Yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat kita, sebagian yang ziarah kubur sering membawa Qur’an –terutama surat Yasin-, lalu membacanya di sisi kubur. Kita sepakat bahwa Al Qur’an adalah kalamullah dan surat Yasin adalah surat yang baik, mengandung pelajaran dan hikmah-hikmah penting di dalamnya. Namun apakah ketika ziarah kubur dituntunkan demikian? Ataukah ada tuntunan atau ajaran lainnya dari Rasul kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa silam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah ditanya, “Apakah membaca Al Qur’an di sisi kubur termasuk amalan yang tidak dituntunkan khususnya surat Fatihah dan Al Baqarah? Karena setahu saya setelah membaca kitab Ar Ruh karya Ibnul Qayyim bolehnya membaca Qur’an ketika pemakaman mayit dan setelah pemakaman. Beliau menyebutkan bahwa para salaf menasehati agar membaca Al Qur’an ketika pemakaman.
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata,
Membaca Al Qur’an di sisi kubur adalah di antara amalan yang tidak dituntunkan sehingga tidak boleh kita lakukan. Kita tidak boleh pula shalat di sisi kubur karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan seperti itu. Begitu pula hal tersebut tidak pernah dituntunkan oleh khulafaur rosyidin (Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali, -pen). Karena amalan tadi hanyalah dilakukan di masjid dan di rumah sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
اجْعَلُوا مِنْ صَلاَتِكُمْ فِى بُيُوتِكُمْ وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا
“Jadikanlah shalat kalian di rumah kalian dan jangan jadikan rumah tersebut seperti kubur” (HR. Bukhari no. 432 dan Muslim no. 777). Hadits ini menunjukkan bahwa kubur bukanlah tempat untuk shalat dan juga bukan tempat untuk membaca Al Qur’an. Amalan yang disebutkan ini merupakan amalan khusus di masjid dan di rumah. Yang hendaknya dilakukan ketika ziarah kubur adalah memberi salam kepada penghuninya dan mendoakan kebaikan pada mereka.[1]
Adapun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah penguburan mayit, beliau berhenti di sisi kubur dan berkata,
اسْتَغْفِرُوا لأَخِيكُمْ وَسَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ فَإِنَّهُ الآنَ يُسْأَلُ
“Mintalah ampun pada Allah untuk saudara kalian dan mintalah kekokohan (dalam menjawab pertanyaan kubur). Karena saat ini ia sedang ditanya” (HR. Abu Daud no. 2758. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Beliau sendiri tidak membaca Al Qur’an di sisi kubur dan tidak memerintahkan untuk melakukan amalan seperti ini..
Memang diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar -jika riwayat tersebut shahih- bahwa beliau melakukan seperti itu, alasan ini tidak bisa dijadikan pendukung. Karena yang namanya ibadah ditetapkan dari sisi Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam atau dari Al Qur’an. Perkataan sahabat tidak selamanya menjadi pendukung, begitu pula selainnya selain khulafaur rosyidin. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda mengenai khulafaur rosyidin,
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Wajib atas kalian berpegang tegus dengan ajaranku dan juga ajaran khulafaur rosyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah kuat-kuat ajaran tersebut dengan gigi geraham kalian” (HR. Tirmidzi no. 2676 dan Ibnu Majah no. 42. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih). Ajaran khulafaur rosyidin bisa jadi pegangan selama tidak menyelisihi ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar dan sahabat lainnya, maka itu tidak selamatnya bisa menjadi pegangan dalam hal ibadah. Karena sekali lagi, ibadah adalah tauqifiyah, mesti dengan petunjuk dalil. Ibadah itu tauqifiyyah, diambil dari Al Qur’an dan ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih.
Adapun perkataan Ibnul Qayyim dan sebagian ulama lainnya, itu tidak bisa dijadikan sandaran. Dalam masalah semacam ini hendaklah kita berpegang pada Al Qur’an dan As Sunnah. Amalan yang menyelisihi keduanya adalah amalan tanpa tuntunan. Jadi, kita tidak boleh shalat di sisi kubur, membaca Al Qur’an di tempat tersebut, berthawaf mengelilingi kubur, dan tidak boleh pula berdo’a kepada selain Allah di sana. Tidak boleh seorang muslim pun beristighotsah dengan berdo’a kepada penghuni kubur atau si mayit. Tidak boleh pula seseorang bernadzar kepada penghuni kabar karena hal ini termasuk syirik akbar. Sedangkan berdo’a di sisi kubur atau berdo’a pada Allah di sisi kubur termasuk amalan yang mengada-ngada.
Lalu Syaikh rahimahullah ditanya oleh salah satu muridnya, “Apalah Imam Ahmad telah rujuk secara perbuatan dari pendapat yang membolehkan berdo’a di sisi kubur? Jazakumullah khoiron, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan.
Diriwayatkan mengenai hal ini, namun aku sendiri tidak mengetahui keshahihannya seandainya beliau rujuk. Namun jika beliau membolehkannya (berdo’a di sisi kubur), maka beliau keliru, sama halnya dengan ulama lainnya. Dan Ibnu ‘Umar sendiri lebih afdhol dari Imam Ahmad. Sekali lagi, pegangan kita dalam ibadah adalah dalil Al Qur’an dan As Sunnah.
Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa’: 59).
وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ
“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (dikembalikan) kepada Allah.” (QS. Asy Syura: 10).
وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah.” (QS. Al Hasyr: 7). Amalan ini adalah permasalahan ibadah dan permasalah yang urgent sehingga seharusnya setiap muslim kembalikan pada ajaran Al Qur’an dan As Sunnah yang suci.
Ada yang bertanya lagi pada Syaikh Ibnu Baz, “Apakah engkau berpegang pada madzhab tertentu?”
Beliau rahimahullah menjawab, “Fatwa yang kukeluarkan tidaklah berdasarkan pada madzhab tertentu, aku tidak berpegang pada madzhab Imam Ahmad dan imam lainnya. Yang selalu jadi peganganku adalah firman Allah dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Baik pendapat tersebut terdapat pada madzhab Ahmad, Syafi’i, Malik, Abu Hanifah, atau Zhohiriyah atau pada sebagian ulama salaf di masa silam. Yang selalu jadi peganganku adalah dalil Al Qur’an dan As Sunnah. Saya tidak selalu berpegang pada madzhab Hambali atau madzhab lainnya. Sandaranku sekali lagi adalah pada firman Allah dan sabda Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan yang menjadi petunjuk dari kedua dalil tersebut dalam berbagai hukum. Inilah kewajiban yang harus diikuti setiap penuntut ilmu.
[Referensi: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/9920]
Fatwa di atas mengajarkan pada kita suatu pedoman yang penting dalam beragama. Hendaknya kita berpegang teguh pada dalil. Perkataan ulama atau ulama madzhab tidak selamanya bisa menjadi pegangan jika menyelisihi ajaran Al Qur’an dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini berbeda dengan sikap sebagian orang yang terlalu fanatik buta pada madzhab tertentu. Padahal para imam madzhab sendiri tidak memerintahkan kita untuk ikut pendapatnya, yang mereka anjurkan adalah ikutilah dalil.
Imam Abu Hanifah dan muridnya Abu Yusuf berkata, “Tidak boleh bagi seorang pun mengambil perkataan kami sampai ia mengetahui dari mana kami mengambil perkataan tersebut (artinya sampai diketahui dalil yang jelas dari Al Quran dan Hadits Nabawi, pen).”[2]
Imam Malik berkata, “Sesungguhnya aku hanyalah manusia yang bisa keliru dan benar. Lihatlah setiap perkataanku, jika itu mencocoki Al Qur’an dan Hadits Nabawi, maka ambillah. Sedangkan jika itu tidak mencocoki Al Qur’an dan Hadits Nabawi, maka tinggalkanlah.[3]
Imam Abu Hanifah dan Imam Asy Syafi’i berkata, “Jika hadits itu shahih, itulah pendapatku.”[4]
Imam Asy Syafi’i berkata, “Jika terdapat hadits yang shahih, maka lemparlah pendapatku ke dinding. Jika engkau melihat hujjah diletakkan di atas jalan, maka itulah pendapatku.”[5]
Terdapat riwayat shahih dari Imam Asy Syafi’i, beliau sendiri mengatakan, “Jika ada hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyelisihi pendapatku, maka beramallah dengan hadits tersebut dan tinggalkanlah pendapatku.” Dalam riwayat disebutkan, “Pendapat (yang sesuai hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) tersebut itulah sebenarnya yang jadi pendapatku.” Perkataan ini disebutkan oleh Al Baihaqi, beliau mengatakan bahwa sanadnya shahih[6].
Imam Ahmad berkata, “Barangsiapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia berarti telah berada dalam jurang kebinasaan.”[7]
Sekali lagi ulama dan imam madzhab bukanlah Rasul yang setiap perkataannya harus diikuti, apalagi jika menyelisihi dalil. Ibnu Taimiyah mengatakan, “Adapun menyatakan bahwa wajib mengikuti seseorang dalam setiap perkataannya tanpa menyebutkan dalil mengenai benarnya apa yang ia ucapkan, maka ini adalah sesuatu yang tidak tepat. Menyikapi seseorang seperti ini sama halnya dengan menyikapi rasul semata yang selainnya tidak boleh diperlakukan seperti itu.”[8]
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
@ KSU, Riyadh KSA, 15 Rabi’ul Awwal 1433 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
[1] Do’a ketika ziarah kubur sesuai ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ (وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ) وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ، أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
“Semoga keselamatan tercurah kepada kalian, wahai penghuni kubur, dari (golongan) orang-orang beriman dan orang-orang Islam, (semoga Allah merahmati orang-orang yang mendahului kami dan orang-orang yang datang belakangan). Kami insya Allah akan bergabung bersama kalian, saya meminta keselamatan untuk kami dan kalian.” (HR. Muslim no. 975)
[2] I’lamul Muwaqi’in, 2/211, Darul Jail
[3] I’lamul Muwaqi’in, 1/75
[4] Dinukil dari Shahih Fiqh Sunnah, 1/39, 41
[5] Majmu’ Al Fatawa, 20/211, Darul Wafa’
[6] Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 14/54-55
[7] Ibnul Jauzi dalam Manaqib, hal. 182. Dinukil dari sifat Shalat Nabi hal. 53
[8] Majmu’ Al Fatawa, 35/121, Darul Wafa’
—
Jadi selama ini saya dan keluarga saya banyak keliru. Karena kebiasaan setiap Ziarah kubur ke Makam Ayah , Nenek dan Saudara, kami selalu bawa Buku Surat Yasin dan membacanya didahului Surat Al Fatihah. Setelah selesai Alfatitah dan Yasin lalu biasanya baca doa untuk mayit dan diri dan semuanya.
Terima kasih atas keterangan dan nasihatnya.
Saya ingin mohon izin untuk mengkopi dan menyebar luaskan berita/ tulisan ini kepada saudara sesama muslim.
wassalam,
Sulaiman RM
Kalo saya sering jiarah ke makam orang tua saya, dan saya setiap jiarah menyempatkan diri untuk baca surat2 Al Quran, tahlil, istigfar, sholawat untuk Nabi saw. setelah itu saya berdoa untuk almarhum agar Allah mengampuni dosa2 mereka, di jauhkan dari siksa kubur, diterangkan kuburnya dan dan dilindungi dari siksa neraka serta agar Allah memasukan mereka ke dalam golongan orang2 sholeh dam memasukan mereka ke dalam surgaNya. dan untuk semua ahli kubur yg ada di makam itu dari golongan orang2 mukmim dan mukminat, muslimin dan muslimat.
@ Yadi
Sebaik2 petunjuk adalah petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maaf kalau ada yang berpendapat shalat di musholla yang di samping nya ada pekuburan tidak mengapa karena terhalangi dinding musholla bagaimana, apakah benar demikian?
Tidak dibenarkan
Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh mohon penjelasan terkait hadis ini ustadz, sebab banyak yg menjadikannya sebagai hujjah bahwa bolehnya mengirimkan al fatihah kepada mayit dan bolehnya baca Alquran di kubura (HR. At Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir No. 13613, Al Baihaqi dalam Syu’ab Al Iman No. 9294) jazakaallahu Khairan
alhamdulillah, tulisan yang singkat, jelas dan padat. jazakumullahu khoiron.. dan semoga Allah memberikan kemudahan, agar kita diberikan kemudahan utk mengambil petunjuk yang Allah ridhoi, dan diberikan kemudahan utk dpt menjauhi/meninggalkan jalan2 yang Allah mungkari
assalamualaikum…
sangat bermanfaat minta ijin copy…
itu ada hadis tentang do’a ziarah kubur.
Apakah do’a itu akan sampai kepada si mayit?
#Saiful
Sampai insyaa Allah
Assalamu’alaikum Ustad Muhammad A.T.
Terima kasih atas artikelnya sehingga menambah wawasan keislaman saya. Saya mohon izin untuk mengkopinya dan disampaikan pada para sahabat. Jazakallohu khoiran kasir
Mohon ijin Pa ustad,Temen-Teman kerja saya Suka Baca2 muslim.or.id memalui Handphone,tapi dengan keterbatasan Agak susah Baca nya,makanya Temen2 saya memberi amanat pada saya untuk di print biar lebih mudah membacanya
Apakah saya boleh saya copy paste Artikel2 yang ada di sini?
Ditunggu Kabarnya
Makasih :)
@ Firman
Sangat dibolehkan untuk diprint dan diperbanyak.
“Adapun perkataan Ibnul Qayyim dan sebagian ulama lainnya, itu tidak bisa dijadikan sandaran. Dalam masalah semacam ini hendaklah kita berpegang pada Al Qur’an dan As Sunnah. Amalan yang menyelisihi keduanya adalah amalan tanpa tuntunan. Jadi, kita tidak boleh shalat di sisi kubur, membaca Al Qur’an di tempat tersebut, berthawaf mengelilingi kubur, dan tidak boleh pula berdo’a kepada selain Allah di sana. Tidak boleh seorang muslim pun beristighotsah dengan berdo’a kepada penghuni kubur atau si mayit. Tidak boleh pula seseorang bernadzar kepada penghuni kabar karena hal ini termasuk syirik akbar. Sedangkan berdo’a di sisi kubur atau berdo’a pada Allah di sisi kubur termasuk amalan yang mengada-ngada.”
Maaf pak Ustadz, mau nanya, saya bingung waktu baca artikel diatas, jadi yang sebenarnya menurut hadist, waktu ziarah kubur, berdoa untuk simayit, disamping makam mayit tersebut boleh tidak?
@ Dodo
Berdo’a untuk kebaikan si mayit itu boleh, beda halnya dengan meminta do’a pada si mayit, ini yang masalah.
Assalamualaikum pak Muhammad Abduh Tuasikal,pak bolehkah ziarah kubur membawa tulisan doa doa (kadang nggak hafal)umpama surat kursi ,kita salin di kertas
pak
#titink riyani
Wa’alaikumussalam, untuk apa tulisan tersebut? Jika untuk dibaca, maka sudah dibahas hukumnya di artikel.
Pak yulian yth, jadi jawabannya belum dijawab pak.
#titink riyani
Jika tulisan tersebut untuk dibaca di kuburan, maka tidak boleh. Karena itu sama saja membaca Qur’an di kuburan. Alasan mengapa tidak dibolehkan, silakan ibu membaca lagi artikel di atas.
Saya menukil dari Kitab As Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang merupakan rujukan Syaikh Abdul ‘Aziz Bin Abdillah bin Baz sebagai berikut dibawah ini. Bagaimana menurut admin? ?
As Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
وأخرج سعد الزنجاني عن ابي هريرة مرفوعا: من دخل المقابر ثم قرأ فاتحة الكتاب, وقل هو الله أحد, وألهاكم التكاثر, ثم قال: إني جعلت ثواب ما قرأت من كلامك لأهل المقابر من المؤمنين والمؤمنات, كانوا شفعاء له ألى الله تعالى. وأخرج عبد العزيز صاحب الخلال بسند عن أنس مرفوعا: من دخل المقابر, فقرأ سورة يس, خفف الله عنه وكان له بعدد من فيها حسنات
(محمد بن عبد الوهاب ” مؤسسة الفرقة الوهابية ” في كتابه أحكام تمني الموت)
“Sa’ad al-Zanjani meriwayatkan hadits dari Abu Hurairoh ra secara marfu’: “Barang siapa mendatangi kuburan lalu membaca surah al-Fatihah, Qul Huwallahu Ahad dan al-Hakumuttakatsur, kemudian mengatakan: “Ya Allah, aku hadiahkan pahala bacaan al-Qur’an ini bagi kaum beriman laki-laki dan perempuan di kuburan ini”, maka mereka akan menjadi penolongnya kepada Allah”. Abdul Aziz – murid dari al-Imam al-Khollal -, meriwayatkan hadist dari sanadnya dari Anas bin Malik ra secara marfu’: Barangsiapa mendatangi kuburan, lalu membaca Surat Yasin, maka Allah akan meringankan siksa mereka, dan ia akan memperoleh pahala sebanyak orang-orang yang ada di kuburan itu.” (Muhammad bin Abdul Wahhab, Ahkam Tamanni al-Maut, hal. 75)
#Mas Derajad
Bagi kami sederhana saja,
– Landasan hukum seorang muslim itu Qur’an dan Sunnah yang shahih. Pendapat ulama jika sesuai dengan keduanya, maka itu yang diambil. Jika bertentangan, maka ditinggalkan.
– Andai Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab berbuat suatu bid’ah maka kita tidak ikuti bid’ah tersebut. Demikian juga halnya pada Syaikh bin Baz, Al Albani, atau para ulama yang lain.
– Kitab Ahkam Tamanni al-Maut telah diingkari oleh para ulama bahwa kitab tersebut adalah tulisan beliau karena banyak keanehan diantaranya: manuskripnya hanya 1 dan ditemukan di Leiden Belanda, serta tidak terdapat tanggal, tahun, dan nama penulis dengan tulisan tangan penulis pada manuskrip asli tersebut.
Aslmualikum mass..jujur sya masih bngung!!begini dalam shahih al bukhori kalau sya tidak salah baca maaff.d katakan “amalan itu tergantung pada niat” nah kalau kita baca suroh yasin d sisi kuburan tapi niat kita itu mendoakan. bukan memberi bacaan kepada yg sudah meninggal.nah itu gimana mas!!mohon jawaban nya.waslamualaikum
Amalan tergantung niat, jika amalannya sudah benar sesuai tuntunan agama. Jika belum benar, maka amalan tergantung niat dan tergantung kesesuaiannya dengan tuntunan.
Orang yang mencuri dengan niat untuk sedekah pada orang miskin, tentu tidak bisa dibenarkan walaupun niatnya baik.
@Yulian Purnama Saya ingin bertanya juga sederhana saja :
– Landasan saudara dan sebenarnya sama, yaitu Qur’an dan Sunnah. Tapi sudahkah cukup syarat kita untuk mengambil hukum dari keduanya? Karena memahami hukum untuk keduanya tidak cukup bisa berbahasa Arab, nahwu dan sharaf saja. Ada qaul ulama’, ijma’, qiyas, asbabun nuzul, asbabul wurud dll syarat yang harus kita penuhi. Saya merasa jahil, jika langsung baca suatu ayat atau hadits langsung keluarkan hukumnya.
– Kalau ulama’ anda sendiri bisa dihukumi ahlul bid’ah, karena tidak sesuai pemahaman anda sendiri (bukan karena ijma’ ulama yang mutawatir lainnya), sungguh sombong kita dengan beliau. Padahal kedalaman pemahaman kita terhadap Qur’an dan Sunnah tidak sebanding dengan keilmuan mereka.
– Kitab Ahkam Tamannil Maut jelas dinisbatkan atas As Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab. Beberapa ulama’ sealiran (beliau sebagai kelompok Wahabi) memberi pernyataan bahwa memang kitab tersebut adalah kitabnya. Jika ada kesempatan saya akan kutip beberapa pernyataan mereka.
Kebenaran hakiki hanya milik Allah
Hamba Allah yang dhaif
Dzikrul Ghafilin bersama Mas Derajad
#Mas Derajad
– Kita memang butuh penjelasan ulama, silakan mas cek artikel-artikel di web ini kami berusaha menukil penjelasan dari para ulama. Namun ketika ulama berbeda pendapat, tidak semua pendapat itu bisa diterima. Silakan simak:
https://muslim.or.id/manhaj/tidak-semua-pendapat-dalam-khilafiyah-ditoleransi.html
– Nah, berarti anda belum paham mengenai apa itu bid’ah dan siapa ahlul bid’ah. Tidak semua yang berbuat bid’ah itu menjadi ahlul bid’ah. Silakan baca artikel-artikel di web ini mengenai bid’ah, semoga diberi kepahaman oleh Allah. Silakan simak:
https://muslim.or.id/manhaj/ahlul-bidah-ataukah-bukan.html
– Itu bukan saya yang bilang mas, saya hanya menukil penjelasan dari para ulama. Silakan baca mas, mudah-mudahan anda bisa bahasa arab:
http://www.rouqyah.com/showthread.php?t=28786
Kebenaran hakiki hanya milik Allah, oleh karena itu kita berpegang pada AYAT ALLAH dan sabda Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai UTUSAN ALLAH.
Hamba yang faqir akan ampunan Rabb-Nya
Memurnikah Aqidah Menebarkan Sunnah bersama Muslim.Or.Id :)
Makasih Pak Yulian
ijin tulis
apakah mutlak tidak boleh sholat di kubur, mohon tanggapan
#diri
Yang dibolehkan hanya shalat jenazah, jika belum sempat menyalatkan di rumahnya. Dan ingat shalat jenazah tidak ada rukuk & sujudnya.
apakah dibenarkn kita menyiram makam pada waktu jiarah slama ini stiap saya jiarah kemakam istri saya slalu mmbawa air untuk nanti disiram kemakam sebanyak 3X
#aidil
Itu perkara yang tidak ada tuntunannya dalam agama
kl saya membaca semua ayat dalam al qur’an dengan tidak mengkususkan baca satu surat saja / TILAWAH,apa keluarga sy yang telah meninggal mendapatkan kebaikan sebagai mana pahala yang sy dapatkan…atas penjelasannya saya ucapkan terima kasih
#bunda ardhan
Mengirim pahala bacaan Qur’an tidak pernah dicontohkan oleh Nabi atau para sahabatnya. Masih banyak amalan lain yang bisa mengalirkan pahala kepada mayit, silakan baca: https://muslim.or.id/manhaj/amalan-yang-bermanfaat-bagi-mayit.html
saya ke makam orang tua saya telah meninggal dunia dan saya hanya bisa baca surat al fatihah dan surat al ikhlas, bagaimana hukumnya pak ustad
terima kasih
#ari eko
Banyak yang bisa dilakukan, bersedekah atas nama orang tua, beramal shalih, mendoakan mereka, dll. Adapun mengirim bacaan al Qur’an, tidak ada contohnya dari Nabi.
bila saya datang ke makam orang tua, saya hanya bisa baca surat al fatihah dan surat al ikhlas boleha dan bagaimana hukumnya?
#ari eko
Tolong baca kembali tulisan di atas dengan seksama
Saya pernah membaca hadist (tapi saya lupa, kalimatnya yang asli, dan perawinya siapa) intinya bgini
Rosulullah pernah melewati 2 makam, kmudian beliau berhenti dan mengatakan
Mayit ini di siksa karena kencingnya (tidak pernah dicuci setelah kencing)
Dan satunya karena mengadu domba.
Kemudian rosul mengambil pelepah kurma dan di letakkan di atas makam, kemudian bliau berdo’a agar selama pelepah itu belum layu maka diringankan siksa kubur 2 orang tsb
Kalo admin pernah mnemukan hadist ini tlong di tulis di koment ini dan saya mau tahu hadist itu shohih apa tidak?
Makasih sebelumnya
#Janerf
Hadits tersebut shahih, tapi Nabi bukan membacakan Al Qur’an.
Kalo shalat dipinggir makam boleh ?
Silahkan baca: http://tunasilmu.com/hukum-shalat-dan-berdoa-di-kuburan/
maaf,ralat.
terimakasih atas penjelasan ustadz derajad.
penjelasan dari ustadz derajad diatas”“Sa’ad al-Zanjani meriwayatkan hadits dari Abu Hurairoh ra secara marfu’: “Barang siapa mendatangi kuburan lalu membaca surah al-Fatihah, Qul Huwallahu Ahad dan al-Hakumuttakatsur, kemudian mengatakan: “Ya Allah, aku hadiahkan pahala bacaan al-Qur’an ini bagi kaum beriman laki-laki dan perempuan di kuburan ini”, maka mereka akan menjadi penolongnya kepada Allah”. Abdul Aziz – murid dari al-Imam al-Khollal -, meriwayatkan hadist dari sanadnya dari Anas bin Malik ra secara marfu’: Barangsiapa mendatangi kuburan, lalu membaca Surat Yasin, maka Allah akan meringankan siksa mereka, dan ia akan memperoleh pahala sebanyak orang-orang yang ada di kuburan itu.” (Muhammad bin Abdul Wahhab, Ahkam Tamanni al-Maut, hal. 75)”
penjelasan dari ustadz yulian “Landasan hukum seorang muslim itu Qur’an dan Sunnah yang shahih. Pendapat ulama jika sesuai dengan keduanya, maka itu yang diambil. Jika bertentangan, maka ditinggalkan”.
Yang saya tanyakan. jadi,kalau ulama itu melakukan yang bertentangan misalnya bid’ah yang katanya bid’ah itu sesat,apakah pantas kita masih mengikuti ulama tersebut?
jazakallah khairan..
#rahadian azinur
Apakah yang Anda maksud adalah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab? Berarti anda kurang cermat dalam membaca mas. Di komentar sebelumnya sudah saya katakan para ulama peneliti mengingkari bahwa kitab Ahkam Tamanni Al-Maut itu tulisan beliau.
Andai pun beliau menganjurkan bid’ah tersebut, maka kita tidak ikuti bid’ahnya. Namun bukan karena 1 kesalahan yang dilakukan ulama, kita boikot ulama tersebut. Karena ulama juga manusia tidak lepas dari salah, tidak ada yang bebas dari kesalahan. Coba Anda sebutkan siapa ulama yang tidak pernah salah.
Berbeda kasusnya jika ada seseorang yang diulamakan, namun sebagian besar yang diajarkan adalah bid’ah dan kesesatan, barulah kita tidak mengambil ilmu darinya.
Bid’ah itu sesat, namun bukan berarti pelakunya serta-merta jadi ahlul bid’ah atau orang sesat. Sama seperti misalnya anda berbohong, berbohong itu maksiat dan berdosa. Jika anda berbohong sekali apakah anda otomatis menjadi ahlul maksiat atau tukang pendosa? Jadi ketika kami menjelaskan perkara A, B, C itu bid’ah bukan berarti kami menuduh yang melakukannya itu otomatis ahlul bid’ah, otomatis sesat, otomatis neraka, dll. Salah kaprah.
Assalamu’alaikum Wr Wb..
Ustadz, bagaimana kalau ziarah ke makam rasul SAW lalu meminta bantuan kepada rasul agar disampaikan doa kita kpd allah SWT?
#ami
Wa’alaikumussalam, meminta bantuan kepada orang yang sudah meninggal itu terlarang. Allah Maha Mendengar doa anda.
Syukron, ijin copas ya admin.
trus ziarah itu dsana dsruh ngapain?
orang2 yg menganggap mmbca Alquran dkubran itu dla
rang Ziarahnya ngapain aja ya?
#shindex
Silakan simak: https://muslim.or.id/aqidah/adab-islami-ziarah-kubur.html
makin anyar aja nih mas broo updateannya http://goo.gl/fCtEfh