Donasi Muslim.or.id
Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
Donasi Muslim.or.id Donasi Muslim.or.id

Kekuatan Ikhlas dan Potret Ulama Salaf dalam Keikhlasan

Ari Wahyudi, S.Si. oleh Ari Wahyudi, S.Si.
4 September 2022
Waktu Baca: 4 menit
0
ikhlas
289
SHARES
1.6k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter
Daftar Isi sembunyikan
1. Kekuatan ikhlas
2. Ulama salaf dan keikhlasan

Kekuatan ikhlas

Allah berfirman,

وَمَاۤ أُمِرُوۤا۟ إِلَّا لِیَعۡبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخۡلِصِینَ لَهُ ٱلدِّینَ حُنَفَاۤءَ وَیُقِیمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَیُؤۡتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَ ٰ⁠لِكَ دِینُ ٱلۡقَیِّمَةِ

“Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan amal (ketaatan) kepada-Nya dalam menjalani agama yang lurus, mendirikan salat, menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Majelis ilmu di bulan ramadan

Allah juga berfirman,

إِنَّاۤ أَنزَلۡنَاۤ إِلَیۡكَ ٱلۡكِتَـٰبَ بِٱلۡحَقِّ فَٱعۡبُدِ ٱللَّهَ مُخۡلِصࣰا لَّهُ ٱلدِّینَ

“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Al-Kitab dengan benar. Maka, sembahlah Allah dengan mengikhlaskan agama kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar: 2)

Allah pun berfirman memerintahkan kepada Nabi-Nya,

قُلۡ إِنِّیۤ أُمِرۡتُ أَنۡ أَعۡبُدَ ٱللَّهَ مُخۡلِصࣰا لَّهُ ٱلدِّینَ

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya Aku diperintahkan untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama kepada-Nya semata.’” (QS. Az-Zumar: 11)

Dari Umar bin Khattab radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَِى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا، أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung pada niat. Maka, barangsiapa yang berhijrah dalam rangka memenuhi seruan Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya benar-benar akan mendapatkan balasan berhijrah menuju Allah dan rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena menginginkan dunia atau wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu hanya akan memperoleh apa yang dia niatkan saja.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Baca Juga: Fatwa Ulama: Fawaid Seputar Surat Al Ikhlash

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang pertama kali akan diadili pada hari kiamat kelak adalah seorang yang berperang untuk mencari mati syahid di jalan Allah. Kemudian dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya (di dunia) , maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, ‘Apa yang sudah kamu kerjakan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab, ‘Aku telah berperang di jalan-Mu hingga aku mati syahid.’ Allah menjawab, ‘Kamu dusta! Sebenarnya kamu berperang karena ingin mendapatkan pujian sebagai seorang yang pemberani, dan hal itu telah kamu dapatkan. Lantas Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup dan dia pun dilemparkan ke dalam neraka.

Berikutnya, seorang lelaki yang telah diberikan kelapangan rezeki dan dikaruniai beragam harta benda. Dia juga dihadirkan, dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya. Dia pun mengakuinya. Allah pun bertanya kepadanya, ‘Apa yang sudah kamu kerjakan dengannya?’ Dia menjawab, ‘Tidak ada satu jalan pun yang harus kusedekahkan hartaku, kecuali telah aku infakkan harta itu di jalan-Mu, ikhlas karena-Mu.’ Maka, Allah menjawab, ‘Kamu dusta! Sebenarnya kamu lakukan hal itu agar kamu dijuluki sebagai orang yang dermawan. Dan pujian itu telah kamu dapatkan.’ Lantas Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup dan dia pun dilemparkan ke dalam neraka.

Berikutnya, seorang lelaki yang mempelajari ilmu (agama) dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an. Dia pun dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang telah diberikan kepadanya. Dia pun mengakui itu semua. Allah bertanya, ‘Apa yang sudah kamu perbuat dengan itu semua?’ Maka dia menjawab, ‘Aku menuntut ilmu, mengajarkannya, dan membaca Al-Qur’an di jalan-Mu.’ Allah menjawab, ‘Kamu dusta! Sesungguhnya kamu menuntut ilmu agar disebut sebagai orang alim, kamu membaca Al-Qur’an agar disebut sebagai qari’.’ Lantas Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup dan dia pun dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim)

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhu mengatakan, “Ada tiga buah tanda orang yang suka riya’ (beramal tidak ikhlas): [1] apabila sendirian, maka dia menjadi pemalas, [2] dan hanya bersemangat apabila berada bersama orang-orang, [3] dia akan meningkatkan amalnya jika dipuji dan akan mengurangi amalnya jika dicela orang karena melakukannya.” (Al-Kabaa’ir, hal. 156)

Dzun Nun Al-Mishri mengatakan, “Tidaklah aku melihat ada sesuatu yang lebih dapat membangkitkan keikhlasan daripada khalwah (menyendiri).” (Risalah Qusyairiyah, 1: 50. Asy-Syamilah)

Syaikh As-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah, sesungguhnya mengikhlaskan amal karena Allah merupakan pondasi agama, ruh tauhid, dan ibadah. Hakikat ikhlas itu adalah hamba beribadah hanya bermaksud untuk mendapatkan pahala melihat wajah-Nya, menginginkan balasan, dan keutamaan dari-Nya.” (Al-Qaul As-Sadid, hal. 107).

Baca Juga: Buah Manis Keikhlasan

Ulama salaf dan keikhlasan

Seorang ulama yang mulia dan sangat wara’ (berhati-hati) Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata, ”Tidaklah aku menyembuhkan sesuatu yang lebih sulit daripada niatku.” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 19)

Yusuf bin Al Husain Ar-Razi rahimahullah mengatakan, ”Sesuatu yang paling sulit di dunia ini adalah ikhlas. Betapa sering aku berusaha mengenyahkan riya’ dari dalam hatiku, namun sepertinya ia kembali muncul dengan warna yang lain.” (Jami’ul ‘Ulum, hal. 25).

Ad-Daruquthni rahimahullah mengatakan, ”Pada awalnya kami menuntut ilmu bukan semata-mata karena Allah. Akan tetapi, ternyata ilmu itu enggan sehingga dia menyeret kami untuk ikhlas dalam belajar karena Allah.” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, dinukil dari Ma’alim, hal. 20)

Asy-Syathibi rahimahullah mengatakan, ”Penyakit hati yang paling terakhir menghinggapi hati orang-orang saleh adalah suka mendapat kekuasaan dan gemar menonjolkan diri.” (Al-I’tisham, dinukil dari Ma’alim, hal. 20)

Di dalam biografi Ayyub As-Sikhtiyani disebutkan oleh Syu’bah bahwa Ayyub mengatakan, ”Aku sering disebut orang, namun aku tidak senang disebut-sebut.” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim, hal. 22)

Pada suatu ketika, sampailah berita kepada Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah bahwa orang-orang mendoakan kebaikan untuknya, maka beliau berkata, ”Semoga saja, ini bukanlah bentuk istidraj (yang membuatku lupa diri).” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim, hal. 22)

Begitu pula ketika ada salah seorang muridnya yang mengabarkan pujian orang-orang kepada beliau, Imam Ahmad mengatakan kepada si murid, ”Wahai Abu Bakar! Apabila seseorang telah mengenali hakikat dirinya sendiri, maka ucapan orang tidak akan berguna baginya.” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim, hal. 22)

Diriwayatkan dari Mutharrif bin Abdullah rahimahullah bahwa dia mengatakan, ”Baiknya hati adalah dengan baiknya amalan. Sedangkan baiknya amalan adalah dengan baiknya niat.” (Jami’ul ‘Ulum, hal. 17)

Dari Ibnul Mubarak rahimahullah, dia mengatakan, ”Betapa banyak amal yang kecil menjadi besar gara-gara niat. Dan betapa banyak amal yang besar menjadi kecil gara-gara niat.” (Jami’ul ‘Ulum, hal. 17).

Sahl bin Abdullah rahimahullah mengatakan, ”Tidak ada sesuatu yang lebih berat bagi jiwa daripada keikhlasan, karena di dalamnya hawa nafsu tidak ambil bagian sama sekali.” (Jami’ul ‘Ulum, hal. 25)

Baca Juga:

  • Fatwa: Apa Makna Ikhlas dalam Beramal?
  • Perintah untuk Ikhlas Beribadah

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

Artikel: www.muslim.or.id

Tags: adabamalan hatiikhlasikhlas dalam beramalkekuatan ikhlaskeutamaan ikhlaskiat ikhlasmeraih keihlasanulamaulama salaf
SEMARAK RAMADHAN YPIA
Ari Wahyudi, S.Si.

Ari Wahyudi, S.Si.

Alumni S1 Biologi UGM, Alumni Ma'had Al Ilmi Yogyakarta, penulis kitab "At Tashil Fi Ma'rifati Qawa'id Lughatit Tanzil".

Artikel Terkait

Pertemuan dan perpisahan

Bertemu untuk Berpisah

oleh Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd
24 Maret 2023
0

Mereka yang bertemu di dunia, namun tidak berjumpa di akhirat

Tidak Bersemangat Menyambut Ramadan

Tidak Bersemangat Menyambut Ramadan

oleh Ari Wahyudi, S.Si.
23 Maret 2023
0

Ramadhan tinggal hitungan hari. Meskipun demikian tidak sedikit kita jumpai orang-orang yang notabene mengaku muslim

Puasa tapi tetap maksiat

Puasa, tetapi Tetap Bermaksiat

oleh Muhammad Idris, Lc.
22 Maret 2023
0

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).

Artikel Selanjutnya
Pubertas dalam Islam

Masalah-Masalah yang Berkaitan dengan Pubertas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Donasi Muslim.or.id