Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
MUBK Februari 2023 MUBK Februari 2023

Fikih Nikah (Bag. 3)

Muhammad Idris, Lc. oleh Muhammad Idris, Lc.
20 Januari 2022
Waktu Baca: 6 menit
0
Fikih Nikah
327
SHARES
1.8k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter
Daftar Isi sembunyikan
1. Baca seri sebelumnya: Fikih Nikah (Bag. 2)
2. BERAPAKAH MAHAR YANG LAYAK UNTUK MEMINANG SEORANG WANITA?
2.1. Definisi Mahar dan Hukumnya dalam Agama Islam
2.2. Batasan Mahar
2.3. Mahar Hanya dengan Seperangkat Alat Salat, Bolehkah?
2.4. Hukum Mengakhirkan Mahar Setelah Akad

Baca seri sebelumnya: Fikih Nikah (Bag. 2)

BERAPAKAH MAHAR YANG LAYAK UNTUK MEMINANG SEORANG WANITA?

Definisi Mahar dan Hukumnya dalam Agama Islam

Secara bahasa, mahar adalah sesuatu yang menjadi wajib karena adanya pernikahan. Adapun secara syar’i, mahar adalah sesuatu yang menjadi wajib, baik berupa harta maupun manfaat, dikarenakan adanya akad pernikahan ataupun jima’/ senggama (yaitu ketika terdapat syubhat dalam akad, namun sudah terlanjur dukhul/ senggama, ataupun terdapat syubhat tafwidh, ataupun akadnya rusak, baik itu dukhul melalui kemaluan depan ataupun dubur).

Adapum hukumnya adalah mahar merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh mempelai pria ketika hendak meminang seorang wanita. Mahar adalah tanda kesungguhan seorang laki-laki untuk menikahi seorang wanita. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman,

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا

“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepadamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’: 4)

Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan kaum laki-laki untuk memberikan mahar kepada wanita yang hendak dinikahi. Dan hal tersebut menunjukkan bahwa mahar merupakan syarat sah pernikahan yang wajib dipenuhi oleh mempelai pria. Pernikahan tanpa mahar berarti pernikahan tersebut tidak sah, meskipun pihak wanita telah rida untuk tidak mendapatkan mahar.

Syekh ‘Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah dalam kitabnya Manhajus Salikiin menjelaskan, “Jika mahar tidak disebutkan dalam akad nikah, maka pihak wanita berhak mendapatkan mahar yang sesuai dengan wanita semisal dirinya.”

Batasan Mahar

Disebutkan di dalam matan Al-Yaquut An-Nafis, “…yaitu adalah apa saja yang dibolehkan untuk dijadikan sebagai barang dagangan, ataupun memiliki nilai tukar. Maka, semua itu sah dijadikan mahar. Dan apa yang tidak bisa menjadi alat tukar, maka tidak bisa dijadikan mahar.”

Sehingga, kita bisa simpulkan bahwa mahar bisa berupa:

Pertama, harta (materi) dengan berbagai macam bentuknya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَٱلۡمُحۡصَنَـٰتُ مِنَ ٱلنِّسَاۤءِ إِلَّا مَا مَلَكَتۡ أَیۡمَـٰنُكُمۡۖ كِتَـٰبَ ٱللَّهِ عَلَیۡكُمۡۚ وَأُحِلَّ لَكُم مَّا وَرَاۤءَ ذَ ٰ⁠لِكُمۡ أَن تَبۡتَغُوا۟ بِأَمۡوَ ٰ⁠لِكُم مُّحۡصِنِینَ غَیۡرَ مُسَـٰفِحِینَۚ فَمَا ٱسۡتَمۡتَعۡتُم بِهِۦ مِنۡهُنَّ فَـَٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِیضَةࣰۚ وَلَا جُنَاحَ عَلَیۡكُمۡ فِیمَا تَرَ ٰ⁠ضَیۡتُم بِهِۦ مِنۢ بَعۡدِ ٱلۡفَرِیضَةِۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِیمًا حَكِیمࣰا

“Dan (diharamkan juga kalian mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kalian miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kalian selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka, isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna) sebagai suatu kewajiban. Dan tiadalah mengapa bagi kalian terhadap sesuatu yang kalian telah saling merelakannya sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Mahabijaksana.” (QS. An-Nisa’: 24)

Baca Juga: Agungnya Sebuah Ikatan Pernikahan

Kedua, sesuatu yang dapat diambil upahnya ( jasa).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

قَالَ اِنِّيْٓ اُرِيْدُ اَنْ اُنْكِحَكَ اِحْدَى ابْنَتَيَّ هٰتَيْنِ عَلٰٓى اَنْ تَأْجُرَنِيْ ثَمٰنِيَ حِجَجٍۚ فَاِنْ اَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَۚ وَمَآ اُرِيْدُ اَنْ اَشُقَّ عَلَيْكَۗ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ

“Berkatalah dia (Syu’aib), ‘Sesungguhnya Aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun. Dan jika kamu genapkan sepuluh tahun, maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu. Maka aku tidak hendak memberatkanmu. Dan kamu insyaallah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.” (QS. Al-Qashash: 27)

Ketiga, manfaat yang akan kembali kepada sang wanita, seperti:

Kemerdekaan dari perbudakan. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أعتق صفية وجعل عتقها صداقها

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerdekakan Shafiyah binti Huyayin (kemudian menikahinya) dan menjadikan kemerdekaannya sebagai mahar.” (HR. Bukhari no. 4696)

Keislaman seseorang. Hal ini sebagaimana kisah Abu Thalhah yang menikahi Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anhuma dengan mahar keislaman Abu Thalhah. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bekata,

تزوَّج أبو طلحةَ ، أمَّ سُلَيمٍ ، فكان صَداقُ ما بينهما : الإسلامَ ، أسلمتْ أمُّ سُلَيمٍ ، قبل أبي طلحةَ فخطَبها ، فقالت : إنِّي قد أسلمتُ ، فإن أسلمتَ نكحتُك ، فأسلم ، فكان صَداقَ ما بينهما

 “Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim. Maharnya keislaman Abu Thalhah. Ummu Sulaim telah masuk Islam sebelum Abu Thalhah, kemudian Abu Thalhah melamarnya. Ummu Sulaim mengatakan, ’Saya telah masuk Islam. Jika kamu masuk Islam, aku akan menikah denganmu.’ Maka Abu Thalhah masuk Islam dan menikah dengan Ummu Sulaim dan keislamannya menjadi maharnya.” (HR. An-Nasa’i no. 3288)

Hafalan Al-Qur’an yang akan diajarkannya. Hal ini sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menikahkan salah seorang sahabat dengan beberapa surah Al-Qur’an dari hafalannya. (HR. Bukhari dan Muslim)

Mahar Hanya dengan Seperangkat Alat Salat, Bolehkah?

Seorang wanita bebas menentukan bentuk dan jumlah mahar yang diinginkannya karena tidak ada batasan mahar dalam syariat Islam. Namun, Islam menganjurkan agar meringankan mahar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

خَيْرُ الصَّدَاقِ أَيْسَرَهُ

“Sebaik-baik mahar adalah mahar yang paling mudah (ringan).” (HR. Al-Hakim. Beliau mengatakan, “Hadis ini sahih berdasarkan syarat Bukhari Muslim.”)

Dan di dalam fikih mazhab Syafi’i pun tidak ada batasan minimal untuk mahar. Sehingga, tidak mengapa bila mahar hanya berupa seperangkat alat salat dengan syarat calon mempelai wanita dan walinya meridai hal tersebut. Dan tentu saja hal ini menjadi kebaikan tersendiri serta tabungan pahala untuk mempelai wanita dan keluarganya.

Hikmah di balik anjuran untuk meringankan mahar adalah mempermudah proses pernikahan. Berapa banyak laki-laki yang mundur dan tidak jadi menikahi seorang wanita hanya karena adanya permintaan mahar yang tinggi?! Tentu hal ini akan mendatangkan madharat dan kerusakan yang lebih besar. Menghadapi hal semacam ini, hendaknya pihak wanita bersikap bijak. Tidak masalah jika pihak laki-laki memiliki kemampuan untuk membayar mahar tersebut. Namun, jika ternyata yang datang adalah laki-laki sederhana yang memiliki kemampuan materi yang biasa-biasa saja, maka tidaklah layak menolaknya hanya karena ketidakmampuannya membayar mahar. Terutama jika yang datang adalah laki-laki yang sudah tidak diragukan lagi kesalehannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahkan menyebutkan bahwa pernikahan terbaik adalah yang sederhana dan mudah. Termasuk di dalamnya memudahkan mahar yang akan diberikan oleh pihak laki-laki. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

خَيْرُ النِّكَاحِ أَيْسَرُهُ

“Sebaik-baik pernikahan adalah yang paling mudah.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Hibban, dan Ath-Thabrani. Disahihkan oleh Syekh Al-Albani dalam Shahihul Jaami’.)

Baca Juga: Akad Nikah Orang yang Bisu

Hukum Mengakhirkan Mahar Setelah Akad

Diperbolehkan bagi seseorang untuk mendahulukan pembayaran mahar ataupun mengakhirkannya secara keseluruhan, atau mendahulukan pembayaran sebagian mahar dan mengakhirkan sebagian lainnya.

Apabila sang suami telah menggauli istri, sedangkan ia belum membayar mahar, maka hal itu sah-sah saja. Akan tetapi, ia wajib membayar mahar mitsil (mahar senilai yang biasa diberikan kepada wanita kerabat wanita itu) apabila dalam akad nikah ia tidak menyebutkan maskawin apa yang akan ia berikan. Namun, jika ia telah menyebutnya, maka ia harus membayar maskawin sebesar apa yang telah ia sebutkan.

Dan berhati-hatilah, jangan sampai seseorang tidak memenuhi hak wanita yang telah disyaratkan karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,

أَحَقُّ مَا أَوْفَيْتُمْ مِنَ الشُّرُوْطِ أَنْ تُوفُواْ بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الفُرُوْجَ

“Sesungguhnya suatu syarat yang paling berhak untuk kalian penuhi adalah syarat yang dengannya dihalalkan bagi kalian kemaluan (wanita).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Apabila sang suami meninggal setelah akad dan belum menggauli, maka istri berhak mendapatkan mahar seluruhnya. Dari ‘Alqamah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Telah didatangkan kepada ‘Abdullah bin Mas’ud seorang wanita yang telah dinikahi oleh seorang lelaki, kemudian lelaki tersebut meninggal. Ia belum menentukan maskawin dan menggaulinya. ‘Alqamah berkata, ‘Mereka berselisih tentang hal tersebut dan menanyakannya kepada ‘Abdullah bin Mas’ud, kemudian ia menjawab, ‘Aku berpendapat ia berhak mendapat maskawin semisal mahar yang didapat oleh wanita kerabatnya, ia berhak mendapatkan harta warisan dan ia juga wajib ber‘iddah.’ Kemudian Ma’qil bin Sinan Al-Asyja’i bersaksi bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menetapkan kepada Barwa’ binti Wasyiq seperti apa yang telah ditetapkan oleh ‘Abdullah bin Mas’ud.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Nasa’i)

Baca Juga:

  • Apa Itu Nikah Sirri?
  • Nasehat Bagi Pemuda-Pemudi Yang Masih Menunda Nikah

[Bersambung]

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

Artikel: www.muslim.or.id

 

Referensi:

Kitab Al-Yaquut An-Nafiis Fii Mazhab ibn Idris karya Syekh Ahmad Bin Umar As-Syatiri dengan beberapa penyesuaian.

Kitab Al-Wajiz fii Fiqhi As-Sunnah Wa Al-Kitab Al-‘Azizi karya Syekh Abdul Adzim Bin Badawi.

Tags: fikihfikih nikahnasihatnasihat pernikahannikah dalam islamnikah sesuai sunnahpanduan nikahpernikahanrumah tanggasyarat nikahtuntunan nikah
kenali bahaya syiah kenali bahaya syiah kenali bahaya syiah
Muhammad Idris, Lc.

Muhammad Idris, Lc.

Alumni PP. Imam Bukhari Alumni Fakultas Syariah Universitas Islam Madinah, KSA.

Artikel Terkait

salat taubat

Tata Cara Salat Tobat

oleh Muhammad Nur Faqih, S.Ag
30 Januari 2023
0

Setiap manusia berpotensi melakukan dosa baik kecil maupun besar. Akan tetapi, Allah 'Azza Wajalla menunjukkan rahmat-Nya kepada kita semua, yaitu...

Menguburkan mayit

Fikih Pengurusan Jenazah (5): Tata Cara Menguburkan Mayit

oleh Yulian Purnama, S.Kom.
28 Januari 2023
0

Fikih Pengurusan Jenazah (5) : Persiapan Menguburkan Mayit

penguburan mayit

Fikih Pengurusan Jenazah (4): Persiapan Menguburkan Mayit

oleh Yulian Purnama, S.Kom.
25 Januari 2023
0

“Kemudian Allah mengutus seekor burung gagak menggali tanah untuk diperlihatkan kepadanya (Qabil). Bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya” (QS. Al-Maidah:...

Artikel Selanjutnya
Qodho shalat sunnah

Hukum Mengqodo Shalat Sunah Rawatib

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah