Kala safar barulah kita ketahui bagaimanakah aib atau kekurangan seseorang. Saat journey yang cukup panjang dan memakan waktu lebih dari 24 jam, kami bersama para TKI/TKW yang berangkat dari kota Riyadh dan ada sebagian yang berasal dari Abu Dhabi. Berikut beberapa curhatan tentang TKW yang kami dapati selama melakukan long trip tersebut.
Sulit Memperhatikan Shalat
Sudah sangat dimaklumi bahwa para TKI/TKW akan sangat mudah untuk menunaikan ibadah haji dari Saudi atau mungkin melakukan umroh beberapa kali. Jika kembali ke Indonesia, mereka sudah sangat akrab dipanggil masyarakat dengan sebutan Pak Haji, Bu Haji. Namun demikianlah aib mereka pun nampak ketika safar. Yang kami sedihkan semenjak berangkat dari kota Riyadh, sedikit sekali di antara mereka yang memperhatikan shalat lima waktu. Lihat saja selama perjalanan ketika transit, tidak satu pun beranjak menunaikan shalat kecuali seorang ibu-ibu yang mau diajak. Di tempat transit, amat sulit mencari musholla dan melakukan shalat berjama’ah. Alhamdulillah, kami pun dimudahkan oleh Allah untuk bisa berjama’ah. Kami bertemu dengan orang-orang Arab yang sama-sama berangkat dari Riyadh. Maklumlah di Saudi sudah sangat ma’ruf jika mereka sangat memperhatikan shalat berjama’ah. Akhirnya meskipun di ruang tunggu, kami tetap melaksanakan shalat di atas karpet yang terbentang luas. Walau mungkin terasa aneh bagi sebagian orang.
Tidak Disebut Muslim
Kembali pada masalah di atas. Label haji yang sering disandangkan masyarakat pada para TKI tadi, sungguh sangat disesalkan. Karena dalam tingkah laku mereka sendiri, hak Allah diinjak-injak. Kita tahu bahwa shalat lima waktu adalah rukun Islam yang utama. Bahkan di akhir hayat hidup khalifah ‘Umar, ia berkata, “Laa islama liman tarokash sholaah (tidak ada Islam bagi orang yang meninggalkan shalat)”. Artinya shalat itu begitu urgent sampai-sampai ‘Umar di akhir-akhir nafas beliau, masih sempat mengucapkan kalimat semacam itu. Jadi seakan-akan label haji sudah menjadikan mereka mendapati bau surga. Padahal keseharian mereka jauh dari Islam. Dan itu adalah tanda kebaikan haji mereka jadi tanda tanya karena setelah kebaikan haji malah diiringi setelahnya dengan perbuatan kufur meninggalkan shalat. Pahadal tanda diterima amalan kebaikan seseorang adalah setelah kebaikan diikuti dengan kebaikan selanjutnya. Sebagaimana kata para salaf, “Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya“. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 8/417). Ibnu Rajab menjelaskan hal di atas dengan perkataan salaf lainnya, ”Balasan dari amalan kebaikan adalah amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa melaksanakan kebaikan lalu dia melanjutkan dengan kebaikan lainnya, maka itu adalah tanda diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula barangsiapa yang melaksanakan kebaikan lalu malah dilanjutkan dengan amalan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan.” (Latho-if Al Ma’arif, hal. 394)
Akibat Tingkah Laku Mereka Sendiri
Sebagian TKI/ TKW yang kami temui, ada yang berkomentar bahwa majikannya itu brengsek. Entah masalah gaji lah, entah karena pekerjaan yang dibebankan banyak, itu yang sering mereka keluhkan. Kami cuma bisa bertutur saja dalam hati, “Pantas saja ia disiksa, diperlakukan tidak baik, bisa jadi itu akibat menyepelekan hak Allah.” Mungkin saja tingkah laku orang Arab yang kasar itu karena kelakukan TKI tersebut terhadap Allah yang amat jelek, di antaranya karena sering meninggalkan shalat.
Tidak selamanya kita mesti menyalahkan majikan Arab, namun seharusnya para TKI juga bisa introspeksi diri. Kenapa ada di antara mereka yang disiksa? Kenapa di antara mereka yang diperlakukan kasar? Mungkin saja itu teguran bagi mereka.
Ada TKW yang Diperkosa
Di antara kesalahan yang dilakukan para TKI adalah yang kami sebutkan di atas. Juga mudahnya para TKW diperlakukan tidak senonoh bahkan diperkosa oleh majikannya karena kesalahan mereka juga. Kenapa mereka mau mencari nafkah di negeri orang tanpa mahrom? Bukankah Allah dan Rasul-Nya telah melarangnya?
Dalam hadits disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ ثَلاَثًا إِلاَّ وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ
“Tidak boleh seorang wanita bersafar tiga (hari perjalanan) melainkan harus bersama mahromnya.” (HR. Muslim no. 1338 dan 1339, dari Ibnu ‘Umar). Lihat saja, para TKW pergi ke negeri orang lebih dari tiga hari, jelas itu melanggar aturan Allah.
Dalam hadits lainnya juga disebutkan,
لاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ ، وَلاَ يَدْخُلُ عَلَيْهَا رَجُلٌ إِلاَّ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ » . فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى أُرِيدُ أَنْ أَخْرُجَ فِى جَيْشِ كَذَا وَكَذَا ، وَامْرَأَتِى تُرِيدُ الْحَجَّ . فَقَالَ « اخْرُجْ مَعَهَا »
“Tidak boleh seorang wanita bersafar kecuali bersama mahromnya. Tidak boleh berkhalwat (berdua-duaan) dengan wanita kecuali bersama mahromnya.” Kemudian ada seseorang yang berkata, “Wahai Rasulullah, aku ingin keluar mengikuti peperangan ini dan itu. Namun istriku ingin berhaji.” Beliau bersabda, “Lebih baik engkau berhaji bersama istrimu.” (Diriwayatkan oleh Bukhari, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma). Lihat saja dalam hadits ini, meskipun mau berhaji, seorang wanita tetap wajib ditemani oleh mahromnya. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dalil-dalil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut menunjukkan diharamkannya safar wanita tanpa mahrom. Dan dalil-dalil tersebut tidak menyatakan satu safar pun sebagai pengecualian. Padahal safar untuk berhaji sudah masyhur dan sudah seringkali dilakukan. Sehingga tidak boleh kita menyatakan ini ada pengecualian dengan niat tanpa ada lafazh (pendukung). Bahkan para sahabat, di antara mereka memasukkan safar haji dalam hadits-hadits larangan tersebut. Karena ada seseorang yang pernah menanyakan mengenai safar haji tanpa mahrom, ditegaskan tetap terlarang.” (Syarh Al ‘Umdah, 2/174)
Belum lagi di antara para TKW yang tidak menjaga aurat dengan baik. Di luar rumah bisa jadi mereka memakai pakaian hitam-kitam yang tertutup rapat sampai menggunakan cadar sebagaimana yang terlihat pada wanita Saudi. Namun di dalam rumah atau ketika sudah meninggalkan Saudi, mereka tidak menjaga aurat dengan rapat bahkan sampai mencopot jilbabnya. Na’udzu billah … Maka pantas saja, ada yang diperkosa oleh majikan atau keluarga majikan karena sebab ini.
Tidak Semua Orang Arab Kejam
Opini di atas bukan ingin menyalahkan TKI/ TKW. Kami hanya ingin mengutarakan agar mereka pun bisa mengoreksi diri. Dan perlu diketahui pula bahwa kita tidak bisa selamanya terus menyalahkan majikan Arab sebagaimana sering dipojokkan di beberapa media. Ingat bahwa media yang memanas-manasi hal ini hanya ingin melariskan beritanya supaya jajanan mereka laku. Jadi wajar saja, berita TKW saat ini jadi masalah pokok di media-media. Namun patut kita ketahui bahwa tidak semua orang Arab atau majikan Arab itu kejam. Sebagian memang seperti itu, sama halnya di negeri kita ada juga majikan yang kejam karena orang Arab bukanlah semua keturunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau keturunan Abu Bakr yang amat santun. Namun tidak semua dari mereka yang memperlakukan pembantu rumah tangga seperti budak, sampai boleh disetubuhi (alias: zina). Tidak semuanya seperti itu. Ada yang tidak ingin wanita seorang diri jadi pekerja di rumahnya, maka si majikan minta agar suami-istri yang datang sekaligus sebagai pembantu rumah tangga. Banyak juga majikan yang sampai menghajikan para pembantunya, padahal mereka baru saja dua bulan menginjakkan kaki di tanah Arab. Ada pula yang begitu dermawan, buktinya para pelajar di Saudi bisa mendapatkan bantuan dari para muhsinin. Para muhsinin tersebut menyewakan rumah kepada para pelajar yang perhatian pada agama sehingga bisa ditempati oleh mereka dan keluarganya. Sewa rumah tersebut diberi dengan biaya yang tidak sedikit, sampai 20-an juta rupiah. Jadi tidak semua orang Arab itu kejam, tidak semuanya itu brengsek, tidak semuanya bengis. Tolonglah bersikap adil dalam menilai mereka!
Hentikan Pengiriman TKW
Dari kasus Ruyati yang jadi piramida masalah TKW saat ini, sebenarnya para TKW seharusnya bisa mengoreksi diri karena berbagai sisi alasan yang kami kemukakan di atas. Lihat saja mereka nekad mencari nafkah dengan melanggar aturan Allah dengan bepergian tanpa mahrom dan sebagian mereka yang sering buka-bukaan aurat, tidak menutup rapat di hadapan majikan. Ada seorang TKI yang berkata pada kami, “Saya bersyukur sekali jika TKW tidak dikirim lagi ke Saudi. Mereka hanya jadi rusak di sini. Bahkan di kota Jeddah, banyak di antara para TKW yang menjual diri.” Kami pun sepakat dengannya dalam hal ini. Pekerja lelaki jarang mendapati problema. Masalah yang paling sering terjadi adalah yang menimpa para TKW karena alasan dalil yang kami kemukakan di atas dan beberapa alasan lainnya. Maka kami pun satu kata dengan apa yang dikatakan TKI tadi.
Demikian sedikit curhat kami lewat tulisan ini. Ini hanya opini kami berdasarkan dalil-dalil yang kami rasa itu dilanggar oleh para TKW. Semoga Allah beri taufik.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
@ Soekarno Hatta Airport – Jakarta, 27th Rajab 1432 H (29/06/2011)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
semoga ini jadi bahan introspeksi bagi para TKW..
Jazakallahu khoir ya ustadz atas ilmu nya, mohon izin share…
Artikel yg bagus!
Yang mengganjal pikiran ana, mengapa Arab Saudi bisa mengizinkan/mengeluarkan visa bagi wanita yang berangkat tanpa mahrom bekerja di sana. Apakah KSA juga semata-mata ingin mendapatkan income dari perizinan tsb?
#luqman #aji
Agaknya pertanyaan ini kurang tepat diajukan kepada kami, silakan menghubungi pihak terkait (misal: kedutaan saudi). Ada baiknya kita memberikan udzur pada saudara kita siapapun sesama muslim, terutama pemerintahnya.
ijin share di facebook ya ustadz…
membaca artikel ini, terasa ada sesuatu yang mengganjal. secara umum, saya setuju, mulai dari bawah sampai ke atas. tapi tetap saja terasa ada yang mengganjal.
bahwa tidak semua atau bahkan sebagian besar majikan di sana adalah baik, ini adalah sangat mungkin. tapi adalah sangat ajaib bahwa para tkw itu bisa jadi pembunuh. sejak kapan mereka jadi pembunuh. lihatlah pembantu rumah tangga kita di indonesia. mereka adalah orang-orang yang lugu, apalagi jika mereka berasal dari pedalaman.
masalahnya sungguh lebih besar dari ini. karena itu saya merasa kurang setuju jika kita menyalahkan mereka (kesannya seperti ketika anak kita terlibat pertengkaran dengan anak tetangga, lantas alih-alih mencari kejelasan, kita justru lantas menyalahkan anak kita sendiri). sangat mungkin mereka (tkw itu) belum tahu tentang apa yang sudah biasa kita pelajari. mereka ini adalah bagian terbesar dari masyarakat kita yang lebih banyak memperoleh da’wah dari media terutama TV. dan siapakah yang lebih gencar dan efektif da’wahnya daripada TV dan orang-orang yang ada di belakangnya. dan pada saat yang sama, sangat kita sayangkan bahwa inilah yang menjadi santapan mereka mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. karena itu tidak heran jika aqidah dan akhlak mereka seperti apa yang mereka pelajari dari media.
hasilnya, inilah keajaiban itu dan berbagai keajaiban lainnya dalam masyarakat kita mulai dari kampung hingga ibukota.
maka dengan pertimbangan ini, saya lebih cenderung untuk menduga, bahkan sangat mungkin, sebagiannya adalah karena kesalahan kita. kita dalam arti yang luas. (akhukum fillaah)
izin share
punten ustadz, jika kita tahu hadis yang mulia ini yang mengatakan bahwa Tidak boleh seorang wanita bersafar tiga (hari perjalanan) melainkan harus bersama mahromnya mengapa mereka (majikan arab) masih menerima para TKW yang jelas-jelas pergi tanpa mahrom ??? Syukron Ustadz..
Assalamualaikum Warohmatullohi wabarokatuh,
Ana berasal dari dari daerah yang terkenal dengan kampung TKW/TKI. Ana tahu sendiri mereka yang berangkat ke KSA, banyak diantara yang sudah Percaya Diri dengan mengandalkan lulusan Ibtidaiyah bahkan tidak sekolah sama sekali, mungkin antum semua tahu kulaitas MI, MTS, MAN kita di daerah2 yang pengetahuan agamanya (bahkan bhs Arab sekalipun) tidak lebih baik dari sekolah2 negeri pada umumnya. Namun mereka nekat atas pengaruh makelar2 TKW yang tidak bertanggung jawab untuk berangkat ke KSA dengan iming2 senior2 mereka yg “kebetulan” sukses membangun rumah dan membeli parabola/video player didesanya. kenapa ana bilang “kebetulan sukses”, karena kalo ana perhatikan mereka juga awalnya berangkat dengan miskin ilmu pekerjaan PRT bahkan bahasa Arabnya nol, itu semua karena kebaikan majikan2 di KSA yang mungkin sabar dengan pembatu yg berkualitas rendah seperti itu. mereka berangkat tidak tahu cara mengepel lantai keramik, atau mengelap meja kaca, apalagi menggunakan mesin cuci. TKW2 seperti inilah yang kemudian menjadi sumber masalah bagi majikan2 yang sudah merasa “mengontrak/membeli tenaga babu tsb”.
Dan semua tahu, baik di Arab atau di negeri manapun tidak semua manusia baik ahlaknya, bahkan bisa jadi orang arab yg hidupnya pas2an dan berpendidikan rendah bahkan kasar juga mempunyai pembantu yg namanya TKW. Coba antum bayangkan dengan majikan yg seperti itu?.
ana berpikir, bahwa kita masih beruntung dengan KSA masih menerima PRT yang “nonskill” dari negeri kita, sehingga masih jutaan TKW yang bekerja di sana mampu memberi makan anggota keluarganya di Indonesia, hanya karena kesamaan religi dan history. Coba tanyakan kepada LSM Migran Care, apakah Taiwan, HK, Jepang, USA dll yang mereka agung2kan sebagai negara yang beradab mau menerima tenaga “NONSKILL” tsb?. ana kasihan dengan mereka para calon TKW yang karena berita bombastis atau komersial media atau cari muka pejabat ini, menyebabkan mereka tidak jadi berangkat ke KSA di saat negerinya sendiri belum mampu memberdayakan mereka. Jangankan mereka orang desa (non skill), yang sarjana saja susah cari kerja di negeri ini. Mudah2an para pejabat dan Tokoh2 Migrant Care bisa memberi solusi terhadap mereka2 itu.
namun yang paling tanpa kita sadari, pemberitaan tsb justru mengopinikan bahwa negera islam itu barbar dan zalim.
Semoga Alloh melindungi kita semua, dan Arab Saudi tetap bertahan sebagai negara penegak tauhid dengan segala fitnah yang dilontarkan kepadanya, dan juga pemerintah kita kemudian bisa memperbaiki manajemen penyaluran TKI/TKW yg lebih profesional lagi. Amin
satu hal lagi, ana setuju pengiriman TKW tanpa mahrom dihentikan, karena sangat bertentangan dengan syariah itu sendiri. Serahkan kepada suami/laki2 masalah mencari nafkah.
Salamu’alaikum Wr Wb,
Afwan ustad sekedar untuk mencoba bertukar pikiran, apakah kita sebagai seorang muslim diperbolehkan untuk lebih menitikberatkan kekurangan pihak yang ‘lemah’, baik secara materi, status pekerjaannya,intelektualitas, maupun kualitas lingkungan keIslamannya, daripada kekurangan pihak yang lebih ‘kuat’ dari sisi2 diatas, darimanapun asalnya?? bukankah pihak yg ‘lemah’ lebih berhak dibela daripada yang ‘kuat’…?
apakah Islam, membeda2kan asal seseorang? orang Indonesia maupun Saudi, sama kedudukannya bila ditimbang dari sudut pandang Quran dan Sunnah bukan…??
apakah ustad sudah menilai dengan adil perilaku sebagian para majikan sehingga tidak menimbulkan kesan bahwa Ustad sebagi Tholibul Ilmi disana “berstandar ganda” yaitu bila orang Arab Saudi tidak boleh diliat kelemahannya, tapi kalau orang kita sangat boleh………?? padahal siapakah pihak yang lebih berhak ditutupi kekurangannya,pihak yang ‘lemah’ atau yang ‘kuat’….???
Saya sendiri adalah WNI keturunan Arab, tetapi alhamdulillah Islam mengajarkan saya untuk berusaha adil dalm menilai, walaupun orang arab sama2 dihadapan ALLOH, kalau ada kelemahan yang merugikan kita atau orang lain, wajib untuk ditegur
Kalo menurut ana sih kalo majikannya mo menerima TKW yang tanpa mahrom, maka majikannya jelas ga beres.
Assalamu’alaikum…wr.wb.
Salam ukhwah…
Saya sangat setuju sekali, pengiriman TKI/TKW harus dgn mahromnya.
tapi, tetap yg wajib mncari nafkah itu adalah suami…..
Salam fillah…
salamu’alikum wr wb,
langsung saja, pertama perlunya lebih banyak himbauan kepada masyrakat Saudi untuk tidak menerima pekerja wanita dari luar negeri tanpa mahrom untuk diperkerjakan di dalam rumah tangga mereka.
kedua, perlunya peringatan dengan peraturan yang jelas, detail dan tegas tentang kewajiban dan hak majikan dan pekerja yang jika dilanggar mempunyai konsekwensi hukum yang keras.
salamu’alaikum wr wb,
alhamdulillahi Robbil a’alamiin ana menyakini Tauhid Islam dan syariatnya bukan lantaran karena ‘Saudi arabia’, jadi tidak mesti membelanya ketika dikritik karena kesalahan mereka sendiri.
wassalamu’alaikum
Disini saya mau adil aja. pembelaan terhadap negeri muslim boleh-boleh saja. karena kaum muslim itu ada yang baik dan ada yang tidak. tidak terkait apakah negara itu terkait dengan dakwah tauhid ahlus sunnah ataupun tidak…ga ada nyambungnya argumen farah. yang dititik beratkan adalah perbuatan tkw yang tidak sesuai syariat akan mengakibatkan balasan dari Allah padanya. perbuatan orang arab yang tidak sesuai syariat juga ada balasannya dari Allah, baik dunia maupun akhirat bila tkw/tki dan orang arab yang melanggar syariat itu berbuat maksiat kepada Allah dan menzholimi orang lain. jadi bukan bela2an, tapi inshof terhadap nawazil dan waqi’il ummah….sebaiknya ahlussunnah lebih konsen ke tashfiyah dan tarbiyah dulu daripada bahas masalah waqi’…jadi kalo orang2 sudah ngerti bener2 al-qur’an dan sunnah, mereka bisa inshof pula menilai waqi’il muashhiir al ummah dan nawazil. ini saran saya sama muslim.or.id…..jangan baru ngerti manhaj ahlussunnah dan tauhid ahlussunnah dikit sudah suu’ dhoon sama artikel inshof begini…