“Jika lelaki boleh beristri lebih dari satu, mengapa wanita tidak boleh bersuami lebih dari satu (poliandri)?”. Pertanyaan ini kadang terbesit dibenak kita atau bahkan digembar-gemborkan oleh sebagian aktifis feminis yang mengklaim sedang memperjuangkan kesetaraan gender. Mari kita simak jawabannya.
1. Ketentuan Dari Allah
Aturan bahwa wanita tidak boleh memiliki beberapa suami dalam satu waktu adalah ketentuan Allah Ta’ala. Tidak ada pilihan lain bagi seorang hamba yang beriman kepada Allah kecuali menaati dan menerima dengan sepenuh hati setiap ketentuan-Nya. Karena orang yang beriman kepada Allah-lah yang senantiasa taat dan tunduk kepada hukum agama. Allah berfirman,
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Hanya ucapan orang-orang beriman, yaitu ketika mereka diajak menaati Allah dan Rasul-Nya agar Rasul-Nya tersebut memutuskan hukum diantara kalian, maka mereka berkata: Sami’na Wa Atha’na (Kami telah mendengar hukum tersebut dan kami akan taati). Merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. An Nuur: 51)
Tidaklah apa yang Allah tentukan untuk hamba-Nya melainkan pasti memiliki hikmah yang besar bagi sang hamba. Namun sang hamba wajib pasrah kepada ketentuan itu baik tahu akan hikmahnya, maupun tidak tahu hikmahnya. Kaidah fiqhiyyah mengatakan:
الشَارِعُ لَا يَـأْمُرُ إِلاَّ ِبمَا مَصْلَحَتُهُ خَالِصَةً اَوْ رَاجِحَةً وَلاَ يَنْهَى اِلاَّ عَمَّا مَفْسَدَتُهُ خَالِصَةً اَوْ رَاجِحَةً
“Islam tidak memerintahkan sesuatu kecuali mengandung 100% kebaikan, atau kebaikan-nya lebih dominan. Dan Islam tidak melarang sesuatu kecuali mengandung 100% keburukan, atau keburukannya lebih dominan”
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata, “Kaidah ini meliputi seluruh ajaran Islam, tanpa terkecuali. Sama saja, baik hal-hal ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), baik yang berupa hubungan terhadap Allah maupun terhadap sesama manusia. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” (QS. An Nahl: 90)
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa setiap keadilan, kebaikan, silaturahim pasti diperintahkan oleh syariat. Setiap kekejian dan kemungkaran terhadap Allah, setiap gangguan terhadap manusia baik berupa gangguan terhadap jiwa, harta, kehormatan, pasti dilarang oleh syariat. Allah juga senantiasa mengingatkan hamba-Nya tentang kebaikan perintah-perintah syariat, manfaatnya dan memerintahkan menjalankannya. Allah juga senantiasa mengingatkan tentang keburukan hal-hal dilarang agama, kejelekannya, bahayanya dan melarang mereka terhadapnya” (Qawaid Wal Ushul Al Jami’ah, hal.27)
Adapun dalil tentang terlarangnya poliandri, diantaranya firman Allah Ta’ala:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا * وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاء إِلاَّ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللّهِ عَلَيْكُمْ
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu” (QS. An Nisaa: 23-24)
Dalam Tafsir Ibni Katsir dijelaskan makna وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاء maksudnya: ‘Diharamkan bagimu menikahi para wanita ajnabiyah yang muhshanat yaitu yang sudah menikah’. Ibnu Katsir juga membawakan riwayat yang menjelaskan sebab turunnya ayat ini:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: أَصَبْنَا نِسَاءً مِنْ سَبْيِ أَوْطَاسَ، وَلَهُنَّ أَزْوَاجٌ، فَكَرِهْنَا أَنْ نَقَعَ عَلَيْهِنَّ وَلَهُنَّ أَزْوَاجٌ، فَسَأَلْنَا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ، فَنَزَلَتْ هذه الآية: {وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ} [قَالَ] فَاسْتَحْلَلْنَا فُرُوجَهُنَّ
Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata: “Kami mendapat wanita dari suku Authas yang ditawan, para wanita itu memiliki suami lebih dari satu. Kami enggan bersetubuh dengan mereka karena mereka memiliki suami. Kamipun bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam, lalu turunlah ayat (yang artinya) ‘Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki‘. Dengan itu kami pun mengganggap mereka halal dicampuri” (Tafsir Ibni Katsir, 2/256)
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أَنَّ النِّكَاحَ فِي الجَاهِلِيَّةِ كَانَ عَلَى أَرْبَعَةِ أَنْحَاءٍ …. وَنِكَاحٌ آخَرُ: يَجْتَمِعُ الرَّهْطُ مَا دُونَ العَشَرَةِ، فَيَدْخُلُونَ عَلَى المَرْأَةِ، كُلُّهُمْ يُصِيبُهَا، فَإِذَا حَمَلَتْ وَوَضَعَتْ، وَمَرَّ عَلَيْهَا لَيَالٍ بَعْدَ أَنْ تَضَعَ حَمْلَهَا، أَرْسَلَتْ إِلَيْهِمْ، فَلَمْ يَسْتَطِعْ رَجُلٌ مِنْهُمْ أَنْ يَمْتَنِعَ، حَتَّى يَجْتَمِعُوا عِنْدَهَا، تَقُولُ لَهُمْ: قَدْ عَرَفْتُمُ الَّذِي كَانَ مِنْ أَمْرِكُمْ وَقَدْ وَلَدْتُ، فَهُوَ ابْنُكَ يَا فُلاَنُ، تُسَمِّي مَنْ أَحَبَّتْ بِاسْمِهِ فَيَلْحَقُ بِهِ وَلَدُهَا، لاَ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَمْتَنِعَ بِهِ الرَّجُلُ
“Pernikahan di masa Jahiliyah ada empat cara …(beliau lalu menyebutkannya)… jenis pernikahan yang lain (jenis ketiga) yaitu sejumlah orang yang jumlahnya kurang dari 10 berkumpul lalu masuk menemui seorang wanita. Setiap mereka menyetubuhinya. Setelah beberapa waktu sejak malam pengantin itu, jika ternyata ia hamil, ia pun memanggil semua suaminya. Tidak ada seorang pun dari suaminya yang dapat menghalangi, hingga semua suaminya berkumpul. Wanita itu berkata: ‘Wahai suamiku, kalian sudah tahu apa yang kalian telah lakukan kepadaku dan itu memang sudah hak kalian. Dan sekarang aku hamil. Dan anak ini adalah anakmu wahai Fulan’. Wanita itu menyebut salah satu nama suaminya sesuka dia, lalu menasabkan anaknya pada suaminya tersebut. Tidak ada seorang pun dari suaminya yang dapat menghalangi” (HR. Bukhari no.5127)
Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam menyifati poliandri sebagai perilaku jahiliyah. Sebagaimana dijelaskan para ulama :
كل ما نسب إلى الجاهلية فهو مذموم
“Setiap perkara yang dinisbatkan pada Jahiliyyah adalah sesuatu yang tercela”
Jadi, mengapa poliandri tidak dibolehkan? Jawabannya, karena Allah Ta’ala telah menentukan demikian. Satu jawaban ini sejatinya sudah cukup untuk menjawab pertanyaan tersebut bagi orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika masih ada yang penasaran lalu bertanya lagi ‘kenapa sih koq bisa-bisanya Allah menentukan demikian?‘, jawablah dengan firman Allah Ta’ala :
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
“Allah tidak ditanyai oleh hamba, namun merekalah yang akan ditanyai oleh Allah” (QS. Al Anbiya: 23)
2. Lelaki adalah pemimpin keluarga
Islam juga mengatur bahwa lelaki adalah pemimpin rumah tangga. Allah Ta’ala berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)” (QS. An Nisaa: 34)
Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam juga bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
“Setiap kalian adalah orang yang bertanggung jawab. Setiap kalian akan dimintai pertanggung-jawabannya. Seorang imam adalah orang yang bertanggung jawab dan akan dimintai pertanggung-jawabannya. Seorang lelaki bertanggung jawab terhadap keluarganya dan akan dimintai pertanggung-jawabannya. Seorang wanita bertanggung jawab terhadap urusan di rumah suaminya dan akan dimintai pertanggung-jawabannya” (HR. Bukhari 893, Muslim 1829)
Oleh karena itu, seorang istri wajib taat kepada suaminya selama bukan dalam perkara maksiat. Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam bersabda:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا: ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika seorang wanita mengerjakan shalat lima waktu, berpuasa bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, taat kepada suaminya akan dikatakan padanya kelak: ‘Masuklah ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau inginkan’” (HR. Ahmad 1661, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jaami’ 1/660)
Nah, jika seorang wanita memiliki lebih dari satu suami, apakah organisasi rumah tangga akan berjalan dengan banyak pemimpin? Suami mana yang akan ditaati? Bagaimana jika para suami berselisih dan memberi perintah berlainan?
3. Cobaan terbesar bagi lelaki adalah wanita, namun tidak sebaliknya
Cobaan terbesar dan terdahsyat serta paling menjatuhkan seorang lelaki pada titik terendahnya adalah wanita. Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam sering kali mewanti-wanti hal ini. Beliau bersabda:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah aku tinggalkan cobaan yang paling berbahaya bagi kaum lelaki selain wanita” (HR. Bukhari 5096, Muslim 2740)
Beliau Shallallahu’alahi Wasallam juga bersabda:
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا، فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ
“Sesungguhnya dunia ini manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah menyerahkannya kepada kalian untuk diurusi kemudian Allah ingin melihat bagaimana sikap kalian terhadapnya. Berhati-hatilah dari fitnah dunia dan waspadalah terhadap wanita. Karena cobaan pertama yang melanda Bani Israil adalah wanita” (HR. Muslim 2742)
Tentang godaan setan, Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
“Sesungguhnya tipu-daya setan itu lemah” (QS. An Nisaa: 76)
Namun tentang godaan wanita, Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya godaan wanita itu sangat dahsyat” (QS. Yusuf: 28)
Oleh karena itulah Allah Al Hakim, Yang Maha Bijaksana, mensyariatkan poligami (baca: poligini) bagi laki-laki sebagai salah satu jalan untuk meringankan cobaan dari godaan wanita. Namun sebaliknya, tidak kita dapati dalil yang menunjukkan bahwa cobaan terbesar wanita adalah godaan pria. Ini adalah salah satu hikmah mengapa poliandri tidak disyariatkan.
4. Menjaga kejelasan nasab
Dalam Islam, anak dinasabkan kepada ayahnya. Dan masalah nasab ini sangat urgen dalam Islam. Sampai-sampai mencela nasab dan menasabkan diri kepada selain ayah kandung dikategorikan oleh para ulama sebagai perbuatan dosa besar. Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam bersabda :
مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ، وَهُوَ يَعْلَمُ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ
“Barangsiapa menasabkan diri kepada selain ayah kandungnya, padahal ia tahu ayah kandungnya, maka surga haram baginya” (HR. Bukhari 4326, Muslim 63)
Sebagaimana juga hadits marfu’ dari Ibnu ‘Umar Radhiallahu’anhu:
خِلاَلٌ مِنْ خِلاَلِ الجَاهِلِيَّةِ الطَّعْنُ فِي الأَنْسَابِ وَالنِّيَاحَةُ
“Diantara perbuatan orang Jahiliyyah adalah mencela nasab” (HR. Bukhari 3850)
Di antara sebabnya, nasab menentukan banyak urusan, seperti dalam pernikahan, nafkah, pembagian harta warisan, dll.
Jika satu wanita disetubuhi oleh beberapa suami, maka tidak jelas anak yang lahir dari rahimnya adalah hasil pembuahan dari suami yang mana, sehingga tidak jelas akan dinasabkan kepada siapa.
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah berkata: “Pernyataan ‘laki-laki dibolehkan menikahi empat orang wanita, namun wanita tidak dibolehkan menikahi lebih dari satu lelaki‘, ini adalah salah satu bentuk kesempurnaan sifat hikmah dari Allah Ta’ala kepada mereka. Juga bentuk ihsan dan perhatian yang tinggi terhadap kemaslahatan makhluk-Nya. Allah Maha Tinggi dan Maha Suci dari kebalikan sifat tesebut. Syariat Islam pun disucikan dari hal-hal yang berlawanan dengan hal itu. Andai wanita dibolehkan menikahi dua orang lelaki atau lebih, maka dunia akan hancur. Nasab pun jadi kacau. Para suami saling bertikai satu dengan yang lain, kehebohan muncul, fitnah mendera, dan bendera peperangan akan dipancangkan” (I’laamul Muwaqqi’in, 2/65)
Beberapa Syubhat
1. Jika yang menjadi kekhawatiran adalah percampuran nasab, bukankah sekarang sudah ada tes DNA?
Syaikh Abdullah Al Faqih hafizhahullah menjawab pertanyaan ini: ”Poliandri dapat menjadi sebab terjangkitnya berbagai penyakit berbahaya seperti AIDS atau yang lainnya. Selain itu, tidak adanya keteraturan dalam rumah tangga karena tidak adanya patokan nasab dan anak-anak pun menjadi kacau. Adapun pemeriksaan medis yang sebutkan itu (cek DNA), tidak bisa dipastikan 100%. Sehingga tidak bisa menjadi sandaran secara syar’i dalam penetapan nasab atau dalam mengingkarinya”. (Fatawa IslamWeb no.112109, http://www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=112109)
2. Kalau lelaki punya keinginan kepada banyak wanita karena alasan syahwat, bukankah wanita juga punya syahwat?
Ibnul Qayyim berkata, “Jika ada yang berkata ‘Mengapa hanya memperhatikan dan mengangkat sisi kaum lelaki saja, serta hanya memenuhi kebutuhan syahwat lelaki saja sehingga mereka bisa berganti dari istri yang satu kepada istri yang lain sesuai kebutuhan syahwatnya? Padahal wanita juga memiliki panggilan syahwat‘. Kita jawab, wanita itu sebagaimana kebiasaan mereka wajahnya terlindungi oleh cadar dan berada di rumah-rumah mereka, gejolak mereka pun lebih dingin dibanding laki-laki, pergerakan lahir dan batin mereka lebih sedikit dibanding laki-laki, oleh karena itulah lelaki yang diberi kekuatan dan gejolak panas yang merupakan kunci penguasaan syahwat. Itu diberikan kepada laki-laki dalam jumlah yang lebih besar. Bahkan kaum laki-laki pun mendapat cobaan karena hal itu, sedangkan wanita tidak. Sehingga dimutlakkan bagi laki-laki berupa banyaknya jumlah pernikahan yang bolehkan (dalam satu waktu) sedangkan wanita tidak. Ini adalah hal yang dikhususkan dan dilebihkan oleh Allah untuk kaum laki-laki. Sebagaimana juga Allah utamakan mereka dalam hal pengembanan risalah, kenabian, khilafah, kerajaan, kepemimpinan hukum, jihad dan hal lainnya.
Allah juga menjadikan lelaki pemimpin bagi wanita, yang berkewajiban menjaga maslahah istrinya dan menjalani berbagai resiko dalam mencari penghidupan istrinya. Mereka menunggang kuda, menjelajah gurun, menghadapi berbagai bencana dan ujian demi kemaslahatan sang istri. Allah Ta’ala itu Syakuur (Sebaik-baik Pemberi Ganjaran) dan Haliim (Maha Pemurah). Sehingga Allah memberi balasan kepada kaum lelaki berupa kebolehan berpoligami, dan mengganti segala kesusahan mereka itu dengan membolehkan hal-hal yang tidak dibolehkan bagi wanita. Dan anda yang berkata, jika anda membandingkan antara cobaan bagi lelaki berupa lelah-letih, kerja keras, kesusahan yang dialami kaum lelaki demi masalahat istrinya dengan cobaan yang dialami kaum wanita yang berupa kecemburuan, anda akan dapatkan bahwa apa yang dialami kaum lelaki itu jauh lebih besar kadarnya. Inilah salah satu bentuk sempurnanya keadilan, kebijaksanaa dan kasih sayang Allah Ta’ala. Segala puji bagi Allah sebab memang Dialah yang memiliki segala pujian” (I’laamul Muwaqqi’in, 2/65-66)
3. Syahwat wanita lebih besar dari syahwat lelaki
Karena syahwat wanita lebih besar dari lelaki, maka bagi wanita tidak cukup hanya satu suami. Demikian bunyi salah satu syubhat. Ibnul Qayyim membantah pernyataan ini: “Adapun perkataan seseorang bahwa syahwat wanita lebih besar dari syahwat lelaki, ini tidak benar. Syahwat itu sumbernya dari hawa panas. Hawa lelaki lebih panas dari wanita. Namun wanita, jika ia sendiri, kesepian, dan ia tidak bisa menahan diri dari hal-hal yang berhubungan dengan syahwat dan memuaskan dirinya, maka ia pun dapat ditenggelamkan oleh syahwat sehingga syahwat menguasai dirinya. Ketika tidak ada hal yang dapat menjadi pelampiasan, bahkan disertai perasaan kesepian, maka bisa terjadi apa yang terjadi. Sehingga ketika itu disangkalah bahwa syahwat wanita lebih besar dari laki-laki. Ini tidak benar. Telah dibuktikan bahwa lelaki bisa mencampuri istrinya lalu mencampuri istrinya yang lain dalam satu waktu.
كَانَ النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَطُوفُ عَلَى نِسَائِهِ فِي اللَّيْلَةِ الْوَاحِدَةِ
‘Nabi Shallallahu’alaihi Wasalam biasa menggilir istri-istrinya dalam satu malam‘
Bahkan Nabi Yusuf Sulaiman menggilir 90 orang istrinya dalam satu malam. Dan sudah kita ketahui bersama bahwa wanita biasanya hanya memiliki satu kali klimaks. Jika seorang lelaki telah memuaskan seorang wanita, hingga terpenuhi syahwatnya, dan hilang nafsunya, wanita tersebut tidak akan meminta yang lain ketika itu. Maka, sifat demikian sesuai dengan hikmah dari takdir Allah dan hikmah ketetapan syariat bagi hamba dan ummat” (I’laamul Muwaqqi’in, 2/66)
Semoga bermanfaat.
—
Penulis: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id
assalamu ‘alaikum wr wb ;sangat jelas penjelasan ny dn lengkap pula dengan argumen2 ny .terima kasih wa ahsanu jaza_u minalloh. kalau setelah tadi saya thela’ah saya berfikir ‘sebenar ny ke butuhan apa yg d tuntut kaum feminisme dgn demo ke setaraan gender ny ‘ ?
pd hal kn dah jelas laki2 puny hak atas wanita dn sbalik ny juga dgn wanita krn yg jd tuntutan ny menunaikn ke wajibn sbgai pribadi yg trikat akad pernikahan.
asslamualaikum
afwan, izin mengeshare…
jzk
ijin copy
izin share
jazakallah khairan
semoga bermanfaat.. aamiin…
Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki ….
berarti sangat jelas dan tegas :
Wanita diijinkan poliandri tapi hanya sebatas dengan majikannya sendiri. Diluar itu haram hukumnya.
#Adadeh
Tolong dibaca penjelasan ayatnya, jangan asal menafsirkan dengan opini sendiri. Yang dimaksud adalah budak tawanan hasil perang melawan kaum kafirin, suami-suami mereka adalah orang kafir.
Jika Menikah Tanpa ijin Istri apa diperbolehkan?
#Toyib
Hukumnya sah tapi itu akhlak yang buruk
Alhamdulillah..dpt ilmu yg sangat brmanfaat.
Thks admin
Afwan, cuma mau bertanya ap istri nabi yusuf sampai 90?
bukankan yang istrinya 90 itu nabi Sulayman?
afwan atas ketidaktahuan saya
#Kia
Syukran atas koreksinya, itu adalah kekurang-jelian kami dalam menerjemah.
Penjelasan tentang
“….2. Kalau lelaki punya keinginan kepada banyak wanita karena alasan syahwat, bukankah wanita juga punya syahwat?
3. Syahwat wanita lebih besar dari syahwat lelaki…”
penjelasan yang aneh, maaf kayaknya musti perbanyak baca buku2 psikologi dan seksologi dehh
karena syahwat dan gejolak jiwa pria dan wanita itu sama saja
#polo
Maaf, saya hargai opini anda. Tapi Ibnul Qayyim adalah pakar psikologi Islam, lebih saya percayai daripada ilmu psikologi barat.
Saya hargai jawaban Anda. Namun, Ilmu psikologi barat belum tentu salah. Sebagaimana orang barat juga harus memahami, bahwa aturan Islam belum tentu salah hanya karena tidak sejalan dengan pendapat mereka. Jika terus menampik counter seperti ini, Islam tidak akan terbuka pada kritik. Ibnul Qayyam hidup di tahun 1292, hampir 73 dekade berlalu. Wajar apabila ilmunya sudah tidak relevan dengan perubahan zaman. Wanita zaman dulu tidak punya hak. Dari situ saja semua sudah bisa berubah.
Amat sangat bermanfaat, mudah2n Allah menjadikan sebagai amal ibadah yang tak tehingga.
trimakasih atas informasi yg bermanfaat ini
Kalau seandainya seorang istri sudah tidak pernah berkumpul dengan suaminya(pisah ranjang) selama 3 tahun apakah istri tersebut boleh menikah dengan laki2 lain?
Nb;suami tidak mau cerai dengan alasan apapun
Terimakasih untuk penjelasanya
Statusnya belum cerai.
Assalamu’alaikum Pak
Kalau kasus suami gak kuat layanin istri dan minta cerai itu gemana yah? Berarti… Nafsu wanita juga ada yang tinggi
di paragraf terakhir tertulis nabi yusuf menggilir 90 wanitanya , sedangkan bukannya cuma di perbolehkan mempunyai 4 istri
Saya ingin masuk Islam, ingin menjadi Muslim seutuhnya, insyaallah. Membaca postingan ini niat saya mundur karena penjelasan yang tidak ada pointnya dan terkesan justifikasi saja. Mungkin saya harus belajar lagi. Saya percaya Islam agama yang sangat masuk akal, tetapi sulit memercayai pemikiran terbelakang seperti ini ada di Islam. Semoga saya bisa dibimbing dengan jawaban yang masuk akal, entah melalui penulis situs ini, atau melalui ulama di tempat lain. Amin.
Pertama, menurut saya poligami itu ada sebagai pembatas, bukan sebagai anjuran apalagi justifikasi nafsu pria besar dan semacamnya. Kita perlu ketahui konteksnya mengapa ada aturan poligami. Poligami hadir sebagai jawaban dari Islam atas kepemilikan tidak terbatas laki-laki atas perempuan. Seperti kata Anda, Nabi Sulaiman bisa menggilir istrinya dalam satu malam. Ini seharusnya dipandang sebagai sesuatu yang menjijikan jujur saja. Tetapi, sebagaimana tidak boleh kita lepaskan dari konteks zaman, hal tersebut saat itu lumrah.
Lantas, Islam datang untuk membatasinya, lebih-lebih memberikan pantangan apabila tidak dapat berlaku adil cukup satu dalam surat Annisa ayat 3, itupun bukankah disebutkan bahwa yang dinikahi harusnya yatim? Selanjutnya pada ayat 129 disebutkan bahwa lelaki tidak akan berlaku adil meskipun ia mau. Bukankah hal tersebut merupakan pesan tidak tersirat dari Allah bahwa laki-laki lebih baik setia pada satu wanita, daripada sebuah anjuran atau bahkan suggestion kalau nafsu boleh menikahi wanita sampai 4? Bukahkan pria juga dalam Islam diharuskan untuk menghormati perasaan istri? Apabila istri baik-baik, lantas kamu poligami hanya karena nafsu, bukankah itu perbuatan yang amat tercela? Jujur, ini yang masih sangat mengganjal di perasaan saya sebagaimana ustad banyak yang poligami sementara istrinya tidak berbuat kesalahan? Bukankah ini namanya menggunakan ayat dan agama sebagai justifikasi atas dosamu? Kalau memang bernafsu ya puasa, tundukkan pandangan ke bawah. Bagaimana kamu bisa jatuh cinta pada wanita lain atau bernafsu kalau kamu saja tidak memandang mereka? Bukankah menjadi bukti bahwa pria muslim yang menjalankan poligami saat ini, terutama ustad, adalah perbuatan hipokrit sebab merupakan dampak dari perbuataannya tidak menjaga diri sendiri bersinggungan dengan wanita lain?
Saya rasa situs-situs dan postingan seperti ini yang membuat pria merasa ter-encourage untuk melakukan poligami tanpa tahu betul apa kewajibannya yang telah ia langgar. Saya akan menutup tulisan panjang–dan saya harap dijawab dengan opini yang cerdas karena manusia diperintahkan Allah untuk berpikir, bukan untuk manut-manut saja, terkecuali pada hal-hal yang dasar seperti, “Apakah Allah ada?”–dengan pendapat bahwa praktik poligami sudah tidak relevan dilakukan pada masa akhir zaman ini.
Dahulu, mungkin karena memang diperlukan. Mungkin suatu saat akan diperlukan lagi menjelang kiamat, jika ratio laki-laki lebih daripada wanita. Tetapi untuk saat ini tidak. Banyak sekali pendapat yang Anda kutip yang sudah tidak relevan dengan kenyataan yang ada. Di 2022, laki-laki sudah lebih banyak dari wanita. Penelitian tentang wanita dan lelaki memiliki sex forces yang sama, hanya dibedakan sexuality wanita masih dianggap tabu, sementara pria tidak. Dan terakhir, masalah sanab, tes DNA bisa dilakukan dari sejak janin dan 99% akurat. Selebihnya, argumen Anda sangat subjektif. Perempuan akan bersaing dengan hasil positif sementara laki-laki hasilnya negatif adalah argumen (maaf) sangat baseless dan ngaco. Misal, sangat mudah membalikkan argumen anda dengan counter balik, “Bagaimana jika suami-suami dari seorang istri tersebut berasaskan open relationship? Dan mereka pria-pria yang peduli pada penampilan mereka?” The same question can applied also to women, “Bagaimana jika wanita-wanita tersebut malah saling bunuh?” See, justifikasi tanpa basis seperti ini akan menghasilkan pertanyaan dan counter balik yang sama bodohnya dantak kunjung selesai alias tidak menjawab apapun. Sekian. Terima kasih
Jawaban yang cerdas
Itu kan sudah tertulis dalam Al Qur’an firman الله perintah الله
Memang Islam bagi mereka yang berpikir tapi Lalu apakah anda merasa lebih cerdas dari Tuhan sehingga seolah² menentang ketentuan-NYA? Seakan² Tuhan itu bodoh tidak sempurna membuat aturan bagi hamba-NYA?
Lalu apakah hanya karena kutipan dari blog ini sehingga anda memutuskan dengan instan tidak jadi masuk Islam? Saya yakin anda tidak pendek pikiran hanya gagal faham saja dengan firman الله..Bukankah anda sendiri bilang berpikir cerdas? Kenapa malah sebaliknya?
perkara ini pertama-tama terkait dengan keimanan kepada Allah Ta’ala. Semua agama sepakat bahwa wanita tidak boleh digauli oleh selain suaminya.
Di antara agama-agama itu ada yang bersifat samawi, seperti Islam yang tidak diragukan lagi, Yahudi dan Nasrrani.
Keimanan kepada Allah menuntut adanya penerimaan terhadap hukum dan ajarannya. Dialah Allah Ta’ala yang Maha Bijak dan Maha Mengetahui apa yang bermanfaat bagi manusia. Kadang kita mengetahui hikmah dari sebuah ketetapan syariat, kadang kita tidak mengetahuinya.
Terkait dengan disyariatkannya poligami bagi laki-laki dan terlarang bagi wanita, ada beberapa perkara yang tidak tersembunyi bagi orang yang berakal. Allah Ta’ala telah menjadikan wanita sebagai ‘wadah’ (tempat janin tumbuh dalam rahim), sedangkan laki-laki tidak seperti itu.
Seandainya seorang wanita mengandung janin (sedangkan yang menggaulinya beberapa orang laki-laki dalam satu waktu) maka tidak dikenal siapa bapaknya, silsilah keturunan akan bercampur, rumah tangga akan berantakan dan anak-anak akan terbengkalai.
Seorang wanita akan merasa berat dengan anak keturunannya dan tidak dapat mendidiknya serta memberikan nafkah untuk mereka. Akibatnya bisa jadi seorang wanita terpaksa harus mensterilkan rahimnya yang mengakibatkan punahnya keturunan manusia.
Kemudian, sekarang ini berdasarkan kesimpulan medis bahwa penyakit berbahaya yang mewabah seperti Aids atau lainnya, di antara sebab utamanya adalah wanita yang digauli lebih dari seorang laki-laki, sehingga cairan spermanya bercampur dalam rahim seorang wanita karena sebab penyakit mematikan tersebut.
Karena itu Allah mensyariatkan masa iddah bagi wanita yang dicerai atau ditinggal mati oleh suaminya hingga dia dalam beberapa waktu lamanya dapat membersihkan saluran rahimnya dari pengaruh mantan suaminya, juga dengan adanya perputaran darah haidh yang dapat membersihkannya. Wallahu ‘Alam.
Semoga mendapat petunjuk yang benar & Hidayah-NYA.