Donasi Muslim.or.id
Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
Donasi Muslim.or.id Donasi Muslim.or.id

Cara Membersihkan Najis

Yulian Purnama, S.Kom. oleh Yulian Purnama, S.Kom.
11 Desember 2021
Waktu Baca: 6 menit
36
cara membersihkan najis
4.2k
SHARES
23.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter
Daftar Isi sembunyikan
1. Perintah membersihkan najis
2. Cara membersihkan najis
2.1. 1. Cara membersihkan najasah tsaqilah
2.2. 2. Cara membersihkan najasah mukhaffafah
2.3. 3. Cara membersihkan najasah mutawashitah

Najasah atau najis secara bahasa artinya kotoran. Najasah atau najis dalam istilah syariat adalah segala sesuatu yang dianggap kotor oleh syariat. Dalam Ar Raudhatun Nadiyyah disebutkan,

النجاسات جمع نجاسة, و هي كل شيئ يستقذره أهل الطبائع السليمة و يتحفظون عنه و يغسلون الثياب إذا أصابهم كالعذرة و البول

“Najasat adalah bentuk jamak dari najasah, ia adalah segala sesuatu yang dianggap kotor oleh orang-orang yang memiliki fitrah yang bersih dan mereka akan berusaha menjauhinya dan membersihkan pakaiannya jika terkena olehnya semisal kotoran manusia dan air seni”[1. Ar Raudhatun Nadiyyah (1/12)].

Majelis ilmu di bulan ramadan

Dalam Al Fiqhul Muyassar disebutkan,

النجاسة: هي كل عين مستقذرة أمر الشارع باجتنابها

“Najasah adalah setiap hal yang dianggap kotor yang diperintahkan oleh syariat untuk menjauhinya”[2. Al Fiqhul Muyassar fi Dhau’il Kitab was Sunnah (1/35)].

Dari penyataan “dianggap kotor oleh syariat” dalam definisi-definisi yang disebutkan para ulama menunjukkan bahwa tidak semua yang kotor menurut manusia itu adalah najis dalam istilah syar’i, dan juga menunjukkan bahwa menentukan najis atau tidaknya sesuatu itu harus dilandasi dalil. Jika tidak ada dalil yang menunjukkan najisnya sesuatu tersebut, maka ia suci. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan:

يجب أن يعلم أن الأصل في جميع الأشياء الطهارة فلا تنجس و لا ينجس منها إلا ما دل عليه الشرع

“wajib diketahui bahwa hukum asal dari segala sesuatu itu suci, maka tidak boleh mengatakan ia sesuatu itu najis atau menajiskan kecuali ada dalil dari syariat”[3. Irsyad Ulil Bashair wa Albab li Nailil Fiqhi (19-21)].

Maka najis tidak bisa ditentukan dengan akal atau perasaan seseorang bahwa sesuatu itu najis, melainkan harus berdasarkan dalil. Dan yang dituntut dari kita terhadap najis adalah kita diperintahkan untuk menjauhinya dan membersihkan diri darinya jika terkena najis.

Kemudian, najis berbeda dengan pembatal wudhu. Dan jika seseorang terkena najis, wudhunya tidak menjadi batal, namun ia wajib membersihkan najis tersebut.

Perintah membersihkan najis

Syariat memerintahkan kita untuk membersihkan diri dari najis dalam banyak dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah. Diantaranya firman Allah Ta’ala:

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ

“dan pakaianmu sucikanlah” (QS. Al Mudatsir: 4).

Allah Ta’ala juga berfirman:

وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

“Dan kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail untuk mensucikan rumah-Ku bagi orang-orang yang ber-thawaf, ber-i’tikaf dan orang-orang yang rukuk dan sujud” (QS. Al Baqarah: 125).

Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى قَبْرَيْنِ فَقَالَ أَمَا إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ لا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melewati dua kuburan. Lalu beliau bersabda: “kedua orang ini sedang diadzab, dan mereka diazab bukan karena dosa besar. Orang yang pertama diadzab karena berbuat namimah (adu domba). Adapun yang kedua, ia diadzab karena tidak membersihkan diri dari sisa kencingnya”” (HR. Muslim no. 292).

Dan dalil-dalil yang lainnya.

Baca Juga: Apakah Setiap yang Haram itu Najis?

Cara membersihkan najis

Para ulama membagi najis dibagi menjadi tiga:

  1. Najasah mughallazhah (berat) atau najasah tsaqilah
  2. Najasah mukhaffafah (ringan)
  3. Najasah mutawashitah (pertengahan)

1. Cara membersihkan najasah tsaqilah

Misalnya najis dari anjing dan babi, maka membersihkannya dengan tujuh kali cucian, dan cucian yang pertama menggunakan tanah atau semacamnya. Syaikh As Sa’di menyatakan: “Najis dari anjing dan semua yang berasal dari babi cara mencucinya harus dengan tujuh kali cucian, dan cucian yang pertama menggunakan tanah atau semacamnya” [4. Irsyad Ulil Bashair wal Albab li Nailil Fiqhi, 21].

Dalilnya, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ، أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ

“cara mensucikan bejana dari seseorang di antara kalian jika dijilat anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali, cucian yang pertama menggunakan tanah” (HR. Al Bukhari no. 182, Muslim no. 279).

Dan babi juga demikian, berdasarkan qiyas min baabil aula. Karena babi lebih buruk dari pada anjing[5. Irsyad Ulil Bashair wal Albab li Nailil Fiqhi, 21].

2. Cara membersihkan najasah mukhaffafah

Najasah yang mukhaffah ada 3 macam di lihat dari cara membersihkannya:

a. Dengan cara memercikkan air sekali percikan

Syaikh As Sa’di menyatakan: “air kencing anak laki-laki yang belum memakan makanan karena syahwat (untuk makan) maka ini semua cukup dipercikkan air sekali saja, ini merupakan salah satu pendapat dari madzhab (Hambali), sebagaimana terdapat dalam hadits-hadits shahih. Demikian juga muntahnya anak-anak, itu statusnya lebih ringan daripada air kencingnya. Demikian juga madzi, menurut pendapat yang shahih, ia juga cukup dipercikkan air saja, sebagaimana terdapat dalam hadits, dan ini semua selaras dengan hikmah keringanan dalam masyaqqah”[6. Irsyad Ulil Bashair wal Albab li Nailil Fiqhi, 19-20].

Berikut perincian dalilnya:

  • Air kencing anak laki-laki yang belum memakan makanan
    Hadits dari Abu Samh Malik radhiallahu’anhu, ia berkata:

    يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ

    “Air kencing anak perempuan itu dicuci, sedangkan air kencing anak laki-laki itu dipercikkan” (HR. Abu Daud 377, An Nasa’i 303, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa’i).

  • Muntahnya anak laki-laki yang belum memakan makanan, diqiyaskan dengan air kencing.
  • Madzi
    Berdasarkan hadits Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, ia berkata:

    أرسَلْنا المِقْدَّادَ بنَ الأسودٍ إلى رسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم ،فسألَه عن المَذْيِ يَخْرُجُ مِنَ الإنسانِ كيفَ يَفْعَلُ به ؟ فقال رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : تَوَضَّأْ ،وانْضَّحْ فَرْجَكَ

    “Miqdad bin Al Aswad mengutusku kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Lalu aku bertanya mengenai madzi yang keluar dari seseorang, bagaimana menyikapinya? Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘berwudhulah dan percikkan kemaluanmu dengan air‘” (HR. Muslim 303).

b. Dengan menyiramnya sekali siram atau secukupnya hingga hilang inti objeknya

Ini berlaku pada semua najis yang ada di atas permukaan lantai atau tanah. Syaikh As Sa’di menyatakan: “Najis jika berada di atas permukaan tanah atau lantai maka cukup disiram dengan sekali siraman yang membuat ‘ainun najasah (inti dari objek najis) hilang, sebagaimana perintah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam untuk menyiram air kencing orang badwi dengan seember air”[7. Irsyad Ulil Bashair wal Albab li Nailil Fiqhi, 19-20].

Dalilnya hadits Anas bin Malik radhiallahu’anhu, beliau berkata:

جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ المَسْجِدِ، فَزَجَرَهُ النَّاسُ، «فَنَهَاهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ»

“Seorang arab badwi kencing di satu bagian masjid, maka orang-orang pun hendak memarahinya. Namun Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mereka. Ketika ia selesai kencing, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan untuk menyiram air kencingnya dengan seember air” (HR. Bukhari no. 221, Muslim no. 284).

Dari hadits ini jelas bahwa najis yang ada di permukaan lantai atau tanah maka cukup hingga hilang  ‘ainun najasah (inti dari objek najis), tidak harus hilang 100%. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam hanya memerintahkan untuk menyiram air kencing orang badwi tersebut dengan air seember yang tentu belum menghilangkan semua najisnya 100%.

c. Dengan menyentuhkan pada debu atau tanah

Yaitu najis yang ada pada bagian bawah sepatu dan alas kaki lainnya, juga pada bagian bawah pakaian wanita yang terkena tanah. Syaikh As Sa’di menjelaskan: “Najis yang ada pada bagian bawah sepatu dan alas kaki lainnya, cukup disentuhkan pada permukaan tanah atau pada debu, sebagaimana terdapat dalam hadits shahih. Dan ini yang sesuai dengan hikmah syar’iyyah”.

Dalilnya hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu’anhu:

بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ إِذْ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَوَضَعَهُمَا عَنْ يَسَارِهِ، فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ الْقَوْمُ أَلْقَوْا نِعَالَهُمْ، فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ، قَالَ: «مَا حَمَلَكُمْ عَلَى إِلْقَاءِ نِعَالِكُمْ»، قَالُوا: رَأَيْنَاكَ أَلْقَيْتَ نَعْلَيْكَ فَأَلْقَيْنَا نِعَالَنَا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِنَّ جِبْرِيلَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيهِمَا قَذَرًا – أَوْ قَالَ: أَذًى – ” وَقَالَ: ” إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلْيَنْظُرْ: فَإِنْ رَأَى فِي نَعْلَيْهِ قَذَرًا أَوْ أَذًى فَلْيَمْسَحْهُ وَلْيُصَلِّ فِيهِمَا “

“Ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam shalat bersama para sahabatnya, beliau melepaskan kedua sandalnya dan meletakannya di sebelah kirinya. Ketika para sahabat (yang bermakmum) melihat hal itu, mereka pun melemparkan sandal-sandal mereka. Ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam selesai shalat beliau bertanya: ‘Mengapa kalian melemparkan sandal-sandal kalian?’. Para sahabat menjawab: ‘Kami melihat anda melemparkan sandal anda, maka kami pun melemparkan sandal kami’. Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Sesungguhnya aku melihat Jibril ‘alaihissalam mendatangiku dan mengabarkanku bahwa pada kedua sandalku ada najis (dalam riwayat lain: kotoran)’. Lalu beliau bersabda: ‘Jika salah seorang dari kalian datang ke masjid maka perhatikanlah kedua sandalnya, jika ia melihat ada najis atau kotoran maka sentuhkanlah (ke tanah) lalu shalatlah dengan keduanya‘” (HR. Abu Daud no. 650, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).

Juga hadits dari Ummu Salamah radhiallahu’anha. Dari jalan Ummu Walad (disebut juga: Hamidah), ia berkata:

قُلْتُ لأُمِّ سَلَمَةَ: إِنِّي امْرَأَةٌ أُطِيلُ ذَيْلِي وَأَمْشِي فِي الْمَكَانِ القَذِرِ؟ فَقَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يُطَهِّرُهُ مَا بَعْدَهُ

“Aku bertanya kepada Ummu Salamah: ‘saya ini wanita yang panjang gaunnya dan saya biasa berjalan di tempat yang kotor’. Ummu Salamah berkata: ‘Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘tanah yang setelahnya sudah membersihkannya””(HR. Tirmidzi 143, ia berkata: “hadits ini shahih”).

3. Cara membersihkan najasah mutawashitah

Yaitu yang bukan termasuk kedua jenis di atas, misalnya air kencing secara umum, kotoran manusia (feces), bangkai, darah haid, dll. Maka cara membersihkannya bisa dengan berbagai cara yang bisa menghilangkan semua najisnya hingga tidak tersisa warna, bau dan rasanya. Bisa dengan menyiramnya, atau membasuhnya, atau mencucinya, atau menyikatnya, atau menggunakan sabun, atau menggunakan alat-alat kebersihan.

Syaikh As Sa’di menjelaskan: “Najasah (mutawashitah) ketika ia bisa hilang dengan cara apapun, dengan alat apapun, maka itu sudah cukup untuk mensucikannya. Tanpa disyaratkan adanya jumlah bilangan dan tidak harus menggunakan air. Ini yang ditunjukkan oleh zhahir nash dalil-dalil. Karena syariat dalam hal ini hanya memerintahkan untuk menghilangkan najis. Dan najis itu terkadang hilang dengan menggunakan air, kadang dengan membasuhnya, kadang dengan istijmar (menggunakan batu, kayu atau semisalnya), dan terkadang dengan cara yang lain. Dan syariat tidak memerintahkan untuk menghilangkan najis sebanyak tujuh kali, kecuali najis anjing. Sebagaimana juga pendapat ini juga merupakan kelaziman dari nash dalil-dalil syar’i, karena pendapat ini memiliki kesesuaian yang tinggi dengan nash. Karena penghilangan najis itu adalah penghilangan sesuatu yang mahsuusah (bisa diindera)”[8. Irsyad Ulil Bashair wal Albab li Nailil Fiqhi, 21].

Demikian pembahasan tentang cara membersihkan najis. Semoga bermanfaat. Wallahu ta’ala a’lam.

Baca Juga: Perbedaan Najasah, Hadats, Nawaqidhul Wudhu, dan Qadzarah

***

Penulis: Yulian Purnama

Artikel Muslim.or.id

Tags: bersuciCara Membersihkan Najisfikihnajisthaharah
SEMARAK RAMADHAN YPIA
Yulian Purnama, S.Kom.

Yulian Purnama, S.Kom.

Alumni Ma'had Al Ilmi Yogyakarta, S1 Ilmu Komputer UGM, kontributor web Muslim.or.id dan Muslimah.or.id

Artikel Terkait

Sengaja safar agar tidak berpuasa

Fatwa Ulama: Hukum Sengaja Melakukan Safar agar Tidak Berpuasa

oleh dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
25 Maret 2023
0

Fadhilatusy syaikh, bagaimanakah hukum orang yang sengaja safar (melakukan perjalanan jauh) di bulan Ramadan agar bisa tidak berpuasa? Bagaimanakah hukumnya?

Khiyar rukyah

Serial Fikih Muamalah (Bag. 17): Mengenal Khiyar Rukyah dan Pengaruhnya terhadap Akad Jual Beli

oleh Muhammad Idris, Lc.
14 Maret 2023
0

Pada kesempatan kali ini, insyaAllah akan kita bahas lebih mendalam hak khiyar rukyah dari sisi syariat Islam.

hukum haji anak kecil

Hukum Umrah atau Haji Anak Kecil

oleh Ahmad Anshori, Lc
14 Maret 2023
0

Ada perbedaan perndapat ahli fikih tentang keabsahan umrah atau haji anak kecil.

Artikel Selanjutnya
Bila Batal Wudhu Saat Thawaf, Wajibkah Mengulang Dari Awal?

Keindahan Islam (4)

Komentar 36

  1. Ahmad zaki says:
    4 tahun yang lalu

    Apakah membersihkan madzi cukup dengan memerciki kemaluan dan pakaian yang terkena

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      4 tahun yang lalu

      Madzi itu najis harus dicuci hingga bersih

      Balas
      • Ni'mah says:
        4 tahun yang lalu

        Berarti membersihkan najis disini boleh menggunakan air yg musta’mal ???

        Balas
        • Yulian Purnama says:
          4 tahun yang lalu

          Boleh selama airnya belum berubah jadi najis

          Balas
          • Fafa says:
            4 tahun yang lalu

            Jadi apa beda air musta’mal dan air suci mensucikan kalau air musta’mal boleh digunakan untuk mensucikan najis??

          • Yulian Purnama says:
            4 tahun yang lalu

            Bedanya dia musta’mal (sudah digunakan). Apakah harus beda dalam penggunaannya? Tidak ada dalil yang menunjukkan harus beda.

  2. ANDJANI says:
    4 tahun yang lalu

    Kalo kaki terkena najis air pipis cara membersihkan nya bagaimana?

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      4 tahun yang lalu

      Cukup dicuci sampai bersih

      Balas
    • Cici says:
      3 bulan yang lalu

      Assalamu’alaikum apakah wudhu bisa menghilangkan najis mutawasitoh?

      Balas
  3. Riswanto says:
    4 tahun yang lalu

    Jika terkena kotoran dan bulu anjing apakah kita sama dengan terkena najis mogholadoh ??

    Balas
    • Yulian Purnama, S.Kom. says:
      3 tahun yang lalu

      Itu pendapat sebagian ulama

      Balas
  4. Ana says:
    3 tahun yang lalu

    Kalo ada 4 baju kena kencing teris di rendam bareng di bak pake air najis nya hilang belum ya ?

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      3 tahun yang lalu

      Yang penting hilang bau, warna dan rasanya, maka sudah dianggap tidak najis lagi

      Balas
  5. Ara says:
    3 tahun yang lalu

    Bagaimana dengan air kencing kucing?

    Balas
    • Yulian Purnama, S.Kom. says:
      3 tahun yang lalu

      Najis, dibersihkan sampai tidak ada bau, rasa, dan warna

      Balas
  6. Salman says:
    3 tahun yang lalu

    Terimakasih sangat membantu.

    Balas
  7. [email protected] says:
    3 tahun yang lalu

    Bagaimana dengan kotoran (taik kucing)

    Balas
    • Yulian Purnama, S.Kom. says:
      3 tahun yang lalu

      Yang rajih, termasuk najis

      Balas
      • Ftm says:
        3 tahun yang lalu

        Ustadz..membersihkan kotoran kucing dgn kain pel bercampur pengharum sdh hilang indikator najisnya, jika caranya salah bgmn mensucikan lantai yg sdh terinjak2

        Balas
  8. Ahmad Lutfi says:
    3 tahun yang lalu

    Afwan tadz, kalau habis kencing berdiri (darurat) trus ga cebok, selesai tu masih netes kena cd, apa ganti celana panjang juga ?

    Balas
  9. Izza says:
    3 tahun yang lalu

    Bermanaffaat

    Balas
  10. Ganu Gunadhya says:
    3 tahun yang lalu

    Jika membersihkan najis menggunakan lap, dan ada lebih dari satu titik. Apa lap tersebut harus dibersihkan dulu, baru kemudian lanjut ke titik lainnya, atau boleh menggunakan lap yang sama di titik-titik najis yang berbeda? Mohon jawabannya. Terima kasih.

    Balas
  11. yaasir says:
    3 tahun yang lalu

    Apakah ketika mencuci pakaian atau tempat yg terkena najis disyaratkan bilangan atau jumlah tertentu.

    Balas
  12. Nini Arida says:
    2 tahun yang lalu

    Bismillaah
    Bagaimana kalau najis air kencing orangtua di lantai. Tempatnya ter serak dan tercecer cecer. Bagaimana cara yang paling rajih dalam membersihkannya. Krn selalu dipakai jadi ruang shalat.
    Syukron Ustadz

    Balas
  13. Fulana says:
    2 tahun yang lalu

    Bagaimana denga. Anak usia 4 tahun kencing di celana dan celana tersebuat terinjak oleh anak tersebut dan kemudian berjalan di lantai tanpa mencuci kaki terlebih dahulu Apakah lantai ya g terinjak oleh anak tersebut terkena najinya juga . ?. Dan bagaimana menghilangkan najis tersebut?

    Balas
  14. Jusni says:
    2 tahun yang lalu

    Bismillah
    1. Ustadz bagaimana ketika kita mengepel kemudian setelah berjalannya mengepel kita mengetahui di air ada kotoran cicak sedang air yg kita gunakan untuk mengepel sudah dimana2. Ana jd bingung ustadz.

    2. cara mensucikan kotoran cicak d lantai cika kita membersihkan dengan tisu yg kita basahi. Apakah cukup?
    Apakah setelah kita gunakanan tisu yg kita basahi, najis tdk ada kemudian ditunggu kering baru kemudian diguyur menggunakan air?
    Jazakallahu khairan

    Balas
  15. Saya says:
    2 tahun yang lalu

    Assalamu’alaikum ustadz, bagaimana cara membersihkan najis kencing di atas sofa? Bolehkah di lap dengan lap yang dibasahi dan diberi sabun kemudian di lap lagi dengan lap basah?

    Balas
  16. Saya says:
    2 tahun yang lalu

    Assalamu’alaikum, bila ingin membersihkan najis yang ada di badan apakah harus diguyur terlebih dahulu dengan air mutlak baru disabuni atau boleh langsung disabuni? Lalu setelah disabuni apakah harus dibilas dengan air mutlak atau boleh dengan air bekas basuhan badan biar sekalian? Syukron

    Balas
  17. Laeli farhah says:
    2 tahun yang lalu

    Membersihkan lantai yang terkena air kencing dengan kain basah berulang kali. apakah tempat tersebut bisa dikatakan suci.. walaupun belum kering..

    Balas
  18. Rashid says:
    2 tahun yang lalu

    bagaimana jika najis di besi ?

    Balas
  19. Jurait says:
    2 tahun yang lalu

    Setelah mensucikan kasur dari air kencing, kemudian saya tinggalkan kasur itu dirumah dalam beberapa hari karena pekerjaan, kemudian keraguan datang seolah kasur itu masih bernajis apakah harus disucikan lagi ? Warna ,bau , dan rasa sudah tidak ada tapi keraguan menghantui pikiran saya,

    Balas
  20. Titis says:
    2 tahun yang lalu

    Assalamualaikum , bagaimana jika seluruh badan terkena anjing ?
    Karena terkadang tidak sengaja anjing tersebut mengenai lengan ataupun kaki kita

    Balas
  21. Sa'id Ramadhan says:
    2 tahun yang lalu

    Kalau jalanan itu najis tidak ya?, Soalnya sering kita jumpai bangkai tikus di jalanan dan terkadang bangkainya terlindas banyak kendaraan,dan apakah najis nya tersebar?, Jika najis maka org yg jalan di jalanan yg ada bangkai tikusnya kemudian pergi ke masjid pasti sering menginjak injak sendal(saya sering memperhatikan suka menginjak sendal) org dan sendal org yg terinjak tsb bilamana nanti ke masjid lg pasti akan menularkan najis nya ke lantai masjid,kejadian ini memang benar soalnya pernah ada bangkai tikus di sekitar dekat masjid, dan jika hari jum’at banyak org melewati jalan tsb, apakah ada keringanan dalam hal ini?

    Balas
    • Sa'id Ramadhan says:
      2 tahun yang lalu

      Soalnya saya sering memperhatikan ketika ingin sholat jum’at karena berdesak desakan sendalnya jd terinjak injak, tp bukan hanya ketika sholat jum’at seperti hari biasa juga seperti itu terkadang ada sendal yg terinjak dan yg terinjak tsb jg org2 yg suka sholat di masjid tsb sepertinya, pastinya jika nanti sholat lg org yg terinjak sendalnya tsb dan mencopot sendalnya pasti akan menularkan najis ke lantai masjid karena kakinya sudah terkena sendal yg sudah terinjak injak tsb, jd apakah ada keringanan dalam hal ini?, Soalnya saya jd was was dalam hal ini

      Balas
  22. Sa'id Ramadhan says:
    2 tahun yang lalu

    Maaf izin bertanya, apakah ada dalil bahwasannya harus hilang bau,warna dan rasa?,soalnya dalam agama dibolehkan beristijmar dan beristijmar pasti masih ada bau dan rasa,hal ini dikarenakan cebok dgn air saja tanpa sabun masih ada bau jika kita cium tangan kita,Sekian pertanyaan saya

    Balas
  23. Raudha says:
    1 tahun yang lalu

    ustad mau bertanya anak perempuan sy masi bayi usia 2 bulan sering bocor pempesnya kadang membasai serpai kami pakai seprai anti air jadi tidak meresap ke kainnya ketika tidur sy tidak tau dimana posisi sy apakah kena air kencing atau tidak karena tidur bersama bayi saya bagaimana saya menyucikan najis nya ustad terutama di rambut apakah saya keramas setiap saya selesai tidur dengan bayi saya atau cukup mandi tanpa keramas?

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Donasi Muslim.or.id