Donasi Muslim.or.id
Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
Donasi Muslim.or.id Donasi Muslim.or.id

Menguak Hakikat Ibadah dan Ikrar Pemurnian Ibadah

Ari Wahyudi, S.Si. oleh Ari Wahyudi, S.Si.
5 September 2022
Waktu Baca: 4 menit
0
hakikat ibadah
548
SHARES
3k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter
Daftar Isi sembunyikan
1. Menguak Hakikat Ibadah
2. Ikrar Pemurnian Ibadah

Menguak Hakikat Ibadah

Allah berfirman,

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِیَعۡبُدُونِ

“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Majelis ilmu di bulan ramadan

Allah menciptakan kita untuk beribadah. Apakah makna ibadah? Berikut ini kami nukilkan keterangan Syekh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah di dalam Fath Al-Majid (hal. 17, cetakan Dar Ibnu Hazm). Beliau rahimahullah memaparkan sebagai berikut,

Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan, “Ibadah adalah melakukan ketaatan kepada Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah Allah yang disampaikan melalui lisan para rasul.” Beliau juga menjelaskan, “Ibadah adalah istilah yang meliputi segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridai-Nya, berupa ucapan maupun perbuatan, yang tampak maupun yang tersembunyi.”

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Ibadah berporos pada lima belas patokan. Barangsiapa dapat menyempurnakan itu semua, maka dia telah menyempurnakan tingkatan-tingkatan penghambaan (ubudiyah). Keterangannya ialah sebagai berikut:

Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Sedangkan hukum-hukum yang berlaku dalam kerangka ubudiyah itu terbagi lima: wajib, mustahab/sunah, haram, makruh, dan mubah. Masing-masing hukum ini berlaku meliputi isi hati, ucapan lisan, dan perbuatan anggota badan.”

Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Makna asal dari ibadah adalah perendahan diri dan ketundukan. Berbagai tugas/beban syariat yang diberikan kepada manusia (mukallaf) dinamai dengan ibadah dikarenakan mereka harus melaksanakannya dengan penuh ketundukan kepada Allah Ta’ala. Makna ayat tersebut (QS. Adz-Dzariyat: 56) adalah Allah Ta’ala memberitakan bahwa tidaklah Dia menciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Nya. Inilah hikmah penciptaan mereka.” Saya katakan (Syekh Abdurrahman), “Itulah hikmah yang dikenal dengan nama hikmah syar’iyah diniyah.”

Al-‘Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Makna beribadah kepada-Nya, yaitu menaati-Nya dengan cara melakukan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang. Itulah hakikat ajaran agama Islam. Sebab makna Islam adalah menyerahkan diri kepada Allah Ta’ala yang mengandung puncak ketundukan, perendahan diri, dan kepatuhan.” Selesai ucapan Ibnu Katsir.

Beliau (Ibnu Katsir rahimahullah) juga memaparkan tatkala menafsirkan ayat ini (QS. Adz-Dzariyat: 56), “Makna ayat tersebut adalah sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan makhluk untuk beribadah kepada-Nya semata tanpa ada sekutu bagi-Nya. Barangsiapa yang taat kepada-Nya, akan Allah balas dengan balasan yang sempurna. Sedangkan barangsiapa yang durhaka kepada-Nya, niscaya Allah akan menyiksanya dengan siksaan yang sangat keras. Allah Ta’ala pun mengabarkan bahwa diri-Nya sama sekali tidak membutuhkan mereka. Bahkan, mereka itulah yang senantiasa membutuhkan-Nya di setiap kondisi. Allah Ta’ala adalah pencipta dan pemberi rezeki bagi mereka.”

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhu mengatakan mengenai ayat ini, “Maknanya adalah tujuan-Ku (menciptakan mereka) adalah agar mereka Aku perintahkan beribadah kepada-Ku.” Sedangkan Mujahid mengatakan, “Tujuan-Ku (menciptakan mereka) adalah untuk Aku perintah dan Aku larang.” Tafsiran serupa ini juga dipilih oleh Az-Zajjaj dan Syaikhul Islam rahimahullah.

Beliau (Ibnu Katsir rahimahullah) mengatakan, “Tafsiran ini didukung oleh makna firman Allah Ta’ala,

أَیَحۡسَبُ ٱلۡإِنسَـٰنُ أَن یُتۡرَكَ سُدًى

‘Apakah manusia itu mengira dia dibiarkan begitu saja dalam keadaan sia-sia.’ (QS. Al-Qiyamah: 36). Asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan tafsiran ‘sia-sia’ yaitu, ‘(Apakah mereka Aku biarkan) tanpa diperintah dan tanpa dilarang?!'”

Sampai di sini keterangan yang kami nukil dari Fath Al-Majid.

Dengan memperhatikan keterangan beliau di atas, dapat disimpulkan bahwa:

Pertama, Ibadah adalah tujuan hidup kita.

Kedua, Hakikat ibadah itu adalah melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridai dengan penuh ketundukan dan perendahan diri kepada Allah.

Ketiga, Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya.

Dengan demikian, orang yang benar-benar mengerti kehidupan adalah yang mengisi waktunya dengan berbagai macam bentuk ketaatan, baik dengan melaksanakan perintah maupun menjauhi larangan. Sebab dengan cara itulah tujuan hidupnya akan terwujud. Semoga Allah memberikan taufik dan pertolongan-Nya kepada kita untuk menjadi hamba-Nya yang sejati, yang tunduk dan patuh kepada Rabb Penguasa jagad raya, bukan menjadi budak hawa nafsu dan ambisi-ambisi dunia.

Baca Juga: Hikmah Agung Ibadah Wudu

Ikrar Pemurnian Ibadah

Firman Allah Ta’ala,

إِیَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِیَّاكَ نَسۡتَعِینُ

”Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” (QS. Al-Fatihah: 5)

Syekh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan sebagai berikut,

Ayat ini bermakna “Kami mengkhususkan ibadah dan permintaan tolong tertuju hanya kepada-Mu.” Sebab didahulukannya penyebutan objek pembicaraan (Engkau, yaitu Allah) menunjukkan ada maksud pembatasan. Hakikat dari pembatasan itu adalah menetapkan suatu hukum terhadap objek yang disebutkan serta menafikannya dari segala sesuatu selainnya. Seolah-olah orang ini mengatakan, “Kami beribadah kepada-Mu dan tidak akan beribadah kepada selain diri-Mu. Dan kami juga meminta pertolongan kepada-Mu dan tidak akan meminta pertolongan kepada selain diri-Mu.” Didahulukannya (penyebutan) ibadah sebelum permintaan tolong merupakan bentuk ungkapan mendahulukan sesuatu yang bersifat umum sebelum yang bersifat khusus. Selain itu, motifnya adalah untuk menunjukkan bahwa hak Allah Ta’ala harus dijunjung tinggi di atas hak semua hamba-Nya.

Ibadah itu sendiri hakikatnya adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridai-Nya, yang berupa perbuatan maupun ucapan, yang tampak maupun yang tersembunyi. Sedangkan makna dari isti’anah/ permintaan tolong adalah bersandar kepada Allah Ta’ala dalam rangka meraih kemanfaatan dan menepis bahaya. Hal ini diiringi dengan kepercayaan yang kuat terhadap Allah dalam upaya untuk memperoleh itu semua.

Menunaikan ibadah kepada Allah dan meminta pertolongan kepada-Nya, sebenarnya itulah sarana untuk menggapai kebahagiaan abadi serta jalan untuk menyelamatkan diri dari segala bentuk keburukan. Oleh sebab itu, tidak ada jalan untuk menemukan keselamatan, kecuali dengan merealisasikan keduanya (ibadah dan isti’anah). Suatu ibadah baru bisa disebut ibadah yang benar apabila diambil dari tuntunan Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam serta dikerjakan dengan ikhlas mengharapkan wajah Allah. Dengan dua syarat itulah ibadah menjadi ibadah yang sebenarnya.

Sedangkan maksud dari penyebutan isti’anah setelah ibadah (padahal isti’anah juga bagian dari ibadah itu sendiri) adalah demi menunjukkan betapa besar kebutuhan seorang hamba terhadap pertolongan Allah dalam rangka mewujudkan semua ibadah yang dilakukannya. Sebab, seandainya Allah tidak memberikan pertolongan kepadany,a niscaya apa pun yang diinginkan olehnya tidak akan tercapai, baik dalam mengerjakan perintah maupun menjauhi larangan. (Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 39)

Baca Juga:

  • Untukmu yang Sedang Malas Beribadah
  • Hukum Ibadah ketika Tercampur dengan Riya’

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

Artikel: www.muslim.or.id

Tags: amal ibadahaqidah islamfikih ibadahibadahibadah sunnahibdah wajibManhajmanhaj salafmemurnikan ibadahpanduan ibadahSunnahTauhid
SEMARAK RAMADHAN YPIA
Ari Wahyudi, S.Si.

Ari Wahyudi, S.Si.

Alumni S1 Biologi UGM, Alumni Ma'had Al Ilmi Yogyakarta, penulis kitab "At Tashil Fi Ma'rifati Qawa'id Lughatit Tanzil".

Artikel Terkait

Tabarruk

Tabarruk Kepada Jasad Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

oleh Yulian Purnama, S.Kom.
27 Februari 2023
0

Dalam sebuah hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata, أنَّ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ أَتَى مِنًى،...

kesesatan

Kesesatan yang Paling Parah

oleh Ari Wahyudi, S.Si.
17 Februari 2023
0

Firman Allah Ta'ala, وَمَنۡ أَضَلُّ مِمَّن یَدۡعُوا۟ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَن لَّا یَسۡتَجِیبُ لَهُۥۤ إِلَىٰ یَوۡمِ ٱلۡقِیَـٰمَةِ وَهُمۡ عَن دُعَاۤىِٕهِمۡ...

tafsir tauhid

Memahami Tafsir Tauhid

oleh Ari Wahyudi, S.Si.
13 Februari 2023
0

Bismillah. Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam. Selawat dan salam semoga tercurah kepada nabi kita Muhammad, para sahabatnya,...

Artikel Selanjutnya
Fikih Muamalah

Serial Fikih Muamalah (Bag. 7): Sebab-Sebab Memperoleh Kepemilikan Tidak Sempurna

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Donasi Muslim.or.id