Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
MUBK Februari 2023 MUBK Februari 2023

Hakikat Amal Shalih

Ari Wahyudi, S.Si. oleh Ari Wahyudi, S.Si.
15 September 2020
Waktu Baca: 7 menit
1
198
SHARES
1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter
Daftar Isi sembunyikan
1. Dua Syarat Amal Shalih
2. Pentingnya Ikhlas
3. Perintah Mengikuti Sunnah

Dua Syarat Amal Shalih

Semua bentuk ibadah baik lahir maupun batin harus memenuhi dua syarat, yaitu ikhlas dan mutaba’ah (sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Sehingga setiap amalan yang tidak ikhlas untuk mencari wajah Allah maka itu adalah batil. Demikian pula setiap amalan yang tidak sesuai dengan ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tertolak. Amalan yang memenuhi kedua syarat inilah yang diterima di sisi Allah Ta’ala. (lihat ad-Durrah al-Fakhirah fit Ta’liq ‘ala Manzhumah as-Sair ila Allah wad Daril Akhirah karya Syaikh as-Sa’di, hal. 15)

Kedua syarat ini telah tercakup di dalam ayat,

بَلَىٰ مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُۥٓ أَجْرُهُۥ عِندَ رَبِّهِۦ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Tidak demikian, barangsiapa yang memasrahkan wajahnya kepada Allah dalam keadaan dia berbuat ihsan/kebaikan, maka baginya pahala di sisi Rabbnya, dan mereka tidak akan takut ataupun bersedih.” (QS. Al-Baqarah: 112)

Kalimat “memasrahkan wajahnya kepada Allah” artinya niat dan keinginannya semata-mata untuk Allah; yaitu dia mengikhlaskan ibadahnya untuk Allah. Adapun “dia berbuat ihsan” maksudnya adalah mengikuti tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam serta menjauhi bid’ah. (lihat at-Ta’liq al-Mukhtashar ‘ala al-Qashidah an-Nuniyah karya Syaikh Shalih al-Fauzan, 2/824-825) 

Dengan demikian hakikat amal salih itu adalah yang ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidaklah disebut sebagai amal salih yang sebenarnya kecuali apabila memenuhi kedua syarat ini. Dikarenakan begitu pentingnya ikhlas dalam beribadah maka Allah menegaskan hal itu secara khusus dalam firman-Nya,

فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحاً وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَداً

“Hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Dan ketika jelas bagi kita bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb, pencipta, penguasa dan pengatur alam semesta ini maka tidak layak Allah dipersekutukan dalam hal ibadah dengan siapa pun juga. (lihat Tafsir Surah al-Kahfi karya Syaikh al-Utsaimin, hal. 153)  

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan bahwa amal salih ialah amalan yang sesuai dengan syari’at Allah, sedangkan tidak mempersekutukan Allah maksudnya adalah amalan yang diniatkan untuk mencari wajah Allah (ikhlas), inilah dua rukun amal yang akan diterima di sisi-Nya. (lihat Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim [5/154] cet. al-Maktabah at-Taufiqiyah)

Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Sesungguhnya amalan jika ikhlas namun tidak benar maka tidak akan diterima. Demikian pula apabila amalan itu benar tapi tidak ikhlas juga tidak diterima sampai ia ikhlas dan benar. Ikhlas itu jika diperuntukkan bagi Allah, sedangkan benar jika berada di atas Sunnah/tuntunan.” (lihat Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, hal. 19 cet. Dar al-Hadits)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي، تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ 

“Allah tabaraka wa ta’ala berfirman, ‘Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang di dalamnya dia mempersekutukan selain-Ku bersama diri-Ku maka Kutinggalkan dia bersama kesyirikannya.” (HR. Muslim)

Dari Ummul Mukminin Ummu Abdillah ‘Aisyah radhiyallahu’anha beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda, 

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengada-adakan suatu perkara di dalam urusan [agama] kami ini yang bukan berasal darinya, maka ia pasti tertolak.”

Di dalam riwayat Muslim, 

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka ia pasti tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnul Majisyun berkata, Aku pernah mendengar Malik berkata, “Barangsiapa yang mengada-adakan di dalam Islam suatu bid’ah yang dia anggap baik (baca: bid’ah hasanah), maka sesungguhnya dia telah menuduh Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhianati risalah. Sebab Allah berfirman,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama kalian.” 

Apa-apa yang pada hari itu bukan termasuk ajaran agama, maka hari ini hal itu bukan termasuk agama.” (lihat al-I’tisham, [1/64-65])

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, ada dua buah pertanyaan yang semestinya diajukan kepada diri kita sebelum mengerjakan suatu amalan. Yaitu: Untuk siapa? dan Bagaimana? Pertanyaan pertama adalah pertanyaan tentang keikhlasan. Pertanyaan kedua adalah pertanyaan tentang kesetiaan terhadap tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab amal tidak akan diterima jika tidak memenuhi kedua-duanya. (lihat Ighatsat al-Lahfan, hal. 113)

Baca Juga: Orang yang Paling Merugi Amalannya

Pentingnya Ikhlas

Syaikh as-Sa’di rahimahullah menerangkan, “Barangsiapa mengikhlaskan amal-amalnya untuk Allah serta dalam beramal itu dia mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka inilah orang yang amalnya diterima. Barangsiapa yang kehilangan dua perkara ini -ikhlas dan mengikuti tuntunan- atau salah satunya maka amalnya tertolak. Sehingga ia termasuk dalam cakupan hukum firman Allah Ta’ala,

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاء مَّنثُوراً

‘Dan Kami hadapi segala amal yang telah mereka perbuat kemudian Kami jadikan ia bagaikan debu-debu yang beterbangan.’ (QS. Al-Furqan: 23).” (lihat Bahjah al-Qulub al-Abrar, hal. 14 cet. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah)

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan bahwasanya ibadah dan segala bentuk amalan tidaklah menjadi benar kecuali dengan dua syarat; ikhlas kepada Allah ‘azza wa jalla, dan harus sesuai dengan tuntunan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian sebagaimana beliau terangkan dalam I’anatul Mustafid (Jilid 1, hal. 60-61).

Beliau juga memaparkan, bahwasanya kedua syarat ini merupakan kandungan dari kedua kalimat syahadat. Syahadat “laa ilaha illallah” bermakna kita harus mengikhlaskan seluruh ibadah hanya untuk Allah. Syahadat “Muhammad rasulullah” bermakna kita harus mengikuti tuntunan dan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (lihat I’anatul Mustafid, Jilid 1, hal. 61)

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Maka bukanlah perkara yang terpenting adalah bagaimana orang itu melakukan puasa atau sholat, atau memperbanyak ibadah-ibadah. Sebab yang terpenting adalah ikhlas. Oleh sebab itu sedikit namun dibarengi dengan keikhlasan itu lebih baik daripada banyak tanpa disertai keikhlasan. Seandainya ada seorang insan yang melakukan sholat di malam hari dan di siang hari, bersedekah dengan harta-hartanya, dan melakukan berbagai macam amalan akan tetapi tanpa keikhlasan maka tidak ada faidah pada amalnya itu; karena itulah dibutuhkan keikhlasan … ” (lihat Silsilah Syarh Rasa’il, hal. 17-18)

Baca Juga: Mereka yang Beramal karena Omongan Orang

Perintah Mengikuti Sunnah

Di dalam hadits Irbadh bin Sariyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى

“Hendaklah kalian berpegang dengan Sunnahku …” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, Tirmidzi berkata : hadits ini hasan sahih). 

Yang dimaksud dengan istilah “sunnah” di sini adalah jalan yang ditempuh oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Artinya janganlah kalian mengada-adakan di dalam agama ini sesuatu yang bukan termasuk bagian dari ajarannya dan jangan keluar dari syari’at beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Lihat Syarh al-Arba’in oleh al-Utsaimin, hal. 302)

Dengan demikian istilah “sunnah” di sini bermakna umum mencakup keyakinan, amalan, dan ucapan. Inilah sunnah dengan makna yang lengkap. Oleh sebab itu para ulama salaf tidak memakai istilah sunnah kecuali dengan maksud yang mencakup ini semua/seluruh ajaran agama. Kemudian para ulama belakangan setelah mereka sering menggunakan istilah “sunnah” dengan makna yang lebih khusus yaitu yang berkaitan dengan urusan akidah atau keyakinan. Hal ini bisa dipahami karena masalah akidah merupakan pondasi agama sehingga orang yang menyimpang dalam perkara ini berada dalam bahaya yang sangat besar. (lihat Jami’ al-‘Ulum wal Hikam, hal. 333)

Istilah “sunnah” inilah yang sering kita dengar dalam penyebutan ahlus sunnah wal jama’ah. Sebab sunnah di sini maknanya adalah jalan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya sebelum munculnya berbagai bentuk bid’ah dan pendapat-pendapat yang menyimpang. Adapun istilah “jama’ah” di sini maksudnya adalah orang-orang yang berkumpul di atas kebenaran yaitu para sahabat dan tabi’in; para pendahulu yang salih dari umat ini (lihat Syarh al-Wasithiyah oleh Syaikh Muhammad Khalil Harras, hal. 61 tahqiq Alawi Abdul Qadir as-Saqqaf)

Baca Juga:

  • Lebih Fokus Dan Perhatian Pada Kualitas Amalan Daripada Memperbanyak Amalan
  • Memberikan Keteladanan dengan Amal Perbuatan

Semoga yang singkat ini bermanfaat. Wallahul muwaffiq.

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si

Artikel: Muslim.or.id

Tags: amalamal ibadahamal shalihberlomba dalam kebaikankeutamaan amal shalihnasihatnasihat islampahala amal shalihpengertian amal shalihsemangat beramal
kenali bahaya syiah kenali bahaya syiah kenali bahaya syiah
Ari Wahyudi, S.Si.

Ari Wahyudi, S.Si.

Alumni S1 Biologi UGM, Alumni Ma'had Al Ilmi Yogyakarta, penulis kitab "At Tashil Fi Ma'rifati Qawa'id Lughatit Tanzil".

Artikel Terkait

sumber kebahagiaan

Sumber Kebahagiaan Duniawi

oleh Fauzan Hidayat
30 Januari 2023
0

Karunia terbesar di balik kekhawatiran dan penyesalan

husnuzhan kepada Allah

Mukmin Harus Senantiasa Husnuzan kepada Allah Ta’ala

oleh Muhammad Idris, Lc.
22 Januari 2023
0

“Dan fa`l (sikap optimis)  membuatku senang.” Mereka bertanya, “Apakah fa`l itu?” Nabi bersabda, “Ucapan yang baik.” (HR. Bukhari no. 5776 dan Muslim no....

kenikmatan

Nikmat-Nikmat yang Dilalaikan oleh Manusia

oleh Fauzan Hidayat
21 Januari 2023
1

“Dua nikmat yang banyak manusia dilalaikan di dalamnya, yaitu: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)

Artikel Selanjutnya
Nuraida Islamic Boarding School

Pendaftaran Santri Baru SMP-SMA Nuraida Islamic Boarding School

Komentar 1

  1. Chairul Umam says:
    2 tahun yang lalu

    Assalamu ‘alaikum .. Afwan, ustadzunaa .. teks arab ayat yang dicantumkan tidak sesuai dengan artinya.. q.s Al Baqarah 112.
    Baarakallahu fii kum

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah