Daftar Isi
ToggleSudahkah anda mengenal nama dan sifat Allah? Jika belum, simak pembahasan singkatnya di artikel berikut ini.
[lwptoc]
Pembaca yang budiman, ilmu tentang mengenal Alloh dan Rosul-Nya merupakan ilmu yang paling mulia. Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh mengatakan, “Kemuliaan sebuah ilmu mengikuti kemuliaan objek yang dipelajarinya.” Dan tentunya, tidak diragukan lagi bahwa pengetahuan yang paling mulia, paling agung dan paling utama adalah pengetahuan tentang Alloh di mana tiada ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali Dia semata, Robb semesta alam.
Ilmu Tentang Alloh Adalah Pokok dari Segala Ilmu
Ilmu tentang Alloh adalah pokok dan sumber segala ilmu. Maka barangsiapa mengenal Alloh, dia akan mengenal yang selain-Nya dan barangsiapa yang jahil tentang Robb-nya, niscaya dia akan lebih jahil terhadap yang selainnya. Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Alloh, lalu Alloh menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri.” (Al-Hasyr: 19). Ketika seseorang lupa terhadap dirinya, dia pun tidak mengenal hakikat dirinya dan hal-hal yang merupakan kemaslahatan (kebaikan) bagi dirinya. Bahkan ia lupa dan lalai terhadap apa saja yang merupakan sebab bagi kebaikan dan kemenangannya di dunia dan di akhirat. Maka, jadilah dia seperti orang yang ditinggalkan dan ditelantarkan, yang berstatus seperti binatang ternak yang dilepas dan dibiarkan pergi sekehendaknya, bahkan mungkin saja binatang ternak lebih mengetahui kepentingan dirinya daripadanya.
Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata, “Manusia yang paling sempurna ibadahnya adalah seorang yang beribadah kepada Alloh dengan semua nama dan sifat-sifat Alloh yang diketahui oleh manusia”. Beliau juga berkata, “Yang jelas, bahwa ilmu tentang Alloh adalah pangkal segala ilmu dan sebagai pokok pengetahuan seorang hamba akan kebahagiaan, kesempurnaan dan kemaslahatannya di dunia dan di akhirat.” (Miftaah Daaris Sa’aadah).
Hampir Setiap Ayat Dalam Al-Qur’an Menyebutkan Nama dan Sifat Alloh
Alloh telah memperkenalkan diri-Nya kepada hamba-hamba-Nya dengan memberitahukan nama-nama-Nya yang paling indah dan sifat-sifat-Nya yang paling mulia. Semua itu disebutkan dalam Kitab-Nya dan Sunnah Rosul-Nya. Bahkan kita jumpai, hampir pada setiap ayat Alqur’an yang kita baca selalu berakhir dengan peringatan atau penyebutan salah satu dari nama-nama Alloh atau salah satu dari sifat-sifat-Nya. Sebagai contoh, firman Alloh yang artinya, “…Sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (At-Taubah: 5) dan juga firman-Nya yang artinya, “…Dan Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (An-Nisaa’: 17)
Hal ini semua disebabkan karena nama-nama yang terbaik dan sifat-sifat yang mulia ini memiliki daya pengaruh dan membekas dalam hati seorang yang mengetahui-Nya, hingga ia selalu merasa terawasi oleh Alloh dalam segala aspek kehidupannya. Dengan demikian, sempurnalah rasa malunya dari bermaksiat kepada Alloh.
Yang Paling Takut Kepada Alloh Adalah yang Paling Mengenal Alloh
Semakin tinggi pengetahuan seorang hamba kepada Robb-nya, maka ia akan semakin takut kepada-Nya. Alloh berfirman, “Sesungguhnya yang takut kepada Alloh di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah para ulama.” (Faathir: 28)
Orang yang paling mengenal dan paling mengetahui Alloh adalah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, beliau senantiasa dalam keadaan takut dari perbuatan durhaka terhadap Robb-nya, dan tentu kita telah mengetahui siapa beliau. Karena Alloh telah memerintahkannya untuk mengatakan, “Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku takut akan adzab hari yang besar (hari Kiamat), jika aku mendurhakai Robbku’.” (Al-An’aam: 15)
Sebab, ahli tauhid yang benar-benar mengenal Alloh memandang bahwa kemaksiatan itu, meskipun kecil, ibarat sebuah gunung yang sangat besar. Karena mereka mengetahui keagungan Dzat (Rabb) yang Maha Esa serta Maha Kuasa dan mengenal hak-hak-Nya, oleh sebab itu, mereka menjadi orang-orang yang paling takut kepada-Nya di antara manusia.
Kebodohan Akan Keagungan Alloh Adalah Induk Kemaksiatan
Dari Abul ‘Aliyah, beliau pernah bercerita bahwa para Shahabat Rosululloh mengatakan, “Setiap dosa yang dikerjakan seorang hamba, penyebabnya adalah kejahilan.” (Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Jarir, dengan sanad yang shahih)
Imam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh berkata, “Setiap pelaku kemaksiatan adalah seorang jahil dan setiap orang yang takut kepada-Nya adalah seorang alim yang taat kepada Alloh. Dia menjadi seorang yang jahil hanya karena kurangnya rasa takut yang dimilikinya, kalau saja rasa takutnya kepada Alloh sempurna, pastilah dia tidak akan bermaksiat kepada-Nya.”
Syirik merupakan kemaksiatan yang terbesar di antara maksiat yang ada. Tidaklah manusia berbuat syirik kecuali memang karena ia bodoh dalam pengenalannya terhadap Tuhannya. Oleh karena itu, ketika Nabi Nuh ‘alaihis salaam mengajak kaumnya (kepada tauhid) lalu mereka menolaknya, maka beliau pun mengetahui bahwa penolakan tersebut disebabkan karena ketidaktahuan mereka akan kebesaran Alloh. Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Alloh?” (Nuuh: 13). Ibnu Abbas berkata dalam menafsirkan ayat ini, “Kalian tidak mengetahui keagungan atau kebesaran-Nya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui beberapa jalan yang saling menguatkan)
Apa yang dikatakan di atas sangat beralasan, karena seandainya manusia mengenal Alloh dengan sebenarnya, niscaya mereka tidak terjerat dalam kesyirikan mempersekutukan Alloh dengan sesuatu. Sebab, segala kebaikan berada di tangan-Nya, maka bagaimana mungkin mereka bersandar kepada selain-Nya?
Nama Alloh Semuanya Husna
Nama-nama Alloh semuanya husnaa, maksudnya, mencapai puncak kesempurnaannya. Karena nama-nama itu menunjukkkan kepada pemilik nama yang mulia, yaitu Alloh Subhaanahu wa Ta’ala dan juga mengandung sifat-sifat kesempurnaan yang tidak ada cacat sedikit pun ditinjau dari seluruh sisinya. Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Hanya milik Alloh-lah nama-nama yang husna.” (Al-A’roof: 180)
Kewajiban kita terhadap nama-nama Alloh ada tiga, yaitu beriman dengan nama tersebut, beriman kepada makna (sifat) yang ditunjukkan oleh nama tersebut dan beriman dengan segala pengaruh yang berhubungan dengan nama tersebut. Maka, kita beriman bahwa Alloh adalah Ar-Rohiim (Yang Maha Penyayang), memiliki sifat rahmah (kasih sayang) yang meliputi segala sesuatu dan menyayangi semua hamba-Nya.
Nama dan Sifat Alloh Tidak Dibatasi Dengan Bilangan Tertentu
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, “Aku memohon kepada Engkau dengan semua nama yang menjadi nama-Mu, baik yang telah Engkau jadikan sebagai nama diri-Mu atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu atau Engkau sembunyikan menjadi ilmu ghaib di sisi-Mu.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, Al-Hakim, shahih). Tidak ada seorang pun yang dapat membatasi dan mengetahui apa yang masih menjadi rahasia Alloh dan menjadi perkara yang ghaib.
Adapun sabda beliau, “Sesungguhnya Alloh memiliki 99 nama, yaitu seratus kurang satu. Barangsiapa yang menghafal dan faham maknanya, niscaya masuk syurga.” (HR. Bukhari-Muslim) tidak menunjukkan pembatasan nama-nama Alloh dengan bilangan sembilan puluh sembilan. Makna yang benar adalah, sesungguhnya nama-nama Alloh yang 99 itu, mempunyai keutamaan bahwa siapa saja yang menghafal dan memahaminya akan masuk syurga.
Demikianlah, semoga kita benar-benar mengenal Alloh dengan sebenar-benar pengenalan dan mengagungkan Alloh dengan sebenar-benar pengagungan sehingga bisa menyelamatkan kita dari berbuat syirik kepada-Nya.
—
Penulis: Abu Ibrohim M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.or.id
apakah kurangnya pendidikan agama di waktu kecil berpengaruh di waktu dewasa?
semua itu sangat berpengaruh karena kurangnya pendidikan islam diwaktu kecil akan berpengaruh terhadap sifat kedewasaannya, begitu!!!!
hidayah Alloh itu 2 (menurut saya*lagi*)
1.hidayah benda yaitu Al Qur’an yg memuat tuntunan, hukum, pengetahuan dsb.
2.hidayah hati.
dan dlm kehidupan pelaksanaannya bisa saling melengkapi (seperti pertanyaan duluan mana telur sama ayam)
ada sebagian org yg “berpegang pada Al Qur’an untuk mencari hidayah hati(pendidikan terlebih dahulu)” dan ada yg “mendapatkan hidayah hati terlebih dahulu dan menyempurnakannya dgn tuntunan Al Qur’an”
….sesunguhnya Alloh maha pengampun lagi maha penyayang (at Taubah :5). pencantuman ‘ maha’ tak pantas terhadap Alloh. mari kita evaluasi : 1. kata maha menunjukan adanya keterbatasan, karena setelah kata maha ada lagi yang lebih tinggi contoh Siswa SD, lalu siswa SMP, lalu Siswa SMA selanjutnya setelah siswa SMA disebut maha siswa (S1), terus Pasca Sarjana (S2), terus Doktor(S3), jadi tidak layak kita memberikan suatu pengagungan tehadap Alloh dengan kata maha tersebut karena Alloh adalah pemilik-Nya jadi seharusnya….Alloh yang Pengampun lagi yang penyayang.
@nanang
rahimakallah,semoga Allah Ta’ala merahmatimu
kata “maha” jika di sandarkan kepada Allah Ta’ala bermakna sepaling-paling..jadi tidak bisa kita samakan suatu kata yang disandarkan kepada makhluk (misal:siswa) dengan kata yang disandarkan kepada Allah Ta’ala..
jika anda hanya mengatakan Allah pengampun dan penyayang maka tidak menafikan(menolak) ada yang sama dengan Allah, karena makhluk juga ada yang penyayang..padahal jelas Allah Ta’ala tidak sama dengan makhluk
“tidak ada yang semisal dengan Allah,dan DIA-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Asy-syuro:11)
maka di dalam bahasa arab ada istilah “mubalaghoh” yang maksudnya adalah sepaling-paling..
maka pada bahasa indonesia dengan menggunakan kata “maha”
jadi maksudnya adalah Allah Ta’ala sepaling-paling pengampun dan sepaling-paling penyayang..
wallahu Ta’ala A’lam
Aoakah ini termasuk sifat Allah yang tedapat di Hadits Muslim:
dalam hadtist Qudsiy bahwa Allah swt berfirman : “Wahai Keturunan Adam, Aku sakit dan kau tak menjenguk Ku, maka berkatalah keturunan Adam : Wahai Allah, bagaimana aku menjenguk Mu sedangkan Engkau Rabbul ‘Alamin?, maka Allah menjawab : Bukankah kau tahu hamba Ku fulan sakit dan kau tak mau menjenguknya?, tahukah engkau bila kau menjenguknya maka akan kau temui Aku disisinya?” (Shahih Muslim hadits no.2569)
Mohon penjelasan..
#Abu ‘Aliyah
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Muslim di kitab Shahihnya pada Bab Fadhlu ‘Iyadatil Maridh (keutamaan menjenguk orang sakit). Agar pembaca yang lain dapat sama-sama mengeceknya ana bawakan lafadz lengkapnya sebagai berikut:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الله عز وجل يقول يوم القيامة يا ابن آدم مرضت فلم تعدني قال يا رب كيف أعودك وأنت رب العالمين قال أما علمت أن عبدي فلانا مرض فلم تعده أما علمت أنك لو عدته لوجدتني عنده يا ابن آدم استطعمتك فلم تطعمني قال يا رب وكيف أطعمك وأنت رب العالمين قال أما علمت أنه استطعمك عبدي فلان فلم تطعمه أما علمت أنك لو أطعمته لوجدت ذلك عندي يا ابن آدم استسقيتك فلم تسقني قال يا رب كيف أسقيك وأنت رب العالمين قال استسقاك عبدي فلان فلم تسقه أما إنك لو سقيته وجدت ذلك عندي
Perlu diketahui, bahwa tidak semua yang disandarkan kepada Allah itu adalah sifat Allah. Sebagaimana dijelaskan dalam artikel bahwa sifat Allah itu semuanya husna. Sifat yang memiliki sisi naqsh (kekurangan) tidak ditetapkan sebagai sifat Allah. Lebih jelasnya baca artikel2 berikut:
Kaidah-Kaidah Penting untuk Memahami Nama dan Sifat Allah (1)
Kaidah-Kaidah Penting untuk Memahami Nama dan Sifat Allah (2)
Kaidah-Kaidah Penting untuk Memahami Nama dan Sifat Allah (3)
Kaidah-Kaidah Penting untuk Memahami Nama dan Sifat Allah (4)
Nah berkaitan dengan hadits di atas, dijelaskan oleh Imam An Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim: “Menurut para ulama, yang dimaksud Allah Ta’ala ketika menyandarkan sifat sakit pada diriNya dalam hadits ini maksudnya adalah hamba-Nya, dalam rangka memuliakan hambaNya dan menunjukkan kedekatan hamba kepadaNya. Dan firman Allah ‘wajadtani ‘indahu’ maksudnya adalah orang yang menjenguk orang sakit akan mendapat pahala dan kemulian dari Allah”
Jadi, orang yang tidak menjenguk saudaranya yang sedang sakit, dikatakan telah menyakiti Allah, maksudnya telah menyakiti saudaranya tersebut.
Hal ini juga dapat dipahami dengan melihat hadits lainnya yang menyebutkan sifat al marodh (sakit) :
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال قال الله عز وجل يؤذيني ابن آدم يسب الدهر وأنا الدهر أقلب الليل والنهار
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: Allah berfirman: Manusia telah menyakitiku dengan perbuatan mereka mencela waktu (Ad Dahr). Akulah adalah Ad Dahr. Akulah yang membolak-balik malam dan siang”
Imam An Nawawi menjelaskan: “Makna ‘manusia telah menyakitiku’ maksudnya adalah manusia telah melakukan perbuatan yang menimbulkan gangguan jika perbuatan tersebut dilakukan terhadap diri manusia”
Sebagaimana seseorang yang sakit, pun merasa sedih jika tidak ada yang menjenguknya.
Wallahu’alam.
syukron atas jawabannya akhi aswad.
Sebenarnya hadits diatas merupakan dalil dari teman saya yang mengatakan bolehnya takwil terhadap berita-berita shahih tentang sifat Allah ‘Azza wa Jalla yang sampai kepada kita.
Sedangkan saya beranggapan bahwa tidak boleh sama sekali takwil terhadap dalil shahih tentang sifat Allah yang sampai kepada kita. Cukup menerima apa adanya sesuai dengan bahasa dan mensifatinya sesuai dengan kemuliaan Allah Ta’ala.
Apakah ada sikap pengecualian bagi kita untuk sifat Allah yang menunjukkan kelemahan secara zhahir?
Mohon penjelasannya karena saya agak bingung disini.
Dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Dar’u Ta’arudh Al Aql Wan Naql bahwa istilah ta’wil bisa dibenarkan jika yang dimaksud adalah:
1. Tafsir (menjelaskan makna)
2. Haqiqotus syai’i (arti yang hakiki dari sesuatu)
3. Shorful ma’na ar rajih ilal marjuh bid dalil (Memalingkan makna yang zhahir ke makna yang agak jauh dengan dukungan dalil)
Dan istilah ta’wil di kalangan para ulama salaf, ma’ruf dengan makna yang ke 1 dan 2. Adapun makna ke 3 baru muncul di kalangan mutaakhirin. (demikian ringkasan penjelasan beliau)
Berbeda dengan ta’wil yang dilakukan ahlul bid’ah, yang pada hakikatnya adalah tahrif. Yaitu menyimpangkan makna zhahir ke makna yang jauh tanpa dalil. Dan inilah yang dilarang.
Adapun pada kasus hadits di atas, penjelasan Imam Nawawi bukan termasuk ta’wil yang dilarang, karena itu termasuk TAFSIR.
Bahkan dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin -rahimahullah- bahwa jelas-jelas yang menafsirkan hadits tersebut adalah Allah Ta’ala sendiri di akhir hadits. Berikut kami bawakan penjelasan beliau tentang hadits ini di kitab beliau Qowa’idul Mutsla:
“Para ulama salaf memaknai hadits ini sebagaimana adanya dan tidak menyimpangkan makna dengan melakukan tahrif sekehendak hawa nafsu mereka. Para ulama salaf menafsirkan hadits ini sebagaimana ditafsirkan oleh Dzat yang mengucapkannya (yaitu Allah Ta’ala). Firman Allah dalam hadits tersebut: ‘Aku sakit… Aku meminta makan… Aku meminta minum‘ ditafsirkan sendiri oleh Allah di akhir hadits: ‘Bukankah engkau tahu ada hambaku Si Fulan yang sedang sakit…Bukankah engkau tahu ada hambaku Si Fulan yang meminta makan…Bukankah engkau tahu ada hambaku Si Fulan yang meminta minum…‘.
Dan ini jelas sekali bahwa maksudnya adalah sakitnya salah seorang hamba Allah, minta makannya salah seorang hamba Allah, dan minta minumnya salah seorang hamba Allah. Yang menafsirkan adalah Allah Ta’ala sendiri, Dzat yang mengucapkan firmanNya tersebt. Dan tentu Ia lebih mengetahui maknanya.
Jika kita menafsirkan bahwa sakitnya Allah, minta makannya Allah, minta minumnya Allah dengan makna sakitnya hamba, minta makannya hamba, dan minta minumnya hamba, BUKANLAH MERUPAKAN PERBUATAN MENYIMPANGKAN MAKNA DARI MAKNA ZHAHIR. Karena hal ini adalah tafsir dari Dzat yang berbicaranya sendiri, sama seperti jika makna tersebut diucapkan terlebih dahulu…..dst ” (Qowa’idul Mutsla, Bab Qowa’idu Adillatil Asma Wa Shifat)
Dan memang Syaikh Ibnu Utsaimin di lanjutan penjelasannya juga mengatakan hadits ini adalah salah satu hujjah pamungkas yang sering dipakai ahlut ta’wil, dan alhamdulillah telah dijelaskan bantahannya oleh beliau.
Wallahu’alam.
Syukron akhy atas jawabannya.
Sepertinya penjelasan dari Syaikh Utsaimin sudah cukup memuaskan.
kenapa gak sekalian disebutkan apa saja sekaligus arti dan maksud..dari setiap kata sifat2 Alloh,jadi membacanya tidak setengah2?
assalamu’alaikum..
ikud gabung ya..
iya..
bnr tuh kata ima..
sifat2 Allah yg wajib kan ada 20..
aq mnta pnjelasan nya dunk..
ada tugaz.hehehehe
sifat wajib 20 ? he he, kurikulum jaman sekolah dasar. Kalo ada ujian soalnya ada brp sifat wajib Allah ? Ya, jawabnya menurut standard siapa dulu ? memang, Abul Hasan Al Asyari pernah punya pendapat 20 sifat wajib Allah.
padahal kita wajib imani setiap sifat yg Allah beritakan dalam Al Quran sesuai dgn ketinggian Allah yg berbeda dgn makhluknya
Alhamdulillah, penjelasan masalah ini gamblang dan terangggg
bagi yg mau belajar
setelah saya membaca artikel ini ,saya mendapatkan sebuah pertanyaan,yang dimaksud orang bdoh itu seperti apa c……….atau mungkin orang-oang yang tidak bisa baca ,tulis?karena pada kenyataannya banyak dari mereka yang melakukan sesuatu yang menyimpang dari ajaran Allah orang-orang yang dpat berpikir secara logis.
Untuk itu mohon di terangkan seara rinci atau jelas sehingga tidak menimbulkan kesalahan presepsi dari kami.
Saya ingin mendapatkan penjelasan lbih lanjut tentang sift 20.
Sifat 20 di klasifikasi kepada 4 sifat lagi iaitu sifat nafsi, salbiah, ma’ani dan maknawiah.
soalan saya, di klafikasikan sifat2 tersebut?
Saya harap dapat penjelasan. Wallahu A’lam.
@ Mohd Rifaie
Yg tepat sifat Allah tidak dibatasi dengan 20. Sifat Allah itu teramat banyak.
Assalamualaikum,
Saya pernah membaca dalam tulisan seseorang tentang doa yang diucapkan seseorang bisa menggetarkan arsy. Dan ketika saya konfirmasikan ke yang bersangkutan ini bukan dimaksudkan sebagai kalimat hiperbolik.
Mohon penjelasan.
jazakumullah
akhi, aq bertanya pd seseorang yg ngaji bab tauhid katanya dia tidak memikirkan dzat allah, tetapi sedang mengkaji sifat2 wajib allah”
“Dalam sebuah hadis disebutkan, “Berpikirlah mengenai makhluk Allah dan jangan berpikir mengenai Allah (Zatnya), sebab kamu semua tidak dapat mencapai kadar perkiraannya.”
bgamana dengan pendapat seperti itu?
#antibanbocor
Pembagian sifat menjadi wajib dan jaiz adalah tidak berdasar, semua sifat Allah yang berdasarkan dalil wajib untuk kita imani.
Kita tidak boleh takyif, mendeskripsikan dzat Allah, selain tidak memungkinkan juga dapat membuka pintu bagi syaithan.
Wallahu’alam.
Alloh melakukan apapun yang di kehendaki NYA…
Yang Mungkin ataupun ynag Tidak mungkin.
ass wr wb, mau tanya bolehkah berdzikir dengan mengucapkan Ya Allah saja. trm ksh wassalam.
#joko k
“Ya Allah” artinya “wahai Allah..” , kalimat ini bukanlah kalimat sempurna. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam selalu mengajarkan lafadz-ladadz dzikir dengan kalimat sempurna. Semisal Subhanallah “Maha suci Allah”, Allahu Akbar “Allah Maha Besar”, dll. Maka hendaknya anda pun demikian.
Assalaamu’alaikum warohmatullah
adakah yg mau memberikan penjelasan tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta’ala?
terima kasih
#Muhammad Yusuf
Wa’alaikumussalam Warahmatullah
Nama dan sifat Allah penjelasannya sangat luas, bahkan menjadi ilmu tersendiri. Silakan simak beberapa artikel di web ini:
https://muslim.or.id/aqidah/nama-allah-yang-paling-agung-1.html
https://muslim.or.id/aqidah/nama-allah-yang-paling-agung-2.html
https://muslim.or.id/aqidah/kaidah-kaidah-penting-untuk-memahami-nama-dan-sifat-allah-1.html
https://muslim.or.id/aqidah/kaidah-kaidah-penting-untuk-memahami-nama-dan-sifat-allah-2.html
https://muslim.or.id/aqidah/kaidah-kaidah-penting-untuk-memahami-nama-dan-sifat-allah-3.html
https://muslim.or.id/aqidah/kaidah-kaidah-penting-untuk-memahami-nama-dan-sifat-allah-4.html
https://muslim.or.id/aqidah/penyimpangan-dalam-nama-dan-sifat-allah.html
https://muslim.or.id/aqidah/penyimpangan-dalam-nama-dan-sifat-allah-di-masyarakat-2.html
Ustadz, jazakallah khair atas artikelnya. Hanya ingin memberi koreksi pada salah satu ayat di dalam postingan. “Hanya milik Alloh-lah nama-nama yang husna.” (Al-A’roof: 18) seharusnya tertulis ayat 180, hanya kurang 0-nya. Afwan.
aamiin