Donasi Muslim.or.id
Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
Donasi Muslim.or.id Donasi Muslim.or.id

Ini Dalilnya (8): Pembagian Bid’ah yang Tepat

Sufyan Basweidan oleh Sufyan Basweidan
13 Maret 2014
Waktu Baca: 4 menit
5
227
SHARES
1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter
Majelis ilmu di bulan ramadan

Setelah memahami kekeliruan mereka yang membagi bid’ah persis dengan pembagian hukum syar’i (wajib, mandub, mubah, makruh dan haram). Ada baiknya kalau di sini kami jelaskan klasifikasi bid’ah yang benar, yang tidak bertentangan dengan sabda Nabi: “wa kullu bid’atin dholalah”. Yaitu dengan meninjau dari segi hubungannya dengan syari’at, atau dari kadar bahayanya.

Ditinjau dari hubungannya dengan syari’at, bid’ah terbagi menjadi dua:

  1. Bid’ah Haqiqiyyah.
  2. Bid’ah Idhafiyyah.

Dalam kitabnya yang sangat monumental, Imam Asy Syathiby mendefinisikan bid’ah haqiqiyyah sebagai berikut:

اَلْبِدْعَةُ الحَقِيْقِيَّةُ: هِيَ الَّتِي لَمْ يَدُلَّ عَلَيْهَا دَلِيْلٌ شَرْعِيٌّ لاَ مِنْ كِتَابٍ وَلاَ سُنَّةٍ وَلاَ إِجْمَاعٍ وَلاَ اسْتِدْلاَلٍ مُعْتَبَرٍ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ لاَ فِي الْجُمْلَةِ وَلاَ فِي التَّفْصِيْلِ, وَلذَلِكَ سُمِّيَتْ بِدْعَةً لأَِنَّهَا شَيْءٌ مُخْتَرَعٌ عَلىَ غَيْرِ مِثَالٍ سَابِقٍ (مختصر الاعتصام, ص 71).

Bid’ah haqiqiyyah ialah bid’ah yang tidak ada dalil syar’inya sama sekali. Baik dari Al Qur’an, Sunnah, Ijma’, maupun istidlal yang mu’tabar[1]) menurut para ulama. Ia sama sekali tak memiliki dalil baik secara umum maupun terperinci, karenanya ia dinamakan bid’ah berangkat dari hakekatnya yang memang diada-adakan tanpa ada contoh sebelumnya.

Contoh bid’ah haqiqiyyah yang akrab dengan masyarakat Indonesia misalnya: puasa mutih, puasa pati geni, padusan (mandi) menjelang datangnya bulan Ramadhan, peringatan bagi orang yang telah meninggal; 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari dan seterusnya

Sedangkan bid’ah idhafiyyah menurut Imam Asy Syathiby definisinya ialah:

البِدْعَةُ الإِضَافِيَّةُ: هِيَ الَّتِي لَهَا شَائِبَتَانِ: إِحْدَاهُمَا: لَهَا مِنَ الأَدِلَّةِ مُتَعَلَّقٌ, فَلاَ تَكُونُ مِنْ تِلْكَ الْجِهَةِ بِدْعَةً. وَالأُخْرَى: لَيْسَ لَهَا مُتَعَلَّقٌ إِلاَّ مِثْلَ مَا لِلْبِدْعَةِ الحَقِيْقِيَّةِ. وَالْفَرْقُ بَيْنَهُمَا مِنْ جِهَةِ الْمَعْنَى: أَنَّ الدَّلِيْلَ عَلَيْهَا مِنْ جِهَةِ الأَصْلِ قَائِمٌ, وَمِنْ جِهَةِ الْكَيْفِيَّاتِ أَوِ الأَحْوَالِ أَوِ التَّفْصِيْلِ لَمْ يَقُمْ عَلَيْهَا, مَعَ أَنَّهَا مُحْتَاجَةٌ إِلَيْهِ لِأَنَّ الْغَالِبَ وُقُوْعُهَا فِي التَّعَبُّدِيَّاتِ لاَ فِي الْعَادِيَّاتِ الْمَحْضَةِ (مختصر الاعتصام, ص 71)

Bid’ah Idhafiyyah: ialah bid’ah yang mengandung dua unsur. Salah satunya memiliki kaitan dengan dalil syar’i, sehingga dari sisi ini ia tidak termasuk bid’ah. Sedang unsur kedua tidak ada kaitannya, namun persis seperti bid’ah haqiqiyyah. Jadi beda antara kedua bid’ah tadi dari segi maknanya ialah: bahwa (bid’ah idhafiyyah) asal-usulnya merupakan sesuatu yang dianjurkan menurut dalil syar’i; akan tetapi dari segi cara pelaksanaan, keadaan, dan detail-detailnya tidak bersandarkan pada dalil. Padahal hal-hal semacam ini amat membutuhkan dalil, karena sebagian besar berkaitan dengan praktik ibadah dan bukan sekedar adat kebiasaan (Mukhtasar Al I’tisham, hal 71).

Contoh kongkrit dari bid’ah idhafiyyah terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu. Tapi yang paling akrab dengan masyarakat Indonesia seperti yasinan, tahlilan, shalawatan, membaca wirid bersama selepas shalat dengan dikomandoi oleh Imam, membaca shalawat sebelum adzan dan iqamah, mengkhususkan malam nisfu Sya’ban untuk melakukan ibadah tertentu, maulidan dan lain sebagainya. Bahkan sebagian besar bid’ah yang kita jumpai saat ini rata-rata termasuk bid’ah idhafiyyah. Meski demikian, bahaya yang ditimbulkannya tidak lebih kecil dari bid’ah haqiqiyyah; bahkan lebih besar, mengapa? Karena sepintas ia merupakan taqarrub kepada Allah, hingga banyak orang tertipu dengan ‘penampilan luarnya’, padahal sesungguhnya itu merupakan bid’ah yang dibenci syari’at.

Pembagian bid’ah lainnya yang dibenarkan ialah yang didasarkan pada bahaya yang ditimbulkannya. Ditinjau dari kadar bahayanya, bid’ah juga terbagi menjadi dua:

  1. Bid’ah Mukaffirah.
  2. Bid’ah Ghairu Mukaffirah.

Bid’ah mukaffirah ialah setiap bid’ah yang menyebabkan pelakunya menjadi kafir, keluar dari Islam. Bid’ah ini biasanya berkaitan dengan keyakinan; seperti bid’ahnya orang-orang Jahmiyyah[2]), bid’ahnya Syi’ah Imamiyyah Al Itsna ‘Asyariah[3]), bid’ahnya mereka yang mengingkari takdir Allah (Qadariyyah)[4]), dan lain-lain.

Sedangkan bid’ah ghairu mukaffirah, ialah bid’ah yang tidak menyebabkan pelakunya menjadi kafir, akan tetapi terhitung berdosa. Dan tentunya dosa satu bid’ah tidak sama dengan dosa bid’ah lainnya, akan tetapi tergantung dari bentuk bid’ah itu sendiri dan keadaan pelakunya. Namun bagaimanapun juga bid’ahnya tetap tertolak, meski orang tersebut melakukannya dengan ikhlas dan berangkat dari kejahilan.

 -bersambung insya Allah-

Penulis: Ustadz Abu Hudzaifah Al Atsary, Lc

Mahasiswa Magister ‘Ulumul Hadits wad Dirosah Islamiyah Univ. Islam Madinah

Artikel www.muslim.or.id

 



[1] Istidlal yang mu’tabar di sini maksudnya ialah mashalih mursalah. Karena mashalih mursalah memiliki banyak konotasi seperti: Al Maslahah Al Mursalah, Al Istishlaah, Al Istidlaal Al Mursal dan Al Istidlaal. (lihat: Al Bahrul Muhith, (كتاب الأدلة المختلف فيها,باب: المصالح المرسلة) oleh Badruddien Az Zarkasyi).

[2]) Yaitu suatu aliran sesat yang dinisbatkan kepada Jahm bin Shafwan, pendirinya. Mereka mengingkari semua sifat Allah dengan dalih ingin menyucikan dzat Allah dari menyerupai makhluk-Nya. Akhirnya mereka justeru terjerumus dalam kesesatan yang lebih fatal lagi, karena dengan begitu mereka justeru menyerupakan Allah dengan sesuatu yang tidak ada. Karena segala sesuatu yang ada pasti memiliki sifat tertentu, apa pun wujudnya. Sehingga bila sifat-sifat tersebut dinafikan maka sama dengan menafikan keberadaannya.

[3]) Yaitu firqah syi’ah terbesar saat ini, yang meyakini bahwa mereka memiliki dua belas Imam yang ma’shum, yang mengetahui apa yang terdapat pada lauhul mahfuzh, mereka bisa mati sekehendak mereka, dan senantiasa mengatur alam semesta. Mereka mengkafirkan seluruh sahabat Nabi, kecuali empat atau maksimal enam orang, yaitu: Ali bin Abi Thalib, Al Hasan, Al Husein, Salman Al Farisi, Abu Dzar dan Miqdad ibnul Aswad.

[4]) Yang dicetuskan oleh Ma’bad Al Juhani dari Irak pada zaman tabi’in. Ia mengatakan bahwa manusia berbuat sesuai dengan kehendaknya dan terlepas dari takdir Allah. Artinya semua perbuatan manusia terjadi tanpa ketentuan terlebih dahulu dari Allah. Sehingga dengan demikian mereka telah mengingkari salah satu rukun iman yang enam, yaitu iman kepada takdir.

Tags: Bid'ahbid'ah hasanahistighotsahmana dalilnya 1?Muhammad bin Abdul WahabSunnahtabarruktawassulustadzWahabiziarah kubur
SEMARAK RAMADHAN YPIA
Sufyan Basweidan

Sufyan Basweidan

Alumni Pascasarjana Jurusan Ulumul Hadits Universitas Islam Madinah

Artikel Terkait

Bahaya Bidah

10 Bahaya Bid’ah dalam Agama

oleh Yulian Purnama, S.Kom.
18 Februari 2023
0

Bid'ah dalam agama selain terlarang juga memberikan bahaya bagi pelakunya. Di antaranya berikut ini:

Dakwah Prioritas

Buah Manis Dakwah Prioritas

oleh Fauzan Hidayat
3 Januari 2023
0

Apa yang dimaksud dengan dakwah prioritas dan apa saja buah manis yang bisa dipetik darinya

dusta

Berdusta atas Nama Allah dan Rasulullah

oleh dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
27 Desember 2022
0

Pada zaman dulu, banyak dijumpai hadis-hadis palsu atas nama Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam.

Artikel Selanjutnya
Saudaraku, Inilah Keutamaan Adzan

Saudaraku, Inilah Keutamaan Adzan

Komentar 5

  1. Konten Bisnis Online Instan says:
    11 tahun yang lalu

    Jujur nih, sy masih bingung soal perbid’ahan.

    Balas
  2. Iqbal Smajah says:
    11 tahun yang lalu

    Artikel yang sangat mencerahkan. Semoga Allah membalas kebaikan Ust. Abu Hudzaifah beserta ikhwan dari Muslim.or.id.

    Balas
  3. ilham saputra says:
    11 tahun yang lalu

    afwan ustad, contoh bahaya dari bid’ah idhafiyyah itu apaya, mohom di jelaskan, Syukron…

    Balas
    • Yulian Purnama says:
      11 tahun yang lalu

      #ilham saputra
      Jawabannya bisa di cari di sini: http://kajian.net/kajian-audio/Ceramah/Badrusalam/Ilmu%20Ushul%20Bida%27

      Balas
  4. abu fatimah says:
    9 tahun yang lalu

    Bismillah,,,apa artikel diatas bisa diperbanyak dalam bentuk buku? karena hal ini sangat membantu dalam penyebarluasan ilmu yg syar’i, jazaakallah

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah