Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Ada tiga pokok yang menjadi pondasi kebahagiaan seorang hamba, dan masing-masingnya memiliki lawan. Barangsiapa yang kehilangan pokok tersebut maka dia akan terjerumus ke dalam lawannya. [1] Tauhid, lawannya syirik. [2] Sunnah, lawannya bid’ah. Dan [3] ketaatan, lawannya adalah maksiat. Sedangkan ketiga hal ini memiliki satu musuh yang sama yaitu kekosongan hati dari rasa harap di jalan [ketaatan kepada] Allah dan keinginan untuk mencapai balasan yang ada di sisi-Nya serta ketiadaan rasa takut terhadap-Nya dan hukuman yang dijanjikan di sisi-Nya.” (al-Fawa’id, hal. 104)
Tauhid Mengantarkan Menuju Bahagia
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri iman mereka dengan kezaliman/syirik, mereka itulah yang akan mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang diberikan petunjuk.” (QS. al-An’aam: 82). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka atas orang yang mengucapkan la ilaha illallah dengan ikhlas mengharapkan wajah Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim). Abdullah Ibnu Mubarak rahimahullah berkata, “Betapa banyak amalan kecil menjadi besar karena niat (yang ikhlas), dan betapa banyak amalan besar menjadi kecil karena niat (yang tidak ikhlas).”
Syirik Mengantarkan Menuju Sengsara
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tiada seorang penolongpun bagi orang-orang yang zalim itu.” (QS. al-Maa’idah: 72). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berjumpa dengan Allah dalam keadaan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun maka dia pasti masuk neraka.” (HR. Muslim).
Sunnah Mengantarkan Menuju Bahagia
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah (Muhammad); Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (QS. Ali Imran: 31). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam itu datang dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing sebagaimana datangnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing.” (HR. Muslim). Imam Malik rahimahullah berkata, “Sunnah adalah [laksana] bahtera Nabi Nuh, barangsiapa yang menaikinya akan selamat, dan barangsiapa yang tertinggal akan tenggelam.”
Bid’ah Mengantarkan Menuju Sengsara
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk dan dia justru mengikuti selain jalan orang-orang beriman, niscaya akan Kami biarkan dia terombang-ambing dalam kesesatannya dan Kami pun akan memasukkannya ke dalam Jahannam, dan sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisaa’: 115). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sejelek-jelek urusan adalah yang diada-adakan -dalam agama-, [dan setiap yang diada-adakan itu adalah bid’ah] dan setiap bid’ah pasti sesat [dan setiap kesesatan di neraka].” (HR. Muslim, tambahan dalam kurung dalam riwayat Nasa’i)
Ketaatan Mengantarkan Menuju Bahagia
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya sungguh dia akan mendapatkan keberuntungan yang sangat besar.” (QS. al-Ahzab: 71). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua umatku pasti masuk surga, kecuali yang enggan.” Para sahabat pun bertanya, “Siapakah orang yang enggan itu wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Barangsiapa mentaatiku masuk surga dan barangsiapa yang mendurhakaiku maka dialah orang yang enggan itu.” (HR. Bukhari). Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma berkata, “Allah menjamin bagi siapa saja yang membaca al-Qur’an dan mengamalkan ajaran yang ada di dalamnya bahwa dia tidak akan sesat di dunia dan tidak akan celaka di akherat.”
Kemaksiatan Mengantarkan Menuju Sengsara
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan rasul-Nya sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (QS. al-Ahzab: 36). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Surga diliputi dengan perkara-perkara yang tidak disenangi nafsu (ketaatan) sedangkan neraka diliputi dengan perkara-perkara yang disenangi nafsu (kemaksiatan).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hilangnya Harapan dan Rasa Takut
Sementara ketiga hal di atas -tauhid, sunnah, dan ketaatan- memiliki satu musuh yang sama yaitu ketiadaan rasa harap dan rasa takut. Yaitu ketika seorang hamba tidak lagi menaruh harapan atas apa yang Allah janjikan dan tidak menyimpan rasa takut terhadap ancaman yang Allah berikan. Akibat ketiadaan harap dan takut ini maka timbul berbagai dampak yang membahayakan. Di antara dampaknya adalah; [1] terlena dengan curahan nikmat sehingga lalai dari mensyukurinya, [2] sibuk mengumpulkan ilmu namun lalai dari mengamalkannya, [3] cepat terseret dalam dosa namun lambat dalam bertaubat, [4] terlena dengan persahabatan dengan orang-orang saleh namun lalai dari meneladani mereka, [5] dunia pergi meninggalkan mereka namun mereka justru senantiasa mengejarnya, [6] akherat datang menghampiri mereka namun mereka justru tidak bersiap-siap untuk menyambutnya. Ibnul Qayyim rahimahullah menerangkan bahwa ketiadaan rasa harap dan takut ini bersumber dari lemahnya keyakinan. Lemahnya keyakinan itu timbul akibat lemahnya bashirah/pemahaman. Dan lemahnya bashirah itu sendiri timbul karena jiwa yang kerdil dan rendah (lihat al-Fawa’id, hal. 170).
Bersihkan Jiwamu!
Jiwa yang kerdil dan rendah akan merasa puas dengan perkara-perkara yang hina, sementara jiwa yang besar dan mulia tentu hanya akan puas dengan perkara-perkara yang mulia (lihat al-Fawa’id, hal. 170). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh berbahagia orang yang menyucikan jiwanya dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.” (QS. asy-Syams: 9-10). Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Yaitu orang yang menyucikan jiwanya dari dosa-dosa dan membersihkannya dari aib-aib, lalu dia meninggikannnya dengan ketaatan kepada Allah serta memuliakannya dengan ilmu yang bermanfaat dan amal saleh.” (Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 926). Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Yang dimaksud penyucian di sini ialah dia menyucikan dirinya dengan cara membebaskannya dari syirik dan noda-noda maksiat, sehingga jiwanya menjadi suci dan bersih.” (Tafsir Juz ‘Amma, hal. 165)
Dari sinilah, kita menyadari betapa besar peran ilmu yang diamalkan. Oleh sebab itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita untuk senantiasa berdoa seusai sholat Subuh dengan doa yang sangat indah, Allahumma inni as’aluka ‘ilman nafi’an wa rizqan thayyiban wa ‘amalan mutaqabbalan. Yang artinya; “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezki yang baik, dan amalan yang diterima.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki baik oleh Allah niscaya akan dipahamkan dalam urusan agamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Sedangkan ilmu dan pemahaman seorang hamba tentang agamanya diukur dengan rasa takutnya kepada Allah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya yang merasa takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu.” (QS. Fathir: 28). Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Cukuplah rasa takut kepada Allah sebagai bukti ilmu -seseorang-.”
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
ya Allah smg aq mendptkan kebahagiaan, dgn meninggalkan syirik, maksiat dan yg tdk disukai Allah….
Assalamu ‘alaikum, Ustadz ana ijin untuk copy n paste nya ya…jazaakallahu khairan ustadz
assalamu alaikum wrwb. ustadz, mohon penjelasan tentang hukum membaca barzanji, apakah termasuk bid’ah?
@ Rapi
Wa’alaikumus salam wa rahmatullah wa barakatuh.
Coba direnungkan lagi kitab barzanji, di dalamnya tidak lepas dari syirik dan bid’ah.
bahagia di akherat lebih mulia dari pada bahagia di dunia
Assalamualaikum, mohon ijin share,,,,makasih
sayang tidak ada catatan kaki hadist dengan nomornya.
assalamu’alaikum warohmatulloh wabarokatuh.
Pak, afwan sy ijin share ya di blog. Jazakallohu khoiro.
wassalamu’alaikum warohmatuloh wabarokatuh.
SUBHANALLAH… mohon ijin share ustadz
ana juga izin shere
Assalamu’alaikum ustadz,
bagaimana hukumnya wirid berjamaah pada setiap malam jum’at yang biasa dilakukan di masyarakat umum?
wassalamu’alaikum.
@ TOYYIB
Wa’alaikumus salam.
Asalnya dzikir adl sendiri2 bukan berjamaah.
SubhaanAllah…
Jazaakumullahu khairan katsiiran atas pengingat-nya. Sangat mengena di hati apa yang disebutkan oleh Imam Ibnul Qayyim.
Kalau boleh nambahin satu point lagi, yaitu Tawakkal. Yaitu, merasa yakin, tenang dan tidak merasa takut akan marabahaya yang akan menimpa diri seorang hamba (kehilangan teman, kekurangan rezeki, tidak bisa berkembang, dll) saat berusaha menerapkan Tauhid, Sunnah dan Ketakwaan di dalam hidupnya.
Poin Tawakkal inilah, yang menurut saya, banyak membuat hamba-hamba Allah di zaman sekarang tidak “bernyali” atau tidak “mampu” untuk menjalankan tiga point sebelumnya, walau mereka mengetahuinya — dan akhirnya membuat hati mereka gelisah dan jauh dari bahagia.
Jazaakumullahu khairan katsiiran…
Asslamualakum ustadz mohon izin di copy dan share
Assalaamu’alaykum..afwan ustadz, ana minta izin share tulisan ini…jazaakumullah khoiran sebelumnya…
izin share….
Afwan stad,ijin copas…
afwan ana ijin share di fb jazakallohu khairon
Ya Allah semoga Kami di beri kekuatan untuk cinta kepada Sunnah Rasulullah SAW menuju kebahagiaan di Dunia dan Akherat.
assalamu’alaikum warohmatulloh wabarokatuh.
Pak, afwan sy ijin share ya di blog. Jazakallohu khoiro.
wassalamu’alaikum warohmatuloh wabarokatuh.
alhamdulillahirabbil alamien… mudah-mudahan qt diberi kekuatan istiqamah untuk mengamalkannya.. Karena syirik dan bid’ah merupakan penghancur aqidah dan ibadah kita.. sukron P. Ustadz..
betul..betul..betul..smg islam slalu berdiri kokoh diatas pondasi tauhid yg murnl sbg mana sabda nabi: al islamu ya’lu wala yu’la alaih. bahwa islam adalah luhur dan tdk akan trkalahkan
Ya Allah jauhkanlah kami dari kekufuran dan sifat sombong
LA ILAHA ILALLAH
askmm..maksud dari tauhid itu apa yaa
#adib
Silakan simak:
https://muslim.or.id/aqidah/membekali-diri-dengan-tauhid.html
Assalamualaikum,
‘afwan mau bertanya, apakah menulis no.hadits, sumber rujukan dalam tulisan yang kita buat itu perlu?
karena saya melihat hadits disini tidak diberi penomoran, tapi dalam artikel lain dicantumkan..
mohon penjelasannya..
#ades
Wa’alaikumussalam, selama penulis dapat mempertanggung-jawabkan kebenaran nukilannya, maka tidak masalah.
tp akhi baiknya dikasih rujukan yg jelas agar lbh berbobot,dan dpt lbh mudah mengecek kebenarany,apalagi untuk pr tholabul ilmi,ini sangat jls menbantu
Assalam… minta ijin share tadz
assalamu’alaikum. Ustad mohon ijin share,wasalam
assalamu’alaikum
bgmna kt menyikapi undangan acara2 kenduri dmsyarakat? sukron
#wendi
wa’alaikumussalam, kenduri tidak semuanya terlarang, bahkan hukum asal kenduri itu mubah. Yang terlarang adalah kenduri-kenduri yang merupakan ritual ibadah yang tidak ada dalilnya dalam agama.
Alhamdulillah , situs dan kajian-kajian yg ada di dalamnya bermanfaat buat saya dan semoga juga buat yg lainnya !
ya dah bagus makalahnya cuma klau boleh ngasih masukan, marojihnya klau bisa dicantumkan dan penulisan hadits-haditsnya sekalian tulisan arabnya ditulis gt