Donasi Muslim.or.id
Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
Donasi Muslim.or.id Donasi Muslim.or.id

Jangan Suka Melaknat (Bag. 2)

dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D. oleh dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
6 Oktober 2019
Waktu Baca: 5 menit
2
jangan suka melaknat
49
SHARES
273
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Baca pembahasan sebelumnya Jangan Suka Melaknat (Bag. 1)

Daftar Isi sembunyikan
1. Berhati-Hati dalam Melaknat
2. Hukum Melaknat dengan Bahasa General
3. Hukum Melaknat dengan Menyebut Person Tertentu

Berhati-Hati dalam Melaknat

An-Nawawi rahimahullah berkata,

“Ketahuilah bahwa melaknat seorang muslim yang terjaga (kehormatannya) itu haram berdasarkan ijma’ kaum muslimin. Namun boleh melaknat orang-orang yang memiliki sifat tercela, seperti ucapanmu, “Laknat Allah untuk orang-orang dzalim, laknat Allah untuk orang-orang kafir, laknat Allah untuk orang-orang Yahudi dan Nasrani, laknat Allah untuk orang-orang fasik, laknat Allah untuk tukang gambar (makhluk bernyawa, pen.), dan semacamnya.” (Al-Adzkar, hal. 303)

Majelis ilmu di bulan ramadan

Baca Juga: Hukum Bersumpah dengan Agama selain Islam

Hukum Melaknat dengan Bahasa General

Terdapat beberapa hadits yang menunjukkan bolehnya melaknat dengan bahasa general. 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَعَنَ اللهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى، اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

“Laknat Allah untuk orang-orang Yahudi dan Nashrani, mereka menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai masjid.” (HR. Bukhari no. 435, 436 dan Muslim no. 529)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَيْهِ، وَلَعَنَ اللهُ مَنْ غَيَّرَ الْمَنَارَ

“Laknat Allah untuk orang yang menyembelih untuk selain Allah, dan laknat Allah untuk orang yang melindungi penjahat (buron) [1], laknat Allah untuk orang yang melaknat kedua orang tuanya, dan laknat Allah untuk orang yang memindahkan (mengubah) tanda patok batas tanah.” (HR. Muslim no. 1978)

Baca Juga: Hukum Mencela Waktu (Masa)

Hukum Melaknat dengan Menyebut Person Tertentu

Adapun melaknat dengan menyebutkan nama person tertentu (misalnya, “Laknat Allah untuk si fulan A si pencuri itu”), maka terdapat perselisihan pendapat di antara ulama apakah diperbolehkan ataukah tidak. Sebagian ulama membolehkan, sebagian yang lain tidak membolehkannya. 

An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan,

“Adapun melaknat person tertentu yang melakukan maksiat, seperti Yahudi, Nashrani, orang zalim, pezina, tukang gambar, pencuri, pemakan riba, maka makna yang ditangkap dari hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa hal itu tidaklah haram. Namun Al-Ghazali rahimahullah mengisyaratkan haramnya hal tersebut, kecuali pada orang-orang yang kita ketahui bahwa dia meninggal di atas kekafiran, seperti Abu Lahab, Abu Jahal, Fir’aun, Haman, dan orang-orang semisal mereka. Al-Ghazali berkata, “Karena laknat itu berarti (berdoa) menjauhkan seseorang dari rahmat Allah Ta’ala. Sedangkan kita tidak mengetahui bagaimana kondisi akhir hidup orang fasik atau orang kafir ini. Al-Ghazali juga berkata, “Yang mendekati kalimat laknat adalah mendoakan kejelekan untuk orang lain, meskipun orang zalim. Seperti ucapan seorang yang terzalimi, “Semoga Allah tidak memberikan badan yang sehat untukmu, semoga Allah tidak menyelamatkanmu, dan ucapan semisal itu.” (Al-Adzkar, hal. 304)

Setelah membawakan perkataan An-Nawawi di atas, Syaikh Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qahthani rahimahullah menguatkan pendapat Al-Ghazali dengan berkata,

“Yang benar, wallahu a’lam, adalah pendapat Al-Ghazali yang mengatakan bahwa tidak boleh melaknat orang-orang yang telah diketahui memiliki maksiat tertentu, kecuali pada orang tertentu yang kita ketahui bahwa dia mati di atas kekafiran. Hal ini karena kita tidak mengetahui bagaimana akhir hidup orang fasik atau orang kafir ini. Betapa banyak kita melihat atau betapa banyak kita mendengar orang-orang yang terjerumus dalam maksiat dan kekafiran, kemudian Allah Ta’ala beri hidayah dan menutup hidupnya dengan kebaikan. Mereka menjadi penolong kebenaran setelah sebelumnya menjadi penolong kebatilan.” (Afaatul Lisaan, hal. 94)

Pendapat ini juga dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, dengan alasan yang sama, yaitu adanya kemungkinan orang tersebut untuk bertaubat.

Namun, wallahu a’lam, pendapat yang benar dalam masalah ini adalah pendapat ulama yang menyatakan bolehnya melaknat person tertentu sekalipun, namun dengan syarat bahwa mereka memang berhak untuk mendapatkan laknat. Jika tidak, maka yang mendoakan laknat tersebut telah berbuat kezaliman.

Baca Juga: Tidak Boleh Meyakini Kafirnya Orang Yahudi dan Nashrani?

Dari sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seekor keledai yang diberi cap (diberi tanda atau wasm) mukanya [2], beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

لَعَنَ اللهُ الَّذِي وَسَمَهُ

“Laknat Allah untuk orang yang melakukannya.” (HR. Muslim no. 2117)

Hadits di atas menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat person tertentu, yaitu orang yang memberi cap (wasm) pada binatang tersebut. Tentu bahasa di atas mengarah kepada person pelakunya, bukan laknat secara umum (general).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda setelah sebagian suku Arab membantai sahabat-sahabatnya terbaiknya secara licik dan culas,

اللهُمَّ الْعَنْ لِحْيَانَ، وَرِعْلًا، وَذَكْوَانَ، وَعُصَيَّةَ عَصَتِ اللهَ وَرَسُولَهُ

“Ya Allah, laknatlah bani Lihyan, bani Ri’l, bani Dzakwaan dan bani ‘Ushayyah. Mereka telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Muslim no. 675)

Hadits di atas juga menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat secara spesifik, dengan menyebutkan kabilah-kabilah Arab yang telah membantai sahabat terbaik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

Wallahu Ta’ala a’lam. [3]

Baca Juga:

  • Menjelaskan Bid’ah Bukan Berarti Memvonis Neraka
  • Hukum Operasi Plastik Untuk Kecantikan

[Selesai]

***

@Rumah Lendah, 16 Dzulhijjah 1440/17 Agustus 2019

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

 

Catatan kaki:

[1] Bisa juga dimaknai dengan melindungi pelaku bid’ah atau mensupport amalan-amalan bid’ah.

[2] Wasm adalah besi yang diberi tanda tertentu, kemudian dipanaskan, lalu ditempelkan ke bagian tubuh tertentu dari binatang sebagai penanda. Wasm diperbolehkan di selain wajah, misalnya di bagian pantat. Bahkan dianjurkan untuk hewan zakat agar diketahui bahwa hewan ini adalah hewan zakat sehingga dikembalikan di tempatnya.

[3] Disarikan dari kitab Afaatul Lisaan fii Dhau’il Kitaab was Sunnah, karya Syaikh Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qahthani rahimahullahu Ta’ala, hal. 90-94.

Tags: adabadab berbicaraadab Islamadab muslimAkhlakakhlak ahlussunnahakhlak muslimbahaya lisandosa lisanhukum melaknatlaknatlisanmelaknatmencaga ucapanmenjaga lisanNasehatsuka melaknatucapan laknat
SEMARAK RAMADHAN YPIA
dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.

dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.

Alumni Ma'had Al-'Ilmi Yogyakarta (2003-2005). Pendidikan Dokter FK UGM (2003-2009). S2 (MSc) dan S3 (PhD) Erasmus University Medical Center Rotterdam dalam bidang Virologi dan Imunologi (2011-2013 dan 2014-2018).

Artikel Terkait

Pertemuan dan perpisahan

Bertemu untuk Berpisah

oleh Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd
24 Maret 2023
0

Mereka yang bertemu di dunia, namun tidak berjumpa di akhirat

Tidak Bersemangat Menyambut Ramadan

Tidak Bersemangat Menyambut Ramadan

oleh Ari Wahyudi, S.Si.
23 Maret 2023
0

Ramadhan tinggal hitungan hari. Meskipun demikian tidak sedikit kita jumpai orang-orang yang notabene mengaku muslim

Puasa tapi tetap maksiat

Puasa, tetapi Tetap Bermaksiat

oleh Muhammad Idris, Lc.
22 Maret 2023
0

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).

Artikel Selanjutnya
Mencela Seseorang yang Sudah Meninggal Dunia

Mencela Seseorang yang Sudah Meninggal Dunia

Komentar 2

  1. Iqbal says:
    3 tahun yang lalu

    Assallamuallaikum warahmatullahiwabarakatuh
    Afawan ust
    Pertanyaan ana melenceng dari tema
    Ust ana iqbal
    Ana domisili jambi ana pengen dwkat dgn dakwah sunnah,yg ana inginkan bljr agama sambil kerja ada kerja
    Apakah d sini ada loker buat saya

    Balas
  2. Ahmad Aropudin says:
    3 tahun yang lalu

    semoga awloh meberikan taufiqnya amin

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Donasi Muslim.or.id