Ibnul Lahham –rohimahulloh– mengatakan:
“Suatu saat Syaikh (Ibnu Rojab) menjelaskan kepada kami sebuah masalah, dan dia menjelaskannya dengan panjang lebar (sangat rinci), maka aku pun takjub dengan penjelasan tersebut dan kekuatan ilmunya dalam masalah itu.
Lalu setelah itu, aku masuk dalam majelis yang dihadiri para pemuka berbagai madzhab dan yang lainnya, tapi dia tidak bicara sepatah kata pun (dlm masalah itu).
Maka ketika dia berdiri (dari majelis itu), aku mengatakan kepadanya: “Bukankah kamu telah berbicara dalam masalah itu dengan penjelasan (yang panjang lebar dan sangat menakjubkan)?!”
Beliau menjawab: “Aku hanya berbicara dengan pembicaraan yang aku harapkan pahalanya, dan aku takut bicara dalam majelis ini”. (Dzail Thobaqot Hanabilah, Ibnu Abdil Hadi, hal 39).
Subhanalloh… Ulama dahulu, untnk berkata yang baik saja, masih memikirkan niatnya.
Adapun sebagian orang di zaman ini, pertama, mereka bukan ulama tapi menganggap dirinya sebagai ulama. Kedua, mereka tanpa segan mengatakan atas nama agama walaupun itu kebatilan. Ketiga, seringkali niat dunia melatar belakangi statemen-statemen mereka itu.
Wallohu yahdihim wa yarudduhum ilal haq.
Semoga kita bisa selalu menjaga diri dan niat kita dalam setiap gerak dan langkah kita, amiin.
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh….
Jazakallahu Khoir Ustadz, Atas Artikelnya,
Saya Mohon Nasihat Ustadz,
Sekarang saya berumur 16 tahun dan saya begitu merasakan mulai jarangnya kesempatan dalam menuntut ‘ilmu, ketika saya kecil sekitar umur 9 atau 10 tahun saya dititipkan oleh orang tua saya kedalam suatu majelis TPA salaf dan dibimbing serta dididik selama kurang lebih 2-3 tahun oleh ustadz saya, namun ketika mulai memasuki jenjang SMP saya mulai sulit untuk menentukan guru Islam yang sesuai dengan Sunnah, dan saya mulai mencari guru per guru dan hal ini semakin menyulitkan saya ketika saya mulai memasuki masa SMA seperti sekarang. Alhamdulillah, Allah memberi kemudahan, dengan saya dimasukkan kedalam suatu kalangan lingkungan mahasiswa penuntut ‘ilmu didalam lingkungan Ahlus Sunnah Insya Allah… Yang menjadi masalah saya sekarang adalah saya ingin mem-privat-kan salah seorang ustadz untuk guru permanen saya di masa mendatang,niat ini sudah muncul ketika saya mulai masuk SMP,dan saya ingin mendapat seorang guru yang sangat baik ‘ilmu dan dalam pengamalannya…. Apakah hal mem-privat-kan seorang ustadz dengan cara mendatanginya kemudian meminta tolong kepadanya untuk menjadi ustadz pribadi seperti ini dibolehkan dalam Islam ? Lalu praktik ikhtiar apa yang harus saya lakukan untuk terus menjaga kebaikan orang tua dan yang telah memperkenalkan saya kepada Sunnah hingga saat ini Insya Allah, dan juga mendapat guru yang saya dambakan ?
Jazakallahu Khoir Ustadz atas Jawabannya,
Barakallahu fiik,
Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh,
Wa’alaikumus salam wa rahmatullahi wa barakatuh, tidak masalah seseorang memilih seorang ustadz yang baik dalam ilmu dan amal untuk secara rutin menjadi pembimbingnya dalam memahami dan mengamalkan agama Islam, selama tidak melakukan perkara yang melanggar Syari’at. Namun, tentunya perlu dipahami dua hal:
1. Bahwa Ustadz yang memenuhi kriteria bagus dalam ilmu dan amal serta ada waktu untuk membimbing Anda secara intensif adalah suatu hal yang sulit didapatkan, maka berpikirlah realistis, carilah ilmu dari beberapa sumber/ majelis ta’lim Sunnah yang Allah mudahkan Anda mendapatkannya.
2. Carilah ilmu Syar’i dari banyak guru, sehingga lebih potensial tidak terjatuh dalam fanatis terhadap satu guru, yang akibatnya membahayakan agama Anda.