Semua orang tentu mendambakan keselamatan dan kebahagiaan, sehingga apabila ada bencana yang mengancam mereka pun berusaha menangkalnya. Dan jika bencana sudah menimpa, maka berbagai cara pun ditempuh untuk menghilangkannya. Dalam keadaan seperti ini, orang yang tidak memiliki pemahaman tauhid yang benar sangat rawan terjerumus dalam kesyirikan. Jangan sampai kita menolak bala tapi mengundang murka.
[lwptoc]
Hanya Allah Sumber Keselamatan
Seorang muslim harus yakin bahwasanya hanya Allah lah yang menguasai seluruh kebaikan dan mudharat, baik yang belum menimpa maupun yang sudah menimpa. Allah ta’ala berfirman, “Katakanlah: Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudhratan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya? Katakanlah: Cukuplah Allah bagiku, kepada-Nya lah bertawakal orang-orang yang berserah diri.” (QS. Az Zumar [39]: 38)
Ayat ini dan ayat-ayat yang semacamnya memupus ketergantungan hati kepada selain Allah dalam meraih kebaikan atau menolak madharat, dan menunjukkan bahwasanya ketergantungan hati kepada selain Allah itu termasuk perbuatan mempersekutukan-Nya.
Prinsip Penting Dalam Pengambilan Sebab
Seorang yang ingin meraih manfaat atau menolak mudharat tentunya berusaha menempuh sebab demi tercapainya keinginannya. Dalam menempuh sebab ini ada tiga pedoman yang harus diperhatikan:
- Sebab yang ditempuh harus diizinkan oleh syariat, baik yang terbukti dengan jalan wahyu maupun yang diperoleh berdasarkan pengalaman.
- Tidak boleh bersandar kepada sebab, tetapi harus senantiasa menyandarkan hati kepada pencipta dan penguasa sebab yaitu Allah ‘azza wa jalla, dengan tetap bersemangat mencari sebab-sebab yang bermanfaat.
- Harus diyakini bahwa sekuat apapun sebab tetap ditentukan oleh takdir dari Allah. Bisa jadi hukum sebab akibat itu dibiarkan berjalan sebagaimana biasa dan bisa juga sebaliknya.
Bergantung Kepada Selain Allah
Suatu saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat ada seseorang yang mengenakan gelang dari bahan kuningan, maka Nabi pun bertanya kepadanya, “Apa ini?”, orang itu menjawab, “Ini aku pakai karena aku sakit”. Maka Nabi bersabda, “Lepaskan saja itu, karena ia tidak akan menambah kepadamu kecuali kelemahan, sungguh jika engkau mati sementara gelang itu masih kau kenakan niscaya engkau tidak akan selamat selama-lamanya.” (HR. Ahmad)
Pelajaran yang bisa dipetik dari hadits ini adalah bahwasanya orang yang mengenakan gelang dan semacamnya dalam rangka menolak bala atau menghilangkannya termasuk perbuatan syirik karena Nabi bersabda, “jika engkau mati sementara gelang itu masih kau kenakan niscaya engkau tidak akan selamat selama-lamanya,” ditepisnya keselamatan menunjukkan bahwa orang yang melakukannya pasti mendapatkan kebinasaan dan kerugian.
Baca Juga: Sembelih Kerbau sebagai Tolak Bala Merapi
Hukum Mengalungkan Tamimah
Tamimah adalah sesuatu yang dikalungkan untuk menolak bala, orang Arab dahulu biasa memakaikannya pada anak-anak untuk menjaga mereka dari gangguan mata jahat (‘ain). ‘Ain ini bila menimpa seseorang dapat membuatnya jatuh sakit secara tiba-tiba. Bahan tamimah bisa terbuat dari kerang, batu, kayu, akar, kulit, kain atau bahan apapun yang dipakai untuk tujuan menolak bala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengalungkan tamimah maka dia telah berbuat syirik.” (Hadits shohih, diriwayatkan oleh Imam Ahmad). Dan hukum mengenakan tamimah menjadi syirik akbar jika pelaku meyakini bahwa benda yang dipakainya itu bisa memberikan pengaruh sediri di luar kehendak Allah. Adapun jika dia meyakini bahwa itu sekedar sebab saja maka hukumnya syirik ashghor. Namun seseorang tidak boleh meremehkan syirik ashghor, karena tingkah polah hati sering kali cenderung bersandar kepada sebab. Terlebih lagi syirik ashghor yang penampakannya sangat samar adalah dosa terbesar seorang muslim, yang kadarnya lebih berat daripada dosa berzina, mencuri dan semacamnya maka tidak ada kata lain kecuali waspada.
Muslim Tetapi Musyrik
Orang yang memakai tamimah atau jimat tergolong musyrik dengan jenis syirik ashghor, tapi statusnya masih muslim. Karena hanya dosa syirik akbar dan yang sederajatlah yang dapat membatalkan keislaman seseorang. Dalam sebuah riwayat yang dibawakan Ibnu Abi Hatim diceritakan bahwa suatu saat Hudzaifah melihat ada seseorang yang memakai tali untuk mengobati demam yang dideritanya, maka beliau pun memutus tali tersebut sambil membaca firman Allah, “Dan sebagian besar mereka tidak beriman kepada Alloh melainkan dalam keadaan mempersekutukan-Nya.” (QS. Yusuf [12]: 106). Maksudnya adalah mereka beriman dengan rububiyah Allah tetapi mengingkari uluhiyyah Allah.
Ayat di atas tidak mesti digunakan sebagai hujjah (alasan) untuk mengingkari syirik akbar, akan tetapi bisa dipakai untuk mengingkari syirik ashghor. Hal ini karena syirik ashghor dan syirik akbar sama-sama dari jenis syirik, sehingga tepatlah Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berdalil dengan memakai ayat ini.
Berserah Diri Hanya Kepada Allah
Apabila kita cermati baik-baik maka ternyata kunci utama agar kita terbebas dari ketergantungan kepada selain Allah adalah dengan bertawakal kepada-Nya. Oleh karena itulah Allah memerintahkan untuk mengatakan, “Cukuplah Allah bagiku” dan Allah tegaskan bahwa orang yang bertawakal itu senantiasa menyerahkan urusannya kepada Allah ta’ala. Ini artinya orang yang tidak bertawakal kepada-Nya maka tidaklah ia disebut orang yang bertawakal. Bahkan dia telah kehilangan kesempurnaan atau bahkan seluruh imannya, sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam firman-Nya, “Kepada Allah lah orang-orang yang beriman menyerahkan diri.” (QS. At Taubah [9]: 51). Dan barangsiapa yang menyerahkan urusan kepada selain-Nya maka dia akan dihinakan dan tidak akan mendapatkan apa yang diharapkannya.
Memang demikianlah keadaannya, segala yang dijadikan sandaran oleh manusia untuk mengatasi permasalahannya adalah justru berbalik menjadi sebab kelemahannya kecuali jika yang dijadikan sandaran adalah Allah ‘azza wa jalla, karena memang hanya Allah lah yang pantas. Dia lah satu-satunya Dzat yang menguasai langit dan bumi, kehidupan dan kematian serta keselamatan dan kebinasaan. Oleh karena itu marilah kita cermati hati kita masing-masing apakah selama ini kita memiliki ketergantungan hati kepada selain-Nya, jangan-jangan kita berkubang syirik namun kita tidak sadar dan merasa aman-aman saja. Padahal keamanan dan petunjuk hanya akan diperoleh jika kita senantiasa menjaga keimanan agar tidak terkotori kesyirikan.
Wallahu a’lam bish showaab
Baca Juga:
***
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel muslim.or.id
assalamualaikum. Pa ustad saya pernah di kasih bungkusan yg isinya tulisan2 arab, di luar bungkusan itu tertulis ” Ya Allah melalui isim ini saya ingin selamat ” tulisan itu hrs di baca klu kemana2, apakah itu termasuk syirik? Syukran. Wassalam
Assalamu’alaikum..
untuk Pak / Mas Ma’mun, untuk selengkapnya jenis kesyirikan yg dianggap bkn syirik krn berbahasa arab & yg memberi kyai, habib ato ustadz..ada buku bagus (maaf bkn promosi) dg judul “Mantan Kyai NU menggugat Syirik”.. karya KH. Mahrus Ali..semoga bermanfaat..barakallahu fiikum..
Skrang ini bnyak dijual kalung magnetic yg dipercaya bisa mencegah bermacam2 penyakit bg penggunanya..apakah ini bisa digolongkan sirik?? Terima kasih
pernah ditanya seorang ustad perihal kalung magnetic(bio): sebaiknya tidak digunakan karena itu kurofat,kalau niatnya tidak benar seperti menganggap kalung itu yang menyembuhkan maka bisa masuk ke syirik wallohua’lam
Syirik tanda tak mampu
bertauhid
he he
Assalamu’alaikum Ustad, Percaya kepada dokter apa itu termasuk syirik juga ?
@ Ida
Ada dua hal yang harus dilakukan ketika orang menggunakan sebab:
Pertama,
hati harus tetap bersandar kepada Allah dan tidak bersandar kepada sebab. Maksudnya, ketika menggunakan sebab tersebut untuk mencapai apa yang diinginkan, hati harus tetap bertawakkal kepada Allah dengan tetap memohon pertolongan kepada-Nya agar sebab tersebut bisa memberikan pengaruh. Hatinya tidak boleh condong kepada sebab tersebut sehingga pasrah sepenuhnya kepada sebab dan bukan kepada Allah.
Orang yang hatinya condong dan terlalu bersandar pada sebab maka dia terjerumus ke dalam syirik kecil, meskipun dia meyakini bahwa Allah-lah yang mentaqdirkan segala sesuatu.
Misalnya, ada orang berobat ke dokter. Agar tidak melanggar larangan dalam aqidah, orang tersebut tetap harus bersandar kepada Allah dan tidak boleh pasrah kepada dokter. Jadi kalau dia menyandarkan kesembuhan pada dokter bukan pada Allah, maka dia terjatuh dalam kesyirikan.
Kedua,
tetap berkeyakinan bahwa apapun kehebatan sebab tersebut semua tergantung pada taqdir Allah. Artinya jika Allah menghendaki sebab itu berpengaruh, maka akan menghasilkan akibat. Sebaliknya jika Allah menghendaki tidak berpengaruh, maka tidak akan menghasilkan apa-apa. Jika ada orang yang berkeyakinan bahwa ada sesuatu yang bisa berpengaruh di luar taqdir Allah, maka dia terjerumus ke dalam syirik besar, karena dia telah menganggap adanya penguasa taqdir selain Allah.
Jadi, silakan terapkan dua kaedah penting ini, ketika berobat ke dokter. Jadi, tetap seseorang mengambil sebab demi kesembuhan, namun hendaklah seseorang tidak menyandarkan sepenuhnya pada sebab tersebut, namun menyandarkan kesembuhan dan segalanya pada Allah.
Wallahu a’lam bish showab.
Barokallahufik…akh abduh
Bismillah…
@ Ida
Sebagai tambahan, berobat itu dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam.
“Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit beserta obatnya, dan Dia telah menetapkan bagi setiap penyakit obatnya, maka janganlah berobat dengan perkara yang haram.”
(HR Abu Dawud No:3372)
Dan berdasarkan hadits Usamah bin Syarik Radhiyallahu ‘Anhu ia berkata:
“Seorang Arab badui bertanya: “Wahai Rasulullah, bolehkah kita berobat?” Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Berobatlah, karena Allah telah menetapkan obat bagi setiap penyakit yang diturunkan-Nya, kecuali satu penyakit!” Para sahabat bertanya: “Penyakit apa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Pikun.”
(H.R At-Tirmidzi IV/383 No:1961 dan berkata: “Hadits ini hasan shahih.” Dan diriwayatkan juga dalam Shahih Al-Jami’ No:2930.)
Menurut ulama Syafi’iyah hukum berobat menjadi mustahab bilamana dipastikan tidak begitu membawa faidah. Namun bilamana dipastikan berfaidah maka hukumnya wajib, seperti membalut luka misalnya. Di antaranya adalah transfusi darah, untuk beberapa kondisi tertentu.
Silakan baca buku Hasyiyah Ibnu Abidin V/249 dan 215, Al-Hidayah takmilah Fathul Qadir VIII/134, Al-Fawakih Ad-Dawani II/440, Raudhatuth Thalibin II/96, Kasyful Qana’ II/76, Al-Inshaf II/463, Al-Adabus Syar’iyyah II/359 dan Hasyiyatul Jumal II/134.
Ibnul Qayyim berkata: “Dalam hadits-hadits shahih telah disebutkan perintah berobat, dan berobat tidaklah menafikan tawakkal. Sebagaimana makan karena lapar, minum karena dahaga, berteduh karena panas dan menghangatkan diri karena dingin tidak menafikan tawakkal. Tidak akan sempurna hakikat tauhid kecuali dengan menjalani ikhtiyar (usaha) yang telah dijadikan Allah sebagai sebab musabab terjadi suatu takdir. Bahkan meninggalkan ikhtiyar dapat merusak hakikat tawakkal, sebagaimana juga dapat mengacaukan urusan dan melemahkannya. Karena orang yang meninggalkan ikhtiyar mengira bahwa tindakannya itu menambah kuat tawakkalnya. Padahal justru sebaliknya, meninggalkan ikhtiyar merupakan kelemahan yang menafikan tawakkal. Sebab hakikat tawakkal adalah mengaitkan hati kepada Allah dalam meraih apa yang bermanfaat bagi hamba untuk dunia dan agamanya serta menolak mudharat terhadap dunia dan agamanya. Tawakkal ini harus disertai dengan ikhtiyar, jikalau tidak berarti ia telah menafikan hikmah dan perintah Allah. Janganlah seorang hamba itu menjadikan kelemahannya sebagai tawakkal dan jangan pula menjadikan tawakkal sebagai kelemahannya.
(Zaadul Ma’ad IV/15, lihat juga Mausu’ah Fiqhiyyah XI/116.)
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasalam juga memberitahu kita beberapa cara untuk mengobati, seperti ruqyah menggunakan ayat-ayat Al Qur’an, dengan ramuan-ramuan atau yang dikenal dengan thibbun nabawi.
Adapun diluar dari yang diberitakan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wasalam, seperti berobat dengan batu petir, air bekas minuman orang yang katanya wali, keris pusaka, dsb, maka kita harus berhati-hati, sebab perkara-perkara tersebut bisa menjerumuskan kita kepada kesyirikan.
Kenapa bisa begitu, karena orang-orang yang meyakini berobat dengan cara itu tidak lepas dari 3 kondisi (seperti yang telah dijelaskan akhi Abduh diatas) :
Yang pertama; mereka yang meyakini bahwa kesembuhan semata-mata berkat kekuatan batu, tidak ada campur tangan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam hal ini. Maka mereka telah jatuh kepada kesyirikan yang besar. Karena mereka telah meyakini ada selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menyembuhkan.
Yang kedua: mereka yang meyakini bahwa kesembuhan datangnya dari Allah dan batu hanya sebagai sebab. Maka mereka telah terjatuh kepada syirik kecil, karena mereka telah menjadikan sesuatu yang bukan sebab sebagai sebab.
Dan yang ketiga: juga merupakan syirik kecil, yaitu mereka yang meyakini hal-hal tersebut ada barakahnya.
Dan ketahuilah, bahwa kesyirikan apapun bentuknya akan membahayakan pelakunya kelak di akhirat.
Wallohu ta’ala a’lam
Bener sekali…apalagi syirik yg ditopengkin ayat2 Alquran.mereka menganggap bhwa Allah s.w.t ridho…padahal sekali-kali tidak.
sekarang ini lagi marak2nya gelang kalung yg terbuat dari titanium dan sebagainya yg diperjual belikan dan saya termasuk yg memakainya apakah ini termasuk katagori tamimah?
Hari gini masih percaya jimat ama dukun? Repot deh. Mari menimbang masalah dg syariah, agar hidup lebih berkah
Asalamuallaikum.Ana prnh mengalami patah tulang dan bbrp kali pergi ke ahli tulang,ana dipijet lalu ana dikasi air yg telah diberi doa untk di basuhkan ke kaki yg patah,namun sy ttp minta ksmbuhanya kpd ALLAH,apakah dgn air trsbut ana trmsuk brbuat syirik?
#Andrie
Jika anda berkeyakinan bahwa air atau ahli tulang tadi yg menyembuhkan, itu syirik besar. Jika anda masih berkeyakinan bahwa Allah yang menyembuhkan dengan air tsb, itu syirik kecil. Namun mudah2an Allah mengampuni karena anda belum paham. Silakan baca http://buletin.muslim.or.id/aqidah/ponari-sweat
adakah doa untuk menolak bala??mhon penjelasannya beserta contoh
jazakumullahukhoiron
@ Husna
Baca dzikir pagi sore, itu sdh termasuk penolak bala’, disertai tawakkal pd Allah.
(Yulian Permana) :
ketika sakit saya pergi ke dokter, disuntik dan diberi obat untuk diminum. Alhamdulillah saya sembuh, kalau saya berkeyakinan bahwa dokter tersebut menyembuhkan berarti saya syirik besar, kalau saya berkeyakinan bahwa Allah menyembuhkan dengan obat yang saya minum berarti saya syirik kecil, dua-duanya berarti saya melakukan perbuatan syirik; artinya lebih baik tidak usah berobat dan biarkan saja penyakit saya sampai sembuh dengan sendirinya or tambah parah begitu?
#abu yazid
Maaf, nama saya Yulian Purnama. Mohon baca artikel yang ada pada link yang saya berikan.
Jika anda berkeyakinan bahwa air dari dukun bisa menyembuhkan, namun pada dasarnya anda yakin yang menyembuhkan adalah Allah, ini adalah syirik kecil karena air dari dukun bukanlah sebab syar’i maupun sebab qadari. Tidak ada dalil bahwa air dukun itu bisa menyembuhkan penyakit, dan tidak ada penelitian ilmiah. Adapun obat dari dokter adalah termasuk sebab qadari, sehingga bukanlah kesyirikan.