Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
MUBK Februari 2023 MUBK Februari 2023

Wakaf: Amalan Para Sahabat radhiyallahu’anhum (Bag. 2)

Sa'id Abu Ukkasyah oleh Sa'id Abu Ukkasyah
20 Oktober 2020
Waktu Baca: 5 menit
0
61
SHARES
332
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Baca artikel sebelumnya di Wakaf: Amalan Para Sahabat radhiyallahu’anhum (Bag. 1)

Bismillah,

walhamdulillah wash shalatu wassalamu ‘ala rasulillah, amma ba’du

Daftar Isi sembunyikan
1. Dalil wakaf dari As-Sunnah [1]
2. Penjelasan:

Dalil wakaf dari As-Sunnah [1]

Seluruh dalil yang menunjukkan keutamaan dan dorongan bersedekah, maka otomatis berkonsekuensi menunjukkan keutamaan wakaf [2]. Hal ini karena wakaf termasuk bentuk sedekah yang paling bisa diharapkan pahala besarnya dan termasuk paling bermanfaat.

Banyak hadis yang mendorong untuk berwakaf, di antaranya adalah hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا مات الإنسان انقطع عنه عمله إلا من ثلاثة: إلا من صدقة جارية، أو علم ينتفع به، أو ولد صالح يدعو له

“Jika seorang mati, terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara, yaitu: dari sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim)

Baca Juga: Harta Banyak yang Tidak Berkah Itu Cepat Hilangnya

Di antara ulama ada orang yang mentafsirkan “shadaqah jariyah” itu khusus wakaf, di antaranya adalah An-Nawawi rahimahullah. Hal ini karena shadaqah jariyah termasuk amalan yang tidak terputus pahalanya, dan tidak mungkin sebuah sedekah terus mengalir pahalanya kecuali dengan mewakafkan sesuatu yang tahan lama dengan cara mengeluarkan dari kepemilikan waqif, tidak boleh dimilikinya. Karena harta wakaf adalah milik Allah semata, guna diambil manfaatnya oleh kaum muslimin dalam jangka panjang.

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata ketika menjelaskan hadis di atas,

وكذلك الصدقة الجارية وهي الوقف

“Dan demikian pula shadaqah jariyah, yaitu wakaf.” [3]

Imam An-Nawawi rahimahullah dalam menjelaskan hadis di atas juga berkata,

وفيه دليل لصحة أصل الوقف وعظيم ثوابه

“Dalam hadis di atas terdapat dalil sahnya amalan wakaf dan juga pahalanya yang besar.”

Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

سبع يجري للعبد أجرهنّ وهو في قبره بعد موته: من عَلّم علماً، أو أجرى نهراً، أو حفر بئراً، أو غرس نخلاً، أو بنى مسجداً، أو ورّث مصحفاً، أو ترك ولداً يستغفر له بعد موته

“Tujuh kebaikan seorang muslim yang pahalanya akan terus mengalir meskipun ia telah berada di kuburnya setelah ia meninggal dunia, yaitu seseorang yang mengajarkan ilmu (syar’i), menyalurkan air sungai, menggali sumur, menanam kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf Al-Quran dan meninggalkan anak yang memohonkan ampun untuknya ketika ia sudah meninggal.” (HR. Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’)

Baca Juga: Bersikap Sewajarnya dalam Membelanjakan Harta

Hadis pokok sebagai dasar definisi wakaf adalah hadits berikut ini.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَنْ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ أَصَابَ أَرْضًا بِخَيْبَرَ، فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْمِرُهُ فِيهَا، فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ، لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ أَنْفَسَ عِنْدِي مِنْهُ، فَمَا تَأْمُرُ بِهِ ؟ قَالَ : ” إِنْ شِئْتَ حَبَّسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا “. قَالَ : فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهُ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوهَبُ وَلَا يُورَثُ، وَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ، وَفِي الْقُرْبَى، وَفِي الرِّقَابِ ، وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَابْنِ السَّبِيلِ، وَالضَّيْفِ، لَا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ، وَيُطْعِمَ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ

“Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, bahwa Umar bin Al-Khaththab mendapatkan harta rampasan perang berupa sebidang lahan tanaman di daerah Khaibar. Dia pun menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta arahan beliau tentang harta tersebut. Umar berkata,

‘Wahai Rasulullah, saya mendapatkan sebidang lahan tanaman (dari harta rampasan) di Khaibar, saya tidak pernah sekalipun mendapatkan harta sebagus lahan tanaman ini sebelumnya. Lalu apa yang anda perintahkan kepadaku terhadap lahan tersebut?’

Beliau bersabda, ‘Jika Engkau mau, Engkau tahan lahan tersebut (dari dimiliki [4]) dan Engkau sedekahkan (hasil tanaman)-nya’.

Ibnu Umar berkata, ‘Lalu Umar pun mewakafkannya, yang mana tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan olehnya.’

(Namun) Umar mewakafkannya untuk orang-orang fakir, kerabat, untuk membebaskan budak, jihad fi sabilillah, musafir (yang kehabisan bekal), dan untuk menjamu tamu.

Tidak berdosa bagi pengurus wakaf tanah tersebut untuk memakan dari (hasil tanaman)-nya dengan cara yang baik [5], dan memberi makan teman/tamunya tanpa berlebihan [6].” (HR. Al-Bukhari, Kitab Asy-Syuruth, Bab Asy-Syuruth fi Al-Waqf (2737))

Baca Juga: Ilmu Agama Itu Lebih Berharga daripada Harta Benda

Penjelasan:

Hadis ini merupakan dalil pokok tentang hakikat amalan wakaf, karena di dalamnya terdapat penjelasan tentang definisi wakaf.

Dalam hadis ini, terdapat kisah Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu’anhu yang mendapatkan harta rampasan perang berupa sebidang lahan tanaman di daerah Khaibar, sebuah daerah 160 kilometer utara dari Kota Madinah, dan daerah Khaibar adalah daerah pertanian.

Lahan tanaman milik Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu’anhu tersebut adalah harta termahal yang pernah dia miliki dan sebelumnya dia tidak pernah memiliki harta semahal lahan tersebut.

Di sisi lain, para sahabat radhiyallahu’anhum berlomba-lomba untuk mengumpulkan amalan yang bisa menjadi tabungan mereka di akhirat, apalagi amalan yang sifatnya mengalir pahalanya, meskipun setelah pelakunya meninggal dunia.

Demikian gemarnya para sahabat berwakaf, sehingga dahulu mayoritas sahabat yang memiliki kemampuan harta, tidaklah mau menyia-nyiakan kesempatan untuk berwakaf.

Singkat kisah, Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu’anhu menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta arahan, dengan harapan besar Umar mendapatkan kebaikan yang dimaksud dalam firman Allah Ta’ala,

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

“Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna), sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai. Dan apa saja yang kalian nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran: 92)

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan kepada Umar bentuk sedekah yang tergolong amalan terbaik, yaitu wakaf, dengan cara menahan lahan tersebut dari dimiliki, karena barang wakaf itu kepemilikannya kembali kepada Allah Ta’ala semata. Sehingga lahan tersebut tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan, tidak boleh diwariskan, diharapkan dengan ditahan, lahan tersebut akan tetap terjaga terus, disisi lain Umar menyedekahkan hasil tanamannya untuk dimanfaatkan oleh kaum muslimin.

Umar pun mengikuti arahan Utusan Allah yang paling mulia ini dengan mewakafkannya untuk orang-orang fakir, kerabat, untuk membebaskan budak, membantu mujahidin dalam berjihad fi sabilillah, musafir yang kehabisan bekal, dan untuk keperluan menjamu tamu, karena menjamu tamu termasuk bagian dari keimanan kepada Allah Ta’ala.

Dikarenakan wakaf itu membutuhkan orang yang mampu mengurus dan menjaganya, maka perlunya keringanan baginya demi lancarnya kepengurusan lahan tersebut, yaitu dalam bentuk pengurus tersebut dibolehkan memakan hasil tanaman lahan itu dengan baik sesuai dengan adat masyarakat setempat, dan dibolehkan juga memberi makan teman/tamunya tanpa berlebihan, seperlunya dan tidak mengambilnya untuk dimiliki dan tidak pula untuk disimpan (ditimbun) [7].

Baca Juga:

  • 10 Sebab Senantiasa Merasa Miskin Dan Kurang Harta
  • Mengapa Disebut Sebagai “Budak Harta”

[Bersambung]

***

Penulis: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah

Artikel: Muslim.or.id

 

Catatan Kaki:

[1] http://almoslim.net/elmy/286349 dan https://www.dorar.net/hadith/sharh/6496

[2] http://almoslim.net/elmy/286349

[3] https://www.Islamweb.net/ar/fatwa/128056/

[4] Karena barang wakaf itu kepemilikannya kembali kepada Allah Ta’ala semata, sehingga tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwariskan.

[5] Sebagaimana yang menjadi adat baik setempat.

[6] Maksudnya seperlunya dan tidak mengambilnya untuk dimiliki dan tidak pula untuk disimpan/ditimbun.

[7] https://Islamic-content.com/hadeeth/1225

Tags: dalil tentang wakaffikih wakafhukum wakafkeutamaan wakafmacam wakafmacam-macam dzikirpahala wakafpengertian wakaftentang wakafwakaf
kenali bahaya syiah kenali bahaya syiah kenali bahaya syiah
Sa'id Abu Ukkasyah

Sa'id Abu Ukkasyah

Pengajar Ma'had Jamilurrahman As Salafy Yogyakarta (hingga 1436H), Pengajar Ma'had Al Ilmi Yogyakarta, Pengajar Islamic Center Baitul Muhsinin (ICBM) Medari Yogyakarta

Artikel Terkait

salat taubat

Tata Cara Salat Tobat

oleh Muhammad Nur Faqih, S.Ag
30 Januari 2023
0

Setiap manusia berpotensi melakukan dosa baik kecil maupun besar. Akan tetapi, Allah 'Azza Wajalla menunjukkan rahmat-Nya kepada kita semua, yaitu...

Menguburkan mayit

Fikih Pengurusan Jenazah (5): Tata Cara Menguburkan Mayit

oleh Yulian Purnama, S.Kom.
28 Januari 2023
0

Fikih Pengurusan Jenazah (5) : Persiapan Menguburkan Mayit

penguburan mayit

Fikih Pengurusan Jenazah (4): Persiapan Menguburkan Mayit

oleh Yulian Purnama, S.Kom.
25 Januari 2023
0

“Kemudian Allah mengutus seekor burung gagak menggali tanah untuk diperlihatkan kepadanya (Qabil). Bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya” (QS. Al-Maidah:...

Artikel Selanjutnya
Syirik adalah Kezaliman Terbesar

Syirik adalah Kezaliman Terbesar

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah