Pertanyaan:
Apakah tolok ukur mampu dalam berhaji dan apa saja persyaratannya?
Jawab:
Tolok ukur mampu dalam berhaji telah ditafsirkan dalam hadits, yaitu memiliki bekal dan kendaraan. Namun, tolok ukur dalam hal ini lebih umum dari hal tersebut. Barangsiapa yang mampu berangkat menuju Mekkah dengan berbagai sarana yang ada, maka dia wajib berhaji dan berumrah. Apabila dia mampu berjalan dan mengangkut barangnya, atau menjumpai orang lain yang dapat mengangkutnya, maka dia wajib berhaji dan berumrah. Demikian pula, jika dia mampu membayar biaya transportasi untuk menggunakan alat transportasi modern seperti kapal laut, mobil, dan pesawat, maka haji dan umrah wajib baginya.
Apabila dia memiliki bekal dan kendaraan untuk berhaji, namun tidak mampu menemukan orang yang bisa menjaga barang dan keluarganya, atau dia tidak memiliki uang untuk dinafkahkan kepada keluarganya selama dia berhaji, maka haji tidak wajib baginya karena adanya masyaqqah. Demikian pula, apabila ternyata jalur perjalanan adalah jalur yang rawan atau dia khawatir akan adanya perampok, adanya pajak yang teramat memberatkan, atau waktu tidak cukup untuk sampai ke Mekkah, atau dia tidak mampu menaiki berbagai alat transportasi yang ada dikarenakan sakit atau adanya bahaya, maka kewajiban haji gugur darinya dan dia wajib mencari orang untuk menggantikannya berhaji apabila dia memiliki kemampuan finansial untuk itu. Apabila dia tidak memiliki kemampuan finansial untuk itu, maka haji tidak wajib baginya. Wallahu a’lam.
Syaikh Ibnu Jibrin.
Fatawa Islamiyah: Asy Syamilah
Rangkuman
Dari penjelasan beliau di atas, tolok ukur mampu dalam berhaji adalah sebagai berikut:
- Memiliki bekal dan kendaraan yang bisa mengantarkan seorang untuk berhaji ke Mekkah. Jika tidak memiliki kendaraan, maka dia memiliki kemampuan finansial untuk membiayai perjalanan haji yang akan ditempuhnya.
- Meninggalkan uang sebagai nafkah keluarganya selama ditinggal berhaji. Ini merupakan pendapat jumhur[1]
- Ada orang yang mampu menjaga barang dan keluarganya.
- Adanya keamanan selama melakukan perjalanan, baik keamanan yang terkait dengan jiwa maupun harta.
- Perjalanan berhaji memungkinkan untuk dilakukan oleh jama’ah haji ditinjau dari segi fisik jama’ah dan waktu.
Catatan
Bagi kaum muslimin yang memenuhi semua ketentuan di atas, haji wajib untuk dilaksanakan olehnya.
Kami menghimbau diri kami dan kaum muslimin untuk memprioritaskan penunaian kewajiban berhaji daripada sekedar memenuhi hasrat memiliki harta yang tidak urgen seperti mobil dan kebutuhan-kebutuhan non primer lainnya. Terdapat ancaman bagi mereka yang telah mampu untuk berhaji namun tidak menunaikannya.
Allah ta’ala berfirman,
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلا ومن كفر فإن الله غنى عن العالمين (٩٧)
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa yang kufur/mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah maha kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Ali ‘Imran: 97).
Al Hasan Al Bashri rahimahullah dan ulama selain beliau berkata tatkala menafsirkan ayat ini,
إن من ترك الحج وهو قادر عليه فهو كافر
“Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan kewajiban berhaji dan dia mampu menunaikannya, dialah orang yang kafir/mengingkari kewajiban haji.” (Tafsir Al Qurthubi 4/153; Asy Syamilah).
Qatadah meriwayatkan dari Al Hasan, dia berkata bahwa ‘Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu berkata,
لقد هممت أن أبعث رجالا إلى الامصار فينظرون إلى من كان له مال ولم يحج فيضربون عليه الجزية، فذلك قوله تعالى: ” ومن كفر فإن الله غني عن العالمين “
“Sungguh saya berkeinginan untuk mengutus beberapa orang ke setiap kota untuk meneliti siapa saja yang memiliki harta namun tidak menunaikan haji, kemudian jizyah diterapkan atas mereka karena mereka itulah yang dimaksudkan Allah dalam firman-Nya yang artinya, “ Barangsiapa yang kufur/mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah maha kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam” (Tafsir Al Qurthubi 4/153; Asy Syamilah).
Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata,
لو مات جار لي وله ميسرة ولم يحج لم أصل عليه
“Jika tetanggaku wafat dan dirinya memiliki kemampuan untuk berhaji namun dia tidak menunaikannya, niscaya saya tidak akan menyalatinya” (Tafsir Al Qurthubi 4/154; Asy Syamilah).
Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim
Artikel www.muslim.or.id
[1] Fathul Qadir 2/126; Al Majmu’ 7/53-57; Al Mughni 3/222.
Apabila kita sudah cukup mempunyai uang untuk pergi haji, akan tetapi kita mempunyai hutang yg nilainya hampir sama dengan biaya pergi haji, kemudian orang yg kita hutang memberi kelonggaran kepada kita dalam pengembaliannya. Manakah yg harus kita dahulukan??
(sebagai catatan bahwa untuk mengumpulkan uang sebesar itu butuh waktu yg cukup lama)
@ Abu Izzan
Dahulukan pelunasan hutang. Org yg masih memiliki utang scr finansial tdk dikatakan mampu untuk berhaji. Wallahu a’lam.
sedikit koreksi: ada tulisan yg mengganggu di kalimat terakhir paragraf pertama, mgk bisa segera diedit : sptnya yg dimaksud “pesawat” tapi tertulis yg lain..kayaknya pake auto, jadi pas ketik ‘pe-saw-at’ lgs tercetak kepanjangan dari saw
#Uce
Syukran atas koreksinya.
Saya juga mau mengeluarkan uneg2. Sayangnya kebanyakan ummat muslim Indonesia bekal haji hanya terbatas pada kemampuan fisik (finansial)belaka, ditambah sekedar mengetahui tentang syarat rukunnya ibadah haji. Sebagai bukti lbih dr 200 ribu jiwa Indonesia berhaji setiap tahun, tetapi karena Ilmu, dan Iman tentang ke-ISLAMAN sangat minim sehingga dampak positif thd ummat islam Indonesia kurang terasa. Begitu pulang dari berhaji, kepedulian thd kemakmuran masjid di nomor sekiankan apalagi pengaruh terhadap moral bangsa. Beginikah kualitas kebanyakan orang yang bertitel”HAJJI” di INDONESIA? Terutama didaerah kami, Sukoharjo, Solo, Jawa Tengah.
afwan ustadz, bgm dgn org yg mendahulukn beli rmh dgn mengangsur tanpa lwt bank, selama ini rmh yg ditempati rumah aset kantor. Nilai rmh itu sdh melebihi biaya pergi haji.
@ Lusi
Kalau itu adl kebutuhan pokok, mk insya Allah tdk termasuk dikatakan mampu jk masih harus lunasi utang tsb.
Assalaamu’alaikum
Afwan, ana mau tanya bukan masalah haji. Akan tetapi, masalah (kemungkinan besar ada) perbedaan pelaksanaan idul adha yang mana sebagian saudara kita beridul adha tgl 16 Nop (mengikuti arab Saudi) dan sebagian lagi 17 Nop mengikuti rukyat pemerintah. Seperti diketahui posisi hilal 29 Dzulqo’dah hanya 1 derajat, sehingga kemungkinan besar hilal tidak terlihat, dan dzulqo’dah harus digenapkan 30 hari.
Ada 2 link yang berbeda :
http://syabab1924.blog.friendster.com/penentuan-idul-adha-wajib-mengikuti-rukyatul-hilal-penguasa-makkah/
http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=11106
Bagaimana menyikapinya? Sukron atas jawabannya.
#Abu Nafilah
Wa’alaikumussalam. Hal ini adalah perkara khilafiyah ijtihadiyah, silakan pilih pendapat yang menurut anda lebih sesuai kepada dalil. Sebagai tambahan silakan simak:
https://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/fatwa-mui-tentang-penetapan-awal-ramadhan-syawal-dzulhijjah.html
https://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/amalan-sholih-di-awal-dzulhijah-dan-puasa-arofah.html
boleh tidak pergi haji dengan berhutang ke bank, dengan cara pembayarannya menyicil di bank setiap bulan (tentunya pelunasannya setelah pulang haji)
@ Nissa
Berhaji dg berutang yg halal sendiri tdk dikatakan mampu, apalagi jika berutang dg bunga bank yg haram.
Silakan direnungkan.
Bagaimana halnya jika seorang ibu lansia ingin beribadah haji, sementara saat ini tidak ada mahrom yang “mampu” mendampinginya.
Apakah ia tergolong sebagai orang yang “mampu” untuk beribadah haji?
Apakah ia tetap harus mendaftar untuk ibadah haji?(yang kemungkinan 8 tahun lagi baru berangkat).
Apakah ia berdosa jika tidak bisa menunaikan ibadah haji karena adanya larangan dari pemerintah untuk beribadah haji bagi lansia?
Jazakumulloohu khoiron katsiiro.
@ Abu Insan
iya harus behaji dg mahromnya. Demikian pendapat madzhab Hanafiyah dan Hambali berdasarkan dalil2 yg ada. Jk tdk ada mahrom, mk seseorang tdk dikatakan mampu untuk berhaji.
Silakan baca bahasan di sini: http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/3220-berhaji-tanpa-mahrom.html
afwan ustadz mo tanya, apa boleh seseorang yg sdg pergi haji skrg ,menghajikn jg kedua ortux yg sdh meninggal dg membyr sjmlh uang kpd org lain di mekkah? JazakaAllaahu khairon
#lusi
Boleh jika memang orang tersebut adalah orang yang amanah. Hati-hati karena banyak penipuan masalah badal haji. Tidak sedikit kasus satu orang menjadi badal haji untuk beberapa orang dan ini adalah suatu yang tidak benar. Satu orang hanya bisa membadalkan satu orang saja.
assalamualaikum, mau tanya, Almarhumah ibu saya semasa hidupnya bercita2 ingin pergi haji, tp takdir berbicara lain Allah telah memanggilnya sblm niat itu terlaksana, bgmnkah hukumnya apakah ada kewajiban anak2nya u/menjalankan niat almarhumah ibu sy itu?
terima kasih atas jawabannya
#wulan
Wa’alaikumussalam. Apakah ibu anda pernah bernadzar atau hanya sekedar cita-cita, lalu apakah tatkala itu ibu anda sudah memiliki kemampuan untuk berhaji dan mahromnya juga sudah ada yang siap haji? Kalau ternyata sekedar cita-cita dan sang ibu belum ada kemampuan tatkala itu (belum memenuhi persyaratan, diantaranya belum ada mahromnya) maka tidak wajib baginya tatkala itu. Dan berarti juga tidak wajib bagi anak-anaknya meskipun anak-anaknya sekarang mampu.
Assalamualaikum
maaf, saya punya uneg uneg berkaitan ada sekelompok orang yang menunaikan ibadah haji dengan cara arisan. Apakah cara ini dapat dibenarkan? karena adanya kemungkinan sepulang dari tanah suci masih ada kewajiban angsuran arisannya. Apakah cara ini tidak sama dengan berhutang?
terima kasih atas bantuannya,
waasalamualikum
@ Harry
Wa’alaikumussalam.
Arisan itu sama saja dgn berutang.
@abduh
terima kasih saudaraku, bolehkah saya minta dalil yang dapat dijadikan dasar? terima kasih
Assalamualaikum
apakah syukuran habis haji diperbolehkan?
bila ada perjelasannya di website ini tolong kasih link.
#Nur
Wa’alaikumussalam. Hukumnya boleh, silakan simak:
http://kangaswad.wordpress.com/2011/06/29/hukum-jamuan-makan-sepulang-haji/
Bagaimana hukumnya sebuah keluarga yg belum memiliki rumah, kemuadian misalnya mendapatkan undian/hadiah yg halal yg apabila dihitung cukup untuk dibawa berhaji, wajibkah hajinya? atau harus beli rumah dulu…syukran
#Abu Luthfa
Memiliki rumah sendiri tidak wajib hukumnya, sedangkan berhaji wajib bila mampu.
Ass.. seorang temanku yg nasrani bertanya kepadaku. Apakah orang akan berubah menjadi lebih baik disegi kepribadian dan kesuksesan setelah pulang dr haji…. ? Saya minta tolong dijelaskan di forum ini supaya saya bisa menjawabx…. (Dia kepingin masuk islam)
#vheerdhauzt
Silakan baca artikel-artikel berikut:
https://muslim.or.id/aqidah/mencari-gelar-pak-haji.html
https://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/haji-momentum-perbaikan-diri.html
https://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/tanda-tanda-haji-mabrur.html
https://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/menjaga-kemabruran-haji.html
jika mampu berangkat berdua, maka berdua (suami-istri). Jika hanya mampu sendiri maka sendiri.
Pertanyaan keduax. apakah kalo naik haji sebaiknya pasangan suami istri.. atau bisa suami saja dulu….. ?
AsSalaam.
bagaimana jika keluarga saya mempunyai sawah keluarga (8 orang), sebesar 3 Ha, jika dijual 1 Ha, maka cukup untuk biaya berhaji nenek saya + 1 mahrom, tetapi sawah itu untuk biaya hidup sehari-hari dengan cara di sewakan tahunan. Nenek saya selalu khawatir biaya hidup tidak cukup jika sawahnya dijual (kalo posisi masih disewa pasti harganya murah)..sehingga tanpa persetujuan nenek, sawah itu tidak bisa dijual. Tapi keluarga kami selalu khawatir kalo tidak segera dijual maka nenek tdak akan sempat berhaji (karena sudah tua dan kalo daftar butuh bertahun-tahun berangkat).. sedangkan dulu saat masih muda nenek tidak berangkat haji dengan alasan yang sama, khawatir sawahnya tidak cukup untuk biaya keluarga.
jadi bingung ustadz..
bagaimana seharusnya?
Wsalaam.
#Wati
Jika sawah tersebut dijual lalu tidak ada sumber pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, maka artinya belum mampu untuk berhaji dan tidak berdosa andaikan seumur hidup belum haji jika belum mampu.
artikel yang sangat bermanfaat bagi saya yang mau mempelajari agama islam lebih dalam lagi ..
Sangat setuju sekali dengan ulasan Tolak Ukur Mampu dalam Berhaji. Tapi walaupun seorang muslim belum mampu janganlah pasrah, harus terus berikhtiar dengan niat yg kuat ingin beribadah ke Tanah Suci. Jangan pula menjadikan alasan “belum dapet panggilan” hanya karena enggan berhaji
Assalamu’alaikum, ustadz mohon saran atas kasus berikut : sy tinggal di rumah dinas (pinjaman) dan sedang membeli rumah secara kredit pada bank konvensional, sy juga sudah memiliki kendaraan. Sy belum haji. Saat ini sy memiliki sejumlah dana. Sy ingin membersihkan dari riba, dan sy juga ingin berhaji. Mana yg harus sy dahululukan diantara keduanya, atau saran yg lainnya.
#abdullah
Wa’alaikumussalam, lebih wajib melepaskan diri dari riba.
assalamualaikum..
saya bingung apakah menghajikan kedua orang tua saya dulu atau untuk saya dan istri karena tabungan cuma cukup untuk daftar 2 orang.trims
#suhartono
wa’alaikumussalam, jika anda yang mampu maka anda yang wajib, bukan orang tua anda.
ust. apa hukumnya memanggil orang yang sudah pergi haji, menjadi pak haji dan bu haji, syukron
Silakan simak:
http://rumaysho.com/umum/mendahulukan-melunasi-hutang-daripada-menunaikan-haji-362
Bismillah,
Para Ustadz yang dirahmati Alloh,
Ana mau tanya, apakah dengan mendaftar haji reguler yang masa tunggu nya bisa sampai belasan tahun, sudah menggugurkan kewajiban haji?
Walaupun baru mendaftar dan belum berangkat kesana.
Syukron jazakumullahu khairon