orang ahli kalam menjadikan akal sebagai patokan utama dalam menghadapi setiap masalah, menjadikannya rujukan dalam memahami syariat padahal mereka tahu bahwa akal juga memiliki keterbatasan-keterbatasan. Beliau tahu betul kebencian meraka kepada ulama ahlu hadits. Karena itulah beliau menolak madzhab mereka.
Dan begitulah kenyataannya. Provokasi mereka membuat Khalifah mendatangkan banyak musibah kepada para ulama ahlu hadits. Salah satunya adalah yang dikenal sebagai Yaumul Mihnah, ketika dia mengumpulkan para ulama untuk menguji dan memaksa mereka menerima paham Alquran itu makhluk. Akibatnya, banyak ulama yang masuk penjara, bila tidak dibunuh. Salah satu di antaranya adalah Imam Ahmad bin Hanbal. Karena perubahan itulah, Imam Syafi’i kemudian memutuskan pergi ke Mesir. Sebenarnya hati kecilnya menolak pergi ke sana, tetapi akhirnya ia menyerahkan dirinya kepada kehendak Allah. Di Mesir, beliau mendapat sambutan masyarakatnya. Di sana beliau berdakwah, menebar ilmunya, dan menulis sejumlah kitab, termasuk merevisi kitabnya ar-Risalah, sampai akhirnya beliau menemui akhir kehidupannya di sana.
Baca juga: Mengenal Para Ulama Pembaharu Dalam Islam
Keteguhannya Membela Sunnah
Sebagai seorang yang mengikuti manhaj Ash-habul Hadits, beliau dalam menetapkan suatu masalah terutama masalah aqidah selalu menjadikan Alquran dan Sunnah Nabi sebagai landasan dan sumber hukumnya. Beliau selalu menyebutkan dalil-dalil dari keduanya dan menjadikannya hujjah dalam menghadapi penentangnya, terutama dari kalangan ahli kalam. Beliau berkata, “Jika kalian telah mendapatkan Sunnah Nabi, maka ikutilah dan janganlah kalian berpaling mengambil pendapat yang lain.” Karena komitmennya mengikuti sunnah dan membelanya itu, beliau mendapat gelar Nashir as-Sunnah wa al-Hadits.
Terdapat banyak atsar tentang ketidaksukaan beliau kepada Ahli Ilmu Kalam, mengingat perbedaan manhaj beliau dengan mereka. Beliau berkata, “Setiap orang yang berbicara (mutakallim) dengan bersumber dari Alquran dan sunnah, maka ucapannya adalah benar, tetapi jika dari selain keduanya, maka ucapannya hanyalah igauan belaka.” Imam Ahmad berkata, “Bagi Syafi’i jika telah yakin dengan keshahihan sebuah hadits, maka dia akan menyampaikannya. Dan prilaku yang terbaik adalah dia tidak tertarik sama sekali dengan ilmu kalam, dan lebih tertarik kepada fiqih.” Imam Syafi ‘i berkata, “Tidak ada yang lebih aku benci daripada ilmu kalam dan ahlinya.” Al-Mazani berkata, “Merupakan madzhab Imam Syafi’i membenci kesibukan dalam ilmu kalam. Beliau melarang kami sibuk dalam ilmu kalam.” Ketidaksukaan beliau sampai pada tingkat memberi fatwa bahwa hukum bagi ahli ilmu kalam adalah dipukul dengan pelepah kurma, lalu dinaikkan ke atas punggung unta dan digiring berkeliling di antara kabilah-kabilah dengan mengumumkan bahwa itu adalah hukuman bagi orang yang meninggalkan Alquran dan Sunnah dan memilih ilmu kalam.
Wafatnya
Karena kesibukannya berdakwah dan menebar ilmu, beliau menderita penyakit bawasir yang selalu mengeluarkan darah. Makin lama penyakitnya itu bertambah parah hingga akhirnya beliau wafat karenanya. Beliau wafat pada malam Jumat setelah shalat Isya’ hari terakhir bulan Rajab permulaan tahun 204 dalam usia 54 tahun. Semoga Allah memberikan kepadanya rahmat-Nya yang luas.
Ar-Rabi menyampaikan bahwa dia bermimpi melihat Imam Syafi’i, sesudah wafatnya. Dia berkata kepada beliau, “Apa yang telah diperbuat Allah kepadamu, wahai Abu Abdillah?” Beliau menjawab, “Allah mendudukkan aku di atas sebuah kursi emas dan menaburkan pada diriku mutiara-mutiara yang halus.”
Karangan-Karangannya
Sekalipun beliau hanya hidup selama setengah abad dan kesibukannya melakukan perjalanan jauh untuk mencari ilmu, hal itu tidaklah menghalanginya untuk menulis banyak kitab. Jumlahnya menurut Ibnu Zulaq mencapai 200 bagian, sedangkan menurut al-Marwaziy mencapai 113 kitab tentang tafsir, fiqih, adab dan lain-lain. Yaqut al-Hamawi mengatakan jumlahnya mencapai 174 kitab yang judul-judulnya disebutkan oleh Ibnu an-Nadim dalam al-Fahrasat. Yang paling terkenal di antara kitab-kitabnya adalah al-Umm, yang terdiri dari 4 jilid berisi 128 masalah, dan ar-Risalah al-Jadidah (yang telah direvisinya) mengenai Alquran dan As-Sunnah serta kedudukannya dalam syariat.
Sumber:
- Al-Umm, bagian muqoddimah hal. 3-33
- Siyar A’lam an-Nubala’
- Manhaj Aqidah Imam asy-Syafi’, terjemah kitab Manhaj al-Imam Asy-Syafi ‘i fi Itsbat al-‘Aqidah karya DR. Muhammad AW al-Aql terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Cirebon
Baca juga: Kisah Taubat Seorang Kyai
***
Sumber: Majalah Fatawa
Penyusun: Ustadz Arif Syarifuddin
Dipublikasikan kembali oleh muslim.or.id
bila memang ingin ikut Imam Syafii kalau membaca Basmallah harus di keraskan bila menjadi imam sholat jamaah
Pak wong dheso, ingat loh bahwa yang HARUS kita ikuti dalam segala aspek kehidupan adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Jika kalian telah mendapatkan Sunnah Nabi, maka ikutilah dan janganlah kalian berpaling mengambil pendapat yang lain.”
Insya Allah pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah tidak mengeraskan bacaan basmalah. Wallallahu a’lam.
Asslm. Wr. Wb.
Beginilah Orang2 kita, yang hanya ikut-ikutan tanpa mengetahui ilmunya. Kalau memang ingin mengikuti mazhab Imam Syafi’i carilah dan pelajarilah ilmu yang ditinggalkannya, banyak bertanyalah siapakah Imam Syafi’i tersebut. Karena mencari ilmu itu penting.
Wassalam, Wr. Wb.
Saya bangga agama saya mempunyai org sejenius Imam Asy-Syafi’i rahimahullah. Nama beliau adalah sebuah nama besar nan harum, ahli fiqih, ahli hadits, al-hafizh, ahli bahasa, ini pun diakui oleh Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah yg mengatakan org2 datang ke majelis Asy-Syafi’i selain untuk belajar juga untuk mendengarkan beliau berbicara -saking indahnya gaya bahasa beliau-
Semoga ALLAH SWT merahmati beliau.
betapaku lali telah lama tidak membaca bibliografi Imam Besar Imam Syafe’i. Mari kita baca kembali sebagai bukti cinta kepada Aulia Allah.
MARILAH KITA BRJALAN DALAM SUNNAH RASULULLAH N MRILAH KITA BRPEGANG AP YG TLAH DITINGGALKAN YAITU AL-QUR’AN AL-SUNNAH.
Saudaraku Mari kita semua dalam beribadah Kembali ke Alqur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW..jangan perbesar perbedaan pemahaman,karna hanya akan merusak ukuwah Islamiah kita..Kurangi perkataan yg menyakitkan paham lain..karna Hanya ALLAH lah yang dapat merubah,menilai,dan menerima ke imanan Mahluknya.Renungkan Qs.yunus 99-100..semoga kita dapat ber satu dalam kebesaran ISLAM yang sebenar benarnya..”ya,,Gus NU,Buya MUH,dan Ustad Tarbi…
BAGUS,KOK!(cuma itu)
afwan ana copy artikel untuk dakwah
syukron
risalah seperti tersebut diatas sangat baik untuk ditampilkan ke publik secara terbuka seperti itu, namun saya sebagai pembaca kurang puas terhadap adanya risalah tersebut, mengingat risalah tersebut hanya memaparkan auto biografi Imam Besar Imam Syafi,i saja, maka kalau bisa selain auto biobrafi tolong dilengkapi dengan kitab karya – karyanya yang masyhur, dengan tujuan ketauladanan tokoh tidak hanya menekankan kegigihannya dalam menegakkan kebenaran, melainkan sekaligus memberikan ilmu yang bermanfaat kepada setiap pembacanya. sebagai rasa salut saya kepada penulis, saya hanya bisa memberikan motivasi “terus berjuang jangan berhenti”.
Assalamualaikum,syukron atas artikelnya smg bs mjd pgtahuan bg smua terlebih bg se-org muslim yg mengaku ahlussunnah waljamaah.sy menghimbau kpd akhina smua janganlah ragu2 utk mengikuti ajaran/mahzab imam syafi’i sebab beliau dlm mengambil statmen dlm hkm syariat islam benar2 ats dasar al-qur’an dan sunnah,karena tdk semua org muslim itu boleh ber-ijtihad sendiri dlm mengambil statment dalam memutuskan hukum bersyariat,sblm seorang tsb sudah memenuhi kriteria sbg mujtahid dan dizaman skrg sangat sukar di temui org yg sdh memenuhi kriteria sbg mujtahid.maka dari itu marilah kita dalam bersyariat,senantiasa mengikuti fatwa ulama yg telah mumpuni dibidangnya yaitu imam yg empat al (I.hanafi,I syafi’i,I hambali,I maliki) dan salah satunya beliau imam syafi’i rahimakumullah.smg apa yg saudara ikuti adalah benar wallahua’lam.
assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh. sykrn atas info artikelny. bisa dperbyk infomasi ttg siroh shabiyah dan tafsir alquran ttg wanita.
Ana izin copy paste artikel2 nya ya.jazakallah khairan
Jazakallohu khoiron atas ilmunya.
mohon copy lagi yaa, perbanyak literatur tentang biografi para imam., baarokallohu fikum,
Mari kita laksanakan Ajaran Islam yang MURNI sebagaimana yg dibawa oleh RASULULLAH SALALLAHU’ALAIHI WASSALLAM. Tinggalkan segala macam Ibadah yg tidak ada contoh / tuntunanya dari RASULULLAH SALALLAHU’ALAIHI WASSALAM agar kita termasuk kedalam GOLONGAN YG SELAMAT.Amin
Wahai saudara saudaraku mari kita pelajari agama kita islam, dan lebih penting lagi untuk diamalkan.
Insya Allah akan selamat dunia dan akhirat manakala kita mengikuti alqur’an & sunah nabi. Amin
Imam Syafi’i sudah memfatwakan haram acara2 kenduri kematian/arwah, “Dan dilarang menyediakan makanan di hr pertama KEMATIAN, hr ketiga, dan SETERUSNYA sesudah seminggu. Dilarang jg membawa makanan ke kuburan”.
Tapi yang ngaku pengikut Imam Syafi’i kog masih mengadakan & SANGAT HOBI hadir di acara kenduri kematian/arwah ? KNAPA HAYOOOOO ????
izin copas ya…!!tks
Assalaamu’alaykum,
Afwan \, ana izin copy artikelnya..untuk dipasang di WEB baru ana.
Jazakalloh
like this
Assalaamu’alaikum,
Afwan, ana mau copy artikelnya semoga menjadi ladang pahala bersama, InsyaAlloh ana akan mencantumkan sumber. Jazakalloh khairal jaza
Assalammualaikum…
Mohon ijin di Co-pas buat literatur, kepentingan pribadi…
ijin kopy ya ustadz,tuk pengetahuan beramal
Assalamu’alaikum. Sy minta izin copas. Jazakumullah khairan
assalamualaikum.pa ustad saya minta ijin untuk meng coppy dan menyebarkan kelain hanya untuk menambah pahala dan mengharap ridho allah semata.
Assalamu’alaikum.
ijin copy
Assalamu’alaikum,
Afwan akhi, ana izin untuk meng-copy artikel tentang imam Syafi’i untuk di muat di dalam milist.
Jazakalloh
Assalaamu’alaykum,
Mengenal lebih dekat imam asy syafii..
syukron artikelnya
asslkm,,ijin copy yah….
Assalamu’alaikum. ijin copy
ijin copy mas buat bahan kuliah
matur uwun mas
Assalamu’alaikum.mohon izin copy artikelnya ustadz,
Beruntunglah kita umat Islam zaman sekarang dengan adanya beberapa imam mujtahid yang ada, karena merekalah yang telah banyak mempelajari al Qur’an dan hadits Nabi SAW. serta merangkum, menganalisa, menyimpulkannya sehingga kita yang sangat buta terhadap bhs arab dan keilmuan agama menjadi kepenak dalam mempelajari dan mengamalkan. Masalahnya kita kini kebanyakan enggan mempelajari al Qur’an dan hadits secara detail, boro-boro ngapalkan, kebanyakan hanya denger dari orang lain saja yang ngalor ngidul. Sebab yang kita kejar saat ini adalah uang dan uang. he..he..he..(kayak inyong). Sekali lagi matur nuwun buat imam-imam besar pembuka cakrawala Islam, terutama imam yg empat (madzahibul arba’ah)yang telah membuka gamblang masalah agama Islam sesuai Al Qur’an dan al Hadits.
Alhamdulillah,,,bagus bnget artikelnnya…minta rela n izin ntuk dicopy wat nambah pengetahuan tntangnya….
ASSLAM..ALANGKAH BAIKNYA KLAU KITA MENGAMALKAN ILMU ITU…SECARA FASIH.AGAR KITA TIDAK TEROMBANG AMBING DI DALANYA.DAN BERSUNGGUH,,APA BILA SEORANG GURU KITA MENERANGKAN ..AGR KITA TIDAK,SALAH MENGARTIKANNYA.BIAR SEJALAN.DENGAN APA,YANG .DI PERINTAH …DAN YG DI LARANG. MENURUT HUKUM2 AGAMA ISLAM ..YG BERLAKU ,,SEMOGA KITA DALAM LINDUNGAN ALLAH ,
Assalamu’alaikum wr wb.
Saudara2ku yg bermadzab Imam Syafi’i RA, mari ber-sama2 kita pelajari buku ajaran2nya, baik dalam bentuk aseli maupun terjemahan, sebatas kemampuan yg diberikan oleh Alloh kepada kita masing2. Yg penting diingat adalah Imam Syafii RA adalah sangat memuliakan semua sahabat Rasulullah termasuk Abubakar Assidiq, Umar bin Khatab dan Usman bin Affan. Kalau sampai ada golongan Islam yg menghujat sahabat Nabi yg tiga tersebut atau yg lainnya maka mereka itu adalah jelas golongan sesat/ golongan yg BATAL.
Sebelum berkomentar , lebih baik kita memperdalam ilmu hadist dahulu.
Menurut saya orang yang benar2 faham tidak mungkin menjelek-jelekkan muslim lainnya.
artikel yg sangat baik untuk kita jadikan bahan referensi dalam melaksanakan sunnah Rasul
izin share buat mozaik hasanah islam di antara kami. salam hangat ponpes Modern Man ana
syafii..nama yang tepat buat buah hatiku..semoga menjadi hamba Allah yang berpegang teguh kpada Alquran dan hadis kayak imam syafii…Amin
Assalaamu ‘alaikum wa rohmatullaahi wa barakaatuh
Yth. Ustadz,
Mohon izin untuk menyalin artikel-artikel yang dimuat di muslim.or.id guna menambah wawasan pengetahuan dan pemahaman kami dalam menyakini agama yang haqq ini. Semoga Allah Azza wa Jalla berkenan membalas dengan berlipat ganda atas semua kebaikan yang Ustadz tebarkan melalui situs ini. Amiin ya Rabbal ‘aalamiin. Billaahi taufiq. Jazakallaahu khairan katsiira.
subhanallah,maha benar Allah swt..mualianya imam syafii bukan karena harta tpi kemulyaan ilmu dan wara beliaulah yg harus d teladani
izin copy akh, jazakumullah khair
andai ada artikel yang memuat pointer perbedaan prinsip antar mazhab saya kira sangat membantu kaum muslimin untuk memahami mazhab yang sudah sangat populer sepanjang masa, mohon info dimana saya mendapatkannya
Izin share artikel utk miling list ya akh
Jazakallahu khoir
Klo ngaku bermadzhab Imam Syafi’i hrusnya tau Klo TAHLILAN, MAULID NABI tdk di perbolehkan, lah ini mlh sampe pohon pisang masuk masjid, bkin rame Udh kyk pohon NATAL , situ WARAS ??
Assalamualaikum izin copy artikelnya
Ilmu kalam itu apa?mohon penjelasannya