Sudah kita ketahui bersama bahwa Al Fatihah adalah surat yang agung yang dibaca setiap Muslim dalam shalatnya. Pada artikel kali ini akan dibahas bagaimana hukum membaca Al Fatihah dalam shalat dan tata caranya.
Hukum Membaca Al Fatihah
Jumhur ulama menyatakan membaca Al Fatihah adalah termasuk rukun shalat. Tidak sah shalat tanpa membaca Al Fatihah. Diantara dalilnya adalah sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
لا صلاةَ لمن لم يقرأْ بفاتحةِ الكتابِ
“tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Faatihatul Kitaab” (HR. Al Bukhari 756, Muslim 394)
didukung juga sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
كلُّ صلاةٍ لا يُقرَأُ فيها بأمِّ الكتابِ ، فَهيَ خِداجٌ ، فَهيَ خِداجٌ
“setiap shalat yang di dalamnya tidak dibaca Faatihatul Kitaab, maka ia cacat, maka ia cacat” (HR. Ibnu Majah 693, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).
Jadi, membaca Al Fatihah adalah rukun shalat dan inilah yang benar insya Allah.
Adapun Abu Hanifah, beliau berpendapat bahwa membaca Al Fatihah itu bukan rukun shalat, tidak wajib membacanya. Beliau berdalil dengan ayat:
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ
“maka bacalah ayat-ayat yang mudah dari Al Qur’an” (QS. Al Muzammil: 20)
Jawabannya, kata فَاقْرَءُو (bacalah) di sini adalah lafadz muthlaq, sedangkan terdapat qayd-nya dalam hadits-hadits Nabi yang sudah disebutkan bahwa di sana dinyatakan bacaan Al Qur’an yang wajib di baca dalam shalat adalah Al Fatihah. Sesuai kaidah ushul fiqh, yajibu taqyidul muthlaq bil muqayyad, wajib membawa makna lafadz yang muthlaq kepada yang muqayyad.
Al Fatihah wajib di baca pada setiap raka’at. Berdasarkan penjelasan Abu Hurairah radhiallahu’anhu berikut:
في كلِّ صلاةٍ قراءةٌ ، فما أَسْمَعَنَا النبيُّ صلى الله عليه وسلم أَسْمَعْناكم ، وما أخفى منا أَخْفَيْناه منكم ، ومَن قرَأَ بأمِّ الكتابِ فقد أَجْزَأَتْ عنه ، ومَن زادَ فهو أفضلُ
“dalam setiap raka’at ada bacaan (Al Fatihah). Bacaan yang diperdengarkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam kepada kami, telah kami perdengarkan kepada kalian. Bacaan yang Rasulullah lirihkan telah kami contohkan kepada kalian untuk dilirihkan. Barangsiapa yang membaca Ummul Kitab (Al Fatihah) maka itu mencukupinya. Barangsiapa yang menambah bacaan lain, itu lebih afdhal” (HR. Muslim 396)
Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan: “membaca Al Fatihah adalah rukun di setiap rakaat, dan telah shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa beliau membacanya di setiap raka’at” (Al Mulakhash Al Fiqhi, 1/127).
Hukum Membaca Al Fatihah Bagi Makmum
Apakah status rukun dan hukum wajib membaca Al Fatihah itu berlaku untuk semua orang yang shalat? Para ulama sepakat wajibnya membaca Al Fatihah bagi imam dan orang yang shalat sendirian (munfarid). Namun bagi makmum, hukumnya di perselisihkan oleh para ulama. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam Majmu’ Fatawa war Rasail (13/119) mengatakan: “para ulama berbeda pendapat mengenai hukum membaca Al Fatihah menjadi beberapa pendapat:
- Pendapat pertama: Al Fatihah tidak wajib baik bagi imam, maupun makmum, ataupun munfarid. Baik shalat sirriyyah1 maupun jahriyyah2. Yang wajib adalah membaca Al Qur’an yang mudah dibaca. Yang berpendapat demikian berdalil dengan ayat (yang artinya) “maka bacalah ayat-ayat yang mudah dari Al Qur’an” (QS. Al Muzammil: 20) dan juga dengan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam kepada seseorang: ‘bacalah apa yang mudah bagimu dari Al Qur’an‘” (HR. Al Bukhari 757, Muslim 397).
- Pendapat kedua: membaca Al Fatihah adalah rukun bagi imam, makmum, maupun munfarid. Baik shalat sirriyah maupun jahriyyah. Juga bagi orang yang ikut shalat jama’ah sejak awal.
- Pendapat ketiga: membaca Al Fatihah itu rukun bagi imam dan munfarid, namun tidak wajib bagi makmum secara mutlak, baik dalam shalat sirriyyah maupun jahriyyah.
- Pendapat keempat: membaca Al Fatihah adalah rukun bagi imam dan munfarid dalam shalat sirriyyah dan jahriyyah. Namun rukun bagi makmum dalam shalat sirriyyah saja, jahriyyah tidak.” [selesai nukilan]
Ada beberapa pendapat lain dalam masalah ini, namun khilafiyah dalam masalah ini berporos pada 3 hal:
Pertama: Adanya perintah untuk membaca Al Fatihah serta penafian shalat jika tidak membacanya
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata, “membaca Al Fatihah adalah rukun bagi semua orang yang shalat, tidak ada seorangpun yang dikecualikan, kecuali makmum masbuq yang mendapati imam sudah ruku’, atau mendapat imam masih berdiri namun sudah tidak sempat membaca Al Fatihah bersama imam. Dalilnya adalah sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
لا صلاةَ لمن لم يقرأْ بفاتحةِ الكتابِ
“tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Faatihatul Kitaab”
sabda beliau ‘tidak ada shalat‘ merupakan penafian. Asal penafian adalah menafikan wujud (keberadaan), jika tidak mungkin dimaknai penafian wujud maka maknanya penafian keabsahan. Dan penafian keabsahan itu artinya penafian wujud secara syar’i. Jika tidak mungkin dimaknai penafian keabsahan maka maknya penafian kesempurnaan. Inilah tingkatan penafian” (Syarhul Mumthi, 3/296).
Syaikh Al Utsaimin melanjutkan, “sabda Nabi ‘tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Faatihatul Kitaab‘ jika kita terapkan pada tiga jenis penafian tadi, maka kita dapati ada orang yang shalat tanpa membaca Al Fatihah. Sehingga tidak mungkin maksudnya penafian wujud (keberadaan). Sehingga jika ada orang yang shalat tanpa membaca Al Fatihah, maka shalatnya tidak sah, karena tingkatan penafian yang kedua adalah penafian keabsahan, sehingga tidak sah shalatnya, Dan hadits ini umum, tidak dikecualikan oleh apapun. Maka pada asalnya, nash yang umum tetap pada keumumannya. Tidak bisa dikhususkan kecuali dengan dalil syar’i, yaitu nash lain, ijma, atau qiyas yang shahih. Dan tidak ditemukan satu dari 3 macam dalil ini yang mengkhususkan keumuman hadits ‘tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Faatihatul Kitaab‘” (Syarhul Mumthi, 3/297).
Kedua: Adanya perintah untuk diam ketika mendengarkan bacaan Al Qur’an
Diantaranya firman Allah Ta’ala:
وَإِذَا قُرِىءَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Dan apabila dibacakan Al Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan diamlah agar kamu mendapat rahmat” (QS. Al A’raf: 204).
Imam Ahmad mengomentari ayat ini, beliau berkata: “para ulama ijma bahwa perintah yang ada dalam ini maksudnya di dalam shalat” (Syarhul Mumthi, 3/297).
Juga sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, dari sahabat Abu Hurairah Radhiallahu’anhu:
إنما جُعل الإمامُ ليؤتمَّ به ، فلا تَختلفوا عليه ، فإذا كبَّر فكبِّروا ، وإذا قرَأ فأنصِتوا
“sesungguhnya dijadikan seorang imam dalam shalat adalah untuk diikuti, maka jangan menyelisihinya. Jika ia bertakbir, maka bertakbirlah, jika ia membaca ayat, maka diamlah” (HR. An Nasa-i 981, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan An Nasa-i, ashl hadits ini terdapat dalam Shahihain)
Tambahan وإذا قرَأ فأنصِتوا (jika ia membaca ayat, maka diamlah), diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian ulama mengatakan ini adalah tambahan yang syadz, Abu Daud berkata: “tambahan ini ‘jika ia membaca ayat, maka diamlah‘ adalah tambahan yang tidak mahfuzh, yang masih wahm (samar) bagi saya adalah Abu Khalid”. Sebagian ulama mengatakan tambahan tersebut adalah tambahan yang tsabit (shahih). Yang rajih, tambahan tersebut tsabit, karena
- Abu Khalid perawi hadits tersebut adalah Sulaiman bin Hayyan Al Ja’fari, ia statusnya shaduq. Abu Hatim berkata: “ia shaduq”, Ibnu Hajar berkata “shaduq yukhthi’”.
- Tambahan tersebut memiliki jalan lain dari Abu Musa Al Asy’ari Radhiallahu’anhu yang menguatkannya.
- Tambahan pada matan bisa menjadi syadz jika matannya menyelisihi periwayatan lain yang lebih banyak dan lebih tsiqah. Adapun tambahan tersebut tidak mengandung penyelisihan atau pertentangan terhadap periwayatan lain yang lebih tsiqah.
Sehingga menurut dalil-dalil ini, sebagian ulama mengatakan bahwa makmum wajib diam mendengarkan imam membaca Al Fatihah dan ayat Al Qur’an.
Ketiga: Dalam shalat sirriyyah makmum wajib membaca Al Fatihah
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani menyatakan, “adapun dalam shalat sirriyyah, para sahabat telah menetapkan bahwa mereka biasa membaca Al Qur’an ketika itu. Jabir radhiallahu’anhu berkata:
كنا نقرأ في الظهر والعصر خلف الإمام في الركعتين الأوليين بفاتحة الكتاب وسورة وفي الأخريين بفاتحة الكتاب
“kami biasa membaca ayat Al Qur’an dalam shalat zhuhur dan ashar di belakang imam di dua rakaat pertama bersama dengan Al Fatihah, dan di dua ayat terakhir biasa membaca Al Fatihah (saja)” (HR. Ibnu Maajah dengan sanad shahih dan terdapat dalam Al Irwa’ (506))” (Ikhtiyarat Fiqhiyyah Imam Al Albani, 120).
Sehingga dalam shalat sirriyyah makmum tetap wajib membaca Al Fatihah secara lirih dan dalam hal ini masuk dalam keumuman hadits :
لا صلاةَ لمن لم يقرأْ بفاتحةِ الكتابِ
“tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Faatihatul Kitaab” (HR. Al Bukhari 756, Muslim 394)
Tarjih Pendapat
Syaikh Al Albani memaparkan masalah ini dengan penjelasan yang bagus. Beliau mengatakan, “awalnya, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam membolehkan makmum untuk membaca Al Fatihah di belakang imam dalam shalat jahriyyah. Suatu ketika saat mereka shalat subuh, para sahabat membaca ayat Al Qur’an dalam shalat hingga mereka merasa kesulitan. Ketika selesai shalat subuh Nabi bersabda:
لعلَّكم تقرؤُون خلفَ إمامِكم ، قلنا: نعم يا رسولَ اللهِ ، قال : فلا تفعلوا إلَّا بفاتحةِ الكتابِ فإنَّه لا صلاةَ لمن لم يقرأْ بها
“mungkin diantara kalian ada yang membaca Al Qu’ran dibelakangku? Ubadah bin Shamit menjawab: iya, saya wahai Rasulullah. Nabi bersabda: jangan kau lakukan hal itu, kecuali Al Fatihah. Karena tidak ada shalat bagi orang yang tidak membacanya“ (HR. Al Bukhari dalam Juz-nya, Abu Daud, Ahmad, dihasankan oleh At Tirmidzi dan Ad Daruquthni)
Namun kemudian Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam melarang mereka membaca semua ayat Al Qur’an dalam shalat jahriyyah. Hal ini sebagaimana suatu ketika mereka selesai mengerjakan shalat jahriyyah (dalam suatu riwayat disebutkan itu adalah shalat shubuh), Nabi bersabda:
هل قرأَ معي منكم أحد آنفًا ؟ فقالَ رجلٌ : نعم أَنَا يا رسولَ اللَّه . قالَ : إنِّي أقولُ : ما لي أنازعُ ؟ قالَ أبو هريرة : فانتهى النَّاسُ عنِ القراءةِ مَعَ رسولِ اللهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ فيما جهرَ فيهِ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ بالقراءةِ حينَ سمعوا ذلكَ مِن رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ ، وقرَؤوا فِي أنفسِهمْ سرًّا فيما لم يجهَرْ فيهِ الإمامُ
“apakah diantara kalian ada yang membaca Al Qur’an bersamaku dalam shalat barusan? Seorang sahabat berkata: iya, saya wahai Rasulullah. Nabi bersabda: saya bertanya kepadamu, mengapa bacaanku diselingi?”
Lalu Abu Hurairah mengatakan: “semenjak itu orang-orang berhenti membaca Al Qur’an bersama Nabi Shallallahu’alahi Wasallam dalam shalat yang beliau Shallallahu’alaihi Wasallam mengeraskan bacaannya, yaitu ketika para makmum mendengarkan bacaan dari Nabi tersebut. Dan mereka juga membaca secara sirr (samar) pada shalat yang imam tidak mengeraskan bacaannya”” (HR Malik, Al Humaidi, Al Bukhari dalam Juz-nya, Abu Daud, Ahmad, dan Al Mahamili, dihasankan oleh At Tirmidzi dan dishahihkan oleh Abu Hatim Ar Razi dan Ibnu Hibban dan Ibnul Qayyim)
Beliau Shallallahu’alahi Wasallam menjadikan sikap diam mendengarkan bacaan imam sebagai bentuk i’timam yang sempurna terhadap imam. Beliau Shallallahu’alahi Wasallam bersabda:
إنما جُعل الإمامُ ليؤتمَّ به ، فلا تَختلفوا عليه ، فإذا كبَّر فكبِّروا ، وإذا قرَأ فأنصِتوا
“sesungguhnya dijadikan seorang imam dalam shalat adalah untuk diikuti, maka jangan menyelisihinya. Jika ia bertakbir, maka bertakbirlah, jika ia membaca ayat, maka diamlah” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Abu Daud, Muslim, Abu ‘Awanah, Ar Ruyani dalam Musnad-nya)
Sebagaimana Nabi Shallallahu’alahi Wasallam juga menganggap istima‘ (mendengarkan bacaan imam) itu sudah mencukupi tanpa perlu membaca. Sebagaimana sabdanya:
مَن كان له إمامٌ فقراءةُ الإمامِ له قراءةٌ
“barangsiapa yang memiliki imam, maka bacaan imam itu adalah bacaan baginya” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Ad Daruquthni, Ibnu Majah, Ath Thahawi, Ahmad, dari jalan yang banyak secara musnad maupun mursal. Ibnu Taimiyah menganggap hadits ini kuat dalam kitab Al Furu‘ karya Ibnu ‘Abdil Hadi, dan hadits ini dishahihkan sebagian jalannya oleh Al Bushiri)”
(selesai nukilan perkataan Al Albani, dinukil dari Ikhtiyarat Fiqhiyyah Imam Al Albani, 119-120).
Maka, pendapat ke empat adalah yang nampaknya lebih kuat. Membaca Al Fatihah adalah rukun bagi imam dan munfarid dalam shalat sirriyyah dan jahriyyah, namun rukun bagi makmum dalam shalat sirriyyah saja, jahriyyah tidak. Dalam shalat jahriyyah, makmum cukup diam mendengarkan bacaan imam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “dalam masalah apakah makmum membaca bacaan shalat (ketika imam sedang membaca secara jahr), pendapat yang paling pertengahan adalah: jika makmum mendengar imam sedang membaca (secara jahr), maka ia wajib mendengarkan dan diam. Makmum tidak membaca Al Fatihah ataupun bacaan lain. Jika makmum tidak mendengarkan imam membaca (karena dibaca secara sirr), maka ia wajib membaca Al Fatihah dan bacaan tambahan lainnya. Inilah pendapat jumhur salaf dan khalaf. Ini juga merupakan pendapat Imam Malik dan murid-muridnya, Imam Ahmad bin Hambal dan mayoritas muridnya, juga salah satu pendapat dari Imam Asy Syafi’i yang dikuatkan oleh sebagian muhaqqiq dari kalangan murid-murid beliau, juga pendapat Muhammad bin Al Hasan serta murid-murid Imam Abu Hanifah yang lainnya” (Majmu’ Fatawa, 18/20).
Namun perlu kami tekankan bahwa ini adalah masalah khilafiyah ijtihadiyyah yang seharusnya kita mengormati pendapat yang menyatakan bahwa makmum tetap wajib membaca Al Fatihah dalam semua shalat. Adapun pendapat yang menyatakan bahwa membaca Al Fatihah hukumnya tidak wajib sama sekali secara mutlak atau bahkan makruh bagi makmum, maka ini pendapat yang bertentangan dengan banyak dalil yang ada, sehingga tidak bisa kita toleransi.
(bersambung insya Allah)
—
1 Shalat yang bacaannya dilirihkan, yaitu shalat zhuhur dan ashar
2 Shalat yang bacaannya dikeraskan, yaitu shalat shubuh, maghrib dan isya
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id
mau tanya, kalau pada solat lirih kita belum selesai baca al-fatihah kemudian imam ruku gimana?
apa terhitung rokaatnya atau tidak?
kalau memang tidak sempat karena masbuq maka tidak masalah
Maaf ustadz..
Jika kita mendapati imam sudah membaca surat lain setelah al fatihah..
Apakah kita lgsng membaca al fatihah atau mengikuti bacaan imam? Mohon penjelasanya
Terimakasih
Yang rajih, makmum tidak perlu baca apa-apa dalam shalat jahriyah ketika imam sedang membaca. cukup diam dan dengarkan.
tetap sah, bahkan ulama ijma jika hanya dapat rukuk pun tetap sah dan mendapat 1 rakaat.
simak: http://ustadzaris.com/masbuk-ruku-bersama-imam
Kata para ulama, jika imam membaca Al Fatihah dengan cepat maka makmum (yang berpegang pada pendapat wajib baca Al Fatihah) mesti membacanya hampir berbarengan dengan imam.
Contoh, ketika imam selesai membaca “Alhamdulillahirabbil ‘alamin” makmum langsung membaca “Alhamdulillahirabbil ‘alamin”, dst..
Jika cepat masih tuma’ninah maka tidak masalah. Namun jika tidak tuma’ninah, shalat tidak sah. Coba rembug dengan DKM untuk menasehati imam tersebut atau menggantinya.
Ustadz, kalau kita melaksanakan sholat sirriyyah lalu kita belum selesai membaca alfatihah imam sudah ruku’, apakah kita harus ruku’ juga ?
Ikuti imam ruku’ krn Al Fatihah jd tanggungan imam.
mau tanya ustadz. kata imam di mesjid saya, antara (shalat jahriyyah ) waktu baca alfatihah sama baca surat al quran diberi tenggang waktu pada makmum untuk baca alfatihah. jadi maksudnya si imam bakal diam beberapa saat sebelum membaca surat dengan tujuan memberi waktu untuk makmum membaca alfatihah. apa ini dibenarkan?.
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Yg lebih tepat, tdk mesti imam diam lama stlh Al Fatihah untuk maksud itu.
Sudah dibahas di https://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/membaca-al-fatihah-dalam-shalat-2.html
Silakan disimak
Afwan ustadz, hadits : “barangsiapa yang memiliki imam, maka bacaan imam itu adalah bacaan baginya” itu adalah hadits dhoif, sehingga tidak bisa dijadikan acuan. Ini penjelasan takhrijnya:
http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=222139
Hadits Ubadah di atas mengecualikan Al-Fatihah dari larangan membaca atau diam di belakang imam meskipun imam membaca jahr. Dalam hadits Anas dalam Bukhari ada tambahan “bagi dirinya sendiri”, maksudnya membacanya pelan saja. (penjelasan tentang hadist di atas secara lengkap ada disini: http://abul-jauzaa.blogspot.co…
Dan perkataan Abu Hurairah ra “semenjak itu orang-orang berhenti membaca Al Qur’an bersama Nabi Shallallahu’alahi Wasallam dalam shalat yang beliau Shallallahu’alaihi Wasallammengeraskan bacaannya”, maksudnya adalah “berhenti membaca dengan keras”.
Kesimpulannya, makmum tetap wajib membaca al-fatihah di belakang imam meskipun imam membaca jahr.
Memang hadits tersebut diperselisihkan keshahihannya. Terdapat jalan yang mursal dan musnad. Syaikh Al Albani dan juga Ibnu Taimiyah menguatkan bahwa jalan-jalan yang musnad bisa saling menguatkan. Dan Al Albani ketika membahas masalah di atas pun beliau menyebutkan hadits ini terakhir, sebagai isyarat bahwa ini bukan dalil utama.
‘Ala kulli haal, ini masalah khilaf ijtihadiyyah sebagaimana kami sudah sebutkan di atas.
Assalamu’alaikum, Saya pernah was2 dalam membaca alfatihah sehingga tidak bisa menyelesaikan sampai ayat akhir (sampai sirathalladzi na…..) karena imam keburu rukuk, apakah salat saya tetap sah?
Sdh jadi tanggungan imam.
syukron jazakallahu khairan
Jadi yg lebih afdol sebagai makmum khususnya ketika solat jahriyyah harus bagaimana?
Diam dan mendengarkan atau membaca juga?
Kalau memang lebih afdol harus membaca, kapan waktu yg tepat untuk membaca? Bersamaankah atau ketika imam membaca Surat kita baru lngsung membaca al fatihah?
Makasih
Yang lebih afdhal adalah diam dan mendengarkan bacaan imam
Assalamu’alaikum. Ustad sy pernah shalat dzuhur dgn imam dari awal , tapi sy ada kelalaian sehigga ketika imam sudah ruku sy masih baca Al-Fatihah di tengah surat dan ikut ruku tanpa menyelesaikan bacaan Al-Fatihah . apakah sy mendptkan rakaat imam?
Wa’alaikumus salam, Apakah maksud “Saya ada kelalaian”?
Terimakasih banyak atas para penyusun ilmu.
pertama, sudah jelas diawal bahwa “tidak dihitung shalat jika tidak membaca Al-Fatihah” bagaimana mungkin seorang makmum masbuq yg hanya mendapat ruku’ nya imam sedangkan dia sama sekali tidak membaca Al-Fatihah itu sudah dihitung satu rakaat? ini adalah pernyataan yg bertentangan. tolong diperjelas.
kedua, bagi yang memahami ‘boleh’ membaca Al-Fatihah ketika imam membaca ayat Al-Quran (setelah Al-Fatihah) penjelasan diatas hanya pendapat para Ulama yang membolehkannya, adakah riwayat atau contoh dari Rasulullah saw? sedangkan Rasulullah saw dalam keterangan diatas menegur makmum yang membaca ayat ketika Imam membaca Jahr.
*sebagai hamba yang harus memilih tentu kami akan mengikuti yang sudah jelas riwayatnya. terima kasih
Karena yang bicara demikian adalah Nabi sendiri. Dalam hadits Abu Bakrah Nafi’ bin Al Harits radhiallahu’anhu:
أنَّهُ انْتَهَى إلى النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ وهو رَاكِعٌ، فَرَكَعَ قَبْلَ أنْ يَصِلَ إلى الصَّفِّ، فَذَكَرَ ذلكَ للنبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ فَقالَ: زَادَكَ اللَّهُ حِرْصًا ولَا تَعُدْ
“Ia mendapati Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam keadaan rukuk, maka ia pun rukuk sebelum ia berjalan masuk ke shaf. Maka hal ini pun disampaikan kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda: semoga Allah menambahkan semangat kepadamu wahai Abu Bakrah, namun shalatmu tidak perlu diulang” (HR. Bukhari no.783).
Bagaimana jika membaca
(ولا الضالين) dengan memanjangkan huruf (ض) hanya sampai dua harakat saja,padahal yang seharusnya lebih panjang? Apakah merusak keabsahan alfatihah?
Tidak merusak
Bagaimana hukumnya membaca Surah Al-Fatihah hanya sampai 3/4 ayat ketika sholat berjamaah, khususnya ketika rakaat yang suara imam dikerasakan (Jahriyyah)? Apakah sah sholatnya?
Bismillah assalaamu’alaikum ustadz afwan izin bertanya, bagaimana jika bacaan imam salah dalam alfatihah, apa makmum harus mengulang, dan bagaimana jika shalat jum’at apa harus mengulangi dan mengganti dengan shalat dhuhur karena imam bacaan alfatihahnya salah, dan saya jadi ragu kalau kemasjid ustadz, takut bacaan imam salah dan nanti mengulang shalat, kemudian saya jadinya malah kadang shalat di rumah tdk kemasjid karena itu ustadz, itu gimana solusinya ustadz?
Assalamualaikum
Ana mengikuti imam dari awal takbir shalat yaitu dalam shalat sirriyyah.
Akan tetapi ana gak bisa tuntaskan bacaan alfatihah ( sampai di ihdinassirothol…) karena imam sdh keburu rukuk
Apa yg harus ana lakuin, ikut imam atau selesaikan bacaan alfatihah? Karena ana menguatkan akan wajibnya bacaan alfatihah baik jahr dan sir.
Apakah terhitung sah shalatnya ya ustadz? Klw bacaan alfatihah tdk tuntas, karena mengikuti imam yg sdh rukuk.
Syukran
Kalo makmum mendengar bacaan al fatihah tapi tidak dari awal ( dari pertengahan/ akhir ayat) haruskah baca al Fatihah atau tetap diam?
Makmum tetap diam
Tetap diam karena dianggap sudah mendapat al fatihah walaupun tidak dari awal atau karena di tanggung imam?
Satu lagi ustadz, kalo makmum baru gabung saat imam membaca surat pendek apakah tetap diam atau baca al Fatihah, lalu alasannya apa? Jazakallah khair
Kalo baru gabung shalat saat imam baca surat pendek apakah tetap diam atau baca al Fatihah, lau apa alasannya.
Jazakallah khair
Kalo makmum tidak mendengar imam baca al Fatihah sama sekali saat shalat jahe ( baru gabung saat imam membaca surat pendek apakah baca al Fatihah atau tidak, dan apa alasannya
Kalo tidak mendengar sama sekali saat shalat jahr karena imam sudah membaca surat pendek?
Harus baca al Fatihah atau tidak
Afwan ustadz, izin bertanya. Terkait bacaan sirriyyah, apakah boleh berbisik bisik saja atau perlu mengeluarkan suara sedikit? Jazakallah khairan ustadz