Donasi Muslim.or.id
Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
Donasi Muslim.or.id Donasi Muslim.or.id

Derajat Hadits Mengusap Wajah Setelah Berdoa

Yulian Purnama, S.Kom. oleh Yulian Purnama, S.Kom.
25 November 2015
Waktu Baca: 5 menit
9
569
SHARES
3.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Mengusap wajah setelah berdoa diperselisihkan para ulama hukumnya. Perselisihan tersebut berporos pada derajat hadits yang menjadi dasar sebagian ulama yang membolehkan atau menganjurkan. Sebagian ulama menganggap hadits-hadits yang ada dalam bab ini adalah hadits lemah, sedangkan sebagian ulama lain memandang hadits-hadits tersebut saling menguatkan sehingga derajatnya naik menjadi hasan. Berikut ini pembahasan singkat mengenai derajat hadits mengusap wajah setelah berdoa.

Hadits 1

Dikeluarkan At Tirmidzi dalam Sunan-nya (3386), Al Hakim dalam Al Mustadrak (1967), Al Bazzar dalam Musnad-nya (129), dan yang lainnya, semuanya dari jalan Hammad bin Isa Al Juhani:

حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ عِيسَى الْجُهَنِيُّ ، عَنْ حَنْظَلَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ الْجُمَحِيِّ ، عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : ” كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ فِي الدُّعَاءِ لَمْ يَحُطَّهُمَا حَتَّى يَمْسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ “

Majelis ilmu di bulan ramadan

Hammad bin Isa Al Juhani menuturkan kepadaku, dari Hanzhalah bin Abi Sufyan Al Jumahi, dari Salim bin Abdillah, dari ayahnya dari Umar bin Al Khathab radhiallahu’anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila mengangkat kedua tangannya saat berdo’a, beliau tidak menurunkannya hingga beliau mengusap wajahnya terlebih dahulu dengan kedua telapak tangannya”

Sanad ini lemah karena terdapat perawi Hammad bin Isa Al Juhani.

  • At Tirmidzi mengatakan: “haditsnya sedikit”
  • Abu Hatim Ar Razi mengatakan: “dha’iful hadits”
  • Al Hakim mengatakan: “ia meriwayatkan hadits-hadits palsu dari Ibnu Juraij dan Ja’far Ash Shadiq”
  • Ibnu Hajar mengatakan: “dha’if”
  • Al Bazzar mengatakan: “layyinul hadits”
  • Abu Daud As Sijistani mengatakan: “dha’if, ia meriwayatkan hadits-hadits munkar”
  • Ibnu Ma’in mengatakan: “seorang syaikh yang shalih”

Dari keterangan-keterangan di atas, jelas bahwa Hammad adalah perawi yang lemah, sehingga sanad ini lemah. Namun masih dimungkinkan untuk menjadi syahid (penguat).

Hadits 2

Dikeluarkan Ibnu Majah dalam Sunan-nya (1181, 3866),

حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ ، وَمُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ ، قَالَا : حَدَّثَنَا عَائِذُ بْنُ حَبِيبٍ ، عَنْ صَالِحِ بْنِ حَسَّانَ الْأَنْصَارِيِّ ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ الْقُرَظِيِّ ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إِذَا دَعَوْتَ اللَّهَ فَادْعُ بِبَاطِنِ كَفَّيْكَ ، وَلَا تَدْعُ بِظُهُورِهِمَا ، فَإِذَا فَرَغْتَ ، فَامْسَحْ بِهِمَا وَجْهَكَ “

Abu Kuraib dan Muhammad bin Ash Shabbah menuturkan kepadaku, mereka berdua berkata: ‘A-idz bin Habib menuturkan kepadaku, dari Shalih bin Hassan Al Anshari, dari Muhammad bin Ka’ab Al Qurazhi, dari Ibnu Abbas, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “jika engkau berdoa kepada Allah maka berdoalah dengan telapak tanganmu dan bukan dengan punggung tanganmu. Dan jika engkau selesai, maka usaplah wajahmu dengan keduanya”

Sanad ini juga lemah karena terdapat perawi Shalih bin Hassan Al Anshari.

  • Al Baihaqi berkata: “dhaif”
  • Abu Hatim Ar Razi berkata: “dhaiful hadits, munkarul hadits”
  • Abu Nu’aim Al Asbahani mengatakan: “munkarul hadits, matruk”
  • Ahmad bin Hambal mengatakan: “laysa bi syai’”
  • Ibnu Hajar Al Asqalani dan An Nasa’i mengatakan: “matrukul hadits”
  • Al Bukhari mengatakan: “munkarul hadits”
  • Adz Dzahabi mengatakan: “jama’ah telah mendhaifkannya”

Dari keterangan-keterangan di atas, bisa disimpulkan bahwa Shalih bin Hassan Al Anshari adalah perawi yang matruk dan tidak bisa menjadi penguat.

Hadits 3

Dikeluarkan Ahmad dalam Musnad-nya (17943), Abu Daud dalam Sunan-nya (1492),

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ ، عَنْ حَفْصِ بْنِ هَاشِمِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ ، عَنْ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ ، عَنْ أَبِيهِ ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” كَانَ إِذَا دَعَا فَرَفَعَ يَدَيْهِ مَسَحَ وَجْهَهُ بِيَدَيْهِ “

Qutaibah bin Sa’id menuturkan kepada kami, Ibnu Lahi’ah menuturkan kepada kami, dari Hafsh bin Hasyim bin ‘Utbah bin Abi Waqqash, dari Sa’ib bin Yazid dari ayahnya bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam jika berdoa beliau mengangkat kedua tangannya untuk mengusap wajahnya dengan keduanya.

Sanad ini lemah karena memiliki 2 masalah:

  1. Perawi Ibnu Lahi’ah diperselisihkan statusnya. Mayoritas ulama mendhaifkannya, dan inilah yang pendapat yang kuat. Terlebih lagi dalam sanad ini, hadits Ibnu Lahi’ah tidak diriwayatkan oleh salah satu Al Abadilah Al Arba’ah. Penjelasan lebih lebar mengenai Ibnu Lahi’ah silakan baca pada tulisan kami mengenai hadits “Berdzikirlah Sampai Dikatakan Gila”.
  2. Perawi Hafsh bin Hasyim bin ‘Utbah bin Abi Waqqash. Ibnu Hajar Al Asqalani dan Adz Dzahabi mengatakan: “majhul”. Dan yang meriwayatkan dari Hafsh bin Hasyim bin ‘Utbah bin Abi Waqqash hanya Ibnu Lahi’ah yang statusnya lemah, maka jelas bahwa majhul di sini maksudnya adalah majhul ‘ain.

Dengan demikian sanad ini juga tidak bisa menjadi penguat.

Hadits 4

Dikeluarkan oleh Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir (13557),

حَدَّثَنَا عُبَيْدٌ الْعِجْلِيُّ , ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرَوَيْهِ الْهَرَوِيُّ , ثنا الْجَارُودُ بْنُ يَزِيدَ , ثنا عُمَرُ بْنُ ذَرٍّ , عَنْ مُجَاهِدٍ , عَنِ ابْنِ عُمَرَ , قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إِنَّ رَبَّكُمْ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي أَنْ يَرْفَعَ الْعَبْدُ يَدَيْهِ فَيَرُدَّهُمَا صِفْرًا لا خَيْرَ فِيهِمَا , فَإِذَا رَفَعَ أَحَدُكُمْ يَدَيْهِ , فَلْيَقُلْ : يَا حَيُّ لا إِلَهَ إِلا أَنْتَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ ثَلاثَ مَرَّاتٍ , ثُمَّ إِذَا رَدَّ يَدَيْهِ فَلْيُفْرِغْ ذَلِكَ الْخَيْرَ إِلَى وَجْهِهِ “

Ubaid Al ‘Ijli menuturkan kepada kami, Muhammad bin ‘Amrawaih Al Harawi menuturkan kepada kami, Al Jarud bin Yazid menuturkan kepada kami, Umar bin Dzarr menuturkan kepada kami, dari Mujahid dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “sesungguhnya Rabb kalian itu Maha Pemalu dan Pemurah. Ia malu jika hamba-Nya mengangkat kedua tangannya lalu Ia membalasnya dengan kehampaan tanpa kebaikan sedikitpun. Maka jika salah seorang dari kalian berdoa, ucapkanlah: yaa hayyu laa ilaaha illa anta, yaa arhamar raahimiin, sebanyak 3x. Lalu jika ingin mengembalikan kedua tangan, telungkupkanlah kebaikan (yang ada di tangannya) ke wajahnya”.

Sanad ini lemah karena perawi Al Jarud bin Yazid.

  • Abu Hatim Ar Razi berkata: “munkarul hadits, tidak ditulis haditsnya”
  • An Nasa-i berkata: “matrukul hadits”
  • Ad Daruquthni berkata: “matruk”
  • Hammad bin Usamah Al Kufi berkata: “ia tertuduh sebagai pendusta”
  • Al Bukhari berkata: “munkarul hadits”
  • Ibnu Hibban berkata: “ia bersendirian dalam meriwayatkan hadits-hadits munkar, dan ia meriwayatkan hadits-hadits yang tidak ada asalnya dari para perawi tsiqah”

Dari sini jelas bahwa Al Jarud bin Yazid sangat lemah dan sanad ini tidak bisa menjadi penguat.

Kesimpulan

Hadits Umar bin Al Khathab adalah yang kualitasnya paling bagus dalam bab ini, namun tetap saja ia riwayat yang lemah. Sedangkan jalan-jalan yang lain kelemahannya lebih parah dan tidak bisa menjadi penguat. Maka dari keterangan-keterangan di atas, hadits-hadits mengenai mengusap wajah setelah berdoa adalah hadits-hadits yang lemah dan tidak dapat saling menguatkan. Sehingga tidak bisa menjadi sandaran untuk amalan mengusap wajah setelah berdoa. Karena amalan ibadah hanya bisa ditetapkan oleh hadits yang maqbul.

Hal ini sebagaimana diutarakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,

وَأَمَّا رَفْعُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ فِي الدُّعَاءِ: فَقَدْ جَاءَ فِيهِ أَحَادِيثُ كَثِيرَةٌ صَحِيحَةٌ وَأَمَّا مَسْحُهُ وَجْهَهُ بِيَدَيْهِ فَلَيْسَ عَنْهُ فِيهِ إلَّا حَدِيثٌ أَوْ حَدِيثَانِ لَا يَقُومُ بِهِمَا حُجَّةٌ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ

“adapun mengenai Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengangkat tangan dalam berdoa, ini telah diriwayatkan dalam banyak hadits shahih. Sedangkan mengusap wajah, maka tidak ada kecuali satu atau dua hadits saja yang tidak bisa menjadi hujjah. Wallahu a’lam” (Majmu’ Al Fatawa, 22/519).

Ini adalah logika yang cerdas dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Pernyataan ini disebutkan dan diperluas lagi oleh Syaikh Al Albani rahimahullah:

وأما مسحهما به خارج الصلاة فليس فيه إلا هذا الحديث والذى قبله ولا يصح القول بأن أحدهما يقوى الآخر بمجموع طرقهما ـ كما فعل المناوى ـ لشدة الضعف الذى فى الطرق , ولذلك قال النووى فى ” المجموع “: لا يندب ” تبعا لابن عبد السلام , وقال: لا يفعله إلا جاهل. ومما يؤيد عدم مشروعيته أن رفع اليدين فى الدعاء قد جاء فيه أحاديث كثيرة صحيحة وليس فى شىء منها مسحهما بالوجه فذلك يدل ـ إن شاء الله ـ على نكارته وعدم مشروعيته

“adapun mengusap wajah (setelah doa) di luar shalat, maka tidak ada hadits kecuali ini dan yang sebelumnya. Dan tidak benar bahwa hadits-haditsnya saling menguatkan dengan banyaknya jalan (sebagaimana dikatakan oleh Al Munawi) karena terlalu beratnya kelemahan yang ada pada jalan-jalannya. Oleh karena itu Imam An Nawawi dalam Al Majmu’ mengatakan: ‘hukumnya tidak disunnahkan‘, juga dikuatkan oleh perkataan Ibnu Abdissalam (ulama Syafi’iyyah): ‘tidak ada yang melakukannya kecuali orang jahil‘.

Dan yang lebih menguatkan lagi bahwa hal tersebut tidaklah disyariatkan adalah bahwasanya mengangkat tangan dalam dia telah ada dalam banyak hadits shahih, namun tidak ada satupun di dalamnya yang menyebukan tentang mengusap wajah. Maka ini insya Allah menunjukkan pengingkaran terhadap perbuatan tersebut dan menunjukkan itu tidak disyariatkan” (Irwa Al Ghalil, 2/182).

Wallahu a’lam bis shawab.

***

Penulis: Yulian Purnama

Artikel Muslim.or.id

Tags: berdoaBid'ahfikihhadith dhaifHaditshadits lemahmengusap wajah
SEMARAK RAMADHAN YPIA
Yulian Purnama, S.Kom.

Yulian Purnama, S.Kom.

Alumni Ma'had Al Ilmi Yogyakarta, S1 Ilmu Komputer UGM, kontributor web Muslim.or.id dan Muslimah.or.id

Artikel Terkait

hadis ziarah kubur

Beberapa Faedah dari Hadis-Hadis yang Berisi Anjuran Ziarah Kubur

oleh dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
8 Maret 2023
0

Diriwayatkan dari Buraidah bin Al-Hushaib Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا “Dahulu aku...

mengurus jenazah

Bersegera dalam Mengurus dan Membawa Jenazah

oleh dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
16 Februari 2023
0

“Karena sesungguhnya tidak layak jasad seorang muslim ditahan di antara dua punggung keluarganya.” (HR. Abu Dawud no. 3159. Hadis ini...

doa untuk jenazah

Ikhlas Berdoa untuk Jenazah

oleh dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
14 Februari 2023
0

“Apabila kalian menyalatkan jenazah, maka ikhlaskanlah doa untuknya.” (HR. Abu Dawud no. 3199. Dinilai hasan oleh Syekh Albani)

Artikel Selanjutnya
Alam Kubur Itu Benar Adanya (2)

Bolehkah Wanita Berziarah Kubur?

Komentar 9

  1. Resa Adilaksana says:
    7 tahun yang lalu

    trus enaknya abis doa tangannya dikemanain ya? dijatuhi aja gitu?

    Balas
    • Sa'id Abu Ukkasyah says:
      7 tahun yang lalu

      “Enaknya” atau “Sunnahnya”? Kalau bertanya “enaknya” jawabannya bisa beda dg “Sunnahnya/ Syari’atnya”.

      Balas
    • Reftiana Vita Loka says:
      7 tahun yang lalu

      Selesai doa tangan biasa aja, gak usah ngusap wajah. Yang bener itu kadang berasa asing, karna kebanyakan masyarakat melakukan hanya mengikuti umum.
      Makanya setiap tindak tanduk kita dalam hal sekecil apapun kita harus tau ada perintah dan contohnya atau enggak, untuk menghindari hal hal yg tidak ada syariatnya (taklid buta)

      Buat Akhi Resa Adilaksana mari bersama sama gali lagi ilmu agama kita, jgn cuma ada perbedaan terus berasa GAK ENAK udah stop gitu aja, gak mau mempelajari lagi. Karna asumsi aneh, gak umum, atau mungkin berpikiran sesat.

      Balas
    • Lubna says:
      4 tahun yang lalu

      Belajar ilmu hadits dulu mas, biar nggak menyimpulkan serampangan

      Balas
  2. Adell says:
    4 tahun yang lalu

    intinya gak harus usap muka.. gtu aja simpel nya :))

    Balas
  3. Wahyu says:
    4 tahun yang lalu

    Karena banyak perawinya meskipun ada yang berpendapat dhoif maka derajat haditsnya naik menjadi hasan

    Balas
  4. Henii says:
    3 tahun yang lalu

    MasyaAllah tabarakallah

    Balas
    • Yusuf says:
      2 tahun yang lalu

      Dikalangan masyarakat memang banyak tradisi dalam agama sehingga ketika kita melaksanakannya dengan hadist dan Sunnah terkadang orang lain menanggap kita berbeda aliran dan dijauhkan.maka pelajari ilmu sebelum mempraktekkan nya

      Balas
      • racun says:
        2 tahun yang lalu

        nh bner tuh

        Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Donasi Muslim.or.id