Donasi Muslim.or.id
Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
Donasi Muslim.or.id Donasi Muslim.or.id

Menyalati Jenazah, Tapi Tak Tahu Jenis Kelaminnya, Sahkah Shalatnya?

Ahmad Anshori, Lc oleh Ahmad Anshori, Lc
24 Februari 2022
Waktu Baca: 3 menit
4
menyalati jenazah
1.4k
SHARES
7.8k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Seperti ini mungkin saja terjadi. Tatkala seorang hendak menyalati jenazah, ia tidak tahu jenis kelamin jenazah yang hendak ia shalatkan. Boleh jadi karena keadaan yang tidak memungkinkannya untuk mengetahui jenis kelamin jenazah.

Apakah shalatnya sah? Lalu bagaimana dengan cara melafalkan doa untuk jenazah yang ia shalati ?

Pembahasan ini berkaitan erat dengan permasalahan niat. Perlu kita ketahui bahwa niat dalam melaksanakan shalat jenazah merupakan sebuah kewajiban, para ulama sepakat akan hal ini (red. terlepas dari silang pendapat di kalangan mereka mengenai status niat ini, apakah rukun ataukah syarat sah). Mereka berdalil dengan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam,

Majelis ilmu di bulan ramadan

إنما الاعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى

“Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan” (HR Bukhari & Muslim)

Hanya saja mereka berselisih pendapat mengenai spesifikasi niat dalam shalat jenazah. Apakah harus dispesifikasikan bahwa shalat ini untuk mayit laki-laki, perempuan, atau balita, atau tidak perlu?

Ulama Malikiyyah berpendapat cukup bagi orang yang hendak menyolatkan jenazah, meniatkan shalat untuk si mayit, tanpa harus menspesifikasikan niat. Ulama mazhab Syafi’i juga berpendapat demikian. Adapun para ulama mazhab Hanafi, mereka mewajibkan ta’yiinun niyyah (menspesifikasikan niat) dalam shalat jenazah.
(Lihat: Al-Fiqhu ‘ala Madzahibi Al-Arba’ah, 1/182)

Pendapat yang paling kuat –allahu a’lam– dari pendapat di atas adalah pendapat yang dipegang oleh malikiyyah dan syafi’iyyah yang menyatakan bahwa tidak diharuskan ta’yiinun niyyah (menspesifikasikan niat) dalam shalat jenazah. Jadi niat untuk shalat jenazah saja sudah cukup. Sebagaimana dipaparkan oleh Imam Nawawi rahimahullah dalam kitab beliau, Al-majmu’ Syarhul Muhadzzab, setelah beliau mengutarakan silang pendapat di kalangan ulama mengenai masalah ini. Beliau menyatakan,

الصحيح: الاكتفاء بمطلق نية الفرض ولا يفتقر إلى تعيين الميت ، وأنه زيد أو عمرو أو امرأة أو رجل ، بل يكفيه نية الصلاة على هذا الميت وإن كان مأموما ونوى الصلاة على من يصلي عليه الإمام كفاه ، صرح به البغوي وغيره

“Yang benar adalah cukup dengan niat untuk melaksanakan kewajiban (kifaiyyah) secara umum saja. Tidak perlu menspesifikasikan niat pada mayit (yang hendak ia shalatkan). Seperti seorang berniat, shalat saya ini untuk Zaid atau Amr, laki-laki atau perempuan. Jadi cukup meniatkan shalat jenazah untuk mayit yang bersangkutan. Bila ia sebagai makmum, kemudian ia berniat sebagaimana niat imam (red. tanpa harus mencari tau niat sang imam) maka itu sudah mencukupi. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Al-Baghawi dan yang lainnya. ”

Pendapat ini pula yang dipilih oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dan Syaikh Abdullah bin Jibrin -semoga Allah merahmati mereka berdua-.

Seseorang mengajukan sebuah pertanyaan kepada Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah mengenai hukum mengumumkan jenis kelamin mayit yang hendak dishalatkan , lantas beliau menjawab, “Tidak mengapa mengumumkan jenis kelamin mayit; apakah mayitnya laki-laki ataukah perempuan sebelum pelaksanakan shalat untuk mayit tersebut, ini bila memang orang-orang yang hendak menyolatkan tidak mengetahui jenis kelamin si mayit. Agar tatkala mereka tahu bahwa mayitnya laki-laki, mereka pun mendoakan dengan doa untuk mayit laki-laki . Bila mayitnya perempuan mereka mendoakan dengan doa untuk mayit perempuan.

Namun bila tidak dilakukan (red. tidak mengumunkan jenis kelamin mayit meskipun jamaah yang hendak menyolatkan tidak tahu), itu juga tidak mengapa. Dan bagi mereka yang tidak mengetahui jenis kelamin mayit, cukup meniatkan dengan niat orang-orang yang hadir dalam pelaksanaan shalat jenazah tersebut” (Majmu’ fatawa war rasaail Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah, 17/103)

Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah juga menfatwakan, “Telah dijelaskan (pada pertemuan sebelumnya) bahwa jika si mayit laki-laki, maka dhamir (kata ganti pada doa untuk jenazah) menggunakan kata ganti laki-laki pula. Bila mayitnya perempuan, maka kata ganti yang digunakan (dalam doa) adalah kata ganti perempuan pula. Seperti ini,

اللهم اغفر لها وارحمها وعافها واعف عنها…

/Allahummagh fir laHA warhamHA wa ‘aa fiHA wa’ fu’anHA/

Artinya: “Ya Allah berilah ampunan kepadanya, sayangilah ia, jagalah ia dan maafkanlah ia..”

Adapun doa untuk mayit laki-laki, seperti ini,

اللهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه…

/Allahummagh firlaHU war hamHU wa ‘aafiiHI wa’fu’anHU/

Artinya: “Ya Allah berilah ampunan kepadanya, sayangilah ia, jagalah ia dan maafkanlah ia..”

Namun bila ia tidak mengetahui jenis kelamin si mayit, maka ia (cukup berdoa) dengan menggunakan kata ganti ketiga laki-laki. Seandainya setelah itu diketahui ternyata jenazahnya perempuan, itu tidak masalah.

Bila ia shalat bersama imam, maka boleh baginya untuk meniatkan sama dengan niat Sang Imam. Tanpa harus mengetahui spesifikasi dari niat Sang Imam (pent. Meski ia tidak mengetahui niat Imam, apakah ia shalat untuk jenazah laki-laki ataukah perempuan)” (Sumber: http://www.ibn-jebreen.com/books/7-77–4305-.html)

Kesimpulannya adalah shalatnya tetap sah meski ia tidak mengetahui jenis kelamin mayit yang hendak ia shalatkan. Adapun cara meniatkannya, ia mengikuti niat Sang Imam bila shalat bersama imam. Atau ia meniatkan seperti niat orang-orang yang hadir dalam shalat jenazah tersebut. Tanpa harus mencari tau apa niat Sang Imam dan niat orang-orang yang hadir saat itu. Atau ia meniatkan untuk shalat jenazah begitu saja, itu juga boleh. Adapun cara mendoakannya adalah dengan menggunakan kata ganti laki-laki pada doa untuk mayit, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Abdullah bin Jibrin dalam fatwa beliau di atas.

Allahu ta’ala a’lam bis shawab.

Derman, Sumbermulyo, 21 Agustus 2014

Baca Juga: Fikih Pengurusan Jenazah (1) : Memandikan dan Mengkafani

—

Penulis: Ahmad Anshori

Artikel Muslim.or.id

Tags: fikihfiqihkematianmatiShalatshalat jenazah
SEMARAK RAMADHAN YPIA
Ahmad Anshori, Lc

Ahmad Anshori, Lc

Alumni PP. Hamalatul Qur'an Yogyakarta. Alumni Mahasiswa Fakultas Syari'ah Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia

Artikel Terkait

Sengaja safar agar tidak berpuasa

Fatwa Ulama: Hukum Sengaja Melakukan Safar agar Tidak Berpuasa

oleh dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
25 Maret 2023
0

Fadhilatusy syaikh, bagaimanakah hukum orang yang sengaja safar (melakukan perjalanan jauh) di bulan Ramadan agar bisa tidak berpuasa? Bagaimanakah hukumnya?

Khiyar rukyah

Serial Fikih Muamalah (Bag. 17): Mengenal Khiyar Rukyah dan Pengaruhnya terhadap Akad Jual Beli

oleh Muhammad Idris, Lc.
14 Maret 2023
0

Pada kesempatan kali ini, insyaAllah akan kita bahas lebih mendalam hak khiyar rukyah dari sisi syariat Islam.

hukum haji anak kecil

Hukum Umrah atau Haji Anak Kecil

oleh Ahmad Anshori, Lc
14 Maret 2023
0

Ada perbedaan perndapat ahli fikih tentang keabsahan umrah atau haji anak kecil.

Artikel Selanjutnya

ISIS, Salah Siapa ?

Komentar 4

  1. Arif says:
    9 tahun yang lalu

    Ustadz, pernah suatu ketika dalam kajian fiqih di sebuah masjid, ustadz mengatakan bahwa doa untuk mayat laki dan perempuan sama saja, karena tidak ditemukan hadits yang menyatakannya berbeda. Selain itu, dhammir tersebut menunjuk kepada mayyit (mayat), bukan mayyitah (bangkai). Mohon penjelasannya ustadz. Syukran

    Balas
    • Muhammad Abduh Tuasikal says:
      9 tahun yang lalu

      Dalam doa qunut, nabi ajarkan dengan allahummahdinii … Namun prakteknya jika jadi imam, pasnya membaca: allahummahdinaa. Jadi mengganti dhamir spt itu tdklah masalah.

      2014-08-25 8:25 GMT+07:00 Disqus :

      Balas
  2. jaini majedi says:
    8 tahun yang lalu

    bagaimana degan posisi imam…apakah d tengah atau d kepala mayyit…karna setahu saya u perempuan d anjurkan d tengah,laki2 d kepala…ataukah praktek ini tidak ada sandarannya….maaf…mohon penjelasannya

    Balas
    • Muhammad Abduh Tuasikal says:
      8 tahun yang lalu

      Imam bs lbh paham jenis kelamin si mayit, beda dg yang cuma jadi jamaah.

      Sent from my iPad Air

      Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Donasi Muslim.or.id