Setiap kaum muslimin di negeri ini pasti mengetahui bahwa di bulan ini ada suatu moment yang teramat penting yaitu Isro’ Mi’roj sehingga banyak di antara kaum muslimin turut serta memeriahkannya.Namun apakah benar dalam ajaran Islam, perayaan Isro’ Mi’roj semacam ini memiliki dasar atau tuntunan? Semoga pembahasan kali ini bisa menjawabnya. Allahumma a’in wa yassir.
Sebelum kita menilai apakah merayakan Isro’ Mi’roj ada tuntunan dalam agama ini ataukah tidak, perlu kita tinjau terlebih dahulu, apakah Isro’ Mi’roj betul terjadi pada bulan Rajab?
Perlu diketahui bahwa para ulama berselisih pendapat kapan terjadinya Isro’ Mi’roj. Ada ulama yang mengatakan pada bulan Rajab. Ada pula yang mengatakan pada bulan Ramadhan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
”Tidak ada dalil yang tegas yang menyatakan terjadinya Isro’ Mi’roj pada bulan tertentu atau sepuluh hari tertentu atau ditegaskan pada tanggal tertentu. Bahkan sebenarnya para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini, tidak ada yang bisa menegaskan waktu pastinya.” (Zaadul Ma’ad, 1/54)
Ibnu Rajab mengatakan,
”Telah diriwayatkan bahwa di bulan Rajab ada kejadian-kejadian yang luar biasa. Namun sebenarnya riwayat tentang hal tersebut tidak ada satu pun yang shahih. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau dilahirkan pada awal malam bulan tersebut. Ada pula yang menyatakan bahwa beliau diutus pada 27 Rajab. Ada pula yang mengatakan bahwa itu terjadi pada 25 Rajab. Namun itu semua tidaklah shahih.”
Abu Syamah mengatakan, ”Sebagian orang menceritakan bahwa Isro’ Mi’roj terjadi di bulan Rajab. Namun para pakar Jarh wa Ta’dil (pengkritik perowi hadits) menyatakan bahwa klaim tersebut adalah suatu kedustaan.” (Al Bida’ Al Hawliyah, 274)
Setelah kita mengetahui bahwa penetapan Isro’ Mi’roj sendiri masih diperselisihkan, lalu bagaimanakah hukum merayakannya?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
”Tidak dikenal dari seorang dari ulama kaum muslimin yang menjadikan malam Isro’ memiliki keutamaan dari malam lainnya, lebih-lebih dari malam Lailatul Qadr. Begitu pula para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik tidak pernah mengkhususkan malam Isro’ untuk perayaan-perayaan tertentu dan mereka pun tidak menyebutkannya. Oleh karena itu, tidak diketahui tanggal pasti dari malam Isro’ tersebut.” (Zaadul Ma’ad, 1/54)
Begitu pula Syaikhul Islam mengatakan,
“Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang disyari’atkan (yaitu idul fithri dan idul adha, pen) seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabi’ul Awwal (yang disebut dengan malam Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rojab (perayaan Isro’ Mi’roj), hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum’at dari bulan Rojab atau perayaan hari ke-8 Syawal -yang dinamakan orang yang tidak mengerti agama dengan Idul Abror (ketupat lebaran)-; ini semua adalah bid’ah yang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak pernah melaksanakannya.” (Majmu’ Fatawa, 25/298)
Ibnul Haaj mengatakan, ”Di antara ajaran yang tidak ada tuntunan yang diada-adakan di bulan Rajab adalah perayaan malam Isro’ Mi’roj pada tanggal 27 Rajab.” (Al Bida’ Al Hawliyah, 275)
Demikian pembahasan seputar perayaan Isro’ Mi’roj yang biasa dimeriahkan di bulan Rajab.
Semoga bisa memberikan pencerahan bagi pembaca muslim.or.id sekalian. Hanya Allah yang memberi taufik.
Baca tentang amalan di bulan Rajab lainnya di sini.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
Menyedihkan keadaan masyarakat kita ini.
Banyak sekolah-sekolah,bahkan yang berazaskan Islam,masih merayakan Isra Mi’raj sebagai event tahunan sekolah.Secara tidak langsung,sekolah tersebut mendidik murid-muridnya untuk menanggapi hari Isra Mi’raj sebagai sesuatu yang harus dirayakan.
Nampaknya MUI perlu mengeluarkan fatwa haram mengenai perayaan Isra Mi’raj ini.
Wallahu ‘alam bishawab.
Entah siapa yang memulai perayaan isro’ mi’roj ini ditanah air kita dan kemudian menetapkan bahwa tanggal 27 Rajab adalah hari yang harus diliburkan secara nasional agar umat Islam dapat merayakannya.
kalo melihat ke belakan sewaktu saya masih belum mengenal Sunnah..
saya termasuk diantara mereka yg sangat bersemangat merayakan acara-acara bid’ah seperti itu..
bahkan menjadi panitia.. tetap..
namun ternyata tidak ada ilmu yg didapat.. selama itu..
dan alhamdulillah saya sangat bersyukur sekali Allah menunjuki saya kepada jalan yg benar..
sehingga bisa mengenal ajaran Islam yg benar..
dan harapan saya semoga saudara-2 kita yg masih mengamalkan perbuatan bid’ah semoga mendapatkan hidayah..
Mungkin salah satu hikmah tidak diketahui dengan pasti peristiwa tersebut kapan terjadi supaya tidak ada kaum Muslimin yang merayakannya, begitu juga Maulid Nabi yang waktunya masih diperselisihkan, wallahu A’lam.
mungkin mereka beranggapan bahwa yang baik itu berarti benar.padahal belum tentu??
yang benar menurut kita aja,blom tentu benar menurut sunnah rosul.
merekalah salah satu contoh kelompok yang beribadah tanpa berilmu….
Ustd.bagaimana kalau mereka yg suka mengamalkan isra miraj menjawab sesuai hadis nabi bahwa Segala sesuatu tergantung niatnya….???kalau niatnya menambah ilmu keagamaan insyaAlloh surga pahalanya….!!lalu saya mesti
menjawab apa???
#Dindin
Niat baik saja tidak cukup. Niat baik harus dibarengi dengan cara yang benar. Niat baik tanpa cara yang benar membuat amalan tertolak.
Ustadz, tolong sewaktu-waktu diberikan artikel mengenai cara yang santun dalam menolak perayaan2 bid’ah ini. Dari segi merayakannya ataupun ketika dimintai sumbangan. Agar akhlaq kita tetap baik dalam berdakwah dan hubungan dengan masyarakat sekitar pun tetap baik. Jazaakallohu khoiron katsiiro
mudah-mudahan kita selalu diberi petunjuk jalan yang benar, amin
sya mw tanya, apakah dikategorikan bid’ah pula hal-hal baru yang tidak bersentuhan dengan sisi syari’at?
#abdul aziz
Perkara non-ibadah termasuk bid’ah secara bahasa arab, namun bukan bid’ah secara istilah syar’i, sehingga pada asalnya boleh.
ana setuju dengan abu yazid tentang cara yang santun dalam menolak perayaan2 bid’ah ini.
Assalamualaikum…afwan bpk ustadz..ana izin copas dan share materi”nya yg bermanfaat ini…
@ust yulian
antum kan jawab pertanyaan akhi dindin begini :#Dindin
Niat baik saja tidak cukup. Niat baik harus dibarengi dengan cara yang benar. Niat baik tanpa cara yang benar membuat amalan tertolak.
sedangkan dalam alquran sendiri disurat alkahfi 66 – 78 bercerita tentang nabi khidir dan nabi musa. nabi khidir melakukan cara yang tidak lazim…bagaimana ust yulian menanggapinya??
#iman
– Nabi Khidir niatnya benar dan caranya benar, karena cara demikianlah yang diperintahkan Allah kepada beliau
– Syari’at dan aturan-aturan Nabi terdahulu tidak berlaku lagi setelah datangnya syari’at yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam.
Apa setiap perbuatan baik harus di contohkan Rosul.jadi bagaimana jika orang buta mau menyebrang jalan tol,apakah harus kita cari dulu dalilnya pernah tidak Rosul menolong orang buta yang ingin menyebrang jalan tol.kok jadi ribet ya agama ini mau berbuat baik aja harus ada dalil nya dulu.sepertinya sempit bener pandangan anda dengan islam.mudah2an anda tidak termasuk orang2 yang merasa pandai dari Alloh dan RosulNya
#nafisannisa
Menolong orang, terkhusus buta itu dalilnya banyak sekali. Jika bukan berlandaskan pada dalil lalu apa patokan perbuatan baik dan buruk? Perasaan? Akal? Jika demikian baik dan buruk itu masing-masing orang berbeda. Walhasil Islam jadi agama yang gamang karena patokan baik dan buruk dalam Islam itu relatif.
semoga allah swt. selalu menjaga hatiku tetap di atas al quran dan sunah,dan jauh dari perbuatan bid,ah
bagaimana dengan pembacaan maulid simtudduror karangan habib Ali AlHabsyi..apakah itu trmasuk perkara bidah…mohon penjelasannya..
Kami belum tsb paham buku tsb.