Jilbab adalah masalah fundamental yang bukanlah masalah furu’iyyah sebagaimana dikira segelintir orang. Sampai-sampai para ulama berkata bahwa siapa yang menentang wajibnya jilbab, maka ia kafir dan murtad. Sedangkan orang yang tidak mau mengenakan jilbab karena mengikuti segelintir orang tanpa mengingkari wajibnya, maka ia adalah orang yang berdosa, namun tidak kafir.
[lwptoc]
Dalil yang Menunjukkan Wajibnya Jilbab
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka“. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59). Ayat ini menunjukkan wajibnya jilbab bagi seluruh wanita muslimah.
Ayat lain yang menunjukkan wajibnya jilbab,
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آَبَائِهِنَّ أَوْ آَبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (31)
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An Nur: 30-31).
Dalil yang menunjukkan wajibnya jilbab adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ الْحُيَّضَ يَوْمَ الْعِيدَيْنِ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ ، فَيَشْهَدْنَ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَدَعْوَتَهُمْ ، وَيَعْتَزِلُ الْحُيَّضُ عَنْ مُصَلاَّهُنَّ . قَالَتِ امْرَأَةٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِحْدَانَا لَيْسَ لَهَا جِلْبَابٌ . قَالَ « لِتُلْبِسْهَا صَاحِبَتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا »
Dari Ummu ‘Athiyyah, ia berkata, “Pada dua hari raya, kami diperintahkan untuk mengeluarkan wanita-wanita haid dan gadis-gadis pingitan untuk menghadiri jamaah kaum muslimin dan doa mereka. Tetapi wanita-wanita haid harus menjauhi tempat shalat mereka. Seorang wanita bertanya:, “Wahai Rasulullah, seorang wanita di antara kami tidak memiliki jilbab (bolehkan dia keluar)?” Beliau menjawab, “Hendaklah kawannya meminjamkan jilbabnya untuk dipakai wanita tersebut.” (HR. Bukhari no. 351 dan Muslim no. 890).
Para ulama sepakat (berijma’) bahwa berjilbab itu wajib. Yang mereka perselisihkan adalah dalam masalah wajah dan kedua telapak tangan apakah wajib ditutupi.
Apa Itu Jilbab?
Dalam Lisanul ‘Arob, jilbab adalah pakaian yang lebar yang lebih luas dari khimar (kerudung) berbeda dengan selendang (rida’) dipakai perempuan untuk menutupi kepala dan dadanya.[1] Jadi kalau kita melihat dari istilah bahasa itu sendiri, jilbab adalah seperti mantel karena menutupi kepala dan dada sekaligus.
Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan bahwa jilbab adalah pakaian atas (rida’)[2] yang menutupi khimar. Demikian yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud, ‘Ubaidah, Al Hasan Al Bashri, Sa’id bin Jubair, Ibrahim An Nakho’i, dan ‘Atho’ Al Khurosaani. Untuk saat ini, jilbab itu semisal izar (pakaian bawah). Al Jauhari berkata bahwa jilbab adalah “milhafah” (kain penutup).[3]
Asy Syaukani rahimahullah berkata bahwa jilbab adalah pakaian yang ukurannya lebih besar dari khimar.[4] Ada ulama yang katakan bahwa jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh badan wanita. Dalam hadits shahih dari ‘Ummu ‘Athiyah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda,
لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا
“Hendaklah saudaranya mengenakan jilbab untuknya.” Al Wahidi mengatakan bahwa pakar tafsir mengatakan, “Yaitu hendaklah ia menutupi wajah dan kepalanya kecuali satu mata saja.”[5]
Ibnul Jauzi rahimahullah dalam Zaadul Masiir memberi keterangan mengenai jilbab. Beliau nukil perkataan Ibnu Qutaibah, di mana ia memberikan penjelasan, “Hendaklah wanita itu mengenakan rida’nya (pakaian atasnya).” Ulama lainnya berkata, “Hendaklah para wanita menutup kepala dan wajah mereka, supaya orang-orang tahu bahwa ia adalah wanita merdeka (bukan budak).”[6]
Syaikh As Sa’di rahimahullah menerangkan bahwa jilbab adalah milhafah (kain penutup atas), khimar, rida’ (kain penutup badan atas) atau selainnya yang dikenakan di atas pakaian. Hendaklah jilbab tersebut menutupi diri wanita itu, menutupi wajah dan dadanya.[7]
Kita pun dapat menyaksikan praktek jilbab di masa salaf dahulu.
قال علي بن أبي طلحة، عن ابن عباس: أمر الله نساء المؤمنين إذا خرجن من بيوتهن في حاجة أن يغطين وجوههن من فوق رؤوسهن بالجلابيب، ويبدين عينًا واحدة
‘Ali bin Abi Tholhah berkata, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Allah telah memerintahkan kepada wanita beriman jika mereka keluar dari rumah mereka dalam keadaan tertutup wajah dan atas kepala mereka dengan jilbab dan yang nampak hanyalah satu mata.”[8]
وقال محمد بن سيرين: سألت عَبيدةَ السّلماني عن قول الله تعالى: { يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ } ، فغطى وجهه ورأسه وأبرز عينه اليسرى
Muhammad bin Sirin berkata, “Aku pernah bertanya pada As Salmani mengenai firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”, lalu beliau berkata, “Hendaklah menutup wajah dan kepalanya, dan hanya menampakkan mata sebelah kiri.”[9]
Pandangan Kalangan Liberal Mengenai Jilbab
Salah satu tokoh JIL (Jaringan Islam Liberal), Siti Musdah Mulia, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah (Ciputat, Banten) punya beberapa pendapat yang nyeleneh mengenai jilbab dan ia terkenal dengan pemikiran kebebasannya. Dalam talkshow dan bedah buku yang berjudul “Psychology of Fashion: Fenomena Perempuan (Melepas Jilbab)”, juga di forum lainnya, beliau mengeluarkan beberapa pendapat kontroversial mengenai jilbab yang kami rinci sebagai berikut[10]:
Pertama: Menurut Bu Profesor Musdah Mulia, guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ciputat, realitas sosiologis di masyarakat, jilbab tidak menyimbolkan apa-apa, tidak menjadi lambang kesalehan dan ketakwaan. Tidak ada jaminan bahwa pemakai jilbab adalah perempuan shalehah, atau sebaliknya perempuan yang tidak memakai jilbab bukan perempuan shalehah. Jilbab tidak identik dengan kesalehan dan ketakwaan seseorang.
Sanggahan:
Bagaimana mungkin kita katakan jilbab bukanlah lambang kesalehan dan ketakwaan. Orang liberal biasa hanya pintar berkoar-koar tetapi tidak pernah ilmiah. Kalau mau ilmiah, yah seharusnya berhujjah dengan dalil. Ibnul Qayyim menukilkan perkataan seorang penyair:
العلم قال الله قال رسوله
“Ilmu adalah apa kata Allah, apa kata Rasul-Nya.” Jadi kalau bukan Al Qur’an dan hadits yang dibawa namun hanya pintar omong, maka itu berarti tidak ilmiah.[11]
Bagaimana dikatakan berjilbab bukan lambang ketakwaan? Sedangkan takwa sebagaimana kata Tholq bin Habib,
التَّقْوَى : أَنْ تَعْمَلَ بِطَاعَةِ اللَّهِ عَلَى نُورٍ مِنْ اللَّهِ تَرْجُو رَحْمَةَ اللَّهِ وَأَنْ تَتْرُكَ مَعْصِيَةَ اللَّهِ عَلَى نُورٍ مِنْ اللَّهِ تَخَافَ عَذَابَ اللَّهِ
“Takwa: engkau melakukan ketaatan pada Allah atas cahaya dari Allah dalam rangka mengharap rahmat Allah dan engkau meninggalkan maksiat pada Allah atas cahaya dari Allah dalam rangka takut akan adzab Allah.”[12] Bukankah kewajiban mengenakan jilbab sudah diperintahkan dalam ayat,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka“ (QS. Al Ahzab: 59). Juga dalam ayat,
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya”(QS. An Nur: 31). Ini jelas perintah dan menjalankan perintah adalah bagian dari ketakwaan dan bentuk taat pada Allah.
Enggan berjilbab jelas termasuk maksiat karena dalam ayat setelah menerangkan sifat mulia wanita yang berjilbab ditutup dengan,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An Nur: 31). Kalau disuruh bertaubat berarti tidak berjilbab termasuk maksiat. Lantas bagaimana dikatakan berjilbab bukan bagian dari takwa? Sungguh aneh jalan pikirannya.
Jika jilbab bukan lambang ketakwaan karena ada yang berjilbab bermaksiat, maka kita boleh saja menyatakan shalat juga bukan lambing ketakwaan karena ada yang shalat namun masih bermaksiat. Namun tidak ada yang berani menyatakan untuk shalat pun demikian. Jadi, tidak jelas bagaimana cara berpikir para pengagum kebebasan (orang liberal).
Kata Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat terakhir di atas, yang namanya keberuntungan diraih dengan melakukan perintah Allah dan Rasul-Nya dan meninggalkan yang dilarang.[13] Jadi, biar selamat di akhirat dan selamat dari jilatan neraka, maka berjilbablah.
Kedua: Bu Profesor yang sangat mengagumi Gus Dur berkata pula, “Tidaklah keliru jika dikatakan bahwa jilbab dan batas aurat perempuan merupakan masalah khilafiyah yang tidak harus menimbulkan tuduh menuduh apalagi kafir mengkafirkan. Mengenakan, tidak mengenakan, atau menanggalkan jilbab sesungguhnya merupakan pilihan, apapun alasannya. Yang paling bijak adalah menghargai dan menghormati pilihan setiap orang, tanpa perlu menghakimi sebagai benar atau salah terhadap setiap pilihan.”
Ibu Musdah menyampaikan pula, “Kalau begitu, jelas bahwa menggunakan jilbab tidak menjadi keharusan bagi perempuan Islam, tetapi bisa dianggap sebagai cerminan sikap kehati-hatian dalam melaksanakan tuntutan Islam. Kita perlu membangun sikap apresiasi terhadap perempuan yang atas kerelaannya sendiri memakai jilbab, sebaliknya juga menghargai mereka yang dengan pilihan bebasnya melepas atau membuka kembali jilbabnya. Termasuk mengapresiasi mereka yang sama sekali tidak tertarik memakai jilbab.”
Sanggahan:
Waw … satu lagi pendapat yang aneh. Bagaimana bisa dikatakan jilbab adalah suatu pilihan bukan suatu kewajiban?
Ayat-ayat yang menerangkan wajibnya jilbab sudah jelas. Hadits pun mengiyakannya. Begitu pula ijma’ para ulama menyatakan wajib bagi wanita menutup seluruh badannya dengan jilbab kecuali terdapat perselisihan pada wajah dan kedua telapak tangan. Sebagian ulama menyatakan bahwa wajah dan telapak tangan juga wajib ditutup. Sebagaian lain mengatakan bahwa wajah dan telapak tangan boleh dibuka, namun menutupnya adalah sunnah (bukan wajib). Dalil keduanya sama-sama kuat, jadi tetap kedua pendapat tersebut mewajibkan jilbab, namun diperselisihkan manakah yang boleh ditampakkan.
Jadi batasan aurat wanita memang ada khilaf apakah wajah dan telapak tangan termasuk aurat. Namun para ulama sepakat akan wajibnya jilbab. Sehingga pendapat Bu Profesor barangkali perlu dirujuk kembali dan harus membuktikan keilmiahannya, bukan hanya asal berkoar.
Kalau jilbab telah dinyatakan wajib, maka tidak ada kata tawar menawar atau dijadikan pilihan. Kalau dipaksakan dalam Perda agar para pegawai berjilbab, itu langkah yang patut didukung. Bukan malah seperti kata JIL yang menganggap Perda tersebut malah mengekang wanita.
Begitu pula tidak boleh mengapresiasi orang yang memamerkan lekuk tubuhnya, gaya rambut dan pamer aurat. Karena perbuatan mereka patut diingkari. Jika punya kekuasaan (sebagai penguasa), maka diingkari dengan tangan. Jika tidak mampu, maka dengan lisan dan tulisan sebagai peringatan dan pengingkaran. Jika tidak mampu, maka wajib diingkari dengan hati. Jika dengan hati tidak ada pengingkaran malah memberikan apresiasi, maka ini jelas tanda persetujuan pada kemungkaran dan tanda bermasalahnya iman. Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu, hendaklah dia merubah hal itu dengan lisannya. Apabila tidak mampu lagi, hendaknya dia ingkari dengan hatinya dan inilah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim no. 49)
Bersambung ke Kata JIL: Jilbab Bukan Kewajiban Namun Pilihan (Bag. 2)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
[1] Lisanul ‘Arob, Ibnu Manzhur, 1: 272.
[2] Rida’ dan Izar adalah pakaian seperti ketika berihrom. Rida’ untuk bagian atas, ihrom untuk bagian bawahnya.
[3] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah, 11: 242
[4] Fathul Qodir, Asy Syaukani, Mawqi’ At Tafasir, 6: 79
[5] Idem.
[6] Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, Mawqi’ At Tafasir, 5/150
[7] Taisir Al Karimir Rahman, ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Muassasah Ar Risalah, hal. 671.
[8] Disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim.
[9] Idem.
[10] Pendapat Bu Musdah Mulia, kami cuplik dari http://www.voa-islam.com/islamia/liberalism/2010/12/14/12281/inilah-argumen-ngawur-ratu-sepilis-musdah-mulia-soal-jilbab/
[11] I’lamul Muwaqi’in, 1: 79.
[12] Majmu’ Al Fatawa, 7: 163.
[13] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 225.
Ibu Profesor yang terhormat…
Kenapa jilbab tidak menyimbolkan ketaatan seseorang….?
Menurut saya jilbab adalah simbol ketaatan seseorang, kenapa…?, karena dengan memakai jilbab berarti seseorang muslimah menunjukan ketaatannya dengan menutup auratnya, barang siapa dengan sengaja menutup auratnya berarti dia mentaati ajaran agama.
Tanda-tanda seseorang itu taat adalah mereka menjalankan perintah agama.
Sebaiknya bu Profesor Musdah diundang secara terbuka untuk berdebat tentang jilbab, biar kita tahu, bu Profesor ini, ilmunya dibidang mana, jgn asal berkoar tapi tdk tahu ilmunya…
Assalamu’alaikum…
Ibu Profesor yang mendapatkan gelarnya setelah berhasil membuat para Liberalisme yakin akan jalan pikirannya yang telah berubah…
Dimanakah letak ilmiahnya pemikiran seorang profesor jika memberikan komentar yang tak berbobot demikian???
Tolong katakan, jika jilbab adalah pilihan, maka dapat kita kategorikan penyebutan orang tua dengan menggunakan kata Ibu, Mama, Umi, atau cukup si anak memanggil nama saja..adalah suatu pilihan dan bukan ketaatan. Lantas apakah ibu profesor sudah memberikan pengertian ini ke anak2 ibu dan rela mereka memanggil ibu hanya dengan menyebut nama saja???
Saya sangsi, bahkan ibu tidak akan menoleh ke mahasiswa ibu yang hanya memanggil nama tanpa ada embel2 profesor…
Profesor yang terlalu pandai jadi otaknya kebablasan….miring….ya kan bu.????
Semoga saudari Musdah Mulia ini mendapatkan petunjuk dan hidayah dari Allah agar kembali atau ditunjukkan jalan yg benar dan kebenaran sehingga “KESOMBONGAN LOGIKA DAN AKAL SOK PINTAR” anda tidak disebarkan ke orang lain apalgi membawa ke kesesatan…paling tidak kalau anda masih berpendapat begitu biarlah untuk anda sendiri…
Saya heran mereka mengutip qs al ahzab 59. Dengan garis tebal”hendaklah”. Artinya anjuran. Bukan wajib. Saya yg awam saja. Baca ayat alquran sangat terang berderang.sy cari2 tdk ada kata”wajib atau diwajibkan”. Pendapat sy kalo wajib tdk dikerjakam pasti berdosa krn masuk kategori ibadah makhdah. Ini kan tdk ada. Dalam rukun imam dan rukun islam juga tdk ada. Berarti tidak berjilbab itu tidak berdosa. Kedua sy sejalan dgn ibu profesor bhw jilbab bulan tanda kesolehan. Realitas dilapangan bhw wanita muslim yg berjilbab sebagian sholehah sebagian juga tdk sholehah. Ada yg memakai jilbab krn tren, krn terpaksa dgn aturan sekolah, aturan kantor bahkan krn takut dicibir
Memahami ayat Qur’an bukan dengan terjemahannya tapi dari lafadz Arabnya. Tidak ada ulama yang mengatakan jilbab tidak wajib.
Begini… Jumlah kata dalam bahasa Indonesia itu ada 23.000 kata di tahun 1953. Sekarang jadi 91.000 kata. Bahasa inggris, ada 600.000 kata.
Makanya, ilmu pengetahuan berkembang pesat saat ini menggunakan literasi bahasa inggris.
Dan biasanya, kalau bahasa inggris di translate mentah-mentah ke bahasa indonesia jadi aneh bacanya.
Nah, bahasa Arab sendiri, ada 1,2 juta kata. 2x lipat bahasa inggris.
Jadi, ngga bisa dikatakan kalau tidak ada kata wajib atau mewajibkan penggunaan jilbab.
Translasi bahasa inggris untuk ayat yang sama:
O Prophet! Tell thy wives and daughters, and the believing women, that they should cast their outer garments over their persons (when abroad): that is most convenient, that they should be known (as such) and not molested. And Allah is Oft-Forgiving, Most Merciful.
They should….
They should, kalau di translate pakai google translate aja deh, artinya “mereka harus”
Harus…
Sekali lagi harus. Itu baru perbandingan bahasa Indonesia dengan bahasa inggris.
Nah jika kita pelajari Al Qur’an sesuai dengan bahasa aslinya, maka pasti kita akan sependapat dengan para ulama jaman dahulu. Bahwa jilbab itu adalah wajib.
Wallahu a’lam
Should artinya “sebaiknya” bukan harus kalau harus di bahasa Inggris itu “have to” atau “must”
Ibu prof berpenyakit sepilis (sekulerisme,Plularisme.Liberalisme)
udah berani Melawan Hukum2 Allah swt Naudzubillah
bagi saya sbgi seorang wanita memakai jilbab ttp merupakan suatu kewajiban tu’kaum muslimah krn bnyk jg keuntungannya apalagi usia msh trmsk muda,..smg ku ttp tegar dn percaya diri dng memakai jilbab walaupun brmacam rintangan dn komentar2 yng dihadapi,..
Ibu Prof. Bertobatlah. Jadikanlah Al-quran dan Sunnah Sebagai Referensi dalam mengeluarkan pendapat Ibu. Saya yakin ibu memiiki akal yang luar biasa. Landasilah akal tsb dengan 2 referensi (Al-quran dan Sunnah)
profesor muslimAH yang ANEH ??@%#
kita punya penglihatan yg bagus dan cukup untuk melihat tulisan JIL yakni Jaringan Islam Liberal. jelas saja, namanya saja sudah liberal. mereka menganut paham yg liberal, terkesan urak.urakan dan bebas. seperti barbar.
ibu profesor. mungkin dimata orang atau manusia bumi yg begok anda adalah orang pintar. namun bagi Allah anda adalah orang yg buta dan tidak tau apa-apa.islam tidaklaa liberal. islam agama yg tertata dan teratur. semua berlandaskan bukti yakni al-Quran dan sunnah rasullulloh. tolong berfikir jernih dan jangan mencemarkan nama baik Islam. percuma dong bergelar profesor.
manusia DISURUH CERDAS BUKAN SAJA pelajari ilmu dunia, ttp lebih Penting CERDAS MEMAHAMI ILMU AKHIRAT, klo IBU INI FAHAM AGAMA ,,,mk CELAKALAH DIA JIKA BERANI MELAWAN HUKUM HUKUM ALLAH,, wass
sembarangan aja jil!
assalamualikum,
jilbab suatu keharusan bagi muslimah yang beriman, muslimah yang tanpa iman mungkin menjadikan jilbab hiasan saja,
hukum, dalil Al-qur’an, nan Assunnah yang mewajibkan. dan tidak dapat di perdebatkan, semuga ALLAH mengumpulkan akhwat yang beriman di surgaNya, Aminnn
kenapa Prof yth. tidak pakai You Can See juga ya…..?
sadarlah wahai wanita bahwa smua tubuhmu adalah aurot…kecuali muka dan tapak tangan
sebenarnya udah psimis dg keadaan zaman sekarang yg bebas..mka ia brfikir seenaknya cma ngikuti zaman tnp kmbli kpda aturan yang ada..
akankah ro’yu mengalahkan wahyu…??? dari mana beliau mendapat pemikiran yang demikian??? Ya ALLAH.. Berikan hidayah Mu kepada saudari kami yang sedang hilaf ini…
Orang seperti itu biasanya gak membaca alquran dan hadist menurut saya.
sangat bermanfaaat izin share ya makash
Harap di fikirkan, Orang Cerdas Adalah orang Yg seprti di hadist ini, bukan orang yg paham ilmu dunia. Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Suatu hari aku duduk bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang lelaki dari kalangan Anshar, kemudian ia mengucapkan salam kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paling baik akhlaqnya’. Kemudian ia bertanya lagi, ‘Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas.’ (HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsamiy. Syaikh Al Albaniy dalam Shahih Ibnu Majah 2/419 berkata : hadits hasan)
Jangan pernah menyebutkan kata terhormat untuk orang yang benar-benar menentang perintah Allah, Tapi perangi !!!
Afwan Ustadz, Alhamdulillah sekarang sy sdh pake jilbab sampai menutupi dada, dan berniat memanjangkannya lagi sampai menutupi tangan tapi kakak sy melarang, katanya jilban sampai dada itu sdh cukup. Bagaimana kami memjelaskannya? Syukran
Jilbab / hijab syar’i bukan sekedar menutup aurat atau menutup dada. Simak: https://muslimah.or.id/3592-lindungi-diri-dengan-jilbab-syari.html
Bukannya Jilbab antrinya menurut bahasa arab penghalang?
Cuma ingin bertanya. Kalau di Al-Baqarah:183 dikatakan:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.
Itu memang jelas kata-katanya “diwajibkan”.
Nah untuk surat Al-Ahzab:59 dan An-Nur 30-31, kata yg digunakan adalah “hendaklah”, apakah itu berarti anjuran atau “sebaiknya”?
Di sini saya hanya bertanya ya karena saya ilmunya masih sedikit, jadi tolong jangan judge.
Yang menjadi acuan dalil itu teks ayatnya, bukan terjemahannya. Di ayat tersebut menggunakan kalimat perintah, menunjukkan wajib. Dan semua ulama sepakat hukum memakai jilbab itu wajib, tidak ada perbedaan pendapat.
Prof ini gak pelajar ilmu nahwu shorof jdi gak tau apa itu fi’il amar
Astagfirullah ternyata gelar profesor itu menujukan ke”fakir”an …insyaallah sy tidak akan menguliahkan anak saya dimana prof ini berada
Kalau laki-laki beriman sudah tentu menilai wanita dengan Jilbab adalah wanita terhormat, kalau tidak pakai kita menilainya berulang-ulang sampai pakai, kalo ga juga bye…
Maaf sy jd teringat krn narasi anda dsni bhw org berjilbab pasti wanita trhormat n yg tdk pasti tdk trhormat!? Drmn n brdsrkn apa, anda bs mnyimpulkan spt ini? Sy kenal ada seorg wanita yg sllu mmakai jilbab tp ada d suatu tmpt dia melacur diri scra online n lepas jilbabnya bila ktmu laki2? N ini bkn 1 wanita sj yg sy temui lho! N wanita yg tdk brjilbab dia malah mnjlnkn Sholat n sopan bretika dlm brsikap dmnapun n dgn siapapun. Yg jd prtnyaan sy bgm mnrt anda ini!? Tlg berikan penjelasan!
Adakah batasan tertentu, sampai sejauh mana seorang mertua/keponakan/anak kandung/anak tiri/saudara laki-lakinya dapat melihat auratnya ?
Aurat tertentu ataukah seluruh aurat ?
Adakah dalil tentang batasan ini ?
Terkadang, gelar seseorang dlm dunia pendidikan tdk selalu berkorelasi dg apa yg di bicarakan pd saat membahas sesuatu … Pertanya’anya, apakah Profesornya si Ibu adalah tentang JILBAB…
Kita jg tdk boleh menyatakan hal yg buruk sblm tau jelas mengapa dan apa dalilnya si ibu ngomong spt itu …
Tapi jk stlh tau alasan/ dalilnya dan bertentangan dg apa yg dipahami oleh Islam scr umum, maka hrs dibuat protest terbuka scr langsung … Utk mendapatkan jawaban langsung dr si ibu professor … Krn itu nilainya lebih penting dr pd hanya mengembangkan negative mindset di luar …
Dan jika trjdi sbh debat ttg ini, saya yakin, justru kita semua yg akan diuntungkan krn dlm Islam, Ilmu adalah tuntunan ,yg benar akan selalu benar dan yg salah hrs diperbaiki….
Prof coba anda ke kampus pake bikini aja. JIL itu tak pantas memakai nama Islam to lebih pantas Jaringan Iblis liberal.nampak iblis juga mengakui Islam ilmu nya lebih tinggi dari profesor walau tanpa gelar S3 atau S7.tapi pekerjaan mereka mengajak umat pada KEKUFURAN.
Jilbaban itu sama seperti tidak makan haram /alkohol, jadi ketika tidak berjilbab maka petempuan itu berdosa tapi bukan berarti kafir krn masih melakukan rukun islam. Syahadat, sholat, zakat, puasa, (haji). Jadi jilbab itu wajib tapi kalo tidak melakukan ya ada dosanya sendiri.
Artikel yang bagus
Artikel yang sangat bagus, kunjungi juga kami disini ya = grosirhijab.id
Artikel yang sangat bagus
Artikel yang sangat bermanfaat
Mohon maaf bagaimana jika mereka memakai jilbab akan tetapi cuma menutupi kesalahan saja atau cm fashion dan mereka tetap berzina selingkuh apakah itu tidak mencemarkan islam? Sedangkan tadi dikutip seseorg yg memakai hijab pasti taat agama akan tetapi sy sering menjumpai berhijab tapi jual diri dan zina apa itu tidak mencemarkan. Islam? Bahkan banyak sy jumpai mereka tidak berhijab jg banyak yg sopan sholat puasa dan malah lebih menjaga kelakuan nya sopan santunya ? Dan apakah orang yg tidak berhijab itu sudah di cap tidak baik dan tidak taat ??karena itu kan pakaian bukan hati ? Bagaimana melihat taat dan tidak nya seseorang baik tidak nya seseorg? Jika berhijab saja masih selingkuh ?? Apakah mereka itu tidak mencemarkan nm baik islam ?? Dan hukum nya apa ??karena jaman skrg ini kita tidak bisa membedakan taat nya seseorg dengan jilbab ya mohon maaf
Informasi yang sangat bermanfaat sekali