Muslim.or.id
Khutbah Jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result

Jangan Memakan Harta Secara Batil

Muhammad Nur Ichwan Muslim, ST. oleh Muhammad Nur Ichwan Muslim, ST.
24 Mei 2021
Waktu Baca: 4 menit
0
Memakan Harta Batil

Memakan Harta Batil

Daftar Isi

  • Harta adalah hal yang sakral
  • Bentuk-bentuk pelanggaran terhadap harta
  • Putusan hakim yang keliru tidak mampu mengubah kebenaran

[lwptoc]

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil. Dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (QS. al-Baqarah: 188).

Harta adalah hal yang sakral

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menjelaskan kesakralan harta karena kehidupan dunia yang baik terwujud dengan adanya harta. Hal ini sebagaimana Allah menerangkan kesakralan agama yang dengannya akan terwujud kehidupan akhirat yang indah. Harta dan agama adalah hak Allah sehingga keduanya tidaklah dikelola kecuali dengan seizin-Nya. Karena itulah Allah mengaitkan harta dan agama pada diri-Nya sendiri sebagai bentuk penghormatan atas kesakralan keduanya.

Terkait harta, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ رِجَالاً يَتَخَوَّضُوْنَ فِيْ مَالِ اللَّهِ بِغَيْرِ حَقٍّ فَلَهُمُ النَّارُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Sesungguhnya orang-orang yang memperolok-olok harta Allah (baca: menggunakannya dengan cara yang tidak benar), bagi mereka adalah neraka pada hari kiamat” (HR. Bukhari no. 3118).

Adapun terkait agama, Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ ۚ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَىٰ مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain” (QS. al-An’am: 68).

Allah Ta’ala menyebut pelanggaran terhadap harta dan agama-Nya sebagai khaudh (tindakan mengolok-olok).

Baca Juga: Harta Banyak yang Tidak Berkah Itu Cepat Hilangnya

Bentuk-bentuk pelanggaran terhadap harta

Pelanggaran terhadap harta bisa terjadi di tangan pemilik yang dianugerahi kepemilikan harta oleh Allah dan bisa terjadi di tangan orang lain. Manusia tidak sepenuhnya diperkenankan mengelola harta meski dia memilikinya, karena diri dan hartanya adalah milik Allah. Maka merusak harta pribadi adalah perbuatan yang diharamkan sebagaimana mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak benar.

Itulah mengapa Allah Ta’ala berfirman “تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ” yang secara harfiah berarti “janganlah kalian memakan harta kalian sendiri di antara kalian”. Pada ayat tersebut, Allah menyamakan antara orang yang memakan harta orang lain secara batil dan orang yang memakan harta pribadi secara batil. Orang pertama merusak harta orang lain, sedangkan orang kedua merusak harta pribadinya. Meskipun demikian, kesakralan harta pada dasarnya sama.

Ayat tersebut juga mengisyaratkan bahwa dengki, tamak, dan egois adalah faktor yang mendorong jiwa untuk berbuat melampaui batas terhadap hak-hak orang lain. Jiwa yang memandang hak orang lain sebagai hal yang sakral sebagaimana haknya sendiri, tentu akan menghormati harta orang lain sebagaimana dia menghormati harta pribadinya.

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menjelaskan bentuk pelanggaran terhadap harta dengan ketidakadilan yang dilakukan oleh orang yang tidak berhak, baik dengan cara merampas, mencuri, mempraktikkan riba dan gharar, atau hal yang semisal. Hal yang paling buruk dari itu semua adalah merampas harta halal dengan trik yang melegalkan dan menggugurkan hak pemilik yang sah. Hal ini bisa terjadi entah karena ketiadaan bukti yang dimiliki oleh pemilik setelah harta itu dirampas darinya atau karena perampasan dan pengguguran hak dari pemilik yang sah dilegalkan dengan cara yang batil.

Ali ibn Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu, beliau mengomentari ayat ini dengan perkataan beliau,

فهذا في الرجل يكون عليه مالٌ، وليس عليه فيه بيِّنة، فيجحد المال، فيخاصمهم فيه إلى الحكام وهو يعرف أنّ الحق عليه، وهو يعلم أنه آثم: آكلٌ حراما

“Ayat ini berkaitan dengan orang yang memiliki tanggungan harta (utang), namun tidak ada bukti yang mendukung hal tersebut. Akibatnya, dia pun menentang kewajiban itu dan membawa sengketa ini ke hakim, sementara dia tahu kebenaran berseberangan dengan dirinya dan tahu dia berdosa karena memakan hal yang haram” (Tafsir ath-Thabari, 3: 277; Tafsir Ibn Abi Hatim, 1: 321).

Padahal, seyogyanya orang beriman mengakui kekeliruan ketika bersalah, bukan malah membela diri dan mempertahankan kesalahan. Apalagi sampai membawa sengketa tersebut ke sidang pengadilan untuk sekadar membuktikan pada masyarakat bahwa dirinya tidak bersalah. Ibnu Abi Najih meriwayatkan dari Mujahid, beliau berkata,

لَا تُخَاصمْ وَأَنْتَ تعلمُ أنَّك ظَالِمٌ

“Janganlah kamu bersengketa, sedangkan kamu tahu bahwa dirimu berada di pihak yang zalim” (Tafsir Ibn Abi Hatim, 1: 321).

Baca Juga: Bersikap Sewajarnya dalam Membelanjakan Harta

Putusan hakim yang keliru tidak mampu mengubah kebenaran

Ayat ini juga merupakan dalil bahwa ketetapan penguasa dan keputusan hakim tidaklah mengubah hak yang belum tersingkap, dalam kondisi si perampas mengetahui bahwa dia telah mengambil harta itu secara zalim. Putusan hakim hanya memutuskan perselisihan dan menyelesaikan sengketa yang nampak. Akan tetapi, ulama sepakat putusan terhadap harta tersebut tidak mengubah hak yang tersembunyi. Dalam hal ini, hakim boleh jadi diberi pahala atas putusannya selama tidak terlibat dalam tindak kezaliman tersebut, sedangkan tetap zalim lagi berdosa meski memenangkan putusan.

Firman Allah Ta’ala “وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ”, “dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”, berarti Engkau tahu kebenaran, tetapi Engkau menyembunyikannya dari orang yang berhak dengan berupaya melegalkan perampasan yang Engkau lakukan dengan berbagai ketetapan dan putusan karena ketiadaan bukti yang dimiliki oleh pemilik harta. Perbuatan seperti inilah yang diwanti-wanti oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda-Nya,

إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ وَإِنَّهُ يَأْتِينِي الْخَصْمُ فَلَعَلَّ بَعْضَكُمْ أَنْ يَكُونَ أَبْلَغَ مِنْ بَعْضٍ فَأَحْسِبُ أَنَّهُ صَدَقَ فَأَقْضِيَ لَهُ بِذَلِكَ فَمَنْ قَضَيْتُ لَهُ بِحَقِّ مُسْلِمٍ فَإِنَّمَا هِيَ قِطْعَةٌ مِنْ النَّارِ فَلْيَأْخُذْهَا أَوْ فَلْيَتْرُكْهَا

“Aku ini hanyalah manusia biasa dan sesungguhnya pertengkaran (sengketa) seringkali dilaporkan kepadaku. Dan bisa jadi salah seorang di antara kalian lebih pandai bersilat lidah daripada lainnya. Lalu aku menganggap dia benar, kemudian aku berikan kepadanya sesuai pengakuannya itu. Maka siapa saja yang aku putuskan menang dengan mencederai hak seorang muslim, berarti itu adalah potongan dari api neraka. Karena itu, hendaklah dia ambil atau ditinggalkannya” (HR. Bukhari no. 2458 dan Muslim no. 1713).

Baca Juga:

  • Ilmu Agama Itu Lebih Berharga daripada Harta Benda
  • 10 Sebab Senantiasa Merasa Miskin Dan Kurang Harta

Penulis: M. Nur Ichwan Muslim, ST.

Artikel: Muslim.or.id

Tags: adabAkhlakfitnah hartahartaharta berkahkeberkahan hartamuamalahnasihatnasihat islam
Muhammad Nur Ichwan Muslim, ST.

Muhammad Nur Ichwan Muslim, ST.

Alumni dan pengajar Ma'had Al Ilmi Yogyakarta,

Artikel Terkait

Sikap Generasi Muda Islam dalam Memanfaatkan Media Sosial

Sikap Generasi Muda Islam dalam Memanfaatkan Media Sosial

oleh Kiki Dwi Setiabudi, S.Sos.
29 September 2023
0

Media sosial merupakan wadah yang sering digunakan oleh masyarakat, khususnya anak muda, untuk berinteraksi antar sesama. Setiap hari hampir sebagian...

Tipu Daya Judi Slot

Tipu Daya Judi Slot dan Pinjol

oleh Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd
25 September 2023
0

Dalam syariat Islam dan bimbingan yang diberikan dalam Islam, kita tidak diperkenankan untuk mengambil harta orang lain dengan cara yang...

Doa Orang yang Terzalimi

Yang Terluput dari Doa Orang yang Terzalimi

oleh Fauzan Hidayat
25 September 2023
1

Ketika anda merasa disakiti oleh seseorang, baik secara fisik maupun verbal, apa yang ada di benak anda? Apakah anda ingin...

Artikel Selanjutnya
Masuk Masjid Pakai Masker

Masuk Masjid Tidak Boleh Pakai Masker?

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Donasi Dakwah YPIA Donasi Dakwah YPIA Donasi Dakwah YPIA
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah