Muslim.or.id
Khutbah Jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result

Meninggal Setelah Hukuman Had, Apakah Disalati?

M. Saifudin Hakim oleh M. Saifudin Hakim
19 Maret 2022
Waktu Baca: 3 menit
0
mati hukum had

Daftar Isi

  • Faedah pertama
  • Faedah kedua

Di dalam ajaran Islam, terdapat hukuman ḥadd untuk kasus perbuatan dosa tertentu seperti zina atau mencuri. Di antara hukuman ḥadd bagi pelaku zina yang sudah menikah (mukhsan) adalah dirajam sampai mati. Terdapat permasalahan fikih terkait ini, yaitu jika seseorang meninggal dunia setelah diberi hukuman ḥadd, misalnya rajam, apakah lantas jenazahnya tetap disalati?

Di dalam kitab Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-Asqalani Rahimahullah, beliau membawakan sebuah hadis yang diriwayatkan dari Buraidah Radhiyallahu ‘anhu, yang berisi tentang kisah seorang perempuan Ghamidiyyah yang diperintahkan untuk dirajam oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam karena telah berzina. Buraidah Radhiyallahu ‘anhu kemudian mengatakan,

ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَصَلَّى عَلَيْهَا، وَدُفِنَتْ

“Setelah itu beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk mensalati jenazahnya dan menguburkannya” (HR. Muslim no. 1695).

Terdapat dua faedah penting yang dapat kita petik dari kandungan hadis ini, yaitu:

Faedah pertama

Kandungan hadis ini menunjukkan bahwa orang yang meninggal dunia setelah mendapatkan hukuman rajam itu tetap disyariatkan untuk disalati. Demikian pula diperbolehkan bagi penguasa kaum muslimin (ulil amri) untuk mensalati jenazahnya sebagaimana jenazah kaum muslimin yang lainnya. Imam Ahmad Rahimahullah berkata,

“Aku tidak mengetahui dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau tidak mensalati jenazah seorang pun kecuali bagi pengkhianat perang dan pelaku bunuh diri” (Al-Mughni, 3: 508).

Hal ini juga pendapat Asy-Syafi’i, Ahmad, Al-Auza’i, Ishaq, dan dipilih juga oleh Ibnul Munzir Rahimahumullah (lihat Al-Ausath 5: 408 dan Al-Mughni 3: 508).

Pendapat yang lain (pendapat kedua) mengatakan bahwa penguasa kaum muslimin tidak perlu mensalati jenazah orang yang meninggal setelah diberi hukuman ḥadd. Orang yang mensalatinya adalah kaum muslimin biasa, bukan penguasa. Ini adalah pendapat Imam Malik Rahimahullah (lihat Al-Mudawwanah Al-Kubra, 1: 254).

Alasan Imam Malik Rahimahullah adalah karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mensalati jenazah Ma’iz Radhiyallahu ‘anhu, namun beliau tidak melarang kaum muslimin untuk mensalati jenazahnya.

Hadis yang dimaksud oleh Imam Malik Rahimahullah adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Barzah Al-Aslami Radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يُصَلِّ عَلَى مَاعِزِ بْنِ مَالِكٍ، وَلَمْ يَنْهَ عَنِ الصَّلَاةِ عَلَيْهِ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mensalati Ma’iz bin Malik dan tidak melarang untuk mensalatkannya.” (HR. Abu Dawud no. 3186)

Hadis ini diperselisihkan statusnya oleh para ulama. Al-Munziri Rahimahullah mengatakan, “Dalam sanad hadis ini terdapat perawi yang majhul” (Mukhtashar As-Sunan, 4: 320).

Syekh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan Hafizahullah mengatakan bahwa hadis ini daif. Apalagi terdapat sebagian riwayat yang menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tetap mensalati jenazahnya (lihat Minhatul ‘Allaam, 4: 282).

Ulama yang berpendapat dengan pendapat kedua mengatakan bahwa jika penguasa kaum muslimin tidak mensalati, hal itu bisa sebagai bentuk peringatan dan ancaman bagi orang-orang semisalnya yang mungkin tergoda atau memiliki keinginan untuk melakukan perbuatan yang sejenis itu.

Pendapat yang insyaallah lebih tepat adalah pendapat pertama karena dalilnya yang lebih kuat. Apabila kita mengambil makna dzahir dari hadis tersebut, maka penguasa mensalati jenazah orang yang datang meminta hukuman ḥadd karena ingin bertaubat. Wallahu a’lam.

Baca Juga: Berdiri Sejenak Mendoakan Jenazah setelah Dimakamkan

Faedah kedua

Di dalam hadis ini terdapat bantahan bagi kaum khawarij yang menyatakan bahwa pelaku dosa besar itu kafir, keluar dari Islam. Syekh Dr. Shalih Al-Fauzan Hafizahullah menjelaskan,

“Hadis ini menunjukkan bahwa orang yang mati karena diberi hukuman ḥadd, baik itu berupa hukuman rajam atau semisalnya, maka jenazahnya tetap disalati. Karena dia adalah seorang muslim, meskipun dia telah terjerumus ke dalam salah satu dosa besar. Jenazahnya tetap disalati dan dikuburkan di pemakaman kaum muslimin.

Sehingga hadis ini menjadi bantahan untuk orang-orang khawarij yang mengkafirkan pelaku dosa besar. Hal ini karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mensalatinya dan memerintahkan kaum muslimin untuk mensalatinya, kemudian memakamkannya. Maka hadis ini menunjukkan bahwa pelaku dosa besar (yang bukan pembatal Islam, pent.) adalah muslim, tidak keluar dari Islam. Jenazahnya juga diperlakukan sebagaimana jenazah kaum muslimin ketika meninggal dunia, yaitu dimandikan, dikafani, disalati, dan dimakamkan di pemakaman kaum muslimin, karena dia seorang muslim” (Tashiilul Ilmaam, 3: 38).

Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat.

Baca Juga:

  • Bolehkah Perempuan Mengiringi Jenazah?
  • Hukum Memakamkan Jenazah di Malam Hari

***

@Rumah Kasongan, 2 Sya’ban 1443/ 5 Maret 2022.

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

 

Referensi:

Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Buluughil Maraam, 4: 281-282 dan Tashiilul Ilmaam bi Fiqhi Al-Ahaadits min Buluughil Maraam, 3: 37-38.

Tags: fatwaFatwa Ulamafikihfikih hukum hadfikih jenazahfikih shalat jenazahhukum hadjenazahnasihatnasihat islamshalat jenazah
M. Saifudin Hakim

M. Saifudin Hakim

- Alumnus Ma'had Al-'Ilmi Yogyakarta (2003-2005). - Pendidikan Dokter FK UGM (2003-2009).

Artikel Terkait

Kapan Membaca Basmalah

Kapan Kita Ditekankan untuk Membaca Basmalah?

oleh Muhammad Idris, Lc.
20 September 2023
1

Muslim yang baik adalah muslim yang menjadikan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam sebagai role model, suri teladan bagi dirinya dalam...

Doa yang Dibaca ketika Salat Jenazah

Penjelasan Doa yang Dibaca ketika Salat Jenazah

oleh M. Saifudin Hakim
17 September 2023
0

Terdapat dua lafaz doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk dibaca ketika salat jenazah dan disebutkan oleh Ibnu...

Sunah-Sunah Wudu yang Sering Dilalaikan

Sunah-Sunah Wudu yang Sering Dilalaikan

oleh Muhammad Idris, Lc.
13 September 2023
0

Sesungguhnya di antara perkara yang harus senantiasa dipelihara dan diperhatikan seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari adalah menghidupkan sunah-sunah Nabi shallallahu...

Artikel Selanjutnya
Seruan Allah

Seruan Tuhannya Manusia untuk Seluruh Manusia (Bag. 2)

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Donasi Dakwah YPIA Donasi Dakwah YPIA Donasi Dakwah YPIA
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah