Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
MUBK Februari 2023 MUBK Februari 2023

Hukum Berobat dalam Tinjauan Syariat (Bag. 1)

dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D. oleh dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
16 April 2019
Waktu Baca: 3 menit
0
366
SHARES
2k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Ketika kita jatuh sakit, maka sebenarnya ada dua pilihan yang akan kita ambil, yaitu berobat atau didiamkan saja? Seorang ibu yang melihat anaknya jatuh sakit, biasanya panik dan langsung membawa anaknya ke dokter. Ibu mana yang tega melihat anaknya demam tinggi, tidak mau makan, atau kalau makan muntah, dan badannya lemah? Tetapi di sisi lain, ada pula seseorang yang sudah sakit parah namun bersikeras melawan sendiri penyakitnya, tidak mau berobat, padahal keluarganya telah membujuknya agar mau dibawa ke rumah sakit. Di luar masalah teknis yang lain seperti biaya dan jarak dari tempat berobat, haruskah kita berobat ketika jatuh sakit?

Baca Juga: Nasihat untuk Saudaraku yang Sedang Sakit

Hukum Berobat

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa hukum berobat adalah wajib jika meninggalkannya akan menimbulkan bahaya bagi tubuh. Seseorang yang terkena penyakit kanker misalnya, maka dengan izin Allah Ta’ala, jika anggota tubuh yang mengandung kanker tersebut dibuang, maka anggota tubuh yang lain akan selamat. Akan tetapi jika tidak dibuang, maka kanker tersebut akan menyebar dan menjalar ke seluruh tubuh sehingga dapat membahayakan anggota tubuh lainnya. Oleh karena itu, membuang anggota tubuh yang mengandung sel-sel kanker tersebut adalah obat yang bermanfaat. Sehingga dalam hal ini, memotong (membuang) sebagian anggota tubuh untuk menyelamatkan anggota tubuh lainnya hukumnya menjadi wajib.

Adapun rincian hukum berobat yang beliau rahimahullah jelaskan adalah sebagai berikut:

Pertama, jika betul-betul diketahui manfaatnya atau terdapat sangkaan (dugaan) kuat adanya manfaat suatu pengobatan atau terdapat kemungkinan timbulnya bahaya jika meninggalkannya, maka hukum berobat dalam hal ini adalah wajib.

Ke dua, jika terdapat sangkaan kuat manfaat suatu pengobatan, akan tetapi tidak ada bahaya yang nyata jika tidak berobat, maka hukum berobat dalam hal ini adalah sunnah.

Ke tiga, jika antara berobat dan tidak berobat kemungkinannya sama, maka lebih baik ditinggalkan (tidak perlu berobat) agar seseorang tidak menjerumuskan dirinya sendiri dalam bahaya tanpa dia sadari. (Lihat Syarhul Mumti’, 2: 464-465)

Baca Juga: Apakah Orang Sakit Boleh Meninggalkan Shalat?

Ulama lainnya memberikan perincian yang lain, yaitu kadang-kadang hukum berobat adalah wajib, kadang-kadang sunnah, kadang-kadang mubah, kadang-kadang makruh, dan kadang-kadang haram. Berobat dengan barang-barang yang haram, maka hukumnya haram. [1]

Selain itu, hukum berobat menjadi wajib apabila ada hak-hak orang lain yang akan terabaikan dengan adanya penyakit. Misalnya seorang suami yang terkena penyakit yang menghalanginya untuk berhubungan badan dengan istrinya, sedangkan terdapat obat (mujarab) yang sudah diketahui. Jika sang suami tidak mau berobat, hal tersebut justru akan menjerumuskan istrinya ke dalam masalah (yaitu kebutuhan biologisnya tidak terpenuhi), bahkan dalam perbuatan keji (yaitu selingkuh atau berzina). Orang yang ditimpa penyakit seperti ini, maka wajib baginya untuk berobat.

Kadang-kadang, disunnahkan untuk tidak berobat apabila penyakit tersebut tidak berpengaruh terhadap keselamatan ibadah atau tidak terkait dengan hak-hak orang lain. Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang terkena penyakit ayan (epilepsi),

إِنْ شِئْتِ صَبَرْتِ وَلَكِ الْجَنَّةُ وَإِنْ شِئْتِ دَعَوْتُ اللَّهَ أَنْ يُعَافِيَكِ

“Jika kamu mau, kamu bersabar, maka bagimu surga. Jika kamu mau, aku akan berdoa kepada Allah, sehingga Dia menyembuhkanmu.” (HR. Bukhari no. 5652 dan Muslim no. 2576)

Berobat dimakruhkan bila menggunakan hal-hal makruh atau akan menyebabkan dibukanya aurat, tanpa ada keperluan mendesak untuk itu. Dalam beberapa kasus lain, berobat hukumnya hanya mubah. [2]

Baca Juga:

  • Dianjurkan Menulis Wasiat Ketika Sakit
  • Keutamaan Menjenguk Orang Sakit

[Bersambung]

***

@Rumah Lendah, 26 Rajab 1440/2 April 2019

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1]     Silakan dilihat pembahasannya di sini: Terapi Auto urin: Halal atau Haram? (Bag. 1)

[2]    Disarikan dari penjelasan Syaikh Musthafa bin Al-‘Adawi hafidzahullah, dalam kata pengantar beliau terhadap buku Keajaiban Thibbun Nabawi, hal. 24-25.

Tags: berobatdokterfatwaFatwa Ulamaherbalhukum berobathukum berobat ke dokterilmu kedokterankesehatankesehatan islamkeutamaan orang sakitobatpengobatanpengobatan alternatifpengobatan Islampengobatan medispenyakitsakitthibbun nabawi
kenali bahaya syiah kenali bahaya syiah kenali bahaya syiah
dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.

dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.

Alumni Ma'had Al-'Ilmi Yogyakarta (2003-2005). Pendidikan Dokter FK UGM (2003-2009). S2 (MSc) dan S3 (PhD) Erasmus University Medical Center Rotterdam dalam bidang Virologi dan Imunologi (2011-2013 dan 2014-2018).

Artikel Terkait

nisbat kepada salafi

Fatwa Ulama: Apakah Menisbatkan Diri kepada Salafi Itu Tercela?

oleh dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
20 Januari 2023
1

Apakah salafi itu termasuk salah satu golongan? Apakah menisbatkan diri kepada salafi itu tercela?

sholat sunnah

Fatwa Ulama: Keutamaan dan Macam-Macam Salat Sunah

oleh dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
18 Januari 2023
0

Fadhilatus syaikh, kami ingin dijelaskan tentang salat sunah (shalat tathawwu’), baik dari segi keutamaan maupun macam-macamnya.

hizbiyyah

Fatwa Ulama: Mungkinkah Persatuan dalam Bingkai Hizbiyyah (Kelompok-Kelompok)?

oleh dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
12 Januari 2023
0

“Dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu).” (QS. Al-Baqarah: 137)

Artikel Selanjutnya
Membedakan Beberapa Model Doa, Apakah Termasuk Syirik Akbar ataukah Bukan

Membedakan Beberapa Model Doa, Apakah Termasuk Syirik Akbar ataukah Bukan

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah