Donasi Muslim.or.id
Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
Donasi Muslim.or.id Donasi Muslim.or.id

Fatwa Ulama: Hakikat Perdukunan dan Hukum Mendatangi Dukun

dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D. oleh dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
3 Maret 2023
Waktu Baca: 3 menit
1
hukum mendatangi dukun
27
SHARES
152
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

 

Pertanyaan:

Majelis ilmu di bulan ramadan

Fadhilatus syekh, apakah yang dimaksud dengan al-kihanah (perdukunan)?

Jawaban:

Al-kihanah (perdukunan) itu diambil dari al-kahn, yaitu menebak-nebak dan mencari hakikat sesuatu dengan perkara yang tidak ada dasarnya. Pada zaman jahiliyah, dukun adalah profesi seseorang yang menjalin hubungan dengan setan untuk mencuri berita dari langit, kemudian mereka pun menceritakan berita tersebut. Mereka mengambil berita (kalimat) yang mereka dengarkan (padahal kalimat yang mereka dapatkan dari langit itu adalah dengan perantara setan-setan tersebut), kemudian mereka tambah-tambahi dengan ucapan-ucapan yang lain, lalu mereka beritakan kepada manusia. Jika terjadi sesuatu sesuai dengan yang mereka katakan, manusia pun menjadi tertipu. Manusia pun menjadikan dukun sebagai tempat untuk memutuskan perkara di antara mereka dan juga untuk menyelamatkan diri dari perkara di masa datang. Oleh karena itu, kami katakan, dukun adalah orang yang mengabarkan tentang perkara gaib di masa datang.

Adapun orang yang mendatangi dukun itu ada tiga macam,

Pertama, mereka yang mendatangi dukun, bertanya kepada dukun, namun tidak membenarkannya. Perbuatan ini hukumnya haram. Hukuman untuk pelakunya adalah tidak diterima salatnya selama empat puluh hari. Sebagaimana hal ini terdapat dalam hadis yang sahih riwayat Muslim, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

“Siapa saja yang mendatangi dukun, kemudian bertanya kepadanya, maka salatnya tidak diterima selama empat puluh hari atau empat puluh malam.” (HR. Muslim no. 2230)

Kedua, mereka yang mendatangi dukun, bertanya kepada dukun, dan juga membenarkannya. Ini adalah kekafiran terhadap Allah Ta’ala, karena membenarkan dukun yang mengklaim mengetahui perkara gaib. Perbuatan membenarkan ucapan manusia yang mengabarkan perkara gaib itu termasuk perbuatan mendustakan firman Allah Ta’ala,

قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ

“Katakanlah, ‘Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah.:” (QS. An-Naml: 65)

Mendustakan berita dari Allah dan Rasul-Nya adalah kekafiran. Oleh karena itu, terdapat dalam hadis yang sahih,

مَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

“Barangsiapa mendatangi dukun, lalu membenarkan apa yang diucapkannya, maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Tirmidzi no. 135, Ibnu Majah no. 639)

Ketiga, mendatangi dukun dan bertanya kepadanya, untuk menjelaskan hakikat dukun kepada masyarakat, dan untuk menjelaskan bahwa apa yang dia lakukan itu adalah perdukunan, penipuan, dan kesesatan. Perbuatan semacam ini diperbolehkan.

Dalilnya adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpapasan atau bertemu dengan Ibnu Shayyad, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyembunyikan sesuatu untuknya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadanya, apa yang beliau sembunyikan. Ibnu Shayyad menjawab, “Asap.” Maka, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اخْسَأْ فَلَنْ تَعْدُوَ قَدْرَكَ

“Menyingkirlah, Engkau tidak akan melampaui kemampuanmu.” (HR. Bukhari no, 6173 dan Muslim no. 2925)

Ini adalah tiga kondisi orang yang mendatangi dukun, yaitu mendatangi, dan bertanya kepadanya tanpa membenarkan, dan tanpa ada niat untuk mengetes dan mengungkap praktek perdukunannya. Hal ini haram, dan hukumannya adalah tidak diterima salatnya selama empat puluh hari. Kedua, mendatangi dan membenarkannya. Ini adalah kekafiran kepada Allah Ta’ala. Wajib bagi manusia untuk bertobat dari perbuatan tersebut dan kembali kepada Allah Ta’ala. Jika tidak, maka dia mati di atas kekafiran. Ketiga, mendatangi, bertanya kepadanya, dengan maksud untuk menguji (mengetes), dan menjelaskan kondisinya kepada manusia, maka hal ini tidak mengapa.

Baca Juga: Angka Keramat

***

@GAIA Cosmo Jogja, 6 Sya’ban 1444/ 26 Februari 2023

Penerjemah: M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

Diterjemahkan dari kitab Fiqhul Ibadaat, hal. 64-65, pertanyaan no. 32.

Tags: bahaya syirikdukunkesyirikanperdukunan
SEMARAK RAMADHAN YPIA
dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.

dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.

Alumni Ma'had Al-'Ilmi Yogyakarta (2003-2005). Pendidikan Dokter FK UGM (2003-2009). S2 (MSc) dan S3 (PhD) Erasmus University Medical Center Rotterdam dalam bidang Virologi dan Imunologi (2011-2013 dan 2014-2018).

Artikel Terkait

Pahala puasa

Fatwa Ulama: Mengapa Pahala Puasa Dikhususkan oleh Allah?

oleh dr. Abdiyat Sakrie
21 Maret 2023
0

Mengapa Allah ta’ala mengkhususkan ganjaran puasa dengan balasan dari-Nya?

Berpuasa tapi tidak salat

Fatwa Ulama: Berpuasa, tapi Tidak Salat Sama Sekali

oleh dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
16 Maret 2023
0

Fadhilatusy syaikh, bagaimana hukum orang yang berpuasa, namun tidak salat sama sekali?

hukum meninggalkan istri dan anak

Fatwa Ulama: Hukum Meninggalkan Istri dan Anak-Anak untuk Safar Bersama Istri Kedua

oleh dr. Abdiyat Sakrie
11 Maret 2023
0

Pertanyaan: Suami saya menikah lagi dan tinggal berbeda kota dengan saya berjarak 9 jam perjalanan. Dia pergi ke tempat istri...

Artikel Selanjutnya
donasi quran ramadhan

Berbagi Mushaf Alquran di Bulan Ramadhan Bersama Muslim.or.id

Komentar 1

  1. Muhammad Faizal Taufiq says:
    3 minggu yang lalu

    Assalamualaikum

    Semoga Pak Ustad selalu dalam keadaan sehat.
    Izin bertanya Pak ustad, apakah nomor riwayat hadis selalu sama isinya jika kita menggunakan referensi yang berbeda?
    Karena saya baru mencoba mencari hadis riwayat Bukhari no.6173 sesuai yang artikel Pak ustad tulis, tapi kok bisa berbeda ya? Apakah memang nomor hadis itu tidak selalu sama seperti nomor surat dan juz pada Al-quran?

    Mohon jawabannya Pak Ustad.
    Terima kasih

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah