Lebaran adalah hari yang tidak asing bagi kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Hari yang penuh suka cita, di mana kaum muslimin dibolehkan kembali makan dan minum di siang hari setelah satu bulan penuh berpuasa. Namun, jika kita tinjau perayaan lebaran (’Iedul Fitri) yang telah kita laksanakan, sudah sesuaikah apa yang kita lakukan dengan keinginan Alloh dan Rosul-Nya? Atau malah kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan perintah-Nya, dengan sekedar ikut-ikutan kebanyakan manusia? Untuk mengetahui perihal ini, mari kita simak bersama bahasan berikut.
Definisi ‘Ied
Kata “Ied” menurut bahasa Arab menunjukkan sesuatu yang kembali berulang-ulang, baik dari sisi waktu atau tempatnya. Kata ini berasal dari kata “Al ‘Aud” yang berarti kembali dan berulang. Dinamakan “Al ‘Ied” karena pada hari tersebut Alloh memiliki berbagai macam kebaikan yang diberikan kembali untuk hamba-hambaNya, yaitu bolehnya makan dan minum setelah sebulan dilarang darinya, zakat fithri, penyempurnaan haji dengan thowaf, dan penyembelihan daging kurban, dan lain sebagainya. Dan terdapat kebahagiaan, kegembiraan, dan semangat baru dengan berulangnya berbagai kebaikan ini. (Ahkamul ‘Iedain, Syaikh Ali bin Hasan).
Perlu diperhatikan, saat ini telah menyebar di kalangan masyarakat, bahwa makna “Iedul Fitri” adalah kembali kepada fitroh (suci) karena dosa-dosa kita telah terhapus. Hal ini kurang tepat, baik secara tinjauan bahasa maupun istilah syar’i. Kesalahan dari sisi bahasa, apabila makna “Iedul Fitri” demikian, seharusnya namanya “Iedul Fithroh” (bukan ‘Iedul Fitri). Adapun dari sisi syar’i, terdapat hadits yang menerangkan bahwa Iedul Fitri adalah hari dimana kaum muslimin kembali berbuka puasa.
Dari Abu Huroiroh berkata: “Bahwasanya Nabi shollallohu’alaihi wa sallam telah bersabda: ‘Puasa itu adalah hari di mana kalian berpuasa, dan (’iedul) fitri adalah hari di mana kamu sekalian berbuka…’” (HR. Tirmidzi dan Abu dawud, shohih) (Majalah As Sunnah 05/I, Ustadz Abdul Hakim). Oleh karena itu, makna yang tepat dari “Iedul Fitri” adalah kembali berbuka (setelah sebelumnya berpuasa).
Pensyariatan ‘Ied (hari raya) Adalah Tauqifiyyah
Hari raya (tahunan) yang dimiliki oleh kaum muslimin, hanya ada dua, yaitu ‘Iedul Fitri dan ‘Iedul Adha. Adakah hari raya yang lain? Jawabnya: tidak ada. Karena pensyariatan hari raya merupakan hak khusus Alloh ‘azza wa jalla. Suatu hari dikatakan hari raya apabila Alloh menetapkan bahwa hari tersebut adalah hari raya (’Ied). Namun, jika tidak, kaum muslimin tidak diperkenankan merayakan atau memperingati hari tersebut. Alasannya adalah hadits Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Anas rodhiyallohu ‘anhu bahwa beliau berkata, “Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam datang ke Madinah dan (pada saat itu) penduduk Madinah memiliki dua hari raya yang dipergunakan untuk bermain (dengan permainan) di masa jahiliyyah. Lalu beliau bersabda: ‘Aku telah datang kepada kalian, dan kalian memiliki dua hari yang kalian gunakan untuk bermain di masa jahiliyyah. Sungguh Alloh telah menggantikan untuk kalian dua hari yang lebih baik dari itu, yakni hari Nahr (’Iedul Adha) dan hari fitri (’Iedul Fitri).” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, shohih)
Dua hari raya yang dimiliki penduduk Madinah saat itu adalah hari Nairuz dan Mihrojan, yang dirayakan dengan berbagai macam permainan. Kedua hari raya ini ditetapkan oleh orang-orang yang bijak pada zaman tersebut karena cuaca dan waktu pada saat itu sangat tepat/bagus. (Ahkamul ‘Iedain, Syaikh Ali bin Hasan). Tatkala Nabi datang, Alloh mengganti kedua hari tersebut dengan dua hari raya pula yang Alloh pilih untuk hamba-hamba-Nya. Sejak saat itu, dua hari raya yang lama tidak diperingati lagi. Berdasarkan hal ini, pensyariatan hari raya adalah tauqifiyyah (sesuai dengan perintah Alloh). Seseorang tidak diperbolehkan menetapkan hari tertentu untuk perayaan/peringatan kecuali memang ada dalil yang benar dari Alloh (Al Qur’an) maupun Rosul-Nya (Al Hadits). Sehingga tidak benar, apa yang dilakukan sebagian besar kaum muslimin saat ini, dengan melakukan berbagai macam peringatan/perayaan yang sama sekali tidak ada tuntunannya. Di antaranya: peringatan/perayaan maulid Nabi, Isro Mi’roj, Nuzulul Quran, hari Kartini, hari ibu, dan hari ulang tahun.
Tuntunan Nabi Saat Hari Raya
Perayaan ‘Iedul Fitri maupun ‘Iedul Adha merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Alloh. Dan ibadah tidak terlepas dari dua hal, yang semestinya harus ada, yaitu: (1) Ikhlas ditujukan hanya untuk Alloh semata dan (2) Sesuai dengan tuntunan Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam.
Ada beberapa hal yang dituntunkan Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam terkait dengan pelaksanaan hari raya, di antaranya:
- Mandi Sebelum ‘Ied: Disunnahkan bersuci dengan mandi untuk hari raya karena hari itu adalah tempat berkumpulnya manusia untuk sholat. Namun, apabila hanya berwudhu saja, itu pun sah. (Ahkamul Iedain, Dr. Abdulloh At Thoyyar – edisi Indonesia). Dari Nafi’, bahwasanya Ibnu Umar mandi pada saat ‘Iedul fitri sebelum pergi ke tanah lapang untuk sholat (HR. Malik, sanadnya shohih). Berkata pula Imam Sa’id bin Al Musayyib, “Hal-hal yang disunnahkan saat Iedul Fitri (di antaranya) ada tiga: Berjalan menuju tanah lapang, makan sebelum sholat ‘Ied, dan mandi.” (Diriwayatkan oleh Al Firyabi dengan sanad shohih, Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan).
- Makan di Hari Raya: Disunnahkan makan saat ‘Iedul Fitri sebelum melaksanakan sholat dan tidak makan saat ‘Iedul Adha sampai kembali dari sholat dan makan dari daging sembelihan kurbannya. Hal ini berdasarkan hadits dari Buroidah, bahwa beliau berkata: “Rosululloh dahulu tidak keluar (berangkat) pada saat Iedul Fitri sampai beliau makan dan pada Iedul Adha tidak makan sampai beliau kembali, lalu beliau makan dari sembelihan kurbannya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, sanadnya hasan). Imam Al Muhallab menjelaskan bahwa hikmah makan sebelum sholat saat ‘Iedul Fitri adalah agar tidak ada sangkaan bahwa masih ada kewajiban puasa sampai dilaksanakannya sholat ‘Iedul Fitri. Seakan-akan Rosululloh mencegah persangkaan ini. (Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan).
- Memperindah (berhias) Diri pada Hari Raya: Dalam suatu hadits, dijelaskan bahwa Umar pernah menawarkan jubah sutra kepada Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam agar dipakai untuk berhias dengan baju tersebut di hari raya dan untuk menemui utusan. (HR. Bukhori dan Muslim). Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam tidak mengingkari apa yang ada dalam persepsi Umar, yaitu bahwa saat hari raya dianjurkan berhias dengan pakaian terbaik, hal ini menunjukkan tentang sunnahnya hal tersebut. (Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan). Perlu diingat, anjuran berhias saat hari raya ini tidak menjadikan seseorang melanggar yang diharamkan oleh Alloh, di antaranya larangan memakai pakaian sutra bagi laki-laki, emas bagi laki-laki, dan minyak wangi bagi kaum wanita.
- Berbeda Jalan antara Pergi ke Tanah Lapang dan Pulang darinya: Disunnahkan mengambil jalan yang berbeda tatkala berangkat dan pulang, berdasarkan hadits dari Jabir, beliau berkata, “Rosululloh membedakan jalan (saat berangkat dan pulang) saat iedul fitri.” (HR. Al Bukhori). Hikmahnya sangat banyak sekali di antaranya, agar dapat memberi salam pada orang yang ditemui di jalan, dapat membantu memenuhi kebutuhan orang yang ditemui di jalan, dan agar syiar-syiar Islam tampak di masyarakat. (Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan). Disunnahkan pula bertakbir saat berjalan menuju tanah lapang, karena sesungguhnya Nabi apabila berangkat saat Iedul Fitri, beliau bertakbir hingga ke tanah lapang, dan sampai dilaksanakan sholat, jika telah selesai sholat, beliau berhenti bertakbir. (HR. Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shohih).
Diperbolehkan saling mengucapkan selamat tatkala ‘Iedul Fitri dengan “taqobbalalloohu minnaa wa minkum” (Semoga Alloh menerima amal kita dan amal kalian) atau dengan “a’aadahulloohu ‘alainaa wa ‘alaika bil khoiroot war rohmah” (Semoga Alloh membalasnya bagi kita dan kalian dengan kebaikan dan rahmat) sebagaimana diriwayatkan dari beberapa sahabat. (Ahkamul Iedain, Dr. Abdulloh At Thoyyar – edisi Indonesia).
Jika Terkumpul Hari Jum’at dan Hari Raya Dalam Satu Hari
Jika hari raya dan hari Jumat berbarengan dalam satu hari, gugurlah kewajiban sholat Jum’at bagi orang yang telah melaksanakan sholat ‘Ied, namun bagi Imam hendaknya tetap mengerjakan sholat Jum’at agar dapat dihadiri oleh orang yang ingin menghadirinya dan orang yang belum sholat ‘Ied. Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata, “Diperbolehkan bagi mereka (kaum muslimin), jika ‘ied jatuh pada hari Jum’at untuk mencukupkan diri dengan sholat ‘ied saja dan tidak menghadiri sholat Jumat.” (Ahkamul Iedain, Dr. Abdulloh At Thoyyar – edisi Indonesia).
Hal-Hal yang Terkait Sholat Ied Secara Ringkas
Karena terbatasnya jumlah halaman, berikut kami ringkaskan hal-hal yang terkait dengan sholat ‘Ied, di antaranya:
- Dasar disyari’atkannya: QS. Al Kautsar ayat 2, dan hadits dari Ibnu Abbas, beliau berkata, “Aku ikut melaksanakan sholat ‘Ied bersama Rosululloh, Abu Bakar dan Umar, mereka mengerjakan sholat ‘Ied sebelum khutbah.” (HR. Buhori dan Muslim)
- Hukum sholat ‘Ied: Fardhu ‘Ain, menurut pendapat terkuat.
- Waktu sholat ‘Ied: Antara terbit matahari setinggi tombak sampai tergelincirnya matahari (waktu Dhuha), menurut kebanyakan ulama.
- Tempat dilaksanakannya: Disunnahkan di tanah lapang di luar perkampungan (berdasarkan perbuatan Nabi), jika terdapat udzur dibolehkan di masjid (berdasarkan perbuatan Ali bin Abi Tholib).
- Tata cara sholat ‘Ied: Dua roka’at berjama’ah, dengan tujuh takbir di roka’at pertama (selain takbirotul ihrom) dan lima takbir di roka’at kedua (selain takbir intiqol -takbir berpindah dari rukun yang satu ke rukun yang lain).
- Adzan dan iqomah pada sholat ‘Ied: Tidak ada adzan dan iqomah, atau seruan apapun sebelum dilaksanakan sholat karena tidak adanya dalil untuk hal tersebut.
- Khutbah pada sholat ‘Ied: Satu kali khutbah tanpa diselingi dengan duduk, menurut pendapat yang terkuat.
- Qodho’ sholat ‘Ied jika terluput: Tidak perlu meng-qodho’, menurut pendapat yang terkuat.
Kemungkaran yang Biasa Dilakukan Tatkala ‘Iedul Fitri
- Tasyabbuh (meniru-niru) orang-orang kafir dalam pakaian dan mendengarkan musik/nyanyian (kecuali rebana yang dimainkan oleh wanita yang masih kecil). Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang meniru-niru suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad, sanadnya hasan) dan sabda Nabi yang lain, “Akan datang sekelompok orang dari umatku yang menghalalkan (padahal hukumnya haram) perzinaan, pakaian sutra bagi laki-laki, khomr (sesuatu yang memabukkan), dan alat musik…” (HR. Al Bukhori secara mu’allaq dan Imam Nawawi berkata bahwa hadits ini shohih dan bersambung sesuai syarat shohih). Dan Ibnu Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu mengatakan bahwa yang dimaksud ‘Lahwal Hadits’ (perkataan yang tidak bermanfaat) dalam surat Luqman ayat 6 adalah Al Ghinaa‘ (nyanyian).
- Tabarruj-nya (memamerkan kecantikan) wanita, dan keluarnya mereka dari rumahnya tanpa keperluan yang dibenarkan syariat agama. Hal tersebut diharamkan di dalam syari’at ini, di mana Alloh berfirman, “Dan hendaklah kamu (wanita muslimah) tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyyah yang dahulu, dan dirikanlah sholat serta tunaikanlah…” (QS. Al Ahzab: 33). Dalam suatu hadits disebutkan bahwa ada dua golongan dari ahli neraka yang tidak pernah dilihat oleh Nabi: “….salah satu di antaranya adalah wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang (tidak menutup seluruh tubuhnya, atau berpakaian namun tipis, atau berpakaian ketat) yang melenggak-lenggokkan kepala. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium bau surga.” (HR. Muslim)
- Berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahrom. Fenomena ini merupakan musibah yang sudah sangat merata. Tidak ada yang selamat dari musibah ini kecuali yang dirohmati Alloh. Padahal perbuatan ini adalah haram berdasarkan sabda Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam, “Sungguh, seandainya kepala kalian ditusuk dengan jarum dari besi, lebih baik daripada dia menyentuh wanita yang tidak halal dia sentuh.” (lihat Silsilah Al Ahadits As Shohihah 226) (Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan).
- Mengkhususkan ziarah kubur pada hari raya ‘Ied. Tidak terdapat satu dalil pun yang menunjukkan perintah Alloh ataupun tuntunan Nabi untuk ziarah ke kubur pada saat ‘Iedul Fitri. Ziarah kubur memang termasuk ibadah yang disyariatkan, namun, pengkhususan waktu untuk ziarah saat ‘Iedul Fitri membutuhkan dalil. Jika tidak terdapat dalil, perbuatan tersebut bukan tuntunan Nabi dan tidak boleh dilaksanakan. Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beramal suatu amalan (untuk tujuan ibadah) di mana tidak termasuk dalam urusan kami, maka amalnya tersebut tertolak (tidak akan diterima).” (HR. Muslim)
- Begadang saat malam ‘Iedul Fitri. Banyak di antara kaum muslimin yang menghidupkan malam ‘Ied dengan takbir via mikrofon. Hal ini sangat mengganggu kaum muslimin yang hendak beristirahat. Hukum mengganggu orang lain adalah haram. Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam bersabda, “Muslim (yang baik) adalah yang tidak mengganggu muslim lainnya dengan lisan dan tangannya.” (HR. Muslim). Sehingga jika memang hendak bertakbir, hendaknya tidak dengan suara yang keras. Ada lagi di antara kaum muslimin yang menjadikan malam ‘Ied untuk begadang dengan bermain catur, kartu atau sekedar ngobrol tanpa tujuan. Akibatnya, tatkala pagi datang, kebanyakan dari mereka sulit menjalankan sholat subuh secara berjamaah. Bahkan ada yang sampai ogah-ogahan menjalankan sholat ‘Ied.
Demikian, semoga tulisan ini bermanfaat. Semoga Alloh memberikan balasan yang baik bagi yang menulis, membaca, dan yang menyebarkannya.
***
Penulis: Adid Adep Dwiatmoko
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id
Jazaakalloh khoir atas artikelnya. Bagaimana dg kedudukan hari Jum’at? Tidakkah ia termasuk Ied?
Satu hal lagi tentang takbir Iedul Fitri. Apakah ada riwayat ttg bertakbir pada malam Iedul Fitri?
Mohon dilengkapi.
Jazaakalloh khoir.
Kepada akh habib:
Iya betul, hari jumat juga termasuk hari ‘ied yaitu hari ‘ied mingguan.
Mengenai menghidupkan malam hari ‘ied sudah kami jelaskan hal ini pada komentar ‘BINGKISAN ISTIMEWA MENJELANG IDUL FITHRI’. Intinya hadits yg menjelaskan hal ini adalah hadits yg lemah sbgmana dikatakan oleh An Nawawi dlm Al Adzkar bahkan Syaikh Al Albani mengatakan bhw hadits ini palsu.
ALLAHUMMA INNA NAS’ALUKAL HUDA WAT TUQO WAL ‘AFAF WAL GINA.
Muhuhammad Abduh Tuasikal
yg selalu mengharap ampunan dan rahmat Rabbnya.
Ana..mohon kasih dasar2 terkait dengan sholat “ied fardhu ‘ain dan dasar tidak wajib meng-qodho’ dalam hal tertinggal dalam sholat ‘ied…kirim saja jawaban ke -email..Jazakumullah
sangat mendukung sekali dakwah islam yang diselenggarakan lewat internet,karena ini merupakan kewajiban amar makruf nahil mungkar u/ keluarga,saudara kita generasi muda masa depan. selamat berjuang dgn penuh ihlas semoga alloh memberkahi. aamin !!!
Great,, Panduan ID FITRI nya oke, dapat di jadikan rujukan u/ memaximalkan amalan kita ba’da ramadhan ini, but, ana pny usul ni , klo dalilnya skalian di tulis arabnya, biar skalian bisa di hafalkan…..Syukron Mga ALLAH SWT merahmati kita semua, n memasukan Qt di barisan orang2 Ber_TAQWA stlah sebulan training ramadhan
Maf ustd klw anda berpendapat fitri disitu bermakna buka puasa(d bolehkn kembali makan setelah menahan lapr dn menahn hawa nafsu) nampaknya kurang relepan dngn makna dn tujuan puasa yg intinya adalah pembersian jiwa.Dn puasa bkan hanya menahan lapar sja bukan! maka klw d artikan idul fitri sdah terbebas dari puasa maka kta bolh mengumbr sahwat kta doang..Dn sya rasa fitri di situ bermakna fitroh.Krna kn kta kembli suci dari dosa2 krna sebulan penuh kta bermujahadh dlm beribdah kpda allh.Sperti pepath brakit2 kehulu berenang2 ketepian bersakt2 dahu lu bersenang 2 kemudian.Itulh gmbran idul fitri
Kepada akh adi -semoga Allah selalu memberi taufik pdmu-:
Untuk menjelaskan pengertian fithri pada kata idul fithri tidak bisa kita artikan semaunya sendiri sesuai dgn perasaan. Dalam bidang ilmu pengetahuan aja kita praktekan demikian. Seharusnya kita kembalikan pengertian ini ke dalam bhs arab. Itulah cara yg benar.
Kami sudah mengecek dalam kamus bhs arab standar yaitu AL MU’JAM AL WASITH. Yg dimaksud fithri adalah ifthor (bukan ‘fitroh’), ifthor artinya yaitu berbuka dan tidak berpuasa lagi. Sedangkan pengertian idul fithri dalam AL MU’JAM AL WASITH adalah ‘ied (hari raya yg berulang setiap tahunnya) sebagai penutup dari puasa ramadhan. Sedangkan pengertian fitroh adalah barang untuk membayar zakat fithri (seperti beras, sehingga beras dinamakan zakat fithroh), atau pengertian lainnya adalah kembali pada penciptaan awal.
Jadi fithroh tidak bisa disamakan dengan fithri sebagaimana yang kami lihat sendiri dalam kamus Al Mu’jam Al Wasith hal. 728. Jadi fithri diartikan dengan fithroh adalah pengertian tidak tepat secara bahasa.
Pengertian ini juga sebenarnya tidak tepat secara syar’i. Jika idul fithri diartikan kembali pd fithroh (kembali suci), mk ini tidak tepat dilihat dari sisi dalil. Orang yang menjalankan ramadhan dengan baik memang akan mendapatkan keutamaan dgn dihapuskannya dosa. Sebagaimana terdapat dalam hadits: “BARANGSIAPA BERPUASA DI BULAN RAMADHAN DGN DASAR IMAN DAN MENGHARAPKN GANJARAN DARI ALLAH, DOSA2NYA YANG TELAH LALU AKAN DIAMPUNI.” Namun ini bukan berarti jika orang itu berpuasa dengan benar, semua dosanya akan dihapus sehingga dia akan kembali suci seperti bayi yang baru lahir. Hadits ini masih harus dijelaskan dengan hadits lain yaitu dosa apa yg dimaksudkan yang akan dihapus jika orang berpuasa, apakah memang semua dosa? Tidak demikian pemahaman yang benar. Hadits ini masih dikhususkn lagi dengan hadits riwayat muslim: DI ANTARA SHALAT YG LIMA WAKTU, DI ANTARA JUMAT YG SATU & JUMAT YG BERIKUTNYA, DI ANTARA RAMADHAN YG SATU & RAMADHAN BERIKUTNYA, ANTARA WAKTU TERSEBUT AKAN DIHAPUSKAN DOSA2 SELAMA SESEORANG MENJAUHI DOSA BESAR. Jadi hadits ini menjadi penjelas dari hadits sebelumnya bahwa yang dihapuskan hanya dosa kecil bukan dosa besar. Dosa besar bisa terhapus jika seseorang melakukan taubat nashuhah, taubat yang sebenar-benarnya. Jadi seseorang tidak mungkin kembali suci setelah berpuasa di bulan ramadhan kalo dia msh memiliki dosa besar dan belum bertaubat.
Kesimpulannya:
Tidak tepat mengartikan idul fithri dengan kembali suci. Kalo mau disebut demikian seharusnya nabi menyebut idul fithroh dan bukan idul fithri.
Semoga Allah selalu memberi kita ketakwaan, memberi kita petunjuk dan rasa kecukupan.
Muhammad Abduh Tuasikal
yg selalu mengharap kita mendapat taufik & petunjuk Allah
Jazakumulloh Khairan,
Berarti tidak ada baca’an tertentu diantara ketujuh takbir pada raka’at pertama ketika kita malaksanakan Sholat I’ed..?
Buat akh Musa:
Ibnu Mas’ud berkata: ” Di antara tiap dua takbir diucapkan pujian dan sanjungan kepada Allah ‘azza wa jalla.” [Diriwayatkan Al-Baihaqi 3/291 dengan sanad yang jayyid (bagus)]
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “(Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) diam sejenak di antara dua takbir, namun tidak di hafal dari beliau dzikir tertentu yang dibaca di antara takbir-takbir tersebut”. [Zadul Ma’ad, 1/443]
silakan lihat kitab Ahkamul ‘Idain Fi as-Sunnah al-Muthahharah oleh syaikh Ali Hasan al-Halabi.
Kalau yang berkhotbah Idul Fitri ngak bertakbir gimana ?
Mohon maaf, seingat saya, tulisan tersebut adalah tulisan yang saya sadur dari tulisan Ustadz Kholid Syamhudi untuk buletin At Tauhid. Waktu itu, saya tuliskan pula bahwa apa yang saya tulis, hanyalah ringkasan dari tulisan Ustadz Kholid. Saya tidak menambah banyak dari tulisan aslinya..
Mohon maaf, kepada admin untuk mencantumkan hal tersebut di sini, demi amanah ilmiah. Terima kasih banyak..
Assalamu’alaikum,
Akhi, ana izin copy artikelnya yah buat dakwah…
assalamualaikum wr wb
ana…… minta izin untuk untuk copy artikel nya
assalamu’alaikum
ana…… minta izin untuk copy artikelnya ya
Jazaakallahu khairan.
Assalamu’alaikum,
Apa dasarnya Shalat Iedul Fitri adalah wajib? Setahu saya, kedua shalat Ied hukumnya adalah sunah. Coba tengok http://www.almanhaj.or.id/content/327/slash/0
Hari raya selain kedua Ied tidak boleh dilakukan karena tidak ada tuntunan dari Rasulullah? Bukankah untuk urusan muamallah: segala sesuatu adalah boleh kecuali yang dilarang, sedangkan untuk urusan ibadah: segala ibadah adalah haram kecuali yang dicontohkan. Hari Kemerdekaan, hari Kartini, hari Anak Sedunia, hari Bumi, hari Bebas Asap Rokok sedunia, dsb adalah hari yang dirayakan bukan untuk tujuan ibadah. Salah satu urusan muamalah yang dilarang Rasulullah adalah yang menyerupai atau meniru budaya yang terkait dengan agama orang kafir atau orang jahiliyah atau yang cenderung kepada kemungkaran atau kepada yang sia-sia.
Walallahu’alam.
Wassalam,
Julianto
assalamu’alykum akhi, ana minta izin untuk meng-copy artikel nya. Jazzakallohu khoir..
artikelnya bagus banyak hal yg sesuai dgn harapanku hanya terkadang atau mungkin sering aku temui setiap kita bicara langsung tentang kebenaran kita malah di jauhi lebih extrimnya kita malah di singkirkan dari pergaulan. bagaimana pendapat anda tentang ini?
#Julianto
Pertanyaan 1:
Dalam Sifatu Shaumin Nabi dijelaskan oleh Syaikh Ali Hasan Al Halabi, dasarnya adalah fahmul khithab (kesimpulan lain dari konteks) hadits:
أمرنا أن نخرج الحيض يوم العيدين ، وذوات الخدور ، فيشهدن جماعة المسلمين ودعوتهم ، ويعتزل الحيض عن مصلاهن ، قالت امرأة : يا رسول الله ، إحدانا ليس لها جلباب ؟ قال : لتلبسها صاحبتها من جلبابها
“(Rasulullah) memerintahkan wanita yang sedang haid untuk keluar di hari Ied, juga para wanita yang dipingit. Agar mereka menyaksikan berkumpulnya kaum muslimin serta menyaksikan seruan kaum muslimin. Dan beliau juga memerintahkan wanita haid untuk memisahkan diri wanita yang shalat. Seorang wanita berkata: Wahai Rasulullah, ada diantara kami yang tidak memiliki jilbab. Rasulullah bersabda: Hendaknya ia meminjam jilbab temannya” (HR. Bukhari no.351)
Jika wanita haid dan wanita yang tidak memiliki jilbab saja diperintahkan untuk keluar maka yang tidak memiliki udzur tentu lebih diperintahkan untuk keluar. Dan adanya perintah menunjukkan keluar ke tempat shalat hari Ied hukumnya wajib. Jika keluar ke tempat shalat hukumnya wajib, maka shalatnya juga wajib. Karena keluar ke tempat shalat adalah sarana untuk shalat. Jika sarananya wajib maka yang jadi tujuan dari sarana tersebut juga wajib.
Pertanyaan 2:
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah melarang warga Madinah yang merayakan hari Ied yang biasa mereka adakan yang isinya hanya bersuka-ria tanpa merayakan apa-apa.
Namun jika ‘Ied yang dilakukan tidak mengandung unsur taqarrub, pengagungan terhadap sesuatu, dan dilakukan dalam rangka mengatur atau sosialisasi suatu hal yang penting, hukumnya boleh.
Silakan baca artikel kami di:
http://kangaswad.wordpress.com/2009/08/11/mengapa-dilarang-merayakan-17-an-khan-bukan-hari-raya-agama
Kepada akhi julianto baca link ini
http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=206
Assalamu’alaikum wr.wb
Maaf sebelumnya, seingat saya sholat Ied itu sunah, bukan wajib. Jika sunah, apa mungkin sesuatu yang sunah menggugurkan yang wajib? Iedul Fitri yang jatuh hari Jumat menggugurkan kewajiban sholat Jum’at
Wassalamu’alaikum wr.wb.
izin mencofi ustadz
Subhanallah, sebentar lagi kita insya Allah akan berjumpa dengan Idul Fitri. mari manfaatkan sisa romadhon yang ada untuk beribadah kepda Allah. semoga kita mendapatkan malam lailatul Qodr.. Amin
Assalaamu ‘alaikum….
ada juga pemahaman di tengah masyarakat bahwa pada malam hari raya tidak boleh melakukan hubungan suami isteri, bahkan pada hari-hari tasyrik juga demikian.kira-kira ada dalil yang membenarkan atau tidak…setahu saya tidak ada,,,syukron atas balasannya
#mohamad toha
Wa’alaikumussalam. Pemahaman tersebut tidak benar.
ijin mengki juga ust persiapan iedul fitri tuk jamaah
afwan ana Idzin copast
izin share akh…
izin share jazakalloh khoir
afwan ana mohon izin copaste
Jazakalloh
mohon ijin copas
IJIN SHARE LEWAT FACEBOOK AKH
ijin mencopy untuk disebarkan kembali
Mohon Izin buat di publish di website saya.. mudah2xan lebih banyak lagi yang membaca dan lebih banyak lagi mendatangkan manfaat. amin.
izin nyontek uztadz
terima kasih syekh atas artikelnya amin
ana izin copy…
jazakallah khair!!
assalamu’alaikum wr.wb
yang saya tahu, shalat jum’at itu wajib, mohon penjelasan kenapa bisa digugurkan (shalat jum’at) apabila telah melaksanakan shalat ied (sifatnya sunah)?
wassalamualaikum wr wb
@ Kori
Itulah karenanya shalat ied tdk mungkin dihukumi sunnah. Karena tdk mungkin yg sunnah menggugurkan yg wajib.
Akhsan tulisannya…
Jazakallah qoir.
Tak terasa ya ramadhan telah brlalu, padahal rasanya baru kemarin aja. Rasanya aq kurang terima meninggalkn hari2 bulan ramadhan tapi apa boleh buat.
Gema takbir
Allahu akbar
Allahu akbar… menggema di tiap sanubari kita yang menandakan ied fitri 1 syawal telah tiba. Mohon maaf atas sgala kesalahanku yang telah kuperbuat kepadamu, wahai sahabat2ku.
Taqobbalalloh minnaa wa min kum.
Semoga Allah menerima amal ibadahku dan ibadah kalian semua.
Jazakallah qoiron katsiron
Uhibbukum fillah wahai sahabat – sahabatku..
Assalamu’alaikum Wr, Wb.
JazakAllahu bil khair lakum, artikel sangat bermanfaat untuk kemaslahatan ummat, mohon keridhoannya utk untuk nukil artikel antum, smga antum slalu dlm ridha Allah,swt Amin…!
wassalam..
Assalamualaikum, Terima kasih infonya ya…
Assalamu’alaikum wr. wb.
Saya ingin bertanya apa hukumnya kita umat muslim memperingati hari kartini, terutama umumnya saat ini taman kanak-kanak memperingati dengan menyelenggarakan karnawal dengan pakaian daerah. Apakah mutlak tidak boleh atau boleh dengan situasi dan kondisi tertentu?. terimakasih. Wass.
#shinta
Wa’alaikumussalam, sebelum membahas hukum perayaan hari kartini perlu direnungkan dahulu apakah Kartini layak menjadi teladan bagi wanita-wanita muslimah sehingga patut diperingati?
Assalamu’alaykm, maaf utk prtanyaan mengenai bagaimana hukum memperingati hari kartini gmn ya stdz, blm selesai dijawab? Sebentar lagi tgl 21 April, dan kebetulan di TK anak saya juga menyelenggarakan acara karnaval baju daerah, namun saya masih ragu-ragu. Terima kasih. Wslm
#Lia
Wa’alaikumussalam, silakan baca: http://kangaswad.wordpress.com/2009/08/11/mengapa-dilarang-merayakan-17-an-khan-bukan-hari-raya-agama/
minta izin buat di share nggih, terimakasih . semoga berkah ilmu ini :)))
kartini kok dirayain, mau di contoh apanya dari kartini? Berjilbab aja gak.
buat admin situs ini,,, saya tahu situs ini ramai pengunjung,karena saya sering berkunjung kesini, kedepan nya alangkah baiknya situs ini agak di ringankan sedikit halamannya,biar mudah di akses.soalnya kebanyaka’an link dan javascript nya.soalnya saya online dengan paket murah.semoga dengan itu dapat menambah jumlah pengunjung,karena faktanya,pengunjung hanya bisa bersabar kurang dari 5 detik untuk membuka halaman web.sukron..
Apakah imam id dan kutbah id boleh dengan berbeda orang.?