Di antara perintah Allah kepada wanita muslimah adalah perintah untuk tinggal dan menetap di rumah-rumah mereka. Sebuah perintah yang banyak mengandung hikmah dan maslahat. Tidak hanya bagi wanita itu sendiri, namun juga mengandung kemaslahatan bagi umat.
Perintah dari Dzat Yang Maha Hikmah
Wahai saudariku muslimah, renungkanlah firman dari Rabbmu berikut ini. Rabb yang telah menciptakanmu, yang paling tahu tentang kemaslahatan bagimu. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً
“Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Al Ahzab: 33).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa makna dari ayat {وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ} yaitu menetaplah kalian di rumah kalian sebab hal itu lebih selamat dan lebih memelihara diri kalian. Sedangkan makna ayat { وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى } yaitu janganlah banyak keluar dengan bersolek atau memakai parfum sebagaimana kebiasaan orang-orang jahiliyah sebelum Islam yang tidak memiliki ilmu dan agama. Perintah tersebut bertujuan untuk mencegah munculnya kejahatan dan sebab-sebabnya. (Lihat Taisir Al Karimirrahman surat Al Ahzab 33).
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa makna ayat di atas artinya tetaplah di rumah-rumah kalian dan janganlah keluar tanpa ada kebutuhan. Termasuk kebutuhan syar’i yang membolehkan wanita keluar rumah adalah untuk shalat di masjid dengan syarat-syarat tertentu, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :‘Janganlah kalian melarang istri-istri dan anak-anak kalian dari masjid Allah. Namun, hendaklah mereka keluar dalam keadaan berjilbab.’ Dan dalam riwayat lain disebutkan : ‘Dan rumah mereka adalah lebih baik bagi mereka.” (TafsirAl Qur’an Al Adzim tafsir surat Al Ahzab ayat 33)
Yang perlu dipahami bahwa perintah dalam ayat di atas tidak hanya terbatas pada istri-istri nabi saja, tetapi juga berlaku untuk seluruh kaum wanita muslimah. Imam Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan : “Semua ini merupakan adab dan tata krama yang Allah Ta’ala perintahkan kepada para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun kaum wanita umat ini seluruhnya sama juga dengan mereka dalam hukum masalah ini.” (Tafsir Al Qur’an Al Adzim surat Al Ahzab 33).
Saudariku muslimah, perhatikanlah. Perintah untuk tinggal di dalam rumah ini datang dari Dzat Yang Maha Memiliki Hikmah, Dzat yang lebih tahu tentang perkara yang memberikan maslahat bagi hamba-hamba-Nya. Ketika Dia menetapkan wanita harus berdiam dan tinggal di rumahnya, Dia sama sekali tidak berbuat zalim kepada wanita, bahkan ketetapan-Nya itu sebagai tanda akan kasih sayang-Nya kepada para hamba-Nya.
Tanggung Jawab Terbesar bagi Wanita adalah Rumah Tangganya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
كلكم راع، وكلكم مسئول عن رعيته، فالأمير راع، وهو مسئول عن رعيته، والرجل راع على أهل بيته، وهو مسئول عنهم، والمرأة راعية على بيت بعلها وولده، وهي مسئولة عنهم، والعبد راع على مال سيده، وهو مسئول عنه، فكلكم راع مسئول عن رعيته
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Pemimpin negara adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin bagi anggota keluarga suaminya serta anak-anaknya dan ia akan ditanya tentang mereka. Seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia akan ditanya tentang harta tersebut. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari 893 dan Muslim 1829).
Yang dimaksud dengan (رَاعٍ ) adalah seseorang yang dikenai tanggung jawab untuk menjaga sesuatu perbuatan, dan diberi amanah atas perbuatan tersebut, serta diperintahkan untuk melakukannya secara adil . (Lihat Bahjatun Nadzirin I/369)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan : Seorang istri merupakan pemimpin yang menjaga di rumah suaminya dan akan ditanya tentang penjagaanya. Maka wajib baginya untuk mengurusi rumah dengan baik, seperti dalam memasak, menyiapkan minum seperti kopi dan teh, serta mengatur tempat tidur. Janganlah ia memasak melebihi dari yang semestinya. Jangan pula ia membuat teh lebih dari yang dibutuhkan. Ia harus menjadi seorang wanita yang bersikap pertengahan, tidak bersikap kurang dan tidak berlebih-lebihan, karena sikap pertengahan adalah separuh dari penghidupan. Tidak boleh melampaui batas dalam apa yang tidak sepantasnya. Istri juga memiliki tanggung jawab terhadap anak-anaknya dalam mengurus dan memperbaiki urusan mereka, seperti dalam hal memakaikan pakaian, melepaskan pakaian yang kotor, merapikan tempat tidur, serta memerhatikan penutup tubuh mereka di musim dingin. Setiap wanita akan ditanya tentang semua itu. Dia akan ditanya tentang urusan memasak, dan ia akan ditanya tentang seluruh apa yang ada di dalam rumahnya.” (Lihat Syarh Riyadhis Shalihin II/133-134)
Dengan demikian, tugas seorang istri selaku pendamping suami dan ibu bagi anak-anaknya adalah memegang amanah sebagai pengatur urusan dalam rumah suaminya serta anak-anaknya. Dia kelak akan ditanya tentang kewajibannya tersebut. Inilah peran penting seorang wanita, sebagai pengatur rumah tangganya. Wanita sudah memiliki amanah dan tugas tersendiri yang harus dipikulnya dengan sebaik-baiknya. Yang menetapkan amanah dan tugas tersebut adalah manusia yang paling mulia, paling berilmu, dan paling bertakwa kepada Allah, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidaklah menetapkan syariat dari hawa nafsunya, semuanya adalah wahyu yang Allah wahyukan kepada beliau.
Tinggal di Rumah adalah Fitrah Muslimah
Islam adalah agama yang adil. Allah menciptakan bentuk fisik dan tabiat wanita berbeda dengan pria. Kaum pria diberikan kelebihan oleh Allah Ta’ala baik fisik maupun mental dibandingkan kaum wanita sehingga pantas kaum pria sebagai pemimpin atas kaum wanita. Allah Ta’ala berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّهُ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)” (QS. An Nisa’: 34)
Pada asalnya, kewajiban mencari nafkah bagi keluarga merupakan tanggung jawab kaum lelaki. Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah berkata: “Islam menetapkan masing-masing dari suami dan istri memiliki kewajiban yang khusus agar keduanya menjalankan perannya masing-masing sehingga sempurnalah bangunan masyarakat di dalam dan di luar rumah. Suami berkewajiban mencari nafkah dan penghasilan sedangkan istri berkewajiban mendidik anak-anaknya, memberikan kasih sayang, menyusui dan mengasuh mereka, serta tugas-tugas lain yang sesuai baginya seperti mengajar anak-anak perempuan, mengurusi sekolah mereka, dan mengobati mereka serta pekerjaan lain yang khusus bagi kaum wanita. Bila wanita sampai meninggalkan kewajiban dalam rumahnya, berarti ia telah menyia-nyiakan rumah serta para penghuninya. Hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan dalam keluarga baik secara hakiki maupun maknawi. (Khatharu Musyarakatil Mar’ah li Rijal fil Maidanil Amal).
Para wanita muslimah hendaknya jangan tertipu dengan teriakan orang-orang yang menggembar-gemborkan isu kesetaraan gender sehingga timbul rasa minder terhadap wanita-wanita karir dan merasa rendah diri dengan menganggur di rumah. Padahal banyak pekerjaan mulia yang bisa dilakukan di rumah. Di rumah ada suami yang harus dilayani dan ditaati. Ada juga anak-anak yang harus ditarbiyah dengan baik. Ada harta suami yang harus diatur dan dijaga sebaik-baiknya. Ada pekerjaan-pekerjaan rumah tangga yang butuh penanganan dan pengaturan. Semua ini pekerjaan yang mulia dan berpahala di sisi Allah Ta’ala. Para wanita muslimah harus ingat bahwa kelak pada hari kiamat mereka akan ditanya tentang amanah tersebut yang dibebankan kepadanya.
Namun demikian, jika dalam kondisi tertentu menuntut wanita untuk mencari nafkah, diperbolehkan baginya keluar rumah untuk bekerja, namun harus memperhatikan adab-adab keluar rumah sehingga tetap terjaga kemuliaan serta kesucian harga dirinya.
Mendidik Generasi Shalih dan Shalihah
Tugas besar seorang wanita yang juga penting adalah mendidik anak-anak. Minimnya perhatian dan kelembutan seorang ibu yang tersita waktunya untuk aktifitas di luar rumah, sangat berpengaruh besar pada perkembangan jiwa dan pendidkan mereka. Terlebih jika keperluan anak dan suaminya justru diserahkan kepada pembantu. Jika demikian, lalu bagaimanakah tanggung jawab wanita untuk menjadikan rumah sebagai madrasah bagi anak-anak mereka?
Sebagian orang juga mendengung-dengungkan bahwa wanita jangan dikungkung dalam rumahnya, karena membiarkan wanita berada di dalam rumah berarti membuang separuh dari potensi sumber daya manusia. Biarkan wanita berperan dalam masyarakatnya, keluar rumah bekerja sama dengan para lelaki untuk membangun negerinya dalam berbagai bidang kehidupan. Demikian ucapan yang mereka lontarkan.
Ketahuilah saudariku, Islam agama yang datang untuk kemaslahatan umat justru memberi pekerjaan yang mulia kepada wanita muslimah. Mereka di antaranya diberi tanggung jawab untuk mendidik anak-anak mereka. Sebuah tanggung jawab yang tidak ringan, sumbangsih yang besar bagi perbaikan umat. Betapa banyak generasi shalih dan shalihah muncul dari tarbiyah yang dilakukan oleh para wanita. Melalui tarbiyah yang baik mereka mencetak generasi umat Islam yang shalih dan shalilah. Hal itu bisa terwujud jika mereka langsung terjun untuk mendidik anak-anak mereka. Namun kita saksikan pula, betapa banyak anak-anak yang berakhlak bejat yang tidak pernah mendapat pendidikan di rumahnya. Hal itu disebabkan orang tua tidak mendidik mereka secara langsung. Peran orangtua yang dominan dalam mendidik anak berada di pundak para wanita, karena laki laki mempunyai tugas lain yaitu untuk mencari nafkah. Dengan demikian, pendidikan di rumah merupakan salah satu tanggung jawab yang besar bagi seorang muslimah.
Peran Besar Wanita Walaupun Tetap Tinggal di Rumahnya
Dengan tetap tinggal di rumah , bukan berarti wanita tidak bisa ikut andil dalam perbaikan umat. Posisi wanita sebagai sang istri atau ibu rumah tangga memilki arti yang sangat penting bagi perbaikan masyarakatnya. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘ Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa perbaikan masyarakat dapat dilakukan dengan dua cara:
Pertama: Perbaikan secara dhahir. Hal ini bisa di lakukan di pasar-pasar, di masjid-masjid dan selainnya dari perkara-perkara yang nampak. Ini didominasi oleh kaum laki-laki karena merekalah yang bisa keluar untuk melakukannya.
Kedua: Perbaikan masyarakat yang dilakukan dari dalam rumah. Hal ini dilakukan di dalam rumah dan merupakan tugas kaum wanita. Karena merekalah yang sangat berperan sebagai pengatur dalam rumahnya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Tetaplah kalian tinggal di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah bertabarruj (berpenampilan) sebagaimana penampilannya orang-orang jahiliyah yang pertama.” (Al Ahzab: 33)
Oleh karena itu peran dalam perbaikan masyarakat separuhnya atau bahkan mayoritasnya tergantung kepada wanita. Hal ini disebabkan dua alasan:
1. Jumlah kaum wanita sama dengan laki-laki, bahkan lebih banyak kaum wanita. Keturunan Adam mayoritasnya adalah wanita sebagamana hal ini ditunjukkan oleh As Sunnah An Nabawiyah. Akan tetapi hal ini tentunya berbeda antara satu negeri dengan negeri lain, satu jaman dengan jaman lain. Terkadang di suatu negeri jumlah kaum wanita lebih dominan dari pada jumlah lelaki atau sebaliknya. Intinya, wanita memiliki peran yang sangat besar dalam perbaikan masyarakat.
2. Tumbuh dan berkembangnya satu generasi pada awalnya berada dibawah asuhan wanita. Sehingga sangat jelaslah peran wanita dalam perbaikan masyarakat. (Lihat Daurul Mar’ah Fi Ishlahil Mujtama’)
Ibadah Wanita di Dalam Rumah
Dengan berdiam di rumah, bukan berarti wanita tidak bisa melaksanakan aktifitas ibadah. Banyak ibadah yang bisa dilakukan di rumah seperti shalat, puasa, membaca Al Qur’an, berdizkir, dan ibadah-ibadah lainnya. Bahkan Sebaik-baik shalat bagi wanita adalah di rumahnya. Dari Ummu Salamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
خَيْرُ مَسَاجِدِ النِّسَاءِ قَعْرُ بُيُوتِهِنَّ
“Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah diam di rumah-rumah mereka.” (HR. Ahmad 6/297. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan berbagai penguatnya).
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
صَلاَةُ الْمَرْأَةِ فِى بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى حُجْرَتِهَا وَصَلاَتُهَا فِى مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى بَيْتِهَا
“Shalat seorang wanita di rumahnya lebih utama baginya daripada shalatnya di pintu-pintu rumahnya, dan shalat seorang wanita di ruang kecil khusus untuknya lebih utama baginya daripada di bagian lain di rumahnya” (HR. Abu Dawud 570. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Shalat wanita di rumah adalah pengamalan dari perintah Allah agar wanita diam di rumah. Namun demikian, jika wanita ingin melaksanakan shalat berjamaah di masjid selama memperhatikan aturan seperti menutupi aurat dan tidak memakai harum-haruman, maka janganlah dilarang. Dari Salim bin Abdullah bin Umar bahwasanya Abdullah bin ‘Umar berkata : “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَ تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ إِذَا اسْتَأْذَنَّكُمْ إِلَيْهَا
“Janganlah kalian menghalangi istri-istri kalian untuk ke masjid. Jika mereka meminta izin pada kalian maka izinkanlah dia” (HR. Muslim 442).
Bahkan dengan tetap tinggal di rumahnya, wanita bisa mendapatkan pahala yang banyak Aktifitas hariannya di dalam rumah bisa bernilai pahala. Diriwayatkan dari Anas bin Malik, dia mengatakan :
جئن النساء إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقلن: يا رسول الله، ذهب الرجال بالفضل والجهاد في سبيل الله تعالى، فما لنا عمل ندرك به عمل المجاهدين في سبيل الله؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “من قعد -أو كلمة نحوها -منكن في بيتها فإنها تدرك عمل المجاهدين في سبيل الله”.
“Seorang wanita datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata : “Wahai Rasulullah, laki-laki memiliki keutamaan dan mereka juga berjihad di jalan Allah. Apakah bagi kami kaum wanita bisa mendapatkan amalan orang yang jihad di jalan Allah? Rasulullah bersabda : “ Brangsiapa di antara kalian yang tinggal di rumahnya maka dia mendapatkan pahala mujahid di jalan Allah.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Adzim surat Al Ahzab 33)
Adab Keluar Rumah bagi Muslimah
Saudariku muslimah, walaupun syariat menetapkan engkau harus tinggal di rumah, namun bila ada kebutuhan, dibolehkan bagi wanita untuk keluar rumah dengan memperhatikan adab-adab berikut ini:
Pertama. Memakai hijab syar’i yang menutup aurat.
Allah Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلاَبِيْبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan putri-putrimu serta wanita-wanitanya kaum mukminin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka di atas tubuh mereka. Yang demikian itu lebih pantas bagi mereka untuk dikenali (sebagai wanita merdeka dan wanita baik-baik) sehingga mereka tidak diganggu” (Al Ahzab: 59)
Kedua. Jangan memakai wangi-wangian.
Dilarang memakai wewangian ketika keluar rumah. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَصَابَتْ بَخُورًا فَلاَ تَشْهَدْ مَعَنَا الْعِشَاءَ الآخِرَةَ
“Wanita mana saja yang memakai wewangian, maka janganlah dia menghadiri shalat Isya’ bersama kami” (HR. Muslim 444).
Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
“Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melewati sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang wanita pezina” (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ 323)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
كُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ. وَالْمَرْأَةُ إِذَا اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِالْمَجْلِسِ فَهِيَ كَذَا وَكَذَا
“Setiap mata itu berzina. Bila seorang wanita memakai wewangian kemudian ia melewati kumpulan laki-laki laki-laki (yang bukan mahramnya) maka wanita itu begini dan begitu.” (HR. Tirmidzi 2937. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi 2237)
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِقَوْمٍ لِيَجِدُوْا رِيْحَهَا فَهيِ َ زَانِيَةٌ
“Wanita mana saja yang memakai wangi-wangian, kemudian ia melewati satu kaum agar mereka mencium wanginya, maka wanita itu pezina.” (HR Ahmad 4/414, dihasankan oleh Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’us Shahih 4/311)
Ketiga. Berjalan dengan sopan
Ketika berjalan, tidak dengan menggesek-gesekkan sandal/sepatu dengan sengaja dan jangan pula menghentak-hentakkan kaki agar terdengar suara gelang kaki, karena Allah Ta’ala berfirman:
وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ
“Dan janganlah mereka (para wanita) memukulkan kaki-kaki mereka ketika berjalan agar diketahui apa yang disembunyikan dari perhiasan mereka.” (An Nur: 31)
Jangan pula engkau berlenggak lenggok ketika berjalan sehingga mengundang pandangan lelaki karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengabarkan:
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإذَا خَرَجَتْ اِسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita itu aurat maka bila ia keluar rumah syaitan menyambutnya.” (HR. Tirmidzi 1183, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwaul Ghalil 273)
Keempat. Hendaklah keluar rumah dengan seizin suami.
Apabila telah menikah, wanita harus minta izin kepada suami ketika keluar rumah , termasuk ketika pergi ke masjid. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا اسْتَأْذَنَتِ امْرَأَةُ أَحَدِكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلاَ يَمْنَعْهَا
“Apabila istri salah seorang dari kalian minta izin ke masjid maka janganlah ia melarangnya.” (HR. Bukhari 873 dan Muslim 442)
Kelima. Jika bepergian jauh harus bersama mahram.
Bila jarak perjalanan yang ditempuh adalah jarak safar maka wanita harus didampingi mahram karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَلاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ
“Tidak boleh seorang wanita safar kecuali bersama mahramnya.” (HR. Muslim 1341)
Keenam. Menjaga pandangan dan merendahkan suara
Hendaklah pandangan mata, jangan mengarahkan pandangan ke kiri dan ke kanan kecuali bila ada kebutuhan, karena Allah Ta’ala berfirman:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
“Dan katakanlah kepada wanita-wanita mukminat: Hendaklah mereka menundukkan pandangan-pandangan mereka…” (An Nur: 31)
Apabila berjalan bersama sesama wanita sementara di sana ada lelaki, hendaklah jangan berbicara yang mengundang fitnah. Demikianlah yang Allah Ta’ala perintahkan dalam firman-Nya:
فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوْفًا
“Maka janganlah kalian melembut-lembutkan suara ketika berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al Ahzab: 32)
Saudariku muslimah, demikianlah beberapa adab Islami yang sepatutnya diperhatikan saat keluar dari rumah. Sungguh kemuliaan akan diraih bila senantiasa berpegang dengan adab yang diajarkan agama Islam. Sebaliknya kehinaan akan terjadi ketika ajaran agama telah jauh ditinggalkan.
Penutup
Wahai saudariku muslimah, renungkanlah! Betapa banyak pahala yang melimpah meskipun kalian tetap tinggal di rumah. Betapa banyak pula tugas-tugas mulia yang bisa dilakukan di dalam rumah. Melaksanakan ibadah di rumah, mengurus rumah tangga, mendidik anak menjadi genarasi shalihah, dan kegiatan lain yang bernilai pahala. Tidak ada profesi yang lebih mulia bagi wanita selain tinggal di rumahnya untuk menjadi ibu rumah tangga.
Wallahu a’lam. Wa shallallah ‘alaa Nabiyyina Muhammad.
—
Penulis: dr. Adika Mianoki
Artikel Muslim.Or.Id
subhanallah..
artikelnya sangat bermanfaat,
thanks untuk artikelnya..
keep post!!
jazakumullahu khairan
best regards,
TunasWeb
Barangkali lebih lengkap kalau ini diarahkan pada solusi bagi muslimah yang (telanjur) berkarir di luar…
assalamuaikum ustad,bagaimana profesi dokter/perawat buat para wanita??apakah diperbolehkan bekerja sebagai dokter/perawat dirumah sakit??mohon infonya djazakallahu khairan
#hamba Allah
wa’alaikumussalam, silakan simak: http://kangaswad.wordpress.com/2010/05/07/bagaimana-adab-dan-etika-bagi-dokter-wanita/
assalamualaikum wr wb..
bagaimana dengan suami istri yang hidup terpisah pulau?.. hanya bertemu 1-2 bulan sekali?.. terpisah dengan anak juga.. (ikut nenek-nya).. adakah hukum dalam islam yang tidak memperbolehkan suami dan istri terpisah tempat tinggal karena alasan pekerjaan.. mohon bantuannya..terima kasih
wassalamualaikum… wr..wb
#rani yuli
wa’alaikumussalam, coba simak:
http://www.konsultasisyariah.com/bolehkah-wanita-bekerja
http://almawaddah.or.id/?p=527
assalamu’alaikum..
artikel smacam ini memeng harus dilestarikan ,agar membantu juga bagi para wanita-wanita masa kini agar lebih menjaga dan menepati kewajiban mulianya.
syukron kasir
assalamu’alaikum, mohon pencerahannya.
Bolehkan seorang istri pulang menjenguk ibunya yg sakit tapi jauh menyebrang pulau tanpa mahram dan suaminya mengizinkannya? syukron
#Abu Syathir
wa’alaikumussalam, hukumnya tidak boleh, apalagi masih ada suami.
Kalau suaminya sedang ada tugas luar negeri misal sebagai pilot dan ibunya sakit keras terus tidak ada mahrom yang dekat yang bisa menemani Apakah tidak boleh juga menjenguk ibunya…? Apakah akan membiarkan ibunya mati dulu bari boleh,,,???? Coba dipikirkan jalan keluarnya
1. Keluarga yang terdekat (yg tidak sampai safar) atau keluarga lain yg harus dg safar dan ada mahramnya, demikian juga tetangganya, kan bisa membantu ibu yg sakit keras tersebut.
2. Bukankah kalau ia pergi tanpa mahrampun dg jarak safar sejauh itu ada kemungkinan sampai sana, ibunya meninggal dunia juga kan, karena lamanya perjalanan? Berarti praktisnya, tinggal telpon Rumah Sakit terdekat , datanglah ambulan dan tenaga medis, cara itu lebih masuk akal dan praktis, daripada nunggu anak dari luar pulau. Kan sakit keras?
Hadits Terakhir dlaif pada Point Ibadah Wanita di Dalam Rumah
فقال النبي ﷺ «من قعدت منكن في بيتها؛ فإنها تدرك عمل المجاهدين في سبيل الله
تعالى» اهـ.
قال الهيثمي في «مجمع الزوائد» (4/307): رواه أبو يعلى، والبزار وفيه روح بن المسيب، وثقه ابن معين والبزار، وضعفه ابن حبان وابن عدي.
“ Barangsiapa di antara kalian yang tinggal di rumahnya maka dia mendapatkan pahala mujahid di jalan Allah.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Adzim surat Al Ahzab 33)
sumber : http://www.sh-yahia.net/show_art_2.html
Alhamdulillah saya memilih berhenti kerja kantoran, dan sekarang wirausaha berjualan Shawl Import. Dan Alhamdulillah meski berhenti kerja kantoran, Allah membukakan pintu rizqi yang lain
saya suka sekali membaca artikel diatas.
Assalamualaikum wr.wb.. afwan sebelumnya ana mau tanya boleh apa tidak seseorang perempuan memajang foto di jejaring sosial misal Facebook, twitter, line dan laim-lain… soalnya kemaren ana tanya ke ustad ana katanya boleh kalau menutup aurot.. syukron kasiir
#pipit
Wa’alaikumussalam, para ulama berbeda pendapat mengenai pemanfaatan foto yang berisi makhluk bernyawa. Sebagian ulama melarang karena termasuk gambar makhluk yang menghalangi malaikat rahmah dan pembuatnya berdosa besar. Sedangkan sebagian ulama membolehkan, namun yang membolehkan tetap melarang memajang foto wanita karena bisa menimbulkan fitnah.
Bgman dg saya, sy ingin berhenti kerja demi di rumah, jauh dg laki2 lain dan berjilbab, nmn suami menolak dan mencegah, perlukah sy bercerai dgnnya? Bgmn dg anak2 nanti? Sy takut mendpt godaan laki2 di luar. Apakah sy berdosa pdhal sy sdh menasehatkan dia macam2?
#TUHKUNEN
Jangan dulu berpikir untuk bercerai, nasehati terus suami dan diskusikan dengan baik.
Kisah anda sama dg saya. Saya ingin berhenti bekerja agar bisa menjaga sendiri anak2 saya di rumah. Tetapi suami dan mertua menolak hal tersebut.
apakah alasan seorang istri ingin hanya ingin mengurus keluarganya dirumah sudah cukup untuk menolak bekerja di luar rumah,sedangkan kami hidup dengan berkecukupa?mohon dibalas karena keluarga suamiku mendesak dan trs mengolok2 karena saya pengangguran.mohon bimbingannya.
assalamualaikum..
apakah sudah cukup alasan istri tdk mau bekerja karena ingin mengurusi keluarganya.kami hidup dengan berkecukupan.mohon dibls..karena keluarga suami saya selalu mendesak saya agar bekerja..
saya novi bekerja di smilegroup jogja,hadis apaan tuh nglarang2 kaya gitu
aneh, kalau ada hadits tidak sesuai dengan selera, pendirian dan opini anda, tidak mau terima.
masukan yang menjadi renungan dan manfaat bagi saya trmksh.
asalamualaikum…wr.wb..afwan saya mau tanya boleh gak ngajarin ngaji tapi tempatnya jauh, udah minta izin ke orangtua tapi gak di izinin saya harus bagaimana..??
Subhanallah…jazakillah khair artikelnya ukhti…..meresap banget hingga ke hati….inshaa Allah ingin menerapkannya dlm kehidupan ana….amiiiiin Allahumma Amiiin….di tunggu artikel berikutnya ukhti…..
Jazakillah khair ukhti artikelnya bagus banget menyentuh hingga ke hati…insha Allah ingin menerapkan ke dlm kedudupan pribadi ana…
calon istriku belum kebuka hatinya
semoga Allah memberi hidayah
izin share and copas akhi jazakumullohu khoiron
Ass.wr.wb,
Bagaimanakah hukum syar’i keluar rumah utk bekerja/mencari nafkah bagi muslimah yg berstatus janda (cerai/mati) dgn titipan anak2 usia sekolah/belum baligh dan tdk mengharapkan “bantuan” dari kerabat/saudara/teman baik bantuan materi maupun non materi (misal mengurus/mentarbiyah anak2)…?
Wass.wr.wb & syukran.
Wa’alaikumus salam wa rahmatullah wa barakatuh, usahakan meminimalkan keluar rumah dengan memilih pekerjaan yg bs dikerjakan di rumah dan sesuai dg kewanitaan,namun jika harus kerja di luar rumah, pilih pekerjaan yang tidak melanggar Syari’at,seperti : tidak buka aurot,tdk kholwah,tidak riba,dll.
Kalau penghasilannya tidak mencukupi bagaimana,,,???
Sudahkah ia bertakwa dan bertawakal kepada Allah semata? Orang yng bertawakal dan bertakwa kepada Allah semata akan mendapatkan kecukupan dan jalan keluar yg diridhoi Allah. Baca ayat Ath-Thalaaq : 2&3 dan baca tafsirnya.
Assalamualaikum, izin bertanya? Bagaimana hukum wanita keluar rumah untuk berdakwah ustadz, sudah diizinkan sama suami tapi suami bekerja sehingga keluar rumah tanpa mahram? Adakah kewajiban wanita untuk berdakwah keluar rumah pada zaman Rasulullah?
bagaimana dengan wanita yang belum menikah dokter? apakah berlaku hal yang sama?
lalu bagaimana hukumnya wanita yang belum menikah bekerja diluar rumah? unt
sama,hanya saja kiprahnya yang berbeda, wanita yang belum menikah kiprahnya sebagai anak, maka jadilah anak yang sholehah dan berbakti kepada orang tuanya.
Silahkan simak ulang artikel di atas ,seperti kalimat : “Namun demikian, jika dalam kondisi tertentu menuntut wanita untuk mencari nafkah, diperbolehkan baginya keluar rumah untuk bekerja, namun harus memperhatikan adab-adab keluar rumah sehingga tetap terjaga kemuliaan serta kesucian harga dirinya” dan lainnya.
baca juga : http://www.konsultasisyariah.com/bolehkah-wanita-bekerja/
Dokter Kandungan, Bidan dan paramedis yang menangani aurat perempuan harus perempyan juga
Itu termasuk kondisi tertentu yg diperlukan seorang wanita unt bekerja, dg tetap memperhatikan adab Islami
Assalmu’alaikum. Ustadz izin bertanya, kapankah seorang istri diperbolehkan untuk keluar rumah? Saya cukup sering mengajak istri dan anak-anak untuk pergi ke taman di hari libur untuk bermain -di taman tersebut cuku ramai- apakah hal itu diperbolehkan?
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh
Coba baca tulisan berikut: http://muslimah.or.id/keluarga/syarat-wanita-kerja-di-luar-rumah.html.
Assalammu’alaikum.
Saya memiliki istri yg bekerja sebagai ibu rumah tangga, tetapi aktif dalam sebuah organisasi keagamaan. Yang ingin saya tanyakan :
1. Jika seorang istri keluar rumah dalam rangka kegiatan agama seperti pengajian / berdakwah, maka istri tersebut tidak perlu izin dulu ke suaminya ?
2. Apakah diperbolehkan / dibenarkan, jika seorang suami melarang istri mengikuti kegiatan keagamaan di luar rumah, agar lebih memperhatikan anak2nya dan mengurus rumah?
3. Kewajiban berdakwah apakah juga menjadi wajib bagi seorang istri/ibu rumah tangga?
Mohon bimbingannya. Terimakasih.
Wa’alaikumussalam, semoga artikel berikut ini menjawab semua pertanyaan anda:
http://muslimah.or.id/manhaj/wanita-dan-dakwah.html
Hari ini wanita telah terlanjur keluar dari rumahnya. Wanita ada di mana2 . Di pasar , di sekolah, di kantor, di kebun, di masjid, di super market , di pom bensin bahkan wanita telah membuat perkumpulan2 dan organisasi2. Syeh ilyas rah. Mengajarkan kepada wanita, bagaimana caranya keluar dari rumahnya.
1. Hujan sempurna, yaitu tidak terlihat laki2 lain dan tidak melihat laki2 lain.
2. Bersama muhrim hakiki.
3. Bukan untuk perkara dunia, tapi semata2 untuk perkara agama.
INILAH GARIS TAQWA.
Sayangnya banyak suami yg bodoh malah memanfaatkan kerja istri untuk menambah memberikan dia penghasilan
Bagaimana hukumnya ibu2 muda yang setiap hari kerjanya kumpul-kumpul, ngobrol-ngobrol gak jelas, ngerumpi, bahkan hingga berjam-jam, dijadikan sebagai rutinitas setiap hari, kadang sambil tertawa terbahak-bahak, makan juga dibawa bersama-sama ditempat rumpi, kadang dilanjut setelah magrib, makan bersama dilanjut ngerumpi.