Mengadopsi anak adalah fenomena yang sering kita jumpai di masyarakat kita, entah karena orang tersebut tidak memiliki keturunan, atau karena ingin menolong orang lain, ataupun karena sebab-sebab yang lain.
Akan tetapi, karena ketidaktahuan banyak dari kaum muslimin tentang hukum-hukum yang berhubungan dengan ‘anak angkat’, maka masalah yang terjadi dalam hal ini cukup banyak dan memprihatinkan.
Misalnya: menisbahkan anak angkat tersebut kepada orang tua angkatnya, menyamakannya dengan anak kandung sehinga tidak memperdulikan batas-batas mahram, menganggapnya berhak mendapatkan warisan seperti anak kandung, dan pelanggaran-pelanggaran agama lainnya.
Padahal, syariat Islam yang agung telah menjelaskan dengan lengkap dan gamblang hukum-hukum yang berkenaan dengan masalah anak angkat ini, sehingga jika kaum muslimin mau mempelajari petunjuk Allah Ta’ala dalam agama mereka maka mestinya mereka tidak akan terjerumus dalam kesalahan-kesalahan tersebut di atas.
Tradisi sejak jaman Jahiliyah
Kebiasan mengadopsi anak adalah tradisi yang sudah ada sejak jaman Jahiliyah dan dibenarkan di awal kedatangan Islam1. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri melakukannya, ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadopsi Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu sebelum beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus Allah Ta’ala sebagai nabi, kemudian Allah Ta’ala menurunkan larangan tentang perbuatan tersebut dalam firman-Nya,
{وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ}
“Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)” (QS al-Ahzaab: 4).
Imam Ibnu Katsir berkata, “Sesungguhnya ayat ini turun (untuk menjelaskan) keadaan Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebelum diangkat sebagai Nabi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkatnya sebagai anak, sampai-sampai dia dipanggil “Zaid bin Muhammad” (Zaid putranya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam), maka Allah Ta’ala ingin memutuskan pengangkatan anak ini dan penisbatannya (kepada selain ayah kandungnya) dalam ayat ini, sebagaimana juga firman-Nya di pertengahan surah al-Ahzaab,
{مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا}
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS al-Ahzaab: 40)”2.
Status anak angkat dalam Islam
Firman Allah Ta’ala di atas menghapuskan kebolehan adopsi anak yang dilakukan di jaman Jahiliyah dan awal Islam, maka status anak angkat dalam Islam berbeda dengan anak kandung dalam semua ketentuan dan hukumnya.
Dalam ayat tersebut di atas Allah Ta’ala mengisyaratkan makna ini:
“Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja”, artinya: perbuatanmu mengangkat mereka sebagai anak (hanyalah) ucapan kalian (semata-mata) dan (sama sekali) tidak mengandung konsekwensi bahwa dia (akan) menjadi anak yang sebenarnya (kandung), karena dia diciptakan dari tulang sulbi laki-laki (ayah) yang lain, maka tidak mungkin anak itu memiliki dua orang ayah3.
Adapun hukum-hukum yang ditetapkan dalam syariat Islam sehubungan dengan anak angkat yang berbeda dengan kebiasaan di jaman Jahiliyah adalah sebagai berikut:
1. Larangan menisbatkan anak angkat kepada selain ayah kandungnya, berdasarkan firman Allah Ta’ala,
{ادْعُوهُمْ لِآَبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آَبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا}
“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak (kandung) mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu Dan tidak ada dosa bagimu terhadap apa yang kamu salah padanya, tetapi (yang ada dosanya adalah) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS al-Ahzaab: 5).
Imam Ibnu Katsir berkata, “(Ayat) ini (berisi) perintah (Allah Ta’ala) yang menghapuskan perkara yang diperbolehkan di awal Islam, yaitu mengakui sebagai anak (terhadap) orang yang bukan anak kandung, yaitu anak angkat. Maka (dalam ayat ini) Allah Ta’ala memerintahkan untuk mengembalikan penisbatan mereka kepada ayah mereka yang sebenarnya (ayah kandung), dan inilah (sikap) adil dan tidak berat sebelah”4.
2. Anak angkat tidak berhak mendapatkan warisan dari orang tua angkatnya, berbeda dengan kebiasaan di jaman Jahiliyah yang menganggap anak angkat seperti anak kandung yang berhak mendapatkan warisan ketika orang tua angkatnya meninggal dunia5.
3. Anak angkat bukanlah mahram6, sehingga wajib bagi orang tua angkatnya maupun anak-anak kandung mereka untuk memakai hijab yang menutupi aurat di depan anak angkat tersebut, sebagaimana ketika mereka di depan orang lain yang bukan mahram, berbeda dengan kebiasaan di masa Jahiliyah. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Salim maula (bekas budak) Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu tinggal bersama Abu Hudzaifah dan keluarganya di rumah mereka (sebagai anak angkat), maka (ketika turun ayat yang menghapuskan kebolehan adopsi anak) datanglah Sahlah bintu Suhail radhiyallahu ‘anhu, istri Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dia berkata: Sesungguhnya Salim telah mencapai usia laki-laki dewasa dan telah paham sebagaimana laki-laki dewasa, padahal dia sudah biasa (keluar) masuk rumah kami (tanpa kami memakai hijab), dan sungguh aku menduga dalam diri Abu Hudzaifah ada sesuatu (ketidaksukaan) akan hal tersebut. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,”Susukanlah dia agar engkau menjadi mahramnya dan agar hilang ketidaksukaan yang ada dalam diri Abu Hudzaifah”7.8
4. Diperbolehkannya bagi bapak angkat untuk menikahi bekas istri anak angkatnya, berbeda dengan kebiasaan di jaman Jahiliyah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
{وَإِذْ تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولا}
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan bertaqwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu’min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya (menceraikannya). Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi” (QS al-Ahzaab: 37).
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata: “Sebab turunnya ayat ini adalah bahwa Allah Ta’ala ingin menetapkan ketentuan syriat yang umum bagi semua kaum mukminin, (yaitu) bahwa anak-anak angkat hukumnya berbeda dengan anak-anak yang sebenarnya (kandung) dari semua segi, dan bahwa (bekas) istri anak angkat boleh dinikahi oleh bapak angkat mereka…Dan jika Allah menghendaki suatu perkara, maka Dia akan menjadikan suatu sebab bagi (terjadinya) hal tersebut, (yaitu kisah) Zaid bin Haritsah yang dipanggil “Zaid bin Muhammad” (di jaman Jahiliyah), karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengangkatnya sebagai anak, sehingga dia dinisbatkan kepada (nama) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sampai turunnya firman Allah:
“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak (kandung) mereka” (QS al-Ahzaab: 5).
Maka setelah itu dia dipanggil “Zaid bin Haritsah”.
Istri Zaid bin Haritsah adalah Zainab bintu Jahsy radhiyallahu ‘anha, putri bibi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Telah terlintas dalam hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa jika Zaid menceraikannya maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menikahinya. Kemudian Allah menakdirkan terjadinya sesuatu antara Zaid dengan istrinya tersebut yang membuat Zaid mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta izin kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menceraikan istrinya…(Kemudian setelah itu Allah Ta’ala menikahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Zainab bintu Jahsy radhiyallahu ‘anha sebagaimana ayat tersebut di atas)”9.
Memanggil ‘anak atau nak’ kepada orang lain untuk memuliakan dan kasih sayang
Hal ini diperbolehkan dan sama sekali tidak termasuk perkara yang dilarang dalam ayat di atas. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri melakukannya, sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa hadits yang shahih, di antaranya:
– Dari Ibnu Abbas radhiayallahu ‘anhuma dia berkata: Ketika malam (menginap) di Muzdalifah, kami anak-anak kecil keturunan Abdul Muththalib datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (dengan menunggangi) keledai, lalu beliau menepuk paha kami dan bersabda: “Wahai anak-anak kecilku, janganlah kalian melempar/melontar Jamrah ‘aqabah (pada hari tanggal 10 Dzulhijjah) sampai matahari terbit”10.
– Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada: “Wahai anakku”11.12
Oleh karena itu, imam an-Nawawi dalam kitab “shahih Muslim” (3/1692) mencantumkan hadits ini dalam bab: Bolehnya seseorang berkata kepada selain anaknya: “Wahai anakku”, dan dianjurkannya hal tersebut untuk menunjukkan kasih sayang.
Penutup
Demikianlah penjelasan singkat tentang hukum mengadopsi anak dalam Islam. Meskipun jelas ini bukan berarti agama Islam melarang umatnya untuk berbuat baik dan menolong anak yatim dan anak terlantar yang membutuhkan pertolongan dan kasih sayang.
Sama sekali tidak! Yang dilarang dalam Islam adalah sikap berlebihan terhadap anak angkat seperti yang dilakukan oleh orang-orang di jaman Jahiliyah, sebagaimana penjelasan di atas.
Agama Islam sangat menganjurkan perbuatan menolong anak yatim dan anak terlantar yang tidak mampu, dengan membiayai hidup, mengasuh dan mendidik mereka dengan pendidikan Islam yang benar. Bahkan perbuatan ini termasuk amal shaleh yang bernilai pahala besar di sisi Allah Ta’ala, sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,“Aku dan orang yang menyantuni anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya13.
Artinya: orang yang menyantuni anak yatim di dunia akan menempati kedudukan yang tinggi di surga dekat dengan kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam 14.
Demikianlah, dan kami akhiri tulisan ini dengan memohon kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, agar Dia melimpahkan taufik dan kemudahan dari-Nya kepada kita untuk mencapai keridhaan-Nya dengan melaksanakan semua kebaikan dalam agama-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 18 Rabi’ul awal 1432 H
—
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
Artikel www.muslim.or.id
—
1 Lihat “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 658) dan “Aisarut tafaasiir” (3/289).
2 Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/615).
3 Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/615).
4 Ibid.
5 Sebagaimana dalam HSR al-Bukhari (no. 3778), lihat juga kitab “Tafsir al-Qurthubi” (14/119).
6 Mahram adalah orang yang tidak halal untuk dinikahi selamanya dengan sebab yang mubah (diperbolehkan dalam agama). Lihat kitab “Fathul Baari” (4/77).
7 HSR Muslim (no. 1453), hadits yang semakna juga terdapat dalam “Shahih al-Bukhari” (no. 3778).
8 Lihat kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/615).
9 Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 665).
10 HR Abu Dawud (no. 1940), Ibnu Majah (no. 3025) dan Ahmad (1/234), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani.
11 HSR Muslim (no.2151).
12 Lihat kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/615).
13 HSR al-Bukhari (no. 4998 dan 5659).
14 Lihat kitab “’Aunul Ma’buud” (14/41) dan “Tuhfatul ahwadzi” (6/39).
Assalamu’alaikum…ustad misalkan anak angkat(laki-laki)tersebut pernah disusui sama ibu angkatnya,apakah ibu angkatnya menjadi mahrom bagi anak angkatnya itu?apakah boleh bersalaman dengan ibu angkatnya itu jika sudah baligh?jazakalloh khoir
#arif #Hamba Allah #arif #jundie aghitsnie
Wa’alaikumussalam, silakan simak:
http://konsultasisyariah.com/anak-angkat-dan-anak-susuan
Assalamu’alaikum,
Ustadz. ana mw nanya.
Kalau kita mengadopsi anak smenjak umur 1 bln..
Dn kita memberi asi kita .. apah ituh menjadi mahram??
Karna alasan tertentu..??
Mohon jwbannya ustadz.
Jazakumullahu khayr..
Artikelnya bagus banget makasih karena dengan ini aku jadi tahu batas2 antara anak angkat dan orangtua angkatnya dan kebetulan di keluarga aku banyak yang mempunyai anak angkat.
jika anak angkat itu masih bayi dan disusui oleh yg mengangkatnya, bagaimana statusnya anak tsbut…?
Assalamu’alaikum
bagaimana kalau yg mengadopsi itu seorang perempuan yg belum menikah? apakah boleh memanggilnya dg sebutan fulan bin fulanah?
jazakumullah
#fauziah
Wa’alaikumussalam, tidak boleh. Mohon baca kembali tulisan di atas dengan cermat.
Assalamu’alaikum,,, bgni dlu ibu sya mlhirkan seorang anak prempuan. swktu mlhirkan ade saya itu ibu dlm keadaan sakit. kmudian ade dri ayah sya(om&tante) mnwrkan jsa untuk mrwt ade sya krna mreka tdk mmpunyai anak prempuan. skr ade sya itu sdh brumur sktr 7 thun. sdh prnah dksih tahu klu ade sy itu bkn anak ibunya yg skr(tante).nah, ade sya blik tanya sma ibunya yg skr sbnrnya sya itu anak siapa? ibunya mlah jwb klu dia anaknya bkan anak ibu saya!!! jd apa yg hrus sya lakukan??? mhon pndapatnya!!!!
#nanih
Wa’alaikumussalam. Coba sampaikan artikel ini pada tante anda.
Assalamu’alaikum,
Istri saya melahirkan anak bukan dari saya, anak tersebut hasil perkosaan
apakah anak tersebut termasuk anak angkat?
saya mencintai keluarga saya dan ini merupakan rahasia saya dengan istri saya
apa yang harus saya lakukan? mohon pendapatnya?
#Jaka
Wa’alaikumussalam, statusnya anak tiri, ia mahram bagi anda namun anda tidak bisa menjadi wali nikahnya jika ia perempuan.
Assalamualaikum Wr. Wb.
Artikel yang menarik dan mencerahkan. Kebetulan saya ada rencana untuk mengangkat seorang bayi tang kebetulan saya tidak tahu nasabnya, karena saya mengangkatnya berasal dari Panti Asuhan, dan pihak Panti Asuhan tidak mengetahui silsilah keluarganya.
hal ini disebabkan si Anak ituditinggal di halaman Panti tanpa meninggalkan keterangan apapun, Terimakasih
Wassalam,
Wilfun
Tentang ‘menjadikanya mahram’ dengan disusukan, bagaimana jika si calon ibu angkat tidak mengeluarkan air susu / ASI karena memiliki ‘keterbatasan’ ?
#Hamba Allah
Berarti tidak bisa menjadikannya mahram
Assalamualaikum Ustadz,
Orang tua angkat saya mengambil saya ketika saya masih berumur 2 hari. Saya dilahirkan di rumah bersalin dimana orang tua asli saya tidak diketahui dan menghilang (rumah bersalin itu sekarang telah tutup, disebabkan bidannya telah tiada).
Apakah nanti ketika saya meninggal, orang tua angkat saya bisa dicantumkan disurat-surat kematian saya?
Apakah doa2 yang saya kirimkan kepada almarhum dan almarhumah orang tua angkat akan sampai kepada mereka, mengingat saya hanya anak angkat dari mereka?
Apakah saya perlu memberitahu kepada anak2 saya, mengenai ketiadaan nasab dan silsilah keluarga asli saya?
Terimakasih,
Jazakallahu Khairan
#Topan Gunawan
Wa’alaikumussalam,
tidak boleh, haram.
sampai dan manfaat dengan sepakat seluruh ulama. tidak disyaratkan orang yang mendoakan orang yang telah meninggal dunia harus anaknya.
perlu bahkan wajib agar mereka tidak beranggapan bahwa beliau adalah kakek mereka padahal bukan.
Tentang item 3. Anak angkatnya sudah baligh sekarang. berarti dia tetap jadi non mahram kan?
BAIK!! Klo memang islam mengajarkan begitu. Walaupun sakit hati ini setelah mengetahui hukumnya seperti itu. Saya adalah anak piatu dimana alm ibu kandung dulu menikah lagi dan ayah kandung sekarang hidup dengan istri mudanya dimana dia adalah kakak dari ayah angkat saya yang sangat sayang dan penuh pengorbanan menghidupi dan mendidik saya..
Jika anak diangkat sejak bayi, tidak diketahui ayahnya.. lalu ibu angkat tidak bisa menyusui karena mandul bagaimana bin anak tsb. Ketika mengisi formulir zakat fitrah misalnya kepada siapa anak itu di nisbatkan,
Merawat tentu saja boleh, namun sampai kapanpun tidak bisa berubah menjadi statusnya menjadi anak.
dengan berat hati saya keberatan. setiap anak mengingin kan papa yang baik,apa salah nya punya orang tua angkat?
tidak masalah punya orang tua asuh, namun perlu disadari bahwa orang tua asuh tidak memiliki hak dan kewajiban sebagaimana orang tua kandung.
anda dan ibu angkat anda bukan mahram tidak boleh bersentuhan dan berduaan.
di sisi lain, seburuk apapun orang tua kandung, anda punya kewajiban berbakti kepada mereka.
Assalamu’alaikum..
Orang tua angkat saya meminjam saya untuk memancing supaya mereka punya anak, saya d ambil dri umur 11 bulan, saya anak terakhir dari 5 bersaudara dari orang tua kandung. Setelah orang tua angkat saya berhasil hamil dan melahirkan, mereka tidak mau mengembalikan saya, saya dibawa jauh dari keluarga saya. Dan nama sayapun di ganti, disamakan dgn baang angkat saya. Setelah umur saya 15 thn, barulah saya tau saya bukan anak kandung mereka. Saya meminta sekedar untuk melihat ortu kandung saya, tapi mereka tak pernah rela.
Sekarang saya berumur 22 tahun. Saya telah menemukan ortu kandung saya. Tapi saya hnya tinggal beberapa bulan saja, karna saya pergi merantau mencari uang, saya langsung ke intinya saja.
– haruskah saya mengganti nama lagi sesuai dgn bapak kandung saya?
– kalau saya lebih dekat dengan ortu angkat,, ortu kandung saya tidak bisa menerimanya, dan melarang saya.. begitupun sebaliknya, ,, ortu angkat sering mengatakan saya anak tak tau balas budi, di saat saya ada rezeki siapakah orang pertama yg saya harus balas jasanya?
– ortu angkat saya meminta saya tinggal bersama mereka lagi, tapi ortu kandung tak mau. Sayapun butuh wali kandung untuk masa depan saya. Tapi Saya tidak bisa memilih satu diantara mereka, apa yg harus saya lakukan?
Wa’alaikumus salam,
1. Dalam Islam,baik di luar akte maupun di akte kelahiran , Anda harus menuliskan sejujurnya nama bapak kandung & ibu Anda. Baca lagi artikel di atas.
2. Anda trtuntut membalas jasa ortu kandung dan ortu angkat semuanya. Hak ortu kandung jelas lebih besar. Namun lakukan pendekatan kpd keduanya dg hikmah , pahamkan hukum Islam dlm mslh ini dg bijaksana dan lembut, serta tampakkan/sebut pengakuan jasa kpd kedua ortu tsb.
3. Ortu angkat tidak punya hak melarang Anda tinggal brsama ortu kandung. lakukan pendekatan sprti no.2 dan cari orang yg ucapannya disegani ortu angkat untuk menasehatinya. Namun Anda tetap tertuntut -jika memungkinkan- untuk banyak mengunjungi ortu angkat dan membantu keperluannya, sambil terus berbakti kpd ortu kandung.
Assalamu’alaikum
Saya dari kecil diangkat anak oleh bibi adik dari ibu kandung karena tidak memiliki anak,sejak lulus SMA suami bibi (ayah angkat) cerai 2004.komunikasi tetap berjalan baik walaupun situasi sudah bercerai,tiba2 Ada keponakan Ayah angkat(mantan suami bibi) kerumah mengabarkan bahwa Ayah angkat saya sakit stroke ringan , saya mengurus ayah angkat mengantar ke rumah sakit mengurus nya dengan baik,karena saya belum tahu syariat islam karna saya anak perempuan ada yang memberitahukan saya tidak berhak mengurus ayah angkat sedang sakit karena masih ada keluarga ayah angkat saya yang berhak mengurus nya,jadi harus mengembalikan ke keponakan nya atau ke adik ayah angkat.sedangkan keponakan ayah angkat meminta saya mengurus nya karena saya sudah di besarkan oleh ayah angkat.sedangkan ayah angkat dikarawang bekerja di rumah keponakan nya mencari biaya hidup karena tidak mau menyusahkan anak.ada seorang bu ustadzah menyarankan tidak boleh mengurus ayah angkat karena bukan mahram walaupun sudah mengasuh saya sejak kecil,harus dikembalikan ke kelurga nya karena mereka yang berhak mengurus nya karena bukan mahram,ada yang lebih berhak lagi yaitu anak kandung nya sedangkan anak kandung tidak ada sama sekali mengurus nya karena ayah angkat sudah cerai dengan ibu nya.pertanyaan nya: 1.apakah saya ada kewajiban mengurus disaat sakit?
2.apa yang harus saya lakukan untuk menyelesaikan masalah ini dengan keluarga besar ayah angkat saya?
3.apa yang harus saya jawab kepada bu ustadzah yang menyarankan saya untuk meninggalkan ayah angkat saya karena bukan mahram,dan jika saya menuruti bu ustadzah saya tidak akan dikeluarkan dari pengurus majelis talim yg bu ustadzah kelola,jika saya masih mengurus dan tidak mengikuti syariat islam yg di sarankan bu ustadzah maka saya tidak boleh ikut kepengurusan bu ustadzah tidak mau ada orang yg menyalahi syariat islam di majelis taklim nya karena sudah melanggar syariat islam bukan mahram.
Mohon bantuan nya dalam pemasalahan saya..
Saya mau tanya nih , kan saya di rawat orang tua sambung saya saat saya masih umur 5 bln , sampai sekarang , dan saya tau orang tua kandung saya yg sekarang tapi kedua orang tua saya yang kandung dua² nya sudah tiada , lalu jika saya menikah apa bisa di wakilkan ayah sambung?
lalu bagaimana jika orang tua angkat mengusir setelah saya besar dan dikembalikan ke orangtua kandung bagaimana hukum nya
Assalamualaikum saya mau tanya..saya pumya amak di asuh ama kaka tiri nya.
Dan panggil mama papa ke kaka nya.
Apakah hukum itu?sedang kan panggil bapa kandung nya kake.
Assalamualaikum Wr Wb
Suami saya dan Almh,istrix memiliki seorg anak angkat laki”, sebelum kami menikah, dan anak itu memiliki kebutuhan khusus ibu kandungx seorg wanita panggilan, jd kami tdk mngetahui siapa bpk kandungx,,,
Yang mau saya tanyakan :
1. Apakah di akte kelahiran serta KK, anak tersebut berhak menggunakan marga dari suami saya dan menggunakan nama suami dan Almh. Istrix sebagai ortu kandung
2. Apakah mahram atau tidak jika saya bersentuhan denganx krn skrg anak itu telah Aqil baliq ( usia 12th )
3. Krn berkebutuhan khusus ap bisa saya memandikan/membersihkan dirix stelah buang hajat.
4. Apakah anak tersebut berhak atas hak waris dari suami n Almh. Istrix
Mohon Penjelasannya
Terima Kasih
Wassalam
boleh kah menulis kan nama orang tua angkat di surat undangan pernikahan. Seperti Rukayah putri dari Saifullah dan Sarinah .
hanya tertulis di undangan saja . namun di akad nikah nya binti tetap nama bapak yang asli
Assalamualaikum
Maaf ustadz saya mau tanya, d perbolehkan atau tidak jika kita memberikan anak kandung kita ke orang lain, karena ekonomi yg tdk memungkinkan utk biaya hidup anak, mohon jwbnnya terimakasih