Bismillah. Walhamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du,
Aliran yang sesat dalam masalah iman dan bantahannya
Khawarij dan muktazilah (ahlul-ifrath = kelompok yang melampui batasan syariat)
Mereka berlebihan dalam menyatakan hukum atas pelaku dosa besar di bawah kekafiran. Hukum di dunia menurut mereka adalah keluar dari keimanan. Artinya, menurut mereka, pelaku dosa besar itu tidak dinamakan mukmin. Menurut al-khawarij, hukumnya kafir. Sedangkan menurut muktazilah, hukumnya tidak mukmin dan juga tidak kafir (al-manzilah bainalmanzilataini = suatu kedudukan di antara dua kedudukan). Adapun di akhirat, menurut keduanya hukumnya kekal di neraka.
Bantahan syubhatnya
QS. Al-Baqarah: 178
Allah Ta’ala berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ اَلْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْاُنْثٰى بِالْاُنْثٰىۗ فَمَنْ عُفِيَ لَهٗ مِنْ اَخِيْهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ ۢبِالْمَعْرُوْفِ وَاَدَاۤءٌ اِلَيْهِ بِاِحْسَانٍ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kalian (melaksanakan) qishas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan. Akan tetapi barangsiapa yang memperoleh maaf dari saudaranya, hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan) kepadanya dengan baik (pula).”
Dalam ayat ini, hakikatnya adalah Allah menempatkan pembunuh sebagai saudara seiman. Padahal pembunuhan adalah dosa besar, namun tidak menyebabkan hilangnya ukhuwwah imaniyyah.
QS. Al-Hujuraat: 9-10
وَاِنْ طَاۤىِٕفَتٰنِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اقْتَتَلُوْا فَاَصْلِحُوْا بَيْنَهُمَاۚ فَاِنْۢ بَغَتْ اِحْدٰىهُمَا عَلَى الْاُخْرٰى فَقَاتِلُوا الَّتِيْ تَبْغِيْ حَتّٰى تَفِيْۤءَ اِلٰٓى اَمْرِ اللّٰهِ ۖفَاِنْ فَاۤءَتْ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَاَقْسِطُوْا ۗاِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ ࣖ
“Dan apabila ada dua golongan orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudara kalian (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kalian mendapat rahmat.”
Allah Ta’ala menyebut orang-orang yang saling berperang dari kalangan kaum beriman itu sebagai “mukminin”. Padahal memerangi kaum mukminin tanpa alasan yang hak adalah dosa besar, namun tetap tidak menyebabkan hilangnya iman.
QS. An-Nisa`: 92
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ اَنْ يَّقْتُلَ مُؤْمِنًا اِلَّا خَطَـًٔا ۚ وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَـًٔا فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ وَّدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ اِلٰٓى اَهْلِهٖٓ اِلَّآ اَنْ يَّصَّدَّقُوْا
“Dan tidak patut bagi seorang yang beriman membunuh seorang yang beriman (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Barangsiapa membunuh seorang yang beriman karena tersalah, (hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta (membayar) tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga si terbunuh) membebaskan pembayaran.”
Ayat ini berisikan tentang kafarat (denda tebusan) memerdekakan budak mukmin. Berdasarkan ayat di atas, jika ada seseorang yang terkena bayar kafarat membunuh, lalu dia memerdekakan budak yang mukmin tetapi fasik (pelaku dosa besar), maka sah kafaratnya menurut kesepakatan ulama, karena masuk dalam cakupan makna ayat ini. Artinya, berdasarkan ayat ini seorang budak mukmin tetapi fasik (pelaku dosa besar), maka kefasikannya (dosa besarnya) tidak menyebabkan keluar dari keimanan.
Baca juga: Iman Itu Bertambah dan Berkurang
Murji’ah (ahlut-tafrith = kelompok yang mengurangi batasan syariat)
Mereka teledor dalam menyatakan hukum atas pelaku dosa besar. Mereka menyatakan bahwa pelaku dosa besar itu sempurna keimanannya, sama seperti orang yang sempurna ketaatannya. Karena menurut mereka, keimanan itu tidak bertambah dengan ketaatan dan tidak berkurang dengan maksiat jika dosanya tidak sampai kekafiran.
Bantahan syubhat
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اٰيٰتُهٗ زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَّعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetar hatinya. Dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal.”
Di dalam ayat ini terdapat pembatasan iman yang sempurna. Ada pada orang yang memenuhi kriteria yang disebutkan dalam ayat tersebut, berarti pelaku dosa besar, sedangkan (fasik) tidaklah termasuk mukminin yang sempurna imannya.
Hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang muttafaqun ‘alaih,
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ السَّارِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَنْتَهِبُ نُهْبَةً يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ فِيهَا أَبْصَارَهُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
“Tidak akan berzina seorang pezina, sedang dia dalam keadaan beriman (dengan sempurna). Demikian juga, peminum khamar, tidak akan minum khamar dalam keadaan beriman (dengan sempurna). Seorang pencuri, tidak akan mencuri dalam keadaan beriman (dengan sempurna). Tidak pula merampas suatu barang yang memiliki kemuliaan yang manusia mengangkat pandangan mereka padanya ketika dia merampasnya dalam keadaan beriman (dengan sempurna).”
Hadis ini mengabarkan tentang orang yang sedang berzina, mabuk, mencuri, dan merampas barang yang berharga. Ditiadakan keimanan yang sempurna pada diri mereka. Berarti, keimanan antara orang yang sempurna imannya dengan pelaku dosa besar itu tidaklah sama. Pelaku dosa besar itu orang yang kurang sempurna imannya serta menunjukkan pula iman itu bisa berkurang dengan dosa besar.
Kesimpulan
Keyakinan yang benar, yaitu keyakinan ahli sunah waljamaah yang berada di tengah-tengah antara melampui batasan syariat (ifrath) dan mengurangi batasan syariat (tafrith). Ahli sunah waljamaah meyakini bahwa pelaku dosa besar di dunia itu berkurang keimanannya dan fasik, namun masih muslim dan tidak kafir. Sedangkan di akhirat, tergantung kehendak Allah. Jika Allah menghendaki, maka Dia mengampuninya. Jika tidak, Dia akan mengazabnya di neraka, namun tidak kekal di neraka. Wallahu Ta’ala a’lam.
[Selesai]
Kembali ke bagian 1: Hakikat Iman Menurut Manhaj Ahli Sunah (Bag. 1)
***
Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah
Artikel: Muslim.or.id