Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Beliau sampai hari Kiamat.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua buah kuburan. Lalu beliau bersabda:
إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِيْ كَبِيْرٍ،أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ، وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيْمَةِ
“Sungguh kedua penghuni kubur itu sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar namiimah (mengadu domba).”
Kemudian beliau mengambil pelepah kurma basah. Beliau membelahnya menjadi dua, lalu beliau tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong. Para sahabat bertanya, “Wahai, Rasulullah, mengapa Anda melakukan ini?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
“Semoga keduanya diringankan siksaannya, selama kedua pelepah ini belum kering.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 216 dan Muslim, no. 292)
Dalam redaksi lain disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيْرٍ، وَإِنَّهُ لَكَبِيرٌ
“Mereka berdua tidak disiksa karena perkara besar (dalam pandangan keduanya), namun sesungguhnya itu adalah perkara besar.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6055).
Berkaitan dengan lafadz ini, An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Para ulama telah menyebutkan dua tafsiran dalam hadits ini. Makna pertama. Itu bukanlah perkara besar dalam pandangan mereka berdua. Hal ini seperti firman Allah Ta’ala :
وَتَحْسَبُوْنَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللهِ عَظِيْمٌ (15)
“Dan kamu menganggapnya suatu perkara yang ringan saja, padahal hal itu pada sisi Allah adalah perkara yang besar.” (QS. An-Nuur: 15)
Makna kedua. Meninggalkan kedua perkara ini bukanlah sesuatu yang besar (susah). Dengan kata lain, kedua perkara ini adalah perkara yang mudah dan ringan untuk ditinggalkan. (Syarah Shohiih Muslim, 3/201).
Tidak Menjaga Diri Dari Kencing Adalah Dosa Besar
Salah satu penghuni kubur itu disiksa karena semasa hidupnya tidak menjaga diri dari kencing, yakni tidak menjaga diri dari percikan air kencingnya sendiri, tidak istinja’ atau bersuci setelah kencing sehingga tubuhnya terkena najis. Sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud tidak menjaga diri dari kencing adalah tidak menutupi diri ketika kencing. Semua pendapat ini saling melengkapi dan tidak saling bertentangan.
Dari hadits di atas, dapat kita simpulkan bahwa tidak menjaga diri dari kencing merupakan dosa besar, karena pelakunya diancam dengan siksa di Akherat.
Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi hafizhahullah menjelaskan bahwa pendapat yang paling kuat tentang pengertian dosa besar adalah segala perbuatan yang pelakunya diancam dengan api Neraka, laknat atau murka Allah di Akherat atau perbuatan yang mendapatkan hukuman had di dunia. Sebagian ulama menambahkan bahwa termasuk dosa besar adalah suatu perbuatan yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meniadakan iman bagi pelakunya, seperti sabda Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam: “Tidak beriman salah seorang dari kalian yang…” atau Nabi bersabda: “Bukan golongan kami orang yang…” atau Nabi berlepas diri dari pelakunya.” (Disarikan dari Ajwibah Mufidah an Masa-il Adidah, karya Syaikh Abdul Aziz ar Rajihi, hal. 1-4)
Haramnya Namimah (Adu Domba)
Namimah (adu domba) yaitu mengutip ucapan seseorang dan menceritakan perkataan tersebut kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan.
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama mengatakan
النَّمِيْمَةُ نَقْلُ كَلاَمِ النَّاسِ بَعْضِهِمْ إِلَى بَعْضٍ عَلَى جِهَةِ الإِفْسَادِ بَيْنهُمْ
“(Yang dimaksud dengan) namimah yaitu menyampaikan perkataan seseorang kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan di antara mereka.” (Syarh Nawawi untuk Shohiih Muslim, 1/214, Syamilah).
Namimah hukumnya haram, berdasarkan firman Allah Ta’ala :
وَلاَ تُطِعْ كُلَّ حَلاَّفٍ مَهِيْنٍ (10) هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيْمٍ (11) مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيْمٍ (12)
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa.” (QS. Al-Qalam: 10-12).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ
“Tidak akan masuk Surga orang yang suka mengadu domba.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 105)
Syafa’at dan Do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Para ulama menjelaskan bahwa sebab diringankannya adzab bagi kedua penghuni kubur itu adalah syafa’at dan do’a dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun pelepah basah yang ditancapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas kedua kuburan itu hanyalah sebagai penanda batas waktu diterimanya syafa’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi kedua penghuni kubur itu agar adzab keduanya diringankan. Inilah pemahaman yang benar.
Imam Muslim rahimahullah menyebutkan di akhir kitab Shohiih-nya, sebuah hadits yang panjang dari sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu tentang dua penghuni kubur yang disiksa, bahwasanya shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنِّي مَرَرْتُ بِقَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ، فَأَحْبَبْتُ بِشَفَاعَتِيْ أَنْ يُرَفَّهَ عَنْهُمَا مَا دَامَ الْغُصْنَانِ رَطْبَيْنِ
“Sesungguhnya aku melewati dua kuburan yang sedang disiksa. Maka dengan syafa’atku, aku ingin agar adzabnya diringankan dari keduanya selama kedua pelepah itu masih basah.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 3012).
Jadi, penyebab diringankannya adzab bukanlah adanya pelebah basah, akan tetapi karena syafa’at dan do’a dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini merupakan kekhususan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syaikh Ibnu Bazz rahimahullah mengatakan, “Pendapat yang mengatakan bahwa hal itu merupakan kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan pendapat yang benar. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menanamkan pelepah, kecuali di atas kuburan yang beliau ketahui penghuninya sedang disiksa. Dan beliau tidak melakukan hal itu kepada semua kuburan. Seandainya perbuatan itu Sunnah, tentu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan melakukannya kepada semua kuburan. Hal itu merupakan kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dikarenakan para Khulafa’ur Rasyidin dan tokoh besar sahabat tidak pernah melakukan hal itu. Kalau, seandainya itu diperintahkan, tentu mereka akan segera melakukannya. (Ceramah syaikh Ibnu Bazz ketika menjelaskan kitab Fathul Bari, 3/223).
Pemahaman Keliru Tentang Hadits Ini
Kaum muslimin rahimakumullah, ada sebagian muslim yang keliru dalam memahami hadits ini. Sebagian mereka mengatakan bahwa dianjurkan menanam pohon kurma atau pepohonan yang lain di atas kuburan. Mereka mengatakan bahwa penyebab diringankan adzab kedua penghuni kubur itu ialah karena kedua pelepah yang masih basah itu senantiasa bertasbih kepada Allah Ta’ala. Adapun pelepah yang sudah kering, maka tidak lagi bertasbih. Oleh karena itulah, mereka menanam pohon di atas kuburan agar adzab penghuni kubur terus diringankan.
Pendapat seperti ini bertentangan dengan Firman Allah Ta’ala:
وَإِنْ مِّنْ شَيْءٍ إِلاَّ يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لاَّ تَفْقَهُوْنَ تَسْبِيْحَهُمْ (44)
“Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.” (QS. Al Isra’: 44).
Sesungguhnya pelepah yang kering pun senantiasa bertasbih kepada Allah Ta’ala. Demikian pula debu, kerikil dan bebatuan di dalam tanah senantiasa bertasbih kepada-Nya. Seandainya penyebab diringankan adzab adalah tasbih, tentu tidak ada seorangpun yang mendapatkan siksa di dalam kuburnya, karena debu dan bebatuan yang berada di atas mayit juga bertasbih kepada Allah Ta’ala.
Maka, apakah pohon di kuburan dapat meringankan adzab? Tentu saja tidak. Seandainya pepohonan di atas kuburan dapat meringankan adzab, tentu orang yang paling ringan adzabnya adalah orang-orang kafir, karena kuburan mereka laksana taman yang besar disebabkan begitu banyaknya tanaman dan pepohonan yang mereka tanam di atas kuburan mereka.
—
Penulis: Muhaimin Azhuri (Buletin at-Taubah edisi ke-61)
Artikel Muslim.Or.Id
alhamdulillah, jazakumullahu khairan.
pr penting untuk kita semua (muslimin) mensosialisasikan wc umum yang bersih dan tidak bau. membiasakan bersih dan tidak bau di kamar mandi itu mudah tapi sulit. dan perkara bau di km itu tidak identik dengan masyarakat bawah. saya pernah masuk km sebuah restoran fastfood terkenal, eh km bau lho! padahal yang ke situ khan orang modern (maksud saya bukan masyarakat bawah).
syukron atas ilmunya,…
terima kasih, sungguh mendapatkan pencerahan dan menambah pengetahuan agama… saya baru tau loch??? makasih yach??? :D
wah semakin terang, syukron atas pencerahannya. semoga bermanfaat
Kalau saya punya perspektif begini, jangan-jangan karena batas waktu syafaat Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam itu cuma selama pelepah korma yang basah tadi, kemudian ada yang berpikir untuk ‘memperpanjangnya’ dengan cara menanam tumbuhan agar masa ‘basahnya pelepah tanaman’ tersebut lebih lama. Jadi siksa kuburnya bisa ditunda selama tanaman tersebut masih hidup. Kalau benar ada yang seperti itu, kalau dilihat dari perspektif kreatifitas, patut diakui itu sangat kreatif dalam mengakali hukum, tapi kalau dilihat dari perspektif syariat sudah jelas, pasti BID’AH.
sukron atas sharing ilmunya,
semoga memberi pencerahan bagi kita semua…
salam
asw. ya…mari kita saling mengingat bahwa amal 2 yang akan menjadi tameng membela kita mulai dari alam kubur sampai kiamat adalah
1. sholat, karena malaikat akan masuk lewat kepala, lantas sholat berkata , tidak ada tempatmu untuk masuk dari sini
2. Puasa,dan zakat. kedua ibadah ini berada dis ebelah kanan dan kiri.
3. ibadah sosial lainnya berada di kaki..
4. membaca Al quran dan menghafal serta mengamalkannya
5.menjadi syuhada, azab kubur tidak akan singgah dibadannya
jadi, kalau kita menghabiskan waktu untuk dakwah karena partai karena sekolah, karena jamaah, karena kelompok dan golongan, itu hanyalah amalan sosial yang tidak akan ditanya pertama kali di alam kubur. sholat, puasa dan zakatlah yang akan menbela. Diakhirat kelak yang akan dihisab pertama kali adalah sholat seorang hamba, kalau kurang, akan digenapkan oleh sholat sunnatnya…(lihat hadist tentang zab kubur dan tentang manfaat shoat)
semoga kita dijauhi dari siksa kubur…
Ternyata selama ini saya salah kaprah tentang menanam tanaman diatas makam, Alhamdulillah sekarang sudah tahu, Syukron. Tapi apakah bener sehelai daun yang jatuh di ats makam rasa sakit yang dirasakan Mayat sangat luar biasa?
Trimkasih ilmunya cuman ada yang menjangal….dg kalimat kalaau lah menanam pohon di atas kuburan bermanfaat bagi penghuni kuburan pastilaah orang kafir paling rinngan azabnya……..saya merasa konyol..kok bisa ya orang mu’min di samakan dg orang kafir….! Orang kafir jelas azabnya lah kalu mukmin sesuai prilakunya….