Donasi Muslim.or.id
Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
Donasi Muslim.or.id Donasi Muslim.or.id

Syarat dan Rukun Puasa

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc. oleh Muhammad Abduh Tuasikal, MSc.
20 November 2022
Waktu Baca: 7 menit
25
apa saja syarat dan rukun puasa
1.3k
SHARES
7k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Syarat Wajib Puasa[1]

Syarat wajibnya puasa yaitu: (1) islam, (2) berakal, (3) sudah baligh[2], dan (4) mengetahui akan wajibnya puasa.[3]

Syarat Wajibnya Penunaian Puasa[4]

Syarat wajib penunaian puasa, artinya ketika ia mendapati waktu tertentu, maka ia dikenakan kewajiban puasa. Syarat yang dimaksud adalah sebagai berikut.

(1) Sehat, tidak dalam keadaan sakit.

Majelis ilmu di bulan ramadan

(2) Menetap, tidak dalam keadaan bersafar. Dalil kedua syarat ini adalah firman Allah Ta’ala,

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“Dan barangsiapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain” (QS. Al Baqarah: 185). Kedua syarat ini termasuk dalam syarat wajib penunaian puasa dan bukan syarat sahnya puasa dan bukan syarat wajibnya qodho’ puasa. Karena syarat wajib penunaian puasa di sini gugur pada orang yang sakit dan orang yang bersafar. Ketika mereka tidak berpuasa saat itu, barulah mereka qodho’ berdasarkan kesepakatan para ulama. Namun jika mereka tetap berpuasa dalam keadaan demikian, puasa mereka tetap sah.

(3) Suci dari haidh dan nifas. Dalilnya adalah hadits dari Mu’adzah, ia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Hadits tersebut adalah,

عَنْ مُعَاذَةَ قَالَتْ سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِى الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلاَةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّى أَسْأَلُ. قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.

Dari Mu’adzah dia berkata, “Saya bertanya kepada Aisyah seraya berkata, ‘Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?’ Maka Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ‘ Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.’ Dia menjawab, ‘Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat’.”[5] Berdasarkan kesepakatan para ulama pula, wanita yang dalam keadaan haidh dan nifas tidak wajib puasa dan wajib mengqodho’ puasanya.[6]

Syarat Sahnya Puasa

Syarat sahnya puasa ada dua, yaitu:[7]

(1) Dalam keadaan suci dari haidh dan nifas. Syarat ini adalah syarat terkena kewajiban puasa dan sekaligus syarat sahnya puasa.

(2) Berniat. Niat merupakan syarat sah puasa karena puasa adalah ibadah sedangkan ibadah tidaklah sah kecuali dengan niat sebagaimana ibadah yang lain. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung dari niatnya.”[8]

Niat puasa ini harus dilakukan untuk membedakan dengan menahan lapar lainnya. Menahan lapar bisa jadi hanya sekedar kebiasaan, dalam rangka diet, atau karena sakit sehingga harus dibedakan dengan puasa yang merupakan ibadah.

Namun, para pembaca sekalian perlu ketahui bahwasanya niat tersebut bukanlah diucapkan (dilafadzkan). Karena yang dimaksud niat adalah kehendak untuk melakukan sesuatu dan niat letaknya di hati[9]. Semoga Allah merahmati An Nawawi rahimahullah –ulama besar dalam Syafi’iyah- yang mengatakan,

لَا يَصِحُّ الصَّوْمَ إِلَّا بِالنِّيَّةِ وَمَحَلُّهَا القَلْبُ وَلَا يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِلاَ خِلَافٍ

“Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan. Masalah ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama.”[10]

Ulama Syafi’iyah lainnya, Asy Syarbini rahimahullah mengatakan,

وَمَحَلُّهَا الْقَلْبُ ، وَلَا تَكْفِي بِاللِّسَانِ قَطْعًا ، وَلَا يُشْتَرَطُ التَّلَفُّظُ بِهَا قَطْعًا كَمَا قَالَهُ فِي الرَّوْضَةِ

“Niat letaknya dalam hati dan tidak perlu sama sekali dilafazhkan. Niat sama sekali tidakk disyaratkan untuk dilafazhkan sebagaimana ditegaskan oleh An Nawawi dalam Ar Roudhoh.”[11]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,

وَالنِّيَّةُ مَحَلُّهَا الْقَلْبُ بِاتِّفَاقِ الْعُلَمَاءِ ؛ فَإِنْ نَوَى بِقَلْبِهِ وَلَمْ يَتَكَلَّمْ بِلِسَانِهِ أَجْزَأَتْهُ النِّيَّةُ بِاتِّفَاقِهِمْ

“Niat itu letaknya di hati berdasarkan kesepakatan ulama. Jika seseorang berniat di hatinya tanpa ia lafazhkan dengan lisannya, maka niatnya sudah dianggap sah berdasarkan kesepakatan para ulama.”[12]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan pula, “Siapa saja yang menginginkan melakukan sesuatu, maka secara pasti ia telah berniat. Semisal di hadapannya disodorkan makanan, lalu ia punya keinginan untuk menyantapnya, maka ketika itu pasti ia telah berniat. Demikian ketika ia ingin berkendaraan atau melakukan perbuatan lainnya. Bahkan jika seseorang dibebani suatu amalan lantas dikatakan tidak berniat, maka sungguh ini adalah pembebanan yang mustahil dilakukan. Karena setiap orang yang hendak melakukan suatu amalan yang disyariatkan atau tidak disyariatkan pasti ilmunya telah mendahuluinya dalam hatinya, inilah yang namanya niat.”[13]

Wajib Berniat Sebelum Fajar[14]

Dalilnya adalah hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dari Hafshoh –istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ

“Barangsiapa siapa yang tidak berniat sebelum fajar, maka puasanya tidak sah.”[15]

Syarat ini adalah syarat puasa wajib menurut ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hambali. Yang dimaksud dengan berniat di setiap malam adalah mulai dari tenggelam matahari hingga terbit fajar.[16]

Adapun dalam puasa sunnah boleh berniat setelah terbit fajar menurut mayoritas ulama. Hal ini dapat dilihat dari perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalil masalah ini adalah hadits ‘Aisyah berikut ini. ‘Aisyah berkata,

دَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ شَىْءٌ ». فَقُلْنَا لاَ. قَالَ « فَإِنِّى إِذًا صَائِمٌ ». ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أُهْدِىَ لَنَا حَيْسٌ. فَقَالَ « أَرِينِيهِ فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا ». فَأَكَلَ

“Pada suatu hari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuiku dan bertanya, “Apakah kamu mempunyai makanan?” Kami menjawab, “Tidak ada.” Beliau berkata, “Kalau begitu, saya akan berpuasa.” Kemudian beliau datang lagi pada hari yang lain dan kami berkata, “Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa Hais (makanan yang terbuat dari kurma, samin dan keju).” Maka beliau pun berkata, “Bawalah kemari, sesungguhnya dari tadi pagi tadi aku berpuasa.”[17] An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ini adalah dalil bagi mayoritas ulama, bahwa boleh berniat di siang hari sebelum waktu zawal (matahari bergeser ke barat) pada puasa sunnah.”[18] Di sini disyaratkan bolehnya niat di siang hari yaitu sebelum niat belum melakukan pembatal puasa. Jika ia sudah melakukan pembatal sebelum niat (di siang hari), maka puasanya tidak sah. Hal ini tidak ada perselisihan di dalamnya.[19]

Niat ini harus diperbaharui setiap harinya. Karena puasa setiap hari di bulan Ramadhan masing-masing hari berdiri sendiri, tidak berkaitan satu dan lainnya, dan tidak pula puasa di satu hari merusak puasa hari lainnya. Hal ini berbeda dengan raka’at dalam shalat.[20]

Niat puasa Ramadhan harus ditegaskan (jazm) bahwa akan berniat puasa Ramadhan. Jadi, tidak boleh seseorang berniat dalam keadaan ragu-ragu, semisal ia katakan, “Jika besok tanggal 1 Ramadhan, berarti saya tunaikan puasa wajib. Jika bukan 1 Ramadhan, saya niatkan puasa sunnah”. Niat semacam ini tidak dibolehkan karena ia tidak menegaskan niat puasanya.[21] Niat itu pun harus dikhususkan (dita’yin) untuk puasa Ramadhan saja tidak boleh untuk puasa lainnya.[22]

Rukun Puasa

Berdasarkan kesepakatan para ulama, rukun puasa adalah menahan diri dari berbagai pembatal puasa mulai dari terbit fajar (yaitu fajar shodiq) hingga terbenamnya matahari[23]. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187). Yang dimaksud dari ayat adalah, terangnya siang dan gelapnya malam dan bukan yang dimaksud benang secara hakiki.

Dari ‘Adi bin Hatim ketika turun surat Al Baqarah ayat 187, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padanya,

إِنَّمَا ذَاكَ بَيَاضُ النَّهَارِ مِنْ سَوَادِ اللَّيْلِ

“Yang dimaksud adalah terangnya siang dari gelapnya malam”[24]. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan seperti itu pada ‘Adi bin Hatim karena sebelumnya ia mengambil dua benang hitam dan putih. Lalu ia menanti kapan muncul benang putih dari benang hitam, namun ternyata tidak kunjung nampak. Lantas ia menceritakan hal tersebut pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau pun menertawai kelakukan ‘Adi bin Hatim.[25]

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id


[1] Disebut dengan syarat wujub shoum.

[2] Tanda baligh adalah: (1) Ihtilam, yaitu keluarnya mani dalam keadaan sadar atau saat mimpi; (2) Tumbuhnya bulu kemaluan; atau (3) Dua tanda yang khusus pada wanita adalah haidh dan hamil. (Lihat Al Mawsua’ah Al Fiqhiyah, 2/3005-3008).

Sebagian fuqoha menyatakan bahwa diperintahkan bagi anak yang sudah menginjak usia tujuh tahun untuk berpuasa jika ia mampu sebagaimana mereka diperintahkan untuk shalat. Jika ia sudah berusia 10 tahun dan meninggalkannya –padahal mampu-, maka hendaklah ia dipukul. (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/ 9916)

[3] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/ 9916.

[4] Disebut dengan syarat wujubul adaa’ shoum.

[5] HR. Muslim no. 335.

[6] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/ 9916-9917.

[7] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/ 97 dan Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/ 9917.

[8] HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907, dari ‘Umar bin Al Khottob.

[9] Niat tidak perlu dilafazhkan dengan “nawaitu shouma ghodin …”. Jika seseorang  makan sahur, pasti ia sudah niat dalam hatinya bahwa ia akan puasa. Agama ini sungguh tidak mempersulit umatnya.

[10] Rowdhotuth Tholibin, 1/268.

[11] Mughnil Muhtaj, 1/620.

[12] Majmu’ Al Fatawa, 18/262.

[13] Idem.

[14] Yang dimaksudkan adalah masuk waktu shubuh.

[15] HR. Abu Daud no. 2454, Tirmidzi no. 730, dan Nasa’i no. 2333.

Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Riwayat yang menyatakan bahwa hadits ini mauquf (hanya perkataan sahabat) tidak menafikan riwayat di atas. Karena riwayat marfu’ adalah ziyadah (tambahan) yang bisa diterima sebagaimana dikatakan oleh ahli ilmu ushul dan ahli hadits. Pendapat seperti ini pun dipilih oleh sekelompok ulama, namun diselisihi oleh yang lainnya. Ulama yang menyelisihi tersebut berdalil tanpa argumen yang kuat” (Ar Roudhotun Nadiyah, hal. 323).

Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Irwaul Gholil 914 (4/26).

[16] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/9919.

[17] HR. Muslim no. 1154.

[18] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/35.

[19] Lihat Kasyaful Qona’ ‘an Matn Al Iqna’, 6/32.

[20] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/9922.

[21] Inilah pendapat ulama Syafi’iyah dan Hanabilah. Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/9918.

[22] Ini pendapat jumhur (mayoritas ulama). Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/9918.

[23] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/9915.

[24] HR. Tirmidzi no. 2970, beliau mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.

[25] HR. Ahmad, 4/377. Shahih sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth

Tags: niat puasaPuasaRamadhanrukunsyarat
SEMARAK RAMADHAN YPIA
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc.

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc.

Pengasuh Rumaysho.Com dan RemajaIslam.Com. Alumni Ma'had Al Ilmi Yogyakarta (2003-2005). S1 Teknik Kimia UGM (2002-2007). S2 Chemical Engineering (Spesialis Polymer Engineering), King Saud University, Riyadh, KSA (2010-2013). Murid Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan, Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir Asy Syatsriy, Syaikh 'Abdurrahman bin Nashir Al Barrak, Syaikh Sholih bin 'Abdullah bin Hamad Al 'Ushoimi dan ulama lainnya. Sekarang memiliki pesantren di desa yang membina masyarakat, Pesantren Darush Sholihin di Panggang, Gunungkidul.

Artikel Terkait

Mutiara idul fitri

Khotbah Salat Idul Fitri: Menggali Mutiara dari Idul Fitri

oleh Sa'id Abu Ukkasyah
3 Mei 2022
0

Di antara maksud berhari raya Idulfitri adalah bertahmid, memuji Allah, bertahlil, mengesakan Allah, dan bertakbir, mengagungkan Allah

Fidyah Ibu Hamil Menyusui

Wajibkah Fidyah bagi Wanita Hamil atau Menyusui jika Tidak Puasa Ramadhan? (Bag. 3)

oleh Sa'id Abu Ukkasyah
2 Mei 2021
0

Haidts shahih dan hasan yang menunjukkan bahwa pengguguran tuntutan qodho' dari wanita menyusui atau hamil dan tidak ada kewajiban mengulang...

Fidyah Ibu Hamil Menyusui

Wajibkah Fidyah bagi Wanita Hamil atau Menyusui jika Tidak Puasa Ramadhan? (Bag. 2)

oleh Sa'id Abu Ukkasyah
2 Mei 2021
0

Wanita hamil / menyusui jika tidak puasa karena udzur Syar'i hamil/menyusui, maka wajib menunaikan fidyah saja. Sebagaimana ini kami sebutkan...

Artikel Selanjutnya

Soal-139: Bolehkan Meminta Kekuasaan?

Komentar 25

  1. Abul Hasan says:
    13 tahun yang lalu

    Assalamu`alaikum
    Ana minta izin menyalin,menyimpan,dan/atau menyebarluaskannya untuk kepentingan dakwah. Jazakallah.

    Balas
  2. abu asad says:
    13 tahun yang lalu

    Salam…
    Afwan ana idzin mengcopy dan menyebarkan artikel2 di web ini, syukron…

    Balas
  3. sigit says:
    13 tahun yang lalu

    afwan, mohon ijin menyalin, menyimpan, dan menyebarluaskan untuk kepentingan dakwah.

    Balas
  4. abu umair says:
    13 tahun yang lalu

    bismillah ana izin copas filenya jazakumullah khairan

    Balas
  5. Mukhlizar says:
    12 tahun yang lalu

    Terimkas, ana setuju, Jazakallah khairan. Ana mohon ijin untuk kepentingan da’wah diperbanyak

    Balas
  6. mhermawan says:
    11 tahun yang lalu

    ijin copy paste

    Balas
  7. ghozali says:
    11 tahun yang lalu

    assalamu’alaikum.

    saya tahu kalo saat puasa, atas sesuatu hal yg berhubungan dgn sex, trus keluar air sperma, hukukmnya puasanya batal,

    saya beristri, jika pada malam hari saya berjinabat, padahal starting puasa adalah imsak, setealh saya berjinabat, dan berhadats besar, saya lupa bersuci (mandi besar) hingga melebihi waktu shubuh.

    paginya, saya puasa. apakah puasa saya sah?

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      11 tahun yang lalu

      #ghozali
      Wa’alaikumussalam, sah.

      Balas
  8. faruck says:
    10 tahun yang lalu

    minta izin mengkopi………

    Balas
  9. anto -mulya says:
    10 tahun yang lalu

    Assalamu’alaikum

    mohon izin Copas

    syukran

    Balas
  10. zainal kelana says:
    10 tahun yang lalu

    ana minta izin terlebih dahulu,ana hanya menyimpan dan mengkopy untuk mengetahui ilmu puasa,supaya diterima oleh ALLAH,,,amin…….syukron katsira

    Balas
  11. abi itara says:
    10 tahun yang lalu

    Mohon ijin copas untuk diri dan teman teman.

    Jazakallah

    Balas
  12. ACHMAD says:
    10 tahun yang lalu

    ASSALAMUALAIKUM
    TANDA BERBUKA PUASA ITU KETIKA MENDENGAR BEDUG ATAU AZAN MAGRIB?
    TERIMA KASIH

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      10 tahun yang lalu

      #ACHMAD
      Batasannya adalah datangnya waktu maghrib.

      Balas
  13. Susanto says:
    10 tahun yang lalu

    Assalamu’alaykum mohon petunjuknya seandainya saya ketiduran sampai tidak sahur dan baru terbangun pagi jam 6 kemudian niat apakah syah puasa saya?

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      9 tahun yang lalu

      #Susanto
      Jika puasa wajib, tidak sah. Jika puasa sunnah, sah.

      Balas
  14. Susanto says:
    10 tahun yang lalu

    Assalamu’alaykum.

    mau tanya ustad kalo saya niat puasanya jam 6 pagi bagaimana, dikarenakan tertidur hingga tidak sahur dan sholat subuh kesiangan

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      10 tahun yang lalu

      #Susanto
      Wa’alaikumussalam, jika puasanya wajib maka tidak sah. Untuk puasa sunnah, boleh.

      Balas
  15. Odhen says:
    4 tahun yang lalu

    Assalamualaikum wr wb.
    Saya bangun ke siangan hingga tidak sahur tapi saya sudah niat di malam harinya. Terlebih saya dalam ke adaan hadats besar(junub) belum mandi bersih hingga pagi, apa kah masih boleh berpuasa atau bagaimana..?
    Mohon penjelasan dan hukum nya!!

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      4 tahun yang lalu

      Wa’alaikumussalam, tetap sah

      Balas
  16. Kang Sodik says:
    4 tahun yang lalu

    Saya dengar dari kajian Rodja boleh niat puasa wajib untuk satu bulan tolong di cek lagi lebih detail dalilnya, terimakasih.

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      4 tahun yang lalu

      Masalah khilafiyah di antara para ulama, yang lebih hati-hati niat setiap malam.

      Balas
  17. ARMAN says:
    4 tahun yang lalu

    Ana mohon ijin copas artikelnya!

    Balas
  18. zuliyanto says:
    3 tahun yang lalu

    seandainya saya lupa baca niat setelah sahur itu gimana, apakah puasa saya sah?

    Balas
  19. Setiyawan says:
    3 tahun yang lalu

    ketika saya puasa kadang secara tidak sengaja berfikiran buruk, tapi tidak ada niat untuk berfikiran buruk. puasa saya batal tidak?

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Donasi Muslim.or.id