Bismillah, pada kesempatan kali ini kami akan coba membahas terkait dalil takbiran, waktu takbiran dan lafadz takbiran sesuai sunnah. Semoga artikel ini bisa bermanfaat untuk kita semua.
Waktu Mulai & Berakhir Takbiran
Takbiran Idul Fitri
Takbiran pada saat idul fitri dimulai sejak maghrib malam tanggal 1 syawal sampai selesai shalat ‘id.
Hal ini berdasarkan dalil berikut:
- Allah berfirman, yang artinya: “…hendaklah kamu mencukupkan bilangannya (puasa) dan hendaklah kamu mengagungkan Allah (bertakbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu.” (Qs. Al Baqarah: 185)
Ayat ini menjelaskan bahwasanya ketika orang sudah selesai menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan maka disyariatkan untuk mengagungkan Allah dengan bertakbir.
- Ibn Abi Syaibah meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar rumah menuju lapangan kemudian beliau bertakbir hingga tiba di lapangan. Beliau tetap bertakbir sampai shalat selesai. Setelah menyelesaikan shalat, beliau menghentikan takbir. (HR. Ibn Abi Syaibah dalam Al Mushannaf 5621)
Keterangan:
- Takbiran idul fitri dilakukan dimana saja dan kapan saja. Artinya tidak harus di masjid.
- Sangat dianjurkan untuk memeperbanyak takbir ketika menuju lapangan. Karena ini merupakan kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Berikut diantara dalilnya:
- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar rumah menuju lapangan kemudian beliau bertakbir hingga tiba di lapangan. Beliau tetap bertakbir sampai sahalat selesai. Setelah menyelesaikan shalat, beliau menghentikan takbir. (HR. Ibn Abi Syaibah dalam Al Mushannaf)
- Dari Nafi: “Dulu Ibn Umar bertakbir pada hari id (ketika keluar rumah) sampai beliau tiba di lapangan. Beliau tetap melanjutkan takbir hingga imam datang.” (HR. Al Faryabi dalam Ahkam al Idain)
- Dari Muhammad bin Ibrahim (seorang tabi’in), beliau mengatakan: “Dulu Abu Qotadah berangkat menuju lapangan pada hari raya kemudian bertakbir. Beliau terus bertakbir sampai tiba di lapangan.” (Al Faryabi dalam Ahkam al Idain)
Takbiran Idul Adha
Takbiran Idul Adha ada dua:
Takbiran yang tidak terikat waktu (Takbiran Mutlak)
Takbiran hari raya yang tidak terikat waktu adalah takbiran yang dilakukan kapan saja, dimana saja, selama masih dalam rentang waktu yang dibolehkan.
Takbir mutlak menjelang idul Adha dimulai sejak tanggal 1 Dzulhijjah sampai waktu asar pada tanggal 13 Dzulhijjah. Selama tanggal 1 – 13 Dzulhijjah, kaum muslimin disyariatkan memperbanyak ucapan takbir di mana saja, kapan saja dan dalam kondisi apa saja. Boleh sambil berjalan, di kendaraan, bekerja, berdiri, duduk, ataupun berbaring. demikian pula, takbiran ini bisa dilakukan di rumah, jalan, kantor, sawah, pasar, lapangan, masjid, dst. Dalil takbiran yang tidak terikat waktu adalah:
- Allah berfirman, yang artinya: “…supaya mereka berdzikir (menyebut) nama Allah pada hari yang telah ditentukan…” (Qs. Al Hajj: 28)
Allah juga berfirman, yang artinya: “….Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang…” (Qs. Al Baqarah: 203)
Tafsirnya:
-
- Yang dimaksud berdzikir pada dua ayat di atas adalah melakukan takbiran
- Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan: “Yang dimaksud ‘hari yang telah ditentukan’ adalah tanggal 1-10 Dzulhijjah, sedangkan maksud ‘beberapa hari yang berbilang’ adalah hari tasyriq, tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.” (Al Bukhari secara Mua’alaq, sebelum hadis no.969)
- Dari Sa’id bin Jubair dari Ibn Abbas, bahwa maksud “hari yang telah ditentukan” adalah tanggal 1-9 Dzulhijjah, sedangkan makna “beberapa hari yang berbilang” adalah hari tasyriq, tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. (Disebutkan oleh Ibn Hajar dalam Fathul Bari 2/458, kata Ibn Mardawaih: Sanadnya shahih)
- Hadis dari Abdullah bin Umar, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada amal yang dilakukan di hari yang lebih agung dan lebih dicintai Allah melebihi amal yang dilakukan di tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Oleh karena itu, perbanyaklah membaca tahlil, takbir, dan tahmid pada hari itu.” (HR. Ahmad & Sanadnya dishahihkan Syaikh Ahmad Syakir)
- Imam Al Bukhari mengatakan: “Dulu Ibn Umar dan Abu Hurairah pergi ke pasar pada tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Mereka berdua mengucapkan takbiran kemudian masyarakat bertakbir disebabkan mendengar takbir mereka berdua.” (HR. Al Bukhari sebelum hadis no.969)
- Disebutkan Imam Bukhari: “Umar bin Khatab pernah bertakbir di kemahnya ketika di Mina dan didengar oleh orang yang berada di masjid. Akhirnya mereka semua bertakbir dan masyarakat yang di pasar-pun ikut bertakbir. Sehingga Mina guncang dengan takbiran.” (HR. Al Bukhari sebelum hadis no.970)
- Disebutkan oleh Ibn Hajar bahwa Ad Daruqutni meriwayatkan: “Dulu Abu Ja’far Al Baqir (cucu Ali bin Abi Thalib) bertakbir setiap selesai shalat sunnah di Mina.” (Fathul Bari 3/389)
Takbiran yang terikat waktu
Takbiran yang terikat waktu adalah takbiran yang dilaksanakan setiap selesai melaksanakan shalat wajib. Takbiran ini dimulai sejak setelah shalat subuh tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah shalat Asar tanggal 13 Dzulhijjah. Berikut dalil takbiran yang terikat waktu:
- Dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau dulu bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai setelah dluhur pada tanggal 13 Dzulhijjah. (Ibn Abi Syaibah & Al Baihaqi dan sanadnya dishahihkan Al Albani)
- Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai ashar tanggal 13 Dzulhijjah. Beliau juga bertakbir setelah ashar. (HR Ibn Abi Syaibah & Al Baihaqi. Al Albani mengatakan: “Shahih dari Ali radhiyallahu ‘anhu“)
- Dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai tanggal 13 Dzulhijjah. Beliau tidak bertakbir setelah maghrib (malam tanggal 14 Dzluhijjah). (HR Ibn Abi Syaibah & Al Baihaqi. Al Albani mengatakan: Sanadnya shahih)
- Dari Ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau bertakbir setelah shalat shubuh pada tanggal 9 Dzulhijjah sampai ashar tanggal 13 Dzulhijjah. (HR. Al Hakim dan dishahihkan An Nawawi dalam Al Majmu’)
Lafadz Takbiran
Tidak terdapat riwayat lafadz takbiran tertentu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hanya saja ada beberapa riwayat dari beberapa sahabat yang mencontohkan lafadz takbiran. Diantara riwayat tersebut adalah:
Pertama, Takbir Ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Riwayat dari beliau ada 2 lafadz takbir:
أ- اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ
ب- اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ
Keterangan:
Lafadz: “Allahu Akbar” pada takbir Ibn Mas’ud boleh dibaca dua kali atau tiga kali. Semuanya diriwayatkan Ibn Abi Syaibah dalam Al Mushannaf.
Kedua, Takbir Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma:
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَأَجَلُّ
اللَّهُ أَكْبَرُ، عَلَى مَا هَدَانَا
Keterangan:
Takbir Ibn Abbas diriwayatkan oleh Al Baihaqi dan sanadnya dishahihkan Syaikh Al Albani.
Ketiga, Takbir Salman Al Farisi radhiyallahu ‘anhu:
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا
Keterangan: Ibn Hajar mengatakan: Takbir Salman Al Farisi radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan oleh Abdur Razaq dalam Al Mushanaf dengan sanad shahih dari Salman.
Catatan Penting
As Shan’ani mengatakan: “Penjelasan tentang lafadz takbir sangat banyak dari berberapa ulama. Ini menunjukkan bahwa perintah bentuk takbir cukup longgar. Disamping ayat yang memerintahkan takbir juga menuntut demikian.”
Maksud perkataan As Shan’ani adalah bahwa lafadz takbir itu longgar, tidak hanya satu atau dua lafadz. Orang boleh milih mana saja yang dia suka. Bahkan sebagian ulama mengucapkan lafadz takbiran yang tidak ada keterangan dalam riwayat hadis. Allahu A’lam.
Kebiasaan yang Salah Ketika Takbiran
Ada beberapa kebiasaan yang salah ketika melakukan takbiran di hari raya, diantaranya:
Takbir berjamaah di masjid atau di lapangan
Karena takbir yang sunnah itu dilakukan sendiri-sendiri dan tidak dikomando. Sebagaimana disebutkan dalam riwayat Anas bin Malik bahwa para sahabat ketika bersama nabi pada saat bertakbir, ada yang sedang membaca Allahu akbar, ada yang sedang membaca laa ilaaha illa Allah, dan satu sama lain tidak saling menyalahkan… (Musnad Imam Syafi’i 909)
Riwayat ini menunjukkan bahwa takbirnya para sahabat tidak seragam. Karena mereka bertakbir sendiri-sendiri dan tidak berjamaah.
Takbir dengan menggunakan pengeras suara
Perlu dipahami bahwa cara melakukan takbir hari raya tidak sama dengan cara melaksanakan adzan. Dalam syariat adzan, seseorang dianjurkan untuk melantangkan suaranya sekeras mungkin. Oleh karena itu, para juru adzan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti Bilal, dan Abdullah bin Umi Maktum ketika hendak adzan mereka naik, mencari tempat yang tinggi. Tujuannya adalah agar adzan didengar oleh banyak orang. Namun ketika melakukan takbir hari raya, tidak terdapat satupun riwayat bahwa Bilal naik mencari tempat yang tinggi dalam rangka melakukan takbiran. Akan tetapi, beliau melakukan takbiran di bawah dengan suara keras yang hanya disengar oleh beberapa orang di sekelilingnya saja.
Oleh karena itu, sebaiknya melakukan takbir hari raya tidak sebagaimana adzan. Karena dua syariat ini adalah syariat yang berbeda.
Hanya bertakbir setiap selesai shalat berjamaah
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa takbiran itu ada dua. Ada yang terikat waktu dan ada yang sifatnya mutlak (tidak terikat waktu). Untuk takbiran yang mutlak sebaiknya tidak dilaksanakan setiap selesai shalat fardlu saja. Tetapi yang sunnah dilakukan setiap saat, kapan saja dan di mana saja.
Ibnul Mulaqin mengatakan: “Takbiran setelah shalat wajib dan yang lainnya, untuk takbiran Idul Fitri maka tidak dianjurkan untuk dilakukan setelah shalat, menurut pendapat yang lebih kuat.” (Al I’lam bi Fawaid Umadatil Ahkam: 4/259)
Amal yang disyariatkan ketika selesai shalat jamaah adalah berdzikir sebagaimana dzikir setelah shalat. Bukan melantunkan takbir. Waktu melantunkan takbir cukup longgar, bisa dilakukan kapanpun selama hari raya. Oleh karena itu, tidak selayaknya menyita waktu yang digunakan untuk berdzikir setelah shalat.
Tidak bertakbir ketika di tengah perjalanan menuju lapangan
Sebagaimana riwayat yang telah disebutkan di atas, bahwa takbir yang sunnah itu dilakukan ketika di perjalanan menuju tempat shalat hari raya. Namun sayang sunnah ini hampir hilang, mengingat banyaknya orang yang meninggalkannya.
Bertakbir dengan lafadz yang terlalu panjang
Sebagian pemimpin takbir sesekali melantunkan takbir dengan bacaan yang sangat panjang. Berikut lafadznya:
الله أكبر كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إلَّا إيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ…
Takbiran dengan lafadz yang panjang di atas tidak ada dalilnya. Allahu a’lam.
Baca juga: Kumpulan Artikel Zakat Fitri, Lebaran Dan Puasa Syawwal
—
Penulis: Ammi Nur Baits
Artikel: Muslim.or.id
Tata cara takbiran yan sesuai sunah sudah hampir hilang maka marilah kita hidupkan kembali sunah ini.
terimakasih bnyak pak ustad atas penjelasannya.
Assalaamu’alaikum
ustad mau tanya, krn ada sedikit bingung.
dalam artikel diatas tentang kesalahan takbiran disebutkan tidak boleh lafaz takbiran yg terlalu panjang itu (yg biasa kita dengar di Indonesia), tapi ada ucapan As Shan’ani, yg membolehkan lafaz takbir bermacam-macam, krn ada kelonggaran dalam hal takbiran ini. Apakah ini tidak saling bertentangan ?
mohon penjelasannya,
makasih
Maksud longgar disana harus berdasarkan (dalil) pernah dibaca oleh para sahabat
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh. Itu diatas saya baca “bahkan ada ulama yang melafazkan takbir yg tidak pernah ada riwayat nya. Dikarenakan hukum bertakbir longgar. Ko pak ustadz bilang harus sesuai yg pernah dibaca sama sahabat. Artikel sama jawabannya tidak sinkron saya rasa. Jazakallahu khoiran ustadz
Assalamuallaikum ustadz. Jazakallahu khairon atas penjelasannya. Izin copy ustadz.
assalamu ‘alaikum wa rahmatullah,
‘afwan cuman mau minta idzin copy aja,
syukran, jazakumullahu khairan.
Ana minta ijin sebarin di facebook
syukron tulisannya bagus…oya ana cmn minta izin bwt d copy…
saya hanya mau menanyakan hal yang sama seperti pertanyaannya Abu Salma….
makasih.
terima kasih keterangan di atas.
bgaimana kita menghidupkan sunah, jika para pengurus dimasjid saja jika diajak amal sunah selalu menjawab ” wes biasane ngene yo ngene”
sudah, biasanya seperti ini ya gini.
kadang jadi males untuk berdakwah, mohon bantuan dukungan dan doanya kepada penegak sunah.
Nahhh….pertanyaan dan jawaban yang sering ana dengar,terutama di tempat ana bahkan kadang juga bilang saya juga punya dalil,akan tetapi di saat di mintai dalil,ndak di kasih.makanya kadang jadi malas kalau mau negur dan meluruskan.
Ass. Wr. Wbr.
Mohon referensi hadits yang lebih kuat tentang jumlah lafadz takbir, karena ditempat saya, yang bertakbir tiga kali disalahkan, dan selalu harus dua kali terus menerus (Allahu akbar-Allahu akbar, laa ila ha illallah huwalloh huakbar. Allohu akbar walilahilhamd.)Terimakasih. Wass.Wr. Wbr.
assalammu’alaikum..wr…wb..ustad…pertanyaan yg sma dengan sodara abu salma, lafaz takbir yg terlalu panjang…mksudNya dsini ucapan takbir yg tidak boleh terlalu panjang yg mana, apakah pada saat mengerjakan sholat atau smua ucapan takbir termasuk takbiran untuk merayakan hari raya idul fitri dan idul adha. krn yg sering kita dengar takbiran itu ada yg mengucapkan dengan nyanyian, dan pada umumNya kl dengan nyanyian pasti panjang2…mhon penjelasanNya ustad…wassalam…wr…wb
askum.apakah bener saat kita mengucapkan lafald takbir arwah arwah pada kembali..ke ruymah masding masig itu benar ngk ya..dan juga apa perbedaan antara lafald annas denagn lafald al insan makasih
Assalamu’alaikum ahi,
Biasakan mengucapkan assalamu’alaikum.
Bukan ASKUM
Apakah tidak diajarkan oleh ulama disekitar antum?
Afwan…Akhi juga ana sarankan sebaiknya pakai arabnya saja daripada terjemahnya kurang tepat
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
ini tulisan akhi: Assalamu’alaikum
ASSALAAMU’ALAIKUM…
hanya saling mengingatkan, jangan berbicara kasar terhadap saudara kita
terjemahan antum kurang a
yang ketiga apakah boleh kita berwudu dengan keadaan telanjang dan apa hukumnya air wudlu itu jika di usap dengan handuk makasih
Mencoba share:
Dalam artikel di atas tidak dikatakan tidak boleh membaca takbir yang panjang, hanya disebutkan bahwa bacaan takbir tersebut tidak ada dalilnya.
Begitu mungkin maksudnya.
Afwan..
alhamdulillah, dapat ilmu baru.
jazakumulloh khoyron.
Ana minta ijin sebarin di facebook
Assalamu’alaikum,good artikel,izin share di facebook ya.
Bismillah,
Dari keterangan diatas kenapa disyariatkan takbir iedul fithri dimulai maghrib malam 1syawal?..sedangkan dari dalil yang dikemukakan diatas semuanya menunjukkan takbir dimulai subuh atau saat mau berangkat ke lapangan sampai selesai sholat ied..
Mohon penjelasan
Barokallohu fiik
Abu royyan
Assalamu’alaykum
pertanyaan saya sama dengan yang ditanyakan abu salma..
mohon penjelasannya
saya minta ijin untuambil artikel ini untuk buat tugas.
terima kasih
Takbir yang panjang seperti yang ditulis di atas,saya baca dalam terjemah kitab al-adzkar menurut Imam Syafii ra. itu dibolehkan, menurut hemat saya, kalau bacaan takbir itu boleh2 saja, asalkan ada dalilnya memang, nah dalilnya adalah ijma jumhur ulama termasuk licensi dari Imam syafii tsb. begitu kan ustadz?
iia betul sunah-sunah jgn sampai dihilangkan …
Alhamdulillah memang syariat Islam adalah syariat yang paling sempurna. Kebiasaan orang Indonesia adalah takbir yang menganggu orang lain, tidak hanya kafir saja, saya sebagai muslim sering merasa terganggu, dengan kerasnya suara takbir dan berjamaah pula. semoga dengan tulisan ini orang-orang yang membacanya semakin sadar bahwa agama Islam bukan agama yang Rusuh
Assalamualaykum warahmatullahi wabarakatuh..
Walaupun saya telat membaca tulisan di atas, tapi saya sangat berterima kasih sekali sudah memdapat tambahan ilmu. Syukran, jazakallahu khairan.
Syukran, jazakallahu khairan…di tunggu di Al Hidayah, Krajan…..kehadirannya ustadz..selalu…
Untuk Saudara Muhammad Yusuf hafidlahullah, ana sampaikan ungkapan terima kasih, jazaakumullah khairan atas tambahan informasi yang saudara sampaikan. dan saya telah mendapatkan keterangan itu di kitab Al Adzkar karya An Nawawi. Saya meralat apa yang saya tulis di atas. Semoga Allah membimbing kita bersama menuju jalan yang lurus…
Ass. Wr. Wb.
Saya ingin bertanya apakah benar kita dilarang bertakbir atau mendengarkan takbir sebelum Lebaran Idul Fitri tiba.?
Terima kasih
@ Rizal
Untuk takbir idul fithri paling baik adl saat berangkat ke lapangan sampai shalat dilaksanakan.
syukron pa ustad,atas artikel yg ditulis.dan berharap lebih banyak lagi yang menebar ilmu dengan dalil hadist yang shohih ke dalam artikel berikutnya.terutama masalah bid’ah agama yang dimana-mana meraja lela.yang datang dgn dalil dhoif atau dalil hawa saja,bukannya ikut syariat yg dicontohkan rasulullah dan para sahabat.smoga ALLAH membimbing kita ke agama nya yg lurus dan tidak sesat dan menyesatkan orang lain.wallahu a’lam
saya sangat senang dengan radio muslim jogjakarta
Assalamu’alaykum WarohmatuLloh
Ust…ana mau tanya,,,waktu ana bertakbir diluar bulan ramadhan tiba2 ada salah seorang sahabat yang mengatakan bahwa “tidak boleh bertakbir selain hari raya nanti para penghunu kubur bersedih…” ana agak gak ngerti maksudnya apa ya…??? apa benar seperti itu..??? mohon penjelasannya…
Jazakallah
#Dwi Rezky
Wa’alaikumussalam Warahmatullah. Silakan ditanyakan kepada teman anda tersebut apa yang dimaksud. Karena setiap shalat wajib pun kita bertakbir.
Subhanalloh….ingin sekali ana sampaikan ke jamaah di tempat ana…cuman sayang setiap kali dikasih tahu yg sebenarnya yg sblmnya tdk mereka lakukan dikiranya aliran sesat.disini penting nya ilmu utk beramal.semoga amal kita berdasar ilmu dan tdk sia”…Allohumaamin
Afwan ustaz… apa tidak sebaiknya kalau ada ralat untuk postingannya… langsung diedit juga postingannya… soalnya banyak yang sudah ijin copas buat disebarin ke jamaah masing-masing yah… biar yang disampaikan ke jamaah mereka tidak salah…
Saya perhatikan di masjid-masjid masih banyak yang memakai lafaz takbir yang panjang tersebut…
Syukron…
Terima kasih atas pengetahuan yg tlh disampaikan dg jelas.
afwan ustaz..
untuk lafaz takbir yang berikut
الله أكبر كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إلَّا إيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ…
menanggapi pernyataan dari akhy muhammad yusuf…
ana tadi iseng-iseng buka kitab al adzkar ana yang terbitan kairo… dalam baab
باب الأذكار المشروعة في العيدين
memang disebutkan bahwa imam safii dan beberapa ulama lain membolehkan takbir demikian… dan ada sedikit lanjutannya yaitu tambahan
لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَ اللَّهُ أَكْبَرُ
setelah kalimat وَحْدَهُ pada lafaz takbir di atas…
tapi sayangnya dalam kitab al azkar punya ana hanya disebutkan bahwa itu adalah perkataan imam asysyafi’i dan beberapa ulama saja.
selanjutnya di kitab ana tidak disebutkan dalil kenapa menggunakan lafazd takbir tersebut…
sedangkan kita pernah tau kalau imam syafi’i sendiri melarang kita mengambil kata-kata beliau kalau tidak berdasarkan hadits shohih…
jadi mohon nasehatnya ya ustaz…
bisa jadi kitab al azkar ana ada kesalahan cetak, atau kemampuan bahasa arab ane masih kurang… sehingga bisa jadi ada kesalahpahaman dalam pemahaman ana.
Mohon kejelasannya ustaz…
semoga Allooh memberikan banyak rahmatNYa kepada kita.
Syukron
#hermansyah
Sebagaimana perkataan Imam Ash Shan’ani di atas, masalah bacaan takbir itu longgar, bacaan yang panjang ini pun boleh saja dipakai jika ingin. Namun tentu lafadz ini terlalu panjang sehingga menyulitkan sebagian orang yang mau mengamalkan sunnah takbiran, terutama orang-orang awam. Kesalahan lain, biasanya lafadz ini hanya dibaca oleh ‘pemimpin’ takbiran. Padahal takbiran tidak perlu dipimpin dan dikoordinir, serta orang-orang tidak perlu menunggu ‘pemimpin’ takbiran selesai membaca lafadz yang panjang ini baru melanjutkan takbiran.
Longgar disana maksudnya yang pas adalah berdasarkan dalil yaitu bacaan bacaan takbiran yang pernah dilakukan para sahabat . betulkan ustadz
tp maaf ustadz yg dilakukan Rasulullah kan ketka kluar k lpngn bukan mulai malam hari,,, trus adakah hadits atw riwayat atau tafsir yang menerangkan tentang ayat di atas di jdkn dasar, bahwa d mulainya takbir adalah malam ied?
Buat pembanding diambil dari kitab Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, sebagai berikut:
حكم التكبير في العيدين:
اتفق الفقهاء على مشروعية التكبير في العيدين في الغدو إلى الصلاة، وفي إدبار الصلوات أيام الحج. أما التكبير في الغدو إلى صلاة العيد: فقال أبو حنيفة (1) : يندب التكبير سراً في عيد الفطر في الخروج إلى المصلى لحديث «خير الذكر الخفي، وخير الرزق ما يكفي» (2) ، ويقطعه إذا انتهى إلى المصلى في رواية، وفي رواية: إلى الصلاة. وقال الصاحبان: يكبر جهراً، واتفقوا على التكبير جهراً في عيد الأضحى في الطريق.
وقال الجمهور (3) : يكبر في المنازل والمساجد والأسوق والطرق أي عند الغدو إلى الصلاة جهراً، إلى أن تبدأ الصلاة، وعند الحنابلة: إلى فراغ الخطبة، وهو في الفطر آكد من تكبير ليلة الأضحى لقوله تعالى: {ولتكملوا العدة، ولتكبروا الله على ما هداكم، ولعلكم تشكرون} [البقرة:185/2] ولما فيه من إظهار شعائر الإسلام، وتذكير الغير.
ويندب التكبير المطلق (وهو ما لا يكون عقب الصلاة) عند الشافعية والحنابلة: من غروب شمس ليلة عيد الفطر، لا ما قبلها: ولا يسن التكبير المقيد (وهو المفعول عقب الصلاة) ليلة الفطر عند الحنابلة وفي الأصح عند الشافعية، لعدم وروده.
وصيغة التكبير:
عند الحنفية والحنابلة شفعاً: ( الله أكبر، الله أكبر، لا إله إلا الله ، والله أكبر،الله أكبر (ثنتين)، ولله الحمد ) عملاً بخبر جابر عن النبي صلّى الله عليه وسلم الآتي، وهو قول الخليفتين الراشدين، وقول ابن مسعود.
وصيغته عند المالكية والشافعية في الجديد ثلاثاً: ( الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر )، وهذا هو الأحسن عند المالكية، فإن زاد ( لا إله إلا الله ، والله أكبر، الله أكبر، ولله الحمد ) فهو حسن، عملاً بما ورد عن جابر وابن عباس رضي الله عنهم، ويستحب أن يزيد عند الشافعية بعد التكبيرة الثالثة:( الله أكبر كبيراً، والحمد لله كثيراً، وسبحان الله بكرة وأصيلاً ) كما قاله النبي صلّى الله عليه وسلم على الصفا. ويسن أن يقول أيضاً بعد هذا: ( لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه، مخلصين له الدين ، ولو كره الكافرون، لا إله إلا الله وحده، صدق وعده، ونصر عبده، وهزم الأحزاب وحده، لا إله إلا الله والله أكبر). وهذه الزيادة إن شاءها عند الحنفية، ويختمها بقوله: ( اللهم صلِّ على محمد وعلى آل محمد، وعلى أصحاب محمد، وعلى أزواج محمد، وسلم تسليماً كثيراً .
Hukum Takbiran Pada Dua Hari Raya
Semua ahli fiqih sepakat disyariatkannya bertakbir pada dua hari Id, pada pagi hari menuju shalat (Id), dan setelah shalat pada hari-hari haji. Ada pun tentang bertakbir pada pagi hari menuju shalat, berkata Abu Hanifah : Disunahkan bertakbir secara sir (pelan) pada hari Idul Fitri, ketika menuju lapangan, alasannya adalah hadits: (sebaik-baiknya dzikir adalah yang khafi (tersembunyi), dan sebaik-baiknya rezeki adalah yang mencukupi) , dan menghentikannya ketika sampai di mushalla (lapangan tempat shalat), dalam satu riwayat, dan dalam riwayat lain berhentinya ketika mau shalat. Sedangkan dua orang sahabatnya mengatakan: bertakbir secara jahr (keras). Mereka sepakat bertakbir secara dikeraskan di jalan-jalan pada Idul Adha.
Sedangkan jumhur (mayoritas) ulama mengatakan : hendaknya bertakbir di rumah-rumah, di masjid, di pasar-pasar, dan di jalan-jalan, yaitu sejak pagi (subuh) hingga shalat secara jahr (keras), hingga dimulainya shalat. Menurut Hanabilah (pengikut Imam Ahmad bin Hambal) hingga selesainya khutbah, hal ini ketika idul fitri, dan ditekankan bertakbir pada malam idul adha, karena Allah Ta’ala berfirman: dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah (bertakbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.(QS. Al Baqarah (2): 185), karena padanya menampakkan syiar-syiar Islam, dan dapat mengingatkan yang lain.
Disunahkan ber- takbir muthlaq (yaitu takbir yang tidak dilakukan setelah usai shalat) menurut Syafi’iyah dan Hanabilah: sejak terbenamnya matahari pada malam Idul Fitri (istilah di Indonesia malam takbiran, pen), tidak dilakukan sebelumnya. Dan, tidaklah disunahkan takbir muqayyad (yaitu takbir yang dilakukan setelah usai shalat) pada malam Idul Fitri menurut Hanabilah, dan yang shahih menurut Syafi’iyah, karena tidak ada dalil tentang itu.
Shighat Takbir (Bentuk Kalimat Takbir) :
Menurut Hanafiyah dan Hanabilah: (Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Illallahu, wallahu Akbar, Allahu Akbar (diulang 2 X), walillahil hamd). Amalan ini berdasarkan riwayat dari Jabir , dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berikut ini, juga pendapat dua khalifah rasyidin, dan Abdullah bn Mas’ud.
Kalimat takbir menurut Malikiyah dan Syafi’iyah dalam Qaul Jadid (pendapat baru)nya adalah tiga kali: (Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar), menurut Malikiyah inilah yang terbaik. Jika ditambahkan (Laa Ilaha Illallahu, wallahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil hamd) maka ini juga bagus diamalkan, sebagaimana riwayat dari Jabir dan Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhum. Dan, menurut Syafi’iyah disunnahkan setelah takbir tiga kali dengan menambahkan: (Allahu Akbar kabira wal Hamdulillahi bukratan wa ashila) sebagaimana yang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ucapkan di atas Shafa.
Disunnahkan juga setelah mengucapkan kalimat tersebut menambahkan dengan: (Laa ilaha illa iyyah mukhlishina lahuddina wa lau karihal kafirun, laa ilaha illallahu wahdah shadaqa wa’dah wa nashara ‘abdah wa a’azza jundah wa hazamal ahzaba wa’dah, laa ilaha illallah wallahu akbar), menurut Hanafiyah tambahan ini bagi yang mau saja, lalu ditutup dengan: (Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala Aali Muhammad wa ‘Ala ash-habi Muhammad wa ‘ala azwaaji Muhammad wa Sallam tasliman katsiran)
————————-
Lihat Fathul Qadir, 1/423. Al Fatawa Al Hindiyah, 1/142. Al Maraqi Al Falah, Hal. 90. Al Lubab, 1/117. Ad Durul Mukhtar, 1/784-785
HR. Ahmad No. 1477, Abu Ya’la No. 731, Ibnu Hibban No. 809, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 553, dan lain-lain. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: isnaduhu dhaif –isnadnya lemah. Lihat Tahqiq Musnad Ahmad No. 1477.
Dua orang sahabat Imam Abu Hanifah yang dimaksud adalah Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad bin Hasan. (Pen)
Syarhush Shaghir, 1/529. Al Qawanin Al Fiqhiyah, Hal. 86. Al Majmu’, 5/36-37. Mughni Al Muhtaj, 1/314. Kasysyaf Al Qina’, 2/63-64. Al Mughni, 2/368-369, 372-374, 393-395.
Takbir Muthlaq adalah ucapan Allahu Akbar, yang diucapkan kapan saja kita mau tanpa dibatasi waktu, sebab, dan peristiwa. Sedangkan takbir muqayyad adalah lafaz takbir yang spesifik dengan waku, sebab, dan peristiwa spesifik pula, seperti takbir saat hari raya.
izin copy akhi
jazakumullohu khoiron
gak tahu tuh
Assalamu ‘alaikum .Terima kasih ya atas ilmunya. Dengan penjelasan di atas saya mendapat ilmu tentang dalil takbir dan adab yang salah saat bertakbir. Semoga yg menulis ilmu ini mendapat kebaikan. Wassalamu ‘alaikum.
assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh. ijin copaz ya uztadz.
Assalamualaikum wr. wb.
Kalau boleh saya mau bertanya, apakah takbir ini boleh dilakukan setiap saat selain pada waktu idul fitri dan idul adha?
#Rita
Wa’alaikumussalam, jika anda ingin bertakbir di luar dua hari raya ucapkanlah ‘allahu akbar‘.
Ada tulisan yang bagus tentang kapan memulai takbir i’ed ?
di http://www.sahab.net/forums/index.php?s=a2b8c5f5cdf7df5ca3de181417ca452b&showtopic=122544
Kesimpulannya : mungkin tidak sebagaimana yang dijelaskan dalam artikel ini
Terimakasih
Pembanding dari Al Umm
الأم للشافعي (1/ 276)
[كَيْفَة التَّكْبِيرُ فِي الْعِيد]
كَيْفَ التَّكْبِيرُ؟ (قَالَ الشَّافِعِيُّ – رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى -) : وَالتَّكْبِيرُ كَمَا كَبَّرَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فِي الصَّلَاةِ ” اللَّهُ أَكْبَرُ ” فَيَبْدَأُ الْإِمَامُ فَيَقُولُ: ” اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ” حَتَّى يَقُولَهَا ثَلَاثًا، وَإِنْ زَادَ تَكْبِيرًا فَحَسَنٌ، وَإِنْ زَادَ فَقَالَ: اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلَا نَعْبُدُ إلَّا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدَّيْنَ، وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، وَاَللَّهُ أَكْبَرُ ” فَحَسَنٌ وَمَا زَادَ مَعَ هَذَا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ أَحْبَبْتُهُ، غَيْرَ أَنِّي أُحِبُّ أَنْ يَبْدَأَ بِثَلَاثِ تَكْبِيرَاتٍ نَسْقًا، وَإِنْ اقْتَصَرَ عَلَى وَاحِدَةٍ أَجْزَأَتْهُ، وَإِنْ بَدَأَ بِشَيْءٍ مِنْ الذِّكْرِ قَبْلَ التَّكْبِيرِ أَوْ لَمْ يَأْتِ بِالتَّكْبِيرِ فَلَا كَفَّارَةَ عَلَيْهِ
Di situ Al Syafi’i menyatakan dan bila ditambahi maka hasan (bagus)… Sepengetahuan saya pendapat ulama bukan hujjah. Lalu bagaimana menyikapi pendapat beliau. Husnuzh zhann saya apa mungkin ada hadits tentang itu yang bisa jadi tidak sampai ke kita atau bagaimana memahami dan mendudukkan pendapat beliau ini.
Ustad Izin Share Ulang
Assalamualaikum Wr Wb…
Subhanallaah Walhamdulillaah Walaa Illaaha Ilallaahu Allahu Akbar…
Alhamdulillaah artikelnya :)
Isi dari penjabarannya Inzya Allah bermanfaat dan saya mohon izin agar diizinkan untuk saya copy paste beberpa bagian yang di tujukan untuk grup saya di facebook dengan nama grup KONSULTASI.
Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan banyak terima kasih ^_^ dan semoga Allah melimpahkan RahmatNya untuk Saudara/i beserta keluarga, Aamiin
Wassalam,
Firman C
Oh ya saya lupa, saya pun akan menuliskan dibawahnya sumber artikel ini
Alhamdulillah, artikel yang bisa menambah ilmu, hari ini pas tgl 9 Zulhijjah, jadi bisa langsung diamalkan…
Alangkah lebih ahsan kalau ustadz menjawab bbrp pertanyaan dari saudara2 kita yang haus ilmu diatas, bahkan Rasulullah SAW pernah ditegur dalam surat ‘Abasa, maaf kalau ada yang salah, jazakumullah khairan katsira
Assalamu alaikum, ustadz. Pertanyaan ana, bagaimana hukum seorang imam yang langsung mengomandoi takbir setiap selesai sholat fardhu? Kalau memang ini tidak ada contohnya dari salafus shaleh, lalu seperti apa yang sesuai sunnahnya. Syukran atas jawabnya.
#Akmal
Wa’alaikumussalam, seharusnya biarkan makmum dzikir sendiri sendiri.
Bismillah. Izin Copas Ustadz
Bismillah,
Ustadz ana mau tanya, jika dikatakan bahwa lafadz takbir tidak ada dalil khusus yang berasal dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam apakah dengan itu seseorang bisa bertakbir dengan lafadz yang disukai? Jika iya bukankah lafadz takbir yang panjang pada poin “e” juga termasuk hal tersebut, yakni tidak bisa disalahkan? Bukankah ulama terkadang bertakbir dengan lafadz yang tidak ada dalam dalil?
Demikian ustadz, ana mohon penjelasannya karena dua hal tersebut terlihat bertentangan di dalam penjelasan ustadz.
Jazakallahu khairan
Sesuatu yang luas jika dipersempit maka itu sebuah kesalahan.
Misalnya, doa yang dibaca ketika hari Jum’at itu bebas. Ketika ada yang membuat doa khusus hari Jum’at, maka ini mempersempit yang luas dan ini keliru.
Demikian juga lafadz takbiran itu luas, namun jika ada yang merangkai lafadz takbir sendiri dan menganggap itu lebih afdhal dan terus dirutinkan, maka lafadz takbiran jadi sempit dan itu kekeliruan.
الله أكبر كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ
وَلَا نَعْبُدُ إلَّا إيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ
الْكَافِرُونَ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ
عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ…
Takbiran dengan lafadz yang panjang di atas tidak ada dalilnya. Allahu a’lam.
lalu bagaimana dengan pernyataan :
As Shan’ani mengatakan: “Penjelasan tentang lafadz takbir sangat
banyak dari berberapa ulama. Ini menunjukkan bahwa perintah bentuk
takbir cukup longgar. Disamping ayat yang memerintahkan takbir juga
menuntut demikian.”
Maksud perkataan As Shan’ani adalah bahwa lafadz takbir itu longgar,
tidak hanya satu atau dua lafadz. Orang boleh milih mana saja yang dia
suka. Bahkan sebagian ulama mengucapkan lafadz takbir yang tidak ada
keterangan dalam riwayat hadis. Allahu A’lam.
Ustadz, barakallahu fiik
Saya izin share di line
Referensi nya kok gak dicantumkan, misalnya dari kitab siapa, halaman, dll. Mohon sebutkan referensi nya. Terima kasih.
Kalau lafal takbir diatas dikumandangkan pada hari2 biasa, atau diluar hari yg disebutkan diatas, apa hukumnya ya? Terimakasih
Jika ada pertanyaan, bisa gabung grup tanya jawab
KHUSUS IKHWAN
https://t.me/tanyamuslimorid
KHUSUS AKHWAT
https://t.me/tanyamuslimahorid
Barakallahu fiikum
https://rumaysho.com/25407-inilah-lafaz-takbir-hari-raya-tinjauan-madzhab-syafii.html
Bagus juga buat pembanding. Barakallahu fiikum
Imam Syafii rahimahullah berkata jika takbir di atas sudah diucapkan tiga kali, maka ada tambahan: ALLAHU AKBAR KABIIRO, WALHAMDULILLAHI KATSIIRO, WA SUBHAANALLAHI BUKROTAW-WA-ASHIILAA. LAA ILAHA ILLALLAH. WA LAA NA’BUDU ILLAA IYYAH, MUKHLISHIINAA LAHUD DIIN WA LAW KARIHAL KAAFIRUUN. LAA ILAHA ILLALLAH WAHDAH, SHODAQO WA’DAH, WA NASHORO ‘ABDAH, WA HAZAMAL AHZAABA WAHDAH. LAA ILAHA ILLALLAHU WALLAHU AKBAR. Ada riwayat dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca bacaan tadi saat berada di bukit Shafa.
Sumber https://rumaysho.com/25407-inilah-lafaz-takbir-hari-raya-tinjauan-madzhab-syafii.html
hukum mengumandangkan takbir untuk para jamaah haji pada hari raya idul adha, apakah wajib atau sunnah?