Hadis Pertama
“Bertawassullah kalian dengan kedudukanku, sesungguhnya kedudukanku di sisi Allah sangat besar.” Atau: “Apabila kalian meminta kepada Allah, maka mintalah kepada-Nya dengan kedudukanku, sesungguhnya kedudukanku di sisi Allah sangat besar.”
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Hadis ini dusta dan tidak terdapat dalam kitab-kitab kaum muslimin yang dijadikan pegangan oleh ahlul hadis, dan tidak satu pun ulama menyebutkan hadis tersebut, padahal kedudukan beliau di sisi Allah ta’ala lebih besar dari kemuliaan seluruh nabi dan rasul.” (Qo’idah Jalilah fit Tawassul wal Wasilah hal 168. Dan lihat Iqtidlo’ Shiratil Mustaqim (2/783)).
Al’ Allamah Al Muhaddits Al Albani berkata, “Hadis ini batil, tidak terdapat dalam kitab-kitab hadis. Hadis ini hanya diriwayatkan oleh sebagian orang yang bodoh terhadap As Sunnah.” (At Tawassul Anwa’uhu wa Ahkamuhu hal 127).
Hadis Kedua
“Apabila kamu terbelit suatu urusan, maka hendaknya (engkau meminta bantuan dengan berdo’a) kepada ahli kubur” Atau “Minta tolonglah dengan (perantaraan) ahli kubur.”
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Hadis ini adalah dusta dan diada-adakan atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasar kesepakatan ahli hadis. Hadis ini tidak diriwayatkan oleh seorang pun dari para ulama dan tidak ditemukan sama sekali dalam kitab-kitab hadis yang terpercaya.” (Majmu’ Fatawaa (11/293)).
Ketika Imam Ibnul Qoyyim menyebutkan beberapa faktor penyebab para penyembah kubur terjerumus ke dalam kesyirikan, beliau berkata, “Dan di antaranya adalah hadis-hadis dusta dan bertentangan (dengan ajaran Islam), yang dipalsukan atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh para penyembah berhala dan pengagung kubur yang bertentangan dengan agama dan ajaran Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti hadis:
“Apabila kamu terbelit suatu urusan, maka hendaknya (engkau meminta bantuan) kepada ahli kubur.”
Dan hadis,
“Seandainya kalian berharap dan optimis walaupun terhadap sebuah batu, maka pasti batu itu akan mampu mendatangkan manfaat kepada kalian.” (Ighatsatul Lahfaan (1/243)).
Hadis Ketiga
Dari Anas bin Malik, Ketika Fatimah bintu Asad bin Hasyim ibunda Ali radhiallahu ‘anhu wafat, maka dia mengajak Usamah bin Zaid, Abu Musa Al Anshari, Umar bin Khattab dan seorang budak hitam untuk menggali liang kubur. Setelah selesai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk dan berbaring di dalamnya, kemudian beliau berkata:
“Allah adalah Zat yang menghidupkan dan mematikan. Dia Maha Hidup dan tidak mati, ampunilah bibiku Fatimah binti Asad. Ajarkanlah padanya hujjahnya dan luaskanlah tempat tinggalnya yang baru dengan hak nabi-Mu dan hak para nabi sebelumku, karena sesungguhnya Engkau adalah Zat Yang Maha Penyayang.”
Al ‘Allamah Al Muhaddits Al Albani berkata, “Hadis ini tidak mengandung targhib (anjuran untuk melakukan suatu amalan yang ditetapkan syariat) dan tidak pula menjelaskan keutamaan amalan yang telah ditetapkan dalam syariat. Sesungguhnya hadis ini hanya memberitahukan permasalahan seputar boleh atau tidak boleh, dan seandainya hadis ini sahih, maka isinya menetapkan suatu hukum syar’i. Sedangkan kalian (para penyanggah -pent) menjadikannya sebagai salah satu dalil bolehnya tawasul yang diperselisihkan ini. Maka apabila kalian telah menerima kedha’ifan hadis ini, maka kalian tidak boleh berdalil dengannya. Aku tidak bisa membayangkan ada seorang berakal yang akan mendukung kalian untuk memasukkan hadis ini ke dalam bab targhib dan tarhib, karena hal ini adalah sikap tidak mau tunduk kepada kebenaran, mengatakan sesuatu yang tidak pernah dikemukakan oleh seluruh orang yang berakal sehat.” (Lihat At Tawassul Anwa’uhu wa Ahkamuhu hal. 110 dan Silsilah Ahadits Addha’ifah wal Maudlu’at (1/32) hadits nomor 23. Beliau telah menjelaskan kelemahan hadis ini dan menjelaskan alasannya dengan rici, maka merujuklah ke buku tersebut).
Hadis Keempat
Dari Abu Sa’id Al Khudri secara marfu’:
Barang siapa keluar dari rumahnya untuk salat, kemudian mengucapkan: “Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepada-Mu dengan hak orang-orang yang berdo’a kepada-Mu, dan aku meminta kepada-Mu dengan hak perjalananku ini. Sesungguhnya aku tidaklah keluar dengan sombong dan angkuh, tidak pula dengan riya’ dan sum’ah. Aku keluar agar terbebas dari murka-Mu dan untuk mencari ridlo-Mu, maka aku meminta kepada-Mu untuk membebaskanku dari api neraka dan mengampuni dosa-dosaku, karena sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau.” Maka Allah akan menyambutnya dengan wajah-Nya dan 70000 malaikat akan memohonkan ampun baginya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (778), Ahmad (3/21) dan hadis ini telah didha’ifkan Al Allamah Al Albani dalam Silsilah Ahadits Adhdho’ifah (1/34) dan dalam At Tawassul hal. 99).
Syekh Fuad Abdul Baqi berkata dalam Az Zawaaid, “Sanad hadis ini berisi rentetan para perawi yang lemah, yaitu Athiyyah adalah Al Aufi, Fadlil ibn Mirzaq dan Al Fadl ibnul Muwaffiq. Mereka semua adalah rawi yang dha’if.”
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Adapun perkataan, ‘Aku meminta kepada-Mu dengan hak orang-orang yang meminta kepada-Mu’, diriwayatkan oleh Ibnu Majah akan tetapi sanad hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah. Sekiranya hadis ini berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka makna hadis ini adalah sesungguhnya hak orang-orang yang berdo’a kepada Allah adalah Allah kabulkan do’a mereka. Sedangkan hak orang yang beribadah kepada Allah adalah Allah memberikan pahala padanya. Hak ini Dia tetapkan atas diri-Nya sebagaimana firman-Nya,
“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (QS. Al Baqarah: 186)
Maka ini adalah permintaan kepada Allah dengan hak yang telah Dia wajibkan atas diri-Nya, sehingga persis do’a berikut ini:
“Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau.” (QS. Ali Imran: 194)
Dan seperti do’a ketiga orang yang berlindung ke goa, ketika mereka meminta kepada Allah dengan perantara amalan shalih mereka yang Allah telah berjanji untuk memberi pahala atas amalan tersebut.” (Majmu’ Fatawaa (1/369)).
Al ‘Allamah Al Albani berkata, “Kesimpulannya, sesungguhnya hadis ini dha’if dari dua jalur periwatannya dan salah satunya lebih berat kedha’ifannya daripada yang lain. Hadis ini telah didha’ifkan oleh Al Bushiriy, Al Mundziri dan para pakar hadis. Barangsiapa yang menghasankan hadis ini, maka sesungguhnya dia salah sangka atau bertasaahul (terlalu gampang dalam menilai hadis).” (Silsilah Ahadits Adhdha’ifah (1/38) nomor 24).
Hadis Kelima
Dari Umar ibn Al Khattab secara marfu’:
Ketika Adam melakukan kesalahan, dia berkata: “Wahai Tuhanku, aku memohon kepada-Mu dengan hak Muhammad agar Engkau mengampuniku. Maka Allah berfirman, “Wahai Adam, bagaimana engkau mengenal Muhammad, padahal Aku belum menciptakannya?” Adam berkata, “Wahai Tuhanku, ketika Engkau menciptakanku dengan tangan-Mu dan Engkau tiupkan ruh ke dalam diriku, aku mengangkat kepalaku, maka aku melihat tiang-tiang ‘arsy tertuliskan “Laa ilaaha illallah Muhammadun rasulullah”, maka aku tahu bahwa Engkau tidak menghubungkan sesuatu kepada nama-Mu, kecuali makhluk yang paling Engkau cintai”, kemudian Allah berfirman, “Aku telah mengampunimu, dan sekiranya bukan karena Muhammad tidaklah aku menciptakanmu.” (Diriwayatkan oleh Al Hakim (2/615) (2/3, 32/2) dan Al Hakim berkata: “Shahihul Isnad akan tetapi Adz Dzahabi menyalahkan beliau dengan perkataannya: Aku berkata, bahkan hadis ini maudhu’, Abdurrahman sangat lemah, dan Abdullah ibn Muslim Al Fahri tidak diketahui jati dirinya.”)
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Periwayatan Al Hakim terhadap hadis ini termasuk yang diingkari oleh para ulama, karena sesungguhnya diri beliau sendiri telah berkata dalam kitab Al Madkhal ilaa Ma’rifatish Shahih Minas Saqim, “Abdurrahman bin Zaid bin Aslam meriwayatkan dari ayahnya beberapa hadis palsu yang dapat diketahui secara jelas oleh pakar hadis yang menelitinya bahwa dialah yang membuat hadis-hadis tersebut.” Aku (Ibnu Taimiyah) katakan, “Dan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam adalah perawi dha’if (lemah) dan banyak melakukan kesalahan sebagaimana kesepakatan mereka (ahli hadis).” (Qo’idah Jalilah fit Tawassul hal 69).
Al Allamah Al Albani berkata, “Kesimpulannya sesungguhnya hadis ini Laa Ashla Lahu (tidak berasal) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak salah menghukuminya dengan batil sebagaimana penilaian dua orang Al Hafizh, Adz Dzahabi dan Al Asqalani sebagaimana telah dinukil dari keduanya.” (Silsilah Ahadits Addha’ifah 1/40).
Hadis Keenam
Dari Umayyah ibn Abdillah ibn Khalid ibn Usaid, ia berkata:
“Rasulullah pernah meminta kemenangan dengan (bantuan) orang-orang melarat dari kaum Muhajirin.” (Diriwayatkan Ath Thabrani dalam Al Kabir 1/269 dan disebutkan oleh At Tabrizi dalam Misykatul Mashabih 5247 dan Al Qurthubi dalam Tafsir-nya 2/26; Dalam Al Isti’ab 1/38, Ibnu Abdil Barr berkata, “Menurutku tidaklah benar kalau Umayyah ibn Abdillah adalah seorang sahabat Nabi, sehingga hadis di atas adalah hadis yang mursal.” Al Hafizh dalam Al Ishobah 1/133 berkata, “Umayyah bukanlah sahabat Nabi dan tidak memiliki riwayat yang kuat.” Al Albani dalam At Tawassul hal. 111 mengatakan, “Pokok permasalahan dalam hadis tersebut adalah status Umayyah. Tidak terbukti bahwa beliau adalah salah seorang sahabat, sehingga status hadis tersebut adalah hadis mursal dha’if.”)
Al Allamah Al Albani berkata, “Hadis ini dha’if sehingga tidak dapat digunakan sebagai hujjah.” Kemudian beliau berkata, “Seandainya hadis ini sahih, maka hadis ini semakna dengan hadis Umar, yaitu Umar meminta hujan dengan perantaraan doa Al Abbas, paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hadis orang buta (seorang lelaki buta yang meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendoakannya kepada Allah agar penglihatannya dikembalikan), yaitu bertawasul dengan doa orang salih (yang masih hidup-pent).” (At Tawassul Anwa’uhu wa Ahkamuhu hal 112).
Al Munawi berkata dalam Faidlul Qadir (5/219), “(Rasulullah) pernah meminta kemenangan maksudnya meminta kemenangan dalam peperangan sebagaimana firman Allah ta’ala:
“Jika kalian (orang-orang musyrikin) meminta kemenangan, maka telah datang kemenangan kepadamu.” (QS. Al Anfaal: 19)
Az Zamakhsyari mengatakan yang dimaksud dengan “meminta bantuan”, yakni meminta kemenangan dengan orang-orang melarat dari kaum Muhajirin, yaitu dengan doa kaum fakir yang tidak memiliki harta dari kalangan Muhajirin.
Hadis Ketujuh
Dari Abdullah ibn Mas’ud dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata,
“Hidupku baik bagi kalian, kalian bisa menyampaikan hadis dan akan ada hadis yang disampaikan dari kalian. Dan kematianku adalah kebaikan bagi kalian, amal-amal kalian akan dihadapkan kepadaku, jika aku melihat kebaikan aku memuji Allah karenanya dan jika aku melihat keburukan, aku akan memohon ampun kepada Allah bagi kalian.” (Diriwayatkan oleh An Nasa’i 1/189, Ath Thabrani dalam Mu’jamul Kabir 3/81/2, Abu Nu’aim dalam Akhbaru Ashbahan 2/205 dan Ibnu Asakir 9/189/2 dan Al Albani telah melemahkan hadis ini dalam Silsilah Ahadits Adhdha’ifah wal Maudhu’at 2/404).
Al Allamah Al Albani berkata, sesudah menyebutkan beberapa perkataan ulama tentang hadis ini, “Kesimpulannya, bahwa hadis ini dha’if dengan seluruh jalur periwayatannya, dan yang paling baik dari semua jalur tersebut adalah hadis mursal dari Bakr bin Abdil Muththallib Al Muzani, dan hadis mursal termasuk kategori hadis dha’if menurut para muhaddits. Adapun hadis dari Ibnu Mas’ud maka hadis itu khotho’ (salah), dan yang terburuk dari beberapa jalan jalur periwayatan hadis ini adalah hadis Anas dengan dua jalur periwatannya.” (Silsilah Ahadits Adhdha’ifah wal Maudlu’at 2/404-406).
***
Oleh: Abu Humaid Abdullah ibnu Humaid Al Fallasi
Diterjemahkan secara bebas oleh: Abu Umair Muhammad Al Makasari (Alumni Ma’had Ilmi)
Murajaah: Ustadz Aris Munandar
Artikel: muslim.or.id
semoga semakin banyak artikel2 yang berisi tentang ajaran islam yang benar yang bersumber dari Al-quran dan hadits sehingga umat muslim yang ada di indonesia ini terhindar dari kebodohan dan tidak terjerumus ke jalan yang sesat seperti yang dialami para pengikut ahmadiah.
Allahu akbar!
Jazakallahu khairan katsiran, semoga kita terhindar dari perbuatan syirik melakukan permohonan kepada selain Allah, SUBHANALLAH AMMAA YUSYRIKUUN
hadist dhaif tidak bisa di jadikan hujjah, apa lagi hadist palsu. wahai ikhwan semuanya, bukannya ana ingin menjelek2 kan manhaj ikhwan2, tapi untuk kita ketahui bersama bahwa hadist dhaif dan hadist palsu ini banyak dipakai oleh jama`ah tabligh di dalam kitap fadhilah amalnya, boleh ikhwan lihat itu semua. afwan ya ikhwan. jazakumullah.
Bismillah
ana sekali dengan komentarnya Akhi Machfudz…Barokalloh fiikum
ana setuju sekali dengan komentarnya Akhi Machfudz…Barokalloh fiikum
Saya jadi tahu mana hadis yang shahih dan bukan. Semoga kita selalu mendapat petunjuk untuk selalu mencoba menapaki jalan yang lurus dan penuh duri.
Mudah-mudahan Alloh SWT menjauhkan kita dari perbuatan Syirik
Alhamdulillah,,akhirnya syubhat2 yang tersebar di internet ttg tawassul ini bisa dibantah.
Jazakumullahu Khair.
Ana minta semua ikhwan dan ikhwat yang berdiri di atas sunnah untuk membantah pemahaman yang sesat dengan pemahaman Al qur-an dan sunnah
afwan akhi…
Kalau boleh usul, ada baiknya bila artikel di atas dimunculkan teks Arabnya,terutama teks haditsnya.
Syukran, Jazakallah.
alhamdulillan bertambah lagi ilmu ane
BISMILLAH. BERHATI-HATILAH DALAM MENYAMPAIKAN HADITS DHOIF WA MAUDHU’ DALAM RANGKA MENYESATKAN UMAT. SUNGGUH BERSIAP-SIAPLAH KALIAN DALAM MENCARI TEMPAT DUDUKNYA DINERAKA KARENA KEDUSTAAN MENYAMPAIKAN HADITS DHAIF WA MAUDU’TERSEBUT. OLEH KARENA ITU SAMPAIKAN HADITS ITU WALAU SEDIKIT TAPI SHAHIH, KARENA ITU AKAN MEMBAWA KEBAIKAN UMAT. HIDUPKAN SUNNAH WALAU BERAT ENGKAU MENJALANINYA. ANA IZIN COPAS YA. JAZAKUMULLAH KHAIRAN KATSIRO
Assalamu’alaykum,
Saya mohon idzin (terlambat) untuk menyebarluaskan da’wah ini
Syukran, Jazakallah .
Mendoakan orang yang sudah meninggal itu juga ibadah. jangan hanya karena malas tidak mau mendoakan orang yang sudah mati dan orang yang masih hidup, lalu menyebut dirinya sesuai qur’an hadist. Banyak-banyaklah ibadah bukan banyak menyerang dan mejelekkan orang. Maaf, ganjarannya neraka lho….
#Sri Sayekti Hadi
Semoga Allah merahmati anda.
– Sebaiknya jangan berburuk sangka bahwa orang yang tidak sering ke kuburan itu tidak mendoakan orang yang sudah meninggal. Karena mendoakan orang yang sudah meninggal dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja, tidak harus ke kuburan. Allah Ta’ala Maha Mendengar Doa.
– Terima kasih nasehatnya, sungguh merupakan nasehat berharga. Mudah2an Allah menjaga kita dari akhlak buruk tersebut.
– Mohon dibaca kembali artikel di atas, karena artikel ini bukan membahas tentang mendoakan orang yang meninggal, tetapi tentang berdoa kepada kuburan, meminta kepada kuburan, ngalap berkah dan menjadikan kuburan atau orang yang mati sebagai wasilah kepada Allah. Mohon dibaca dengan hati yang tenang dan pikiran yang jernih.
#Sri Sayekti Hadi
Tidak ada yang melarang mendoakan orang yang sudah meninggal, Tidak ada yang melarang menziarahi kuburan, tetapi dalam rangka mengingat mati dan mendoakan orang yang sudah meninggal. BUKAN DALAM RANGKA BERDO’A KEPADA ALLAH SWT DENGAN PERANTARAAN ORANG YANG SUDAH MENINGGAL. APA BEDANYA DENGAN ORANG KAFIR QURAIS, MEREKA MENGATAKAN KAMI TIDAK MENYEMBAH LATA, UZZA KECUALI KAMI HANYA MENJADIKAN PERANTARAAN DALAM MEMOHON KEPADA ALLAH AWT.
TIDAK ADA YANG MENJELEKAN ATAU MENYERANG ORANG, YANG DILAKUKAN ADALAH MEMBANTAH HUJJAH SESAT MEREKA YANG MENYESATKAN UMMAT, BISA DIBAYANGKAN BAGAIMANA KALAU TIDAK ADA YANG MEMBANTAH HUJAAH SESAT MEREKA, MAKA AGAMA INI AKAN HANCUR, BERCAMPUR DENGAN KESESATAN. MAKANYA PARA ULAMA MENJADIKAN SALAH SATU JIHAD DENGAN MELAWAN HUJJAH MEREKA. ORANG YANG DIAM DAN MENGETAHUI HAL INI SAMA SAJA DENGAN SETAN BISU.
semoga banyak yang mengambil faedah dari postng ini………….
Alhamdulillah ilmu semakin bertambah…kepada saudaraku2 perlahan-lahan & bersabarlah dalam membaca artikel ini, bila perlu berulang, sehingga artikel yg bagus ini subhanalloh sangat bisa menambah ilmu.
jazakalloh khoir…
Alham DUlillah di Website ini (Muslim.Or.Id) banyak sekali pengetatahuan Ilmu yang saya dapatkan, tentang ajaran islam yang benar yang bersumber dari Al-quran dan hadits,sehingga dari kebodohan saya dapat terhidari walaupun sejengkau demi sejengkau dan Insya Allah saya tidak terjerumus ke jalan yang sesat. Yang sselama ini saya ikut-ikutan yang tidak jelas ke shahihan-nya.