Tuntas bagi kami pribadi, saat ini dan “mungkin” sementara karena bisa jadi suatu saat kami mendapat tambahan informasi baru. Kami hanya ingin membagi kelegaan ini setalah berlama-lama berada dalam kebingungan pro-kontra imunisasi. Pro-kontra yang membawa-bawa nama syari’at. Apalagi kami sering mendapat pertanyaan karena kami pribadi berlatar belakang pendidikan kedokteran. Pro-kontra yang membawa-bawa nama syari’at inilah yang mengetuk hati kami untuk menelitinya lebih dalam. Karena prinsip seorang muslim adalah apa yang agama syari’atkan mengenai hal ini dan hal itu.
Sebagai seorang muslim, semua jalan keluar telah diberikan oleh agama islam. Oleh karena itu kami berupaya kembali kepada Allah dan rasul-Nya.
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya),” [An-Nisa-59]
Sebelumnya kami ingin menyampaikan bahwa imunisasi dan vaksinasi adalah suatu hal yang berbeda dimana sering terjadi kerancuan.
-Imunisasi: pemindahan atau transfer antibodi [bahasa awam: daya tahan tubuh] secara pasif. Antibodi diperoleh dari komponen plasma donor yang sudah sembuh dari penyakit tertentu.
-Vaksinasi: pemberian vaksin [antigen dari virus/bakteri] yang dapat merangsang imunitas [antibodi] dari sistem imun di dalam tubuh. Semacam memberi “infeksi ringan”.
[Pedoman Imunisasi di Indonesia hal. 7, cetakan ketiga, 2008, penerbit Depkes]
Pro-kontra imunisasi dan vaksin
Jika membaca yang pro, kita ada kecendrungan hati mendukung. Kemudian jika membaca yang kontra, bisa berubah lagi. Berikut kami sajikan pendapat dari masing-masing pihak dari informasi yang kami kumpulkan.
Pendapat yang kontra:
- Vaksin haram karena menggunakan media ginjal kera, babi, aborsi bayi, darah orang yang tertular penyakit infeksi yang notabene pengguna alkohol, obat bius, dan lain-lain. Ini semua haram dipakai secara syari’at.
- Efek samping yang membahayakan karena mengandung mercuri, thimerosal, aluminium, benzetonium klorida, dan zat-zat berbahaya lainnya yg akan memicu autisme, cacat otak, dan lain-lain.
- Lebih banyak bahayanya daripada manfaatnya, banyak efek sampingnya.
- Kekebalan tubuh sebenarnya sudah ada pada setiap orang. Sekarang tinggal bagaimana menjaganya dan bergaya hidup sehat.
- Konspirasi dan akal-akalan negara barat untuk memperbodoh dan meracuni negara berkembang dan negara muslim dengan menghancurkan generasi muda mereka.
- Bisnis besar di balik program imunisasi bagi mereka yang berkepentingan. Mengambil uang orang-orang muslim.
- Menyingkirkan metode pengobatan dan pencegahan dari negara-negara berkembang dan negara muslim seperti minum madu, minyak zaitun, kurma, dan habbatussauda.
- Adanya ilmuwan yang menentang teori imunisasi dan vaksinasi.
- Adanya beberapa laporan bahwa anak mereka yang tidak di-imunisasi masih tetap sehat, dan justru lebih sehat dari anak yang di-imunisasi.
Pendapat yang pro:
- Mencegah lebih baik daripada mengobati. Karena telah banyak kasus ibu hamil membawa virus Toksoplasma, Rubella, Hepatitis B yang membahayakan ibu dan janin. Bahkan bisa menyebabkan bayi baru lahir langsung meninggal. Dan bisa dicegah dengan vaksin.
- Vaksinasi penting dilakukan untuk mencegah penyakit infeksi berkembang menjadi wabah seperti kolera, difteri, dan polio. Apalagi saat ini berkembang virus flu burung yg telah mewabah. Hal ini menimbulkam keresahan bagi petugas kesahatan yang menangani. Jika tidak ada, mereka tidak akan mau dekat-dekat. Juga meresahkan masyarakat sekitar.
- Walaupun kekebalan tubuh sudah ada, akan tetapi kita hidup di negara berkembang yang notabene standar kesehatan lingkungan masih rendah. Apalagi pola hidup di zaman modern. Belum lagi kita tidak bisa menjaga gaya hidup sehat. Maka untuk antisipasi terpapar penyakit infeksi, perlu dilakukan vaksinasi.
- Efek samping yang membahayakan bisa kita minimalisasi dengan tanggap terhadap kondisi ketika hendak imunisasi dan lebih banyak cari tahu jenis-jenis merk vaksin serta jadwal yang benar sesuai kondisi setiap orang.
- Jangan hanya percaya isu-isu tidak jelas dan tidak ilmiah. Contohnya vaksinasi MMR menyebabkan autis. Padahal hasil penelitian lain yang lebih tersistem dan dengan metodologi yang benar, kasus autis itu ternyata banyak penyebabnya. Penyebab autis itu multifaktor (banyak faktor yang berpengaruh) dan penyebab utamanya masih harus diteliti.
- Jika ini memang konspirasi atau akal-akalan negara barat, mereka pun terjadi pro-kontra juga. Terutama vaksin MMR. Disana juga sempat ribut dan akhirnya diberi kebebasan memilih. Sampai sekarang negara barat juga tetap memberlakukan vaksin sesuai dengan kondisi lingkungan dan masyarakatnya.
- Mengapa beberapa negara barat ada yang tidak lagi menggunakan vaksinasi tertentu atau tidak sama sekali? Karena standar kesehatan mereka sudah lebih tinggi, lingkungan bersih, epidemik (wabah) penyakit infeksi sudah diberantas, kesadaran dan pendidikan hidup sehatnya tinggi. Mereka sudah mengkonsumsi sayuran organik. Bandingkan dengan negara berkembang. Sayuran dan buah penuh dengan pestisida jika tidak bersih dicuci. Makanan dengan zat pengawet, pewarna, pemanis buatan, mie instant, dan lain-lain. Dan perlu diketahui jika kita mau masuk ke beberapa negara maju, kita wajib divaksin dengan vaksin jenis tertentu. Karena mereka juga tidak ingin mendapatkan kiriman penyakit dari negara kita.
- Ada beberapa fatwa halal dan bolehnya imunisasi. Ada juga sanggahan bahwa vaksin halal karena hanya sekedar katalisator dan tidak menjadi bagian vaksinContohnya Fatwa MUI yang menyatakan halal. Dan jika memang benar haram, maka tetap diperbolehkan karena mengingat keadaan darurat, daripada penyakit infeksi mewabah di negara kita. Harus segera dicegah karena sudah banyak yang terjangkit polio, Hepatitis B, dan TBC.
Terlepas dari itu semua, kami tidak bisa memastikan dan mengklaim 100% pihak mana yang benar dan pihak mana yang salah. Kami hanya ingin membagi kelegaan hati kami berkaitan dengan syari’at. Berikut kami sajikan bagaimana proses dari kebingungan kami menuju sebuah kelegaan karena kami hanya ingin sekedar berbagi.
Kewajiban taat terhadap pemerintah/waliyul ‘amr
Hal ini berkaitan dengan program “wajib” pemerintah berkaitan dengan imunisasi -yang kita kenal dengan PPI [Program Pengembangan Imunisasi]- di mana ada lima vaksin yang menjadi imunisasi “wajib”.
Sudah menjadi aqidah ahlus sunnah wal jamaah bahwa kita wajib mentaati pemerintah. Berikut kami sampaikan dalil-dalil yang ringkas saja.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” [An Nisa’: 59]
Kita wajib taat kepada pemerintah baik dalam hal yang sesuai dengan syari’at maupun yang mubah, misalnya taat terhadap lampu lalu lintas dan aturan di jalan raya. Jika tidak, maka kita berdosa. Bahkan jika pemerintah melakukan sesuatu yang mendzalimi kita, kita harus bersabar. Kita tidak boleh melawan pemerintah dengan melakukan demonstrasi apalagi melakukan kudeta dan pemberontakan karena lebih besar bahayanya dan juga akan menumpahkan darah sesama kaum muslimin.
Dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhiallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُونُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ ». قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ « تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ
“Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu) dan tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia.“
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?”
Beliau bersabda, ”Dengarlah dan taat kepada pemimpinmu, walaupun mereka memukul punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka.” [HR. Muslim no. 1847]
Kita baru diperbolehkan untuk tidak taat jika melihat pemerintah berada pada kekufuran yang nyata, jelas, dan bukan kekufuran yang dicari-cari dan dibuat-buat.
سمعوا وأطيعوا، إلا أن تروا كفراً بواحاً عندكم عليه من الله برهان
“Mendengar dan taatlah kalian (kepada pemerintah kalian), kecuali bila kalian melihat kekafiran yang nyata dan kalian memiliki buktinya di hadapan Allah.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Jika ada yang mengatakan bahwa pemerintah sekarang kafir atau bukan negara Islam sehingga tidak perlu taat, maka kami sarankan untuk banyak menelaah kitab-kitab aqidah para ulama. Karena bisa jadi tuduhan itu kembali kepada yang menuduh. Kemudian perlu kita bedakan antara pemerintah yang tidak bisa menjalankan hukum syariat dan masih menganggap baik hukum Islam. Dan di antara bukti negeri tersebut masih muslim adalah masih membebaskan dijalankan syari’at-syari’at yang bersifat jama’i seperti adzan, shalat berjama’ah dan shalat ‘ied.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ دَعَا رَجُلًا بِالْكُفْرِ أَوْ قَالَ عَدُوَّ اللَّهِ وَلَيْسَ كَذَلِكَ إِلَّا حَارَ عَلَيْهِ
“Dan barangsiapa yang memanggil seseorang dengan panggilan “kafir” atau “musuh Allah” padahal dia tidak kafir, maka tuduhan itu akan kembali kepada penuduh.” [HR. Bukhari no. 3317, 5698, dan Muslim no. 214.]
Inilah yang agak mengusik hati kami, yaitu jika kita tidak mengikuti program imunisasi maka akan menyebabkan berdosa, karena pemerintah mengatakan “wajib”.
Walaupun hal ini bisa dibantah bagi mereka yang kontra, karena bahannya yang haram dan bisa merusak tubuh. Sehingga dalam hal ini pemerintah tidak perlu ditaati. Karena kita dilarang merusak tubuh kita sendiri.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” [Al-Baqarah: 195]
Sesuai dengan kaidah dari hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ
“Tidak ada kewajiban ta’at dalam rangka bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat).” [HR. Bukhari no. 7257]
Namun, kami berusaha mencari-cari lagi apa yang dimaksud dengan “wajib” oleh pemerintah agar lebih menentramkan dan keluar dari perbedaan pendapat.
Wajib imunisasi bukan wajib secara mutlak
Secara ringkas, wallahu a’lam, yang kami dapatkan bahwa pernyataan “wajib” pemerintah di sini bukanlah wajib secara mutlak dalam pelaksanaannya. Sebagaimana wajib, ada yang wajib ‘ain dan wajib kifayah. wajib Karena ada beberapa alasan.
1. Memang ada UU no. 4 tahun 1894 tentang wabah penyakit menular dan secara tidak langsung imunisasi masuk di sini karena salah satu peran imunisasi adalah memberantas wabah. Bisa dilihat di: medbook.or.id
Ancaman bagi yang tidak mendukungnya, bisa dihukum penjara dan denda.
Akan tetapi, pemerintah juga masih kurang konsisten dalam menerapkan hukuman ini. Bisa dilihat pernyataan salah satu pemimpin kita.
“Kita tidak bisa memberikan sanksi hukuman, tetapi kita hanya bisa menghimbau kepada aparat, ibu-ibu, LSM, majelis taklim, ketua RT, dan lurah, agar menggerakkan warganya ke pos-pos imunisasi. Mudah-mudahan Jakarta bebas polio,,”
[sumber: detiknews.com]
Walaupun sumber tersebut tahun 2005, tetapi ini menunjukkan setidaknya pemerintah pernah tidak konsisten.
2. Belum ada peraturan pemerintah atau undang-undang khusus yang mengatur secara jelas, tegas, dan shorih tentang kewajiban imunisasi, hukuman, serta kejelasan penerapan hukuman.
3. Kalaupun mewajibkan lima imunisasi termasuk polio, maka bagaimana dengan daerah yang terpencil, daerah yang tidak mendapatkan pasokan imunisasi seperti beberapa daerah di Papua? Apakah mereka dipenjara semua? Atau didenda semua? Haruskah mereka mencari-cari ke daerah yang ada imunisasi dan vaksin?
Bagimana dengan yang tidak mampu membayar imunisasi? Karena pemerintah belum menggratiskan secara menyeluruh imunisasi. Walaupun ada yang murah, tetapi tetap saja ada penduduk yang untuk makan sesuap nasi saja sulit. Apakah orang miskin-papa seperti mereka harus dipenjara atau didenda karena tidak imunisasi?
4. Sampai sekarang, wallahu a’lam, kami belum pernah mendengar ada kasus orang yang dihukum penjara atau denda hanya karena anaknya belum atau tidak diimunisasi.
5. Cukup banyak mereka yang kontra imunisasi dan vaksin baik individu, LSM, atau organisai tertentu mengeluarkan pendapat menolak imunisasi padahal ini sangat bertentangan dengan pemerintah. Bahkan mereka menghimbau bahkan memprovokasi agar tidak melakukan imunisasi. Tetapi, wallahu a’lam, kami tidak melihat tindak tegas pemerintah terhadap mereka.
Atau kita bisa menganalogikan dengan program “WAJIB belajar sembilan tahun”. Maka semua orang tahu bahwa “wajib “ di sini tidak bermakna wajib secara mutlak.
Maka kesimpulan yang kami ambil:
Imunisasi dan vaksin mubah, silahkan jika ingin melakukan imunisasi jika sesuai dengan keyakinan. Silahkan juga jika menolak imunisasi sesuai dengan keyakinan dan hal ini tidak berdosa secara syari’at. Silahkan sesuai keyakinan masing-masing. Yang terpenting kita jangan berpecah-belah hanya karena permasalahan ini dan saling menyalahkan.
Berikut kami sajikan fatwa tentang bolehnya imunisasi dan vaksin serta menunjukkan bahwa semacam imunisasi sudah ada dalam syari’at. Atau yang dikenal sekarang dengan imunisasi syari’at.
Ketika Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah ditanya tentang hal ini,
ما هو الحكم في التداوي قبل وقوع الداء كالتطعيم؟
“Apakah hukum berobat dengan imunisasi sebelum tertimpa penyakit seperti imunisasi?”
Beliau menjawab,
لا بأس بالتداوي إذا خشي وقوع الداء لوجود وباء أو أسباب أخرى يخشى من وقوع الداء بسببها فلا بأس بتعاطي الدواء لدفع البلاء الذي يخشى منه لقول النبي صلى الله عليه وسلم في الحديث الصحيح: «من تصبح بسبع تمرات من تمر المدينة لم يضره سحر ولا سم (1) » وهذا من باب دفع البلاء قبل وقوعه فهكذا إذا خشي من مرض وطعم ضد الوباء الواقع في البلد أو في أي مكان لا بأس بذلك من باب الدفاع، كما يعالج المرض النازل، يعالج بالدواء المرض الذي يخشى منه.
“La ba’sa (tidak masalah) berobat dengan cara seperti itu jika dikhawatirkan tertimpa penyakit karena adanya wabah atau sebab-sebab lainnya. Dan tidak masalah menggunakan obat untuk menolak atau menghindari wabah yang dikhawatirkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits shahih (yang artinya),“Barangsiapa makan tujuh butir kurma Madinah pada pagi hari, ia tidak akan terkena pengaruh buruk sihir atau racun”
Ini termasuk tindakan menghindari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga jika dikhawatirkan timbulnya suatu penyakit dan dilakukan immunisasi untuk melawan penyakit yang muncul di suatu tempat atau di mana saja, maka hal itu tidak masalah, karena hal itu termasuk tindakan pencegahan. Sebagaimana penyakit yang datang diobati, demikian juga penyakit yang dikhawatirkan kemunculannya.
[sumber: binbaz.org.sa]
Majelis Ulama Eropa untuk Fatwa dan Penelitian telah memberikan jawaban untuk masalah vaksin yang digunakan dalam vaksinasi anak terhadap polio. Dalam masalah tersebut, Majelis Ulama Eropa memutuskan dua hal:
Pertama:
Penggunaan obat semacam itu ada manfaatnya dari segi medis. Obat semacam itu dapat melindungi anak dan mencegah mereka dari kelumpuhan dengan izin Allah. Dan obat semacam ini (dari enzim babi) belum ada gantinya hingga saat ini. Dengan menimbang hal ini, maka penggunaan obat semacam itu dalam rangka berobat dan pencegahan dibolehkan. Hal ini dengan alasan karena mencegah bahaya (penyakit) yang lebih parah jika tidak mengkonsumsinya. Dalam bab fikih, masalah ini ada sisi kelonggaran yaitu tidak mengapa menggunakan yang najis (jika memang cairan tersebut dinilai najis). Namun sebenarnya cairan najis tersebut telah mengalami istihlak (melebur) karena bercampur dengan zat suci yang berjumlah banyak. Begitu pula masalah ini masuk dalam hal darurat dan begitu primer yang dibutuhkan untuk menghilangkan bahaya. Dan di antara tujuan syari’at adalah menggapai maslahat dan manfaat serta menghilangkan mafsadat dan bahaya.
Kedua:
Majelis merekomendasikan pada para imam dan pejabat yang berwenang hendaklah posisi mereka tidak bersikap keras dalam perkara ijtihadiyah ini yang nampak ada maslahat bagi anak-anak kaum muslimin selama tidak bertentangan dengan dalil yang definitif (qoth’i). [Disarikan dari islamfeqh.com]
Perlu diketahui juga bahwa di Saudi Arabia sendiri untuk pendaftaran haji melalui hamlah (travel) diwajibkan bagi setiap penduduk asli maupun pendatang untuk memenuhi syarat tath’im (vaksinasi) karena banyaknya wabah yang tersebar saat haji nantinya. Syarat inilah yang harus dipenuhi sebelum calon haji dari Saudi mendapatkan tashrih atau izin berhaji yang keluar lima tahun sekali.
Jangan meyebarluaskan penolakan imunisasi
Merupakan tindakan yang kurang bijak bagi mereka yang menolak imunisasi, menyebarkan keyakinan mereka secara luas di media-media, memprovokasi agar menolak keras imunisasi dan vaksin, bahkan menjelek-jelekkan pemerintah. Sehingga membuat keresahan dimasyarakat. Karena bertentangan dengan pemerintah yang membuat dan mendukung program imunisasi.
Hendaknya ia menerapkan penolakan secara sembunyi-sembunyi. Sebagaimana kasus jika seseorang melihat hilal Ramadhan dengan jelas dan sangat yakin, kemudian persaksiannya ditolak oleh pemerintah. Pemerintah belum mengumumkan besok puasa, maka hendaknya ia puasa sembunyi-sembunyi besok harinya dan jangan membuat keresahan di masyarakat dengan mengumumkan dan menyebarluaskan persaksiannya akan hilal, padahal sudah ditolak oleh pemerintah. Karena hal ini akan membuat perpecahan dan keresahan di masyarakat.
Islam mengajarkan kita agar tidak langsung menyebarluaskan setiap berita atau isu ke masyarakat secara umum. Hendaklah kita jangan mudah termakan berita yang kurang jelas atau isu murahan kemudian ikut-kutan menyebarkannya padahal ilmu kita terbatas mengenai hal tersebut. Hendaklah kita menyerahkan kepada kepada ahli dan tokoh yang berwenang untuk menindak lanjuti, meneliti, mengkaji, dan menelaah berita atau isu tersebut. Kemudian merekalah yang lebih mengetahui dan mempertimbangkan apakah berita ini perlu diekspos atau disembunyikan.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَإِذَا جَاءهُمْ أَمْرٌ مِّنَ الأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُواْ بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِي الأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu).” [An-Nisa: 83]
Syaikh Abdurrahman bin Nasir As-Sa’diy rahimahullah menafsirkan ayat ini,
هذا تأديب من الله لعباده عن فعلهم هذا غير اللائق. وأنه ينبغي لهم إذا جاءهم أمر من الأمور المهمة والمصالح العامة ما يتعلق بالأمن وسرور المؤمنين، أو بالخوف الذي فيه مصيبة عليهم أن يتثبتوا ولا يستعجلوا بإشاعة ذلك الخبر، بل يردونه إلى الرسول وإلى أولي الأمر منهم، أهلِ الرأي والعلم والنصح والعقل والرزانة، الذين يعرفون الأمور ويعرفون المصالح وضدها. فإن رأوا في إذاعته مصلحة ونشاطا للمؤمنين وسرورا لهم وتحرزا من أعدائهم فعلوا ذلك. وإن رأوا أنه ليس فيه مصلحة أو فيه مصلحة ولكن مضرته تزيد على مصلحته، لم يذيعوه
“Ini adalah pengajaran dari Allah kepada Hamba-Nya bahwa perbuatan mereka [menyebarkan berita tidak jelas] tidak selayaknya dilakukan. Selayaknya jika datang kepada mereka suatu perkara yang penting, perkara kemaslahatan umum yang berkaitan dengan keamanan dan ketenangan kaum mukminin, atau berkaitan dengan ketakutan akan musibah pada mereka, agar mencari kepastian dan tidak terburu-buru menyebarkan berita tersebut. Bahkan mengembalikan perkara tersebut kepada Rasulullah dan [pemerintah] yang berwenang mengurusi perkara tersebut yaitu cendikiawan, ilmuwan, peneliti, penasehat, dan pembuat kebijaksanan. Merekalah yang mengetahui berbagai perkara dan mengetahui kemaslahatan dan kebalikannya. Jika mereka melihat bahwa dengan menyebarkannya ada kemaslahatan, kegembiraan, dan kebahagiaan bagi kaum mukminin serta menjaga dari musuh, maka mereka akan menyebarkannya Dan jika mereka melihat tidak ada kemaslahatan [menyebarkannya] atau ada kemaslahatan tetapi madharatnya lebih besar, maka mereka tidak menyebarkannya. [Taisir Karimir Rahman hal. 170, Daru Ibnu Hazm, Beirut, cetakan pertama, 1424 H]
Sebaiknya kita menyaring dulu berita yang sampai kepada kita dan tidak semua berita yang kita dapat kemudian kita sampaikan semuanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah sebagai bukti kedustaan seseorang bila ia menceritakan segala hal yang ia dengar.” [HR. Muslim]
Demikianlah semoga kelegaan ini bisa juga membuat kaum muslimin yang juga sebelumnya berada di dalam kebingungan juga bisa menjadi lega.
Kami sangat berharap adanya masukan, kritik dan saran kepada kami mengenai hal ini. Jika ada informasi yang tegas dari pemerintah tentang wajibnya imunisasi secara mutlak, kami mohon diberitahukan.
Pendapat kami pribadi mengenai imunisasi dan vaksin
Hati kami merasa lebih tentram dengan condong ke arah pihak yang pro. Wallahu ‘alam. Kami memang memiliki latar belakang pendidikan kedokteran, sehingga mungkin ada yang mengira kami terpengaruh oleh ilmu kami sehingga mendukung imunisasi dan vaksinasi. Akan tetapi, justru karena kami memiliki latar belakang tersebut, kami bisa menelaah lebih dalam lagi dan mencari fakta-fakta yang kami rasa lebih menentramkan hati kami. Berikut kami berusaha menjabarkannya dan menjawab apa yang menjadi alasan mereka menolak imunisasi.
Vaksin haram?
Ini yang cukup meresahkan karena sebagian besar masyarakat Indonesia adalah muslim. Namun mari kita kaji, kita ambil contoh vaksin polio atau vaksin meningitis yang produksinya menggunakan enzim tripsin dari serum babi. Belakangan ini menjadi buah bibir karena cukup meresahkan jama’ah haji yang diwajibkan pemerintah Arab Saudi vaksin, karena mereka tidak ingin terkena atau ada yang membawa penyakit tersebut ke jama’ah haji di Mekkah.
Banyak penjelasan dari berbagai pihak, salah satunya dari Drs. Iskandar, Apt., MM, -Direktur Perencanaan dan pengembangan PT. Bio Farma (salah satu perusahaan pembuat vaksin di Indonesia)- yang mengatakan bahwa enzim tripsin babi masih digunakan dalam pembuatan vaksin, khususnya vaksin polio (IPV). Beliau mengatakan,
“Air PAM dibuat dari air sungai yang mengandung berbagai macam kotoran dan najis, namun menjadi bersih dan halal stetalh diproses”. Beliau juga mengatakan, “Dalam proses pembuatan vaksin, enzim tripsin babi hanya dipakai sebagai enzim proteolitik [enzim yang digunakan sebagai katalisator pemisah sel/protein]. Pada hasil akhirnya [vaksin], enzim tripsin yang merupakan unsur turunan dari pankreas babi ini tidak terdeteksi lagi. Enzim ini akan mengalami proses pencucian, pemurnian dan penyaringan.” [sumber: scribd.com]
Jika ini benar, maka tidak bisa kita katakan bahwa vaksin ini haram, karena minimal bisa kita kiaskan dengan binatang jallalah, yaitu binatang yang biasa memakan barang-barang najis. Binatang ini bercampur dengan najis yang haram dimakan, sehingga perlu dikarantina kemudian diberi makanan yang suci dalam beberapa hari agar halal dikonsumsi. Sebagian ulama berpendapat minimal tiga hari dan ada juga yang berpendapat sampai aroma, rasa dan warna najisnya hilang.
Imam Abdurrazaq As-Shan’ani rahimahullah meriwayatkan,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ كَانَ يَحْبِسُ الدَّجَاجَةَ ثَلَاثَةً إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ بَيْضَهَا
“Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma bahwasanya beliau mengurung [mengkarantina] ayam yang biasa makan barang najis selama tiga hari jika beliau ingin memakan telurnya.” [Mushannaf Abdurrazaq no. 8717]
Kalau saja binatang yang jelas-jelas bersatu langsung dengan najis -karena makanannya kelak akan menjadi darah dan daging- saja bisa dimakan, maka jika hanya sebagai katalisator sebagaimana penjelasan di atas serta tidak dimakan, lebih layak lagi untuk dipergunakan atau minimal sama.
Perubahan benda najis atau haram menjadi suci
Kemudian ada istilah [استحالة] “istihalah” yaitu perubahan benda najis atau haram menjadi benda yang suci yang telah berubah sifat dan namanya. Contohnya adalah jika kulit bangkai yang najis dan haram disamak, maka bisa menjadi suci atau jika khamr menjadi cuka -misalnya dengan penyulingan- maka menjadi suci. Pada enzim babi vaksin tersebut telah berubah nama dan sifatnya atau bahkan hanya sebagai katalisator pemisah, maka yang menjadi patokan adalah sifat benda tersebut sekarang.
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah rahimahullah menjelaskan masalah istihalah,
وَاَللَّهُ – تَعَالَى – يُخْرِجُ الطَّيِّبَ مِنْ الْخَبِيثِ وَالْخَبِيثَ مِنْ الطَّيِّبِ، وَلَا عِبْرَةَ بِالْأَصْلِ، بَلْ بِوَصْفِ الشَّيْءِ فِي نَفْسِهِ، وَمِنْ الْمُمْتَنِعِ بَقَاءُ حُكْمِ الْخُبْثِ وَقَدْ زَالَ اسْمُهُ وَوَصْفُهُ،
“Dan Allah Ta’ala mengeluarkan benda yang suci dari benda yang najis dan mengeluarkan benda yang najis dari benda yang suci. Patokan bukan pada benda asalnya, tetapi pada sifatnya yang terkandung pada benda tersebut [saat itu]. Dan tidak boleh menetapkan hukum najis jika telah hilang sifat dan berganti namanya.” [I’lamul muwaqqin ‘an rabbil ‘alamin 1/298, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah, Beirut, Cetakan pertama, 1411 H, Asy-Syamilah]
Percampuran benda najis atau haram dengan benda suci
Kemudian juga ada istilah [استحلاك] “istihlak” yaitu bercampurnya benda najis atau haram pada benda yang suci sehingga mengalahkan sifat najisnya , baik rasa, warna, dan baunya. Misalnya hanya beberapa tetes khamr pada air yang sangat banyak. Maka tidak membuat haram air tersebut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اَلْمَاءَ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ
“Air itu suci, tidak ada yang menajiskannya sesuatu pun.” [Bulughul Maram, Bab miyah no.2, dari Abu Sa’id Al-Khudriy]
كَانَ اَلْمَاءَ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ اَلْخَبَثَ – وَفِي لَفْظٍ: – لَمْ يَنْجُسْ
“Jika air mencapai dua qullah tidak mengandung najis”, di riwayat lain, “tidak najis” [Bulughul Maram, Bab miyah no.5, dari Abdullah bin Umar]
Maka enzim babi vaksin yang hanya sekedar katalisator yang sudah hilang melalui proses pencucian, pemurnian, dan penyulingan sudah minimal terkalahkan sifatnya.
Jika kita memilih vaksin adalah haram
Berdasarkan fatwa MUI bahwa vaksin haram tetapi boleh digunakan jika darurat. Bisa dilihat di berbagai sumber salah satunya cuplikan wawancara antara Hidayatullah dan KH. Ma’ruf Amin selaku Ketua Komisi Fatwa MUI [halaman 23], sumber: klik disini
Berobat dengan yang haram
Jika kita masih berkeyakinan bahwa vaksin haram, mari kita kaji lebih lanjut. Bahwa ada kaidah fiqhiyah,
الضرورة تبيح المحظورات
“Darurat itu membolehkan suatu yang dilarang”
Kaidah ini dengan syarat:
1. Tidak ada pengganti lainnya yang mubah.
2. Digunakan sekadar mencukupi saja untuk memenuhi kebutuhan.
Inilah landasan yang digunakan MUI, jika kita kaji sesuai dengan syarat:
1. Saat itu belum ada pengganti vaksin lainnya
Adapun yang berdalil bahwa bisa diganti dengan jamu, habbatussauda, atau madu [bukan berarti kami merendahkan pengobatan nabi dan tradisional], maka kita jawab bahwa itu adalah pengobatan yang bersifat umum dan tidak spesifik. Sebagaimana jika kita mengobati virus tertentu, maka secara teori bisa sembuh dengan meningkatkan daya tahan tubuh, akan tetapi bisa sangat lama dan banyak faktor, bisa saja dia mati sebelum daya tahan tubuh meningkat. Apalagi untuk jamaah haji, syarat satu-satunya adalah vaksin.
2. Enzim babi pada vaksin hanya sebagai katalisator, sekedar penggunaannya saja.
Jika ada yang berdalil dengan,
إن الله خلق الداء والدواء، فتداووا، ولا تتداووا بحرام
“Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya. Maka berobatlah, dan jangan berobat dengan sesuatu yang haram.” [HR. Thabrani. Dinilai hasan oleh Syaikh Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 1633]
Maka, pendapat terkuat bahwa pada pada asalnya tidak boleh berobat dengan benda-benda haram kecuali dalam kondisi darurat, dengan syarat:
- Penyakit tersebut adalah penyakit yang harus diobati.
- Benar-benar yakin bahwa obat ini sangat bermanfaat pada penyakit tersebut.
- Tidak ada pengganti lainnya yang mubah.
Berlandaskan pada kaidah fiqhiyah,
إذا تعارض ضرران دفع أخفهما.
”Jika ada dua mudharat (bahaya) saling berhadapan maka diambil yang paling ringan.“
Dan Maha Benar Allah yang memang menciptakan penyakit namun pasti ada obatnya. Kalau tidak ada obatnya sekarang, maka hanya karena manusia belum menemukannya. Terbukti baru-baru ini telah ditemukan vaksin meningitis yang halal, dan MUI mengakuinya.
Bisa dilihat pernyataan berikut,
“Majelis Ulama Indonesia menerbitkan sertifikat halal untuk vaksin meningitis produksi Novartis Vaccines and Diagnostics Srl dari Italia dan Zhejiang Tianyuan Bio-Pharmaceutical asal China. Dengan terbitnya sertifikat halal, fatwa yang membolehkan penggunaan vaksin meningitis terpapar zat mengandung unsur babi karena belum ada vaksin yang halal menjadi tak berlaku lagi.”
”Titik kritis keharaman vaksin ini terletak pada media pertumbuhannya yang kemungkinan bersentuhan dengan bahan yang berasal dari babi atau yang terkontaminasi dengan produk yang tercemar dengan najis babi,” kata Ketua MUI KH Ma’ruf Amin di Jakarta, Selasa (20/7).
Sumber: klik disini
Semoga kelak akan ditemukan vaksin lain yang halal misalnya vaksin polio, sebagaimana usaha WHO juga mengupayakan hal tersebut. WHO yang dituduh sebagai antek-antek negara barat dan Yahudi, padahal tuduhan ini tanpa bukti dan hanya berdasar paranoid terhadap dunia barat. Berikut penyataannya,
“Menurut Neni [peneliti senior PT. Bio Farma], risiko penggunaan unsur binatang dalam pembuatan vaksin sebenarnya tidak hanya menyangut halal atau haram. Bagi negara non-muslim sekalipun, penggunaan unsur binatang mulai dibatasi karena berisiko memicu transmisi penyakit dari binatang ke manusia”.
“WHO mulai membatasi, karena ada risiko transmisi dan itu sangat berbahaya. Misalnya penggunaan serum sapi bisa menularkan madcow (sapi gila),” ungkap Neni dalam jumpa pers Forum Riset Vaksin Nasional 2011 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (26/7/2011)
[sumber: scribd.com]
Fatwa MUI pun tidak selamat, tetap saja dituduh ada konspirasi di balik itu. Maka kami tanyakan kepada mereka,
“Apakah mereka bisa memberikan solusi, bagaimana supaya jama’ah haji Indonesia bisa naik haji, karena pemerintah Saudi mempersyaratkan harus vaksin meningitis jika ingin berhaji. Hendaklah kita berjiwa besar, jangan hanya bisa mengomentari dan mengkritik tetapi tidak bisa memberikan jalan keluar.”
Agama Islam adalah agama yang mudah dan tidak kaku, Allah tidak menghendaki kesulitan kepada hambanya. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” [Al-Hajj: 78]
Jika masih saja tidak boleh dan haram bagaimanapun juga kondisinya
Jika masih berkeyakinan bahwa vaksin itu omong kosong, haram dan tidak berguna, maka ketahuilah, vaksin inilah yang memberikan kekuatan psikologis kepada kami para tenaga kesehatan untuk bisa menolong dan mengobati masyarakat umum. Jika kami -tenaga kesehatan- tidak melakukan vaksinasi hepatitis B, seandainya mereka yang kontra vaksinasi terkena hepatitis B dan perlu disuntik atau dioperasi, maka saya atau pun tenaga medis lainnya akan berpikir dua kali untuk melakukan operasi jika mereka belum divaksin hepatitis B. Maka hati kami akan gusar dalam menjalankan tugas kami, kita tidak tahu jika ada pasien yang luka, berdarah, lalu kita bersihkan lukanya, kemudian ternyata diketahui bahwa dia berpenyakis hepatitis B. Karena keyakinan sudah divaksinasi hepatitis B, maka hal itu membuat kami bisa menjalaninya.
Begitu juga jika istri mereka hendak melahirkan dan terkena hepatitis B, bidan yang membantu mereka akan berpikir dua kali untuk membantu persalinan jika dia belum vaksin hepatitis B. Karena hepatitis B termasuk penyakit kronis dengan prognosis buruk, belum ditemukan dengan pasti obatnya.
Benarkah konspirasi dan akal-akalan Barat dan Yahudi?
Untuk memastikan hal ini perlu penelitian dan fakta yang jelas, dan sampai sekarang belum ada bukti yang kuat mengenai hal ini. Walapun mereka kafir tetapi Islam mengajarkan tidak boleh dzalim tehadap mereka, dengan menuduh tanpa bukti dan berdasar paranoid selama ini. Begitu juga WHO sebagai antek-anteknya.
Malah yang ada adalah bukti-bukti bahwa tidak ada konspirasi dalam hal ini, berikut kami bawakan beberapa di antaranya:
1. Pro-kontra imunisasi dan vaksin tidak hanya berada di Negara Islam dan Negara berkembang saja, tetapi dinegara-negara barat dan Negara non-Islam lainnya seperti di Filipina dan Australia
Sumber: metrotvnews.com
Pro-kontra imunisasi sudah ada sejak Pasteur mengenalkan imunisasi rabies, sampai keputusan imunisasi demam tifoid semasa perang Boer. Demikian juga penentang imunisasi cacar di Inggris sampai membawanya di parlemen Inggris. Para Ibu di Jepang dan Inggris menolak imunisasi DPT karena menyebabkan reaksi panas (demam). [Pedoman Imunisasi di Indonesia hal. 361]
2. Amerika melakukan imunisasi bagi pasukan perang mereka. Ini menjawab tuduhan bahwa imuniasi hanya untuk membodohi Negara muslim dan sudah tidak populer di Negara barat, bahkan mereka mengeluarkan jurnal penelitian resmi untuk meyakinkan dan menjawab pihak kontra imunisasi. Salah satunya adalah jurnal berjudul, “Immunization to Protect the US Armed Forces: Heritage, Current Practice, and Prospects” Sangat lucu jika mereka mau bunuh diri dengan melemahkan dan membodohi pasukan perang mereka dengan imunisasi.
Jurnal tersebut bisa di akses disini
3. WHO juga sedang meneliti pengembangan imunisasi tanpa menggunakan unsur binatang sebagaimana kita jelaskan sebelumnya.
Uang dibalik imunisasi?
Jika memang ada bisnis uang orang-orang Yahudi di balik imunisasi, maka ini perlu ditinjau lagi, karena Indonesia sudah memproduksinya sendiri, misalnya PT. Bio Farma. Jika memang mereka ingin memeras negara muslim, mengapa mereka tidak monopoli saja, tidak memberikan teknologinya kepada siapa pun.
Imunisasi tidak menjamin 100%
Tidak ada yang obat yang bisa menjamin 100% kesembuhan dan menjamin 100% pencegahan. Semua tergantung banyak faktor, salah satunya adalah daya tahan tubuh kita. Begitu juga dengan imunisasi, sehingga beberapa orang mempertanyakan imunisasi hanya karena beberapa kasus penyakit campak, padahal penderita sudah diimunisasi campak.
Semua obat pasti ada efek sampingnya
Bahkan madu, habbatussauda, dan bekam juga ada efek sampingnya, hanya saja kita bisa menghilangkan atau meminimalkannya jika sesuai aturan. Begitu juga dengan imunisasi yang dikenal dengan istilah KIPI [Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi]. Misalnya, sedikit demam, dan ini semua sudah dijelaskan dan ada penanganannya.
Anak yang tidak imunisasi lebih sehat?
Ada pengakuan bahwa anaknya yang tidak diimunisasi lebih sehat dan pintar dari yang diimunisasi. Maka kita jawab, bisa jadi itu karena faktor-faktor lain yang tidak terkait dengan imunisasi, dan perlu dibuktikan. Banyak orang-orang miskin dan kumuh anaknya lebih sehat dan lebih pintar dibandingkan mereka yang kaya dan pola hidupnya sehat. Apakah kita akan mengatakan, jadi orang miskin saja supaya lebih sehat? Kita tahu sebagian besar anak Indonesia diimunisasi dan lihatlah mereka semuanya banyak yang pintar-pintar dan menjuarai berbagai olimpiade tingkat internasional. Apakah kita kemudian akan mengatakan, ikut imunisasi saja supaya bisa menjuarai olimpiade tingkat internasional? Sehingga, jangan karena satu dua kasus, kemudian kita menyamakannya pada semua kasus.
Penelitian tentang kegagalan imunisasi dan vaksin yang setengah-setengah
Umumnya penelitian-penelitian ini adalah penelitian tahun lama yang kurang bisa dipercaya, mereka belum memahami benar teori imunologi yang terus berkembang. Kemudian tahun 2000-an muncul kembali yaitu peneliti Wakefield dan Montgomerry yang mengajukan laporan penelitian adanya hubungan vaksin MMR dengan autism pada anak. Ternyata penelitian ini tidak menggunakan paradigm epidemiologik, tetapi paradigma imunologi atau biomolekuler yang belum memberikan bukti shahih. Bukti juga masih sepotong-potong. Baik pengadilan London maupun redaksi majalah yang memuat tulisan ini akhirnya menyesal dan menyatakan bukti yang diajukan lemah dan kabur. [Pedoman Imunisasi di Indonesia hal 366-367]
Keberhasilan vaksin memusnahkan cacar [smallpox] di bumi
Bukan cacar air [varicella] yang kami maksud, tetapi cacar smallpox. Yang sebelumnya mewabah di berbagai negara dan sekarang hampir semua negara menyatakan negaranya sudah tidak ada lagi penyakit ini.
“Following their jubilant announcement in 1980 that smallpox had finally been eradicated from the world, the World Health Organization lobbied for the numbers of laboratories holding samples of the virus to be reduced. In 1984 it was agreed that smallpox be kept in only two WHO approved laboratories, in Russia and America”
“Setelah pengumuman gembira mereka pada tahun 1980 bahwa cacar akhirnya telah diberantas dari bumi, WHO melobi agar jumlah laboratorium yang memegang sampel virus bisa dikurangi. Pada tahun 1984, disepakati bahwa (virus) cacar hanya disimpan di dua laboratorium yang disetujui WHO, yaitu di Rusia dan Amerika.”
Sumber: bbc.co.uk
Lihat bagaimana dua negara adidaya saat itu yang saling berperang berusaha mendapatkan ilmu ini dengan menyimpan bibit penyakit tersebut. Jika ini hanya main-main dan bohong belaka, mengapa harus diperebutkan oleh banyak negara dan akhirnya dibatasi dua Negara saja. Lihat juga karena vaksinlah yang menyelamatkan dunia dari wabah saat itu, dengan izin Allah Ta’ala.
Dukung Imunisasi Polio Pemerintah
Kita tidak boleh memaksa, kita hanya bisa mengarahkan. Sama dengan wabah cacar, maka polio juga menjadi sasaran pemusnahan di muka bumi. Oleh karena itu, semua orang harus ikut serta sehingga virus polio bisa musnah di muka bumi ini. Jika ada beberapa orang saja yang masih membawa virus ini kemudian menyebar, maka program ini akan gagal. Di Indonesia pemerintah mencanangkannya dengan “Indonesia Bebas Polio”. Mengingat penyakit in sangat berbahaya dengan kemunculan gejala yang cepat.
Mungkin kita harus belajar dari kasus yang terjadi di Belanda. Di sana, ada daerah-daerah yang karena faktor religius, mereka menolak untuk divaksin, biasa disebut “Bible Belt”, mereka tersebar di beberapa daerah di Belanda. Akibatnya, terjadi outbreak (wabah) virus Measles antara tahun 1999-2000 dengan lebih dari 3000 kasus virus Measles dan setelah diteliti ternyata terjadi di daerah-daerah yang didominasi oleh orang-orang Bible Belt. Padahal kita tahu, sejak vaksin Measles berhasil ditemukan tahun 1965-an [sekarang vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella)], kasus Measles sudah hampir tidak ada lagi.
Maka ini menjadi pelajaran bagi kita, ketika daya tahan tubuh kita tidak memiliki pertahanan tubuh spesifik untuk virus tertentu, bisa jadi kita terjangkit virus tersebut dan menularkannya kepada orang lain bahkan bisa jadi menjadi wabah. Karena bisa jadi, untuk membangkitkan daya tahan spesifik terhadap serangan virus tertentu yang berbahaya, sistem imunitas kita kalah cepat dengan serangan virusnya, sehingga bisa barakibat fatal. Dan inilah yang sebenarnya bisa dicegah dengan imunisasi. Itulah mengapa pemerintah sangat ingin agar imunisasi bisa mencakup hampir 100% anak, agar setiap orang mempunyai daya tahan tubuh spesifik terhadap virus tersebut. [dua paragraf di atas adalah tambahan dari editor, Jazahumullahu khair atas tambahan ilmunya]
Keberhasilan teori dimana teori tersebut menjadi dasar teori imunisasi
Imunisasi dibangun di atas teori sistem imunitas (sistem pertahanan tubuh) dengan istilah-itilah yang mungkin pernah didengar seperti antibodi, immunoglubulin, sel-B, sel-T, antigen, dan lain-lain. Teori inilah yang melandasi ilmu kedokteran barat yang saat ini digunakan oleh sebagian besar masyarakat dunia. Dan sudah terbukti.
Bagaimanakah sebuah obat penekan sistem imunitas bekerja seperti kortikosteroid, bagaimana obat-obat yang mampu meningkatkan sistem imun. Bahkan habbatussauda pun diteliti dan sudah ada jurnal kedoktean resmi yang menyatakan bahwa habbatussauda dapat meningkatkan sistem imun. Semua dibangun di atas teori ini. Dan masih banyak lagi, misalnya vaksin bisa ular. Bagaimana seorang yang digigit ular berbisa kemudian bisa selamat dengan perantaraan vaksin ini. Vaksin tetanus, rabies, dan lain-lainnya
Demikian yang dapat kami jabarkan, kami tidak memaksa harus mendukung imunisasi. Tetapi silahkan para pembaca yang menilai sendiri. Yang terpenting adalah kami telah menyampaikan cara menyikapi pro dan kontra imunisasi. Kami juga tetap berkeyakinan bahwa pengobatan nabawi adalah yang terbaik, seperti madu, habbatussauda, dan lain-lain. Sehingga jangan ditinggalkan hanya karena sudah diimunisasi.
Semoga bermanfaat bagi kaum muslimin. Kami terbuka untuk berdiskusi karena belum tentu kami yang benar. Kebenaran hanya milik Allah Ta’ala semata.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid
22 Syawwal 1432 H, Bertepatan 21 September 2011
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Semoga Allah meluruskan niat kami dalam menulis.
Muraja’ah:
1. Ustadz Aris Munandar, SS. MA.
Guru agama kami, kami banyak mengambil ilmu agama dari beliau
2. Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, ST.
Senior dan guru bahasa Arab kami, sering membimbing dan menyemangati kami dalam menuntut ilmu agama, beliau adalah mahasiswa Jami’ah Malik Su’ud Riyadh KSA (Master of Chemical Engineering), rutin mengikuti kajian harian Syaikh Sholeh Al Fauzan dan kajian pekanan Syaikh Sa’ad Asy Syatsri.
Editor medis: dr. Muhammad Saifudin Hakim
seorang penulis buku, dosen di Fak. Kedokteran UGM, kakak tingkat kami di Fakultas Kedokteran UGM
sedang menempuh S2 Research Master of Infection and Immunity
di Erasmus University Medical Centre Rotterdam, Netherlands
Semoga Allah menjaganya di sana dan pulang ke Indonesia dengan Ilmu yang dibawa.
Artikel muslim.or.id
sangat bermanfaat. izin share ya… syukron
Masya Allah masya Allah Masya Allah…
keren banget.
jazakallah pak dokter dan ustadz
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
Alhamdulillah…
Mendapatkan kembali pencerahan dan tentunya tambahan ilmu yang bermanfaat lagi… Semoga Allah menunjukan pilihan yang benar dengan menguatkan nurani saya untuk memilih jalan yang benar.. Amin Yà Rabbal’alamin…
Terimakasih kepada penulis, peneliti, editor web, orang yang menunjuka link íni kepada saya, dan semuanya yang terlibat dalam ilmu atau informasi íni dan semoga Anda sekalian juga selalu mendapatkan rahmat dan petunjuk dari Allah SWT… Agar semakin bisa berguna bagi Agama, Keluarga, dan Negara..
Amin Yà Rabbal’alamin…
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
Subhanalloh….alhamdulilah dapt pencerahan yang tidak lagi merisaukan apalagi suami saya juga dokter anak yang melakukan vaksinasi untuk bayi-bayi…kami juga ingin melaksanakan Islam dengan kaffah dan dengan tuntunan alqur’an serta kembali pada sunnah nabi muhammad secara mukhlis dan benar. Syukron akhii jazakallah khaer
Izi share ya akhii
Ada sebuah majalah yang mencetak ulang edisi yang membahas hal diatas…
dan itu sangat melekat dihati,
AlHamdulillah, terimakasih atas ilmunya. Artikel yang jelas dan lengkap tanpa ada suusdzon kepada orang lain.Mhn izin mengcopy.
terima kasih izin share
ijin share ustadz, insya Allah bermanfaat buat pekerjaan ane…
bismillaah,,
ijin share akh…
Alhamdulillah…
(saya sependapat dengan apa yang ditulis oleh saudara user king zaky)
sekali lagi terimakasih atas pencerahan dari penulis dan web ini, semoga ini juga membawa pencerahan kepada seluruh umat di negeri ini yang tengah di landa krisis KEPERCAYAAN…
juga mohon izin untuk saya share…
ijin share, dok…
ijin share yah ustad juga dokter, smoga ini bermanfaat buat pihak yg hanya mendpt info setengah2 tentang halal haram, apalagi bulan oktober ada pin untuk campak dan polio.
artikel ini sangat berguna untuk membantu menjelaskan.
terima kasih.
Alhamdulillah, sekarang baru tenang. Jazakallah atas semua penjelasannya.
assalamualaikum..
kereeenn,, ini baru bacaan berkualitas dan bermutu, jelas dengan fakta tanpa ada saling menyalahkan.
saya berharap mungkin suatu saat nanti orang2 seperti anda yang seharusnya menjadi pemimpin di negeri ini,,hehe amiin
wassalamm..
Alhamdulillah,,,setelah 2bln ini terjadi perang pemikiran dan membuat saya tetap memutuskan imunisasi.. Penjelasan di atas udah mengungkapkan uneg2 saya selama ini..Terima kasih n saya ijin share y..=)
Alhamdulillah. Sudah lama mencari-cari penjelasan tentang ini, penjelasan yang lengkap. Jadi bisa menjelaskan ke para orang tua pasien dengan tepat, tinggal mereka yang menentukan pilihan. Ijin share. Jazakallah khairan katsira.
@ Paksi
BIsa disebut darurat sblm terkena penyakit, silakan lihat fatwa Syaikh Ibnu Baz di atas. Dan kami rasa sdh disinggung dlm tulisan di atas.
Tulisan yang sangat bagus. Blm dibahas dalm tulisan bgaimana dgn bahan kimia berbahaya yg terkandung dlm vaksin? Bgmn pula kaidah darurat dalam Islam? Apakah bisa disebut darurat bila blm terkena pnykt?
terimakasih,..pencerahan buat saya,..setelah sempat bingung melakukan imunisasi apa gak dengan anak saya,..sekarang sudah terang dan gak bingung melakukan imunisasi. share ya,..
barokalloh fiikum
jazakalloh khoir atas informasinya…akhirnya, imunisasi dan vaksinasi merupakan pilihan masing2 tanpa perlu menghujat sana sini pake acara demonstrasi segala….paling tidak, sebagai ahlus sunnah, kita harus tabayyun dan bertanya kepada ahlinya…ustad2 udh pada di imunisasi belum anak2nya?hehehe
@ Abu Seno
Anak kami semuanya diimunisasi.
Alhamdulillah ada penjelasan yang komprehensif mengenai hal ini. Terima kasih telah berbagi kepada kami :)
Ana izin Copas artikel nya ya Ustad.
Barokallohu fiik
akhirnya notes dr. Raehanul Bahraen dipublikasi di sini. semoga banyak pembaca dan subscriber yang bisa lebih tenang serta lebih bijak dalam menyikapi hal ini.
Assalamu’alaykum
Pak ustadz, maaf sebelumnya
adakah tulisan atau artikel tambahan berupa fatwa dari ulama ahlu sunnah (saudi arabia) secara spesisifik pada vaksin polio (dengan katalisator yang berasal dari babi)atau yang sejenisnya.
@ Amr
Sdh ada fatwa majelis ulama eropa di atas. Itu spesifik vaksin dari enzim babi.
Jazakallah khair. Kami lebih nyaman putra putri kami tidak diberi vaksin. Alhamdulillah kami meniru dan melihat putra putri guru kami Ust Kholid Syamhudi pun tidak ada yang di vaksin.
Assalamu’alaykum
Pak ustadz,mohon ijin ana mau mengcopy untuk pegangan dilapangan
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh,
Setelah membaca kembali, ada beberapa hal yang mengganjal dan membuat kami tidak nyaman, sebagai berikut:
Poin 1.
“Memang ada UU no. 4 tahun 1894 tentang wabah penyakit menular dan secara tidak langsung imunisasi masuk di sini karena salah satu peran imunisasi adalah memberantas wabah. Bisa dilihat di: medbook.or.id Ancaman bagi yang tidak mendukungnya, bisa dihukum penjara dan denda.”
Tanggapan kami setelah membaca UU tersebut, kami menemukan bahwa dalam UU tersebut berlaku dengan syarat telah terjadi WABAH, adapun yang mendapatkan hukuman adalah yang menghalangi pelaksanaan, pasal 14: “Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp1.000.000,- (satu juta rupiah)”, sehingga bagi warga yang tidak mau diimunisasi tidak ada sanksi, lebih-lebih belum ada peraturan pelaksanaannya, sebagimana disampaikan oleh penulis pada poin 2 dibawah, juga pertimbangan lain dibawahnya.
Kemudian pernyataan sebagai berikut:
“Banyak penjelasan dari berbagai pihak, salah satunya dari Drs. Iskandar, Apt., MM, -Direktur Perencanaan dan pengembangan PT. Bio Farma (salah satu perusahaan pembuat vaksin di Indonesia)- yang mengatakan bahwa enzim tripsin babi masih digunakan dalam pembuatan vaksin, khususnya vaksin polio (IPV). Beliau mengatakan, “Air PAM dibuat dari air sungai yang mengandung berbagai macam kotoran dan najis, namun menjadi bersih dan halal stetalh diproses”. Beliau juga mengatakan, “Dalam proses pembuatan vaksin, enzim tripsin babi hanya dipakai sebagai enzim proteolitik [enzim yang digunakan sebagai katalisator pemisah sel/protein]. Pada hasil akhirnya [vaksin], enzim tripsin yang merupakan unsur turunan dari pankreas babi ini tidak terdeteksi lagi. Enzim ini akan mengalami proses pencucian, pemurnian dan penyaringan.” [sumber: scribd.com]”
Tanggapan kami perihal enzim babi yang digunakan dalam vaksin, maka apakah dibenarkan secara syariah, bahwa enzim=zat yang haram, jika dicampur dengan zat lain (qiyasnya harusnya dicampur dengan air danau, sungai atau laut kali ya?) akan merubah menjadi halal? Kemudian qiyas yang digunakan (air PAM juga binatang jalalah sebagaimana disebut dibawahnya), apakah sudah tepat? Juga mohon konsistensi penggunaan dalil dalam penjelasan penulis pada bab ‘Perubahan benda najis atau haram menjadi suci’ dibawah=istihalah maupun istihlak. Perihal kesimpulan halal dan haram, seharusnya bedasarkan beberapa hal: 1. Bahan, 2. Kondisi darurat secara syar’i dan 3. Tidak membawa dampak negatif).
Mohon ustadz Abduh menanggapi kegelisahan kami, dan meluruskan apakah pengertian kami sudah benar terkait keterangan para kedua dokter tersebut menurut syariah Islam yang lurus. Insya Allah bermanfaat bagi kami yang sampai saat ini masih kontra terhadap penggunaan imunisasi.
Jazakallah khair wa barakallahu fiik
Abu Azmy
@ al-ilmu
Jawaban sy cukup sederhana. Jika dipahami bahwa enzim adalah hanya sebagai katalis, maka katalis itu tdk bercampur dg bahan ketika diperoleh produk akhir. Sifat katalis, langsung terpisah dg produk. Kalau memang terpisah spt ini, meskipun digunakan enzim babi, maka tdk ada masalah.
Namun jika enzim tsb bercampur maka berlaku dua kaedah istihalah dan istihlak. Intinya, dilihat pada produk akhir, jk tdk nampak lagi zat najis, maka kembali ke hukum asal. Ada kaedah para ulama, “Hukum itu berputar pada illahnya (sebabnya), jika illah ada, maka ada hukum. Jk tidak, maka tdk.” Lihat bahasan kami lainnya di sini: rumaysho.com
Assalamu’alaikum
Terimakasih dok dan ust, wawasan sya kembali terbuka.
ada sedikit pertanyaan yg mengganjal, klw untuk pengemulsi yg terbuat dari lemak babi / gelatin yg sering di jumpai dalam makanan, itu hukumnya gimana ust/dok???apakah haram, mubah, atau halal??
mohon penjelasnnya..
jazakumulloh khoir..
Wasalamu’alaikum
@ Setya
Wa’alaikumu salam wa rahmatullah wa barakatuh …
Kalau pengemulsi tsb masih turut serta dalam makanan, maka tdk boleh dikonsumsi makanan tsb. Beda dg kasus enzim babi dlm vaksin, sdh tidak terikut lg dalam vaksin.
Catatan:
Emulsifier (pengemulsi) berfungsi sbg penstabil sistem terutama di awal-awal reaksi. Demikian yg kami tahu dlm masalah reaksi emulsion.
#amr
Syaikh Abdul Aziz alu syaikh, mufti Saudi saat ini ditanyai oleh Ust Abu Ubaidah Yusuf Sidawi tentang vaksin yang menggunakan katalis unsur dari babi namun pada produk akhirnya tidak ada lagi unsur babi tersebut. jawaban beliau singkat padat, “La ba’tsa” alias tidak mengapa.
dialog ini terjadi setelah shalat Jumat di Masjid Syaikh Ibnu Baz di Aziziyah setelah selesai prosesi manasik haji pada tahun 2008. yang ikut mendengar fatwa Syaikh Abdul Aziz ketika itu saya sendiri dan ust anwari, pengajar ma’had alfurqon Gresik.
Alhamdulillah,
terima kasih atas jawabannya.
Jazakallah khair
Alhamdulillah,
terima kasih atas jawabannya…
Jazakallah khair
Bagus sekali tulisannya, ijin copas ya.
Mau saya pelajari lagi.
Saya termasuk yang kontra imunisasi, dan setelah baca ini sebenernya masih tetep kontra juga, hahaha. Ada beberapa hal yang masih mengganjal.
Namun akan saya pelajari sekali lagi. Mungkin nanti akan saya beri komentar yang lebih dalam.
Terima kasih.
jazakumullah atas artikelnya ustadz, mohon izin di-share ya…
buat bahan referensi juga, karena masih sering ketemu yang kontra tapi ngajak2 dan nakut2in.
sebenarnya sih pro dan kontra pilihan masing-masing juga. Asal gak saling menyalahkan…
apalagi saat ini lagi ada program PIN yang dicanangkan pemerintah, harusnya ini mempermudah…
Saya ingin mengkritisi makna ‘darurat’. Tulisan di atas banyak disinggung kata-kata ‘darurat’. Makna darurat yang bagaimanakah yang bisa menghalalkan yang haram?
Saya ambil dari buku [The vaccine answer book : 200 essential answers to help you make the right decisions for your child / by Jamie Loehr] sebagai gambaran. Pada halaman 160 (saya kutip dengan makna), di United States, sekitar kurang dari 1% yang positif terkena polio berkembang menjadi poliomyelitis alias lumpuh, dan sepertiga darinya bisa sembuh total.
Jadi dari orang yang terkena polio, hanya 0.66% menjadi lumpuh total. Apakah keadaan ini masih bisa disebut atau masuk dalam koridor ‘darurat’?
Di US, terakhir kasus virus polio adalah tahun 1979, dan dikatakan hampir tidak mungkin pada saat sekarang ini untuk terkena polio. Bagaimana dengan Indonesia? Apakah status darurat itu berlangsung sepanjang zaman? Hampir tidak pernah kita dengar kejadian anak terkena polio di kota-kota besar yang notabene mempunyai sanitasi yang baik.
Jika dalam kondisi wabah dan kemungkinan besar katakan 90% jika tidak divaksin akan terkena polio, dan celakanya jika sudah terkena tidak bisa/susah disembuhkan maka semua akan sepakat ini adalah DARURAT’. Apakah kita terlalu bermudah-mudahan dalam klaim darurat?
Mohon diluruskan jika ada kesalahan, CMIIW.
Uraian yang lengkap namun akan sangat lengkap bila penjelasan ini menyertai dan merespon atau membantah isi buku yang di karang oleh ummu salamah al hajajam “vaksinasi dan konspirasi yahudi”. Karena saya juga membaca buku ini agaknya anda tidak menjelaskan secara jelas tentang kontra immunisasi, seolah olah anda tidak membaca buku itu dan atau mungkin tidak membaca sama sekali, Belaum ada satu bukupun yang membantah buku Ummu salamah saya kiri ini kepentingan ummat sedunia khusus nya indonesia, kalau ummu salamah salah ini ini bahaya besar harus di bantah atau di luruskan, tetapi kalau ummu benar harus di dukung demi ummat, terima kasih
Demi ummat, saya menyarankan Bapak mengadakan dialog dengan ummu salamah agar mengetahui benar apa ini pikirannya jangan memahami stengah setengah, sebagai orang yang biasa biasa saja saya justru paham benar dan mengerti jalan pikiran ummu, saya sangat berharap, Bapak Bapak penulis artikel di atas bisa menggali dan dialog langsung dengan ummu, ingat pak hanya Allah yang memiliki kebenaran, saat ini saya pro ummu, tapi siapa tau ummu salah karena saya memahami dengan cara yang biasa biasa saja, tapi kalau ummu benar yang benar bagaimana, buka facebooknya, ummusalamah al hajjam II.
@Ust.Muhammad ABduh Tuasikal. bagaimana kehidupan para syaikh, para ulama zaman dahulu? sahabat dan rasulullah adakah vaksinasi dan imunisasi? wallahualam
saya termasuk kontra terhadap vaksinasi dan imunisasi. alhamdulillah sudah membuktikan sendiri adik ponakan dan beberapa teman-teman yang lain yang dari awal tidak memvaksinasi/imunisasi. bahkan alhamdulillah dengan aktifnya mencari sumber-sumber informasi lainnya. anak-anak saudara kami tersebut mulai bisa berlahan berlepas dari sumber-sumber makanah yang di produksi pabrik-pabrik (susu formula, bahkan makanan makanan tambahan bayi sekalipun) dengan makanan yang benar-benar alami di buat sendiri oleh ibu-ibunya dari buah-buahan, nasi, dan herba seperti korma madu dll….
wallahualam
Saya senang dengan artikel yang anda tulis, terlihat sangat lengkap dan tidak memihak salah satu pihak, saat ini saya sedang binggung dengan vaksin berhubung saya ibu muda dengan bayi 3 bulan , saya ragu2 dengan vaksin berbagai pendapat dari yang pro dan kontra membuat keraguan saya tambah besar , terlebih jika membaca yang kontra membuat saya ketakutan untuk meng imunisasi anak saya. ( saat ini saya sudah 2 x mengimunisas anak saya ) . Secara jujur saya akui saya takut dengan bahan2 logam yang ada di dalam vaksin, apakah itu benar2 berbahaya ? Saya berencana melakukan uji lab logam dalam tubuh pada bayi saya. Saat ini keyakinan saya jika di temukan kadar logam yg berlebih pada bayi 3 bln saya tentunya hal yang paling saya curigai adalah akibat imunisasi nya, nah hal yang membuat saya ragu:
1. Menghentikan imunisasi krn takut kadar logam kelak bisa merusak organ dalam tubuh nya ( dengan catatan bahwa imunisasi tidak bisa menjamin manusia aman 100% dari virus dan masih ada kemungkinan tertular )+ masih harus menanggung efek samping kandungan logam tersebut ?
2, Jika tidak di imunisasi takut terkena penyakit2 tersebut ( karena belum memiliki daya tahan tubuh ) dan bisa berakibat fatal?
Saya sungguh2 binggung, saya mohon pencerahan dari sabahat2 di sini .
jazzkumullah khairan ustad..
ana izin share..
syukron artikelnya manfaat sekali, tapi yg jd pertimbangan sy saat ini adalah adanya konspirasi dibalik imunisasi, dari seringnya sy buka internet banyak artikel yg sy mengatakan imunisasi ini adalah memang tujuan dr kaum zionis, tujuannya apalagi klo bukan untuk melemahkan umat Islam, wallahu alam
Assalamu’alaykum Warohmatullohi Wabarokatuh
maaf, jika diperbolehkan, saya ingin sedikit mengomentari ya akhi,
bahwa walaupun kita diperintahkan untuk menaati pemerintah, akan tetapi pemerintah itu adalah manusia biasa yang bisa berbuat benar dan bisa juga berbuat salah. Karenanya Nabi shallallahu alaihi wasallam telah membatasi ketaatan kepada mereka hanya dalam perkara kebaikan dan bukan dalam
perkara maksiat. Dari Ali radhiallahu anhu dia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ﺎَﻟ َﺔَﻋﺎَﻃ ﻲِﻓ ﺎَﻤَّﻧِﺇ ٍﺔَﻴِﺼْﻌَﻣ ُﺔَﻋﺎَّﻄﻟﺍ ﻲِﻓ ِﻑﻭُﺮْﻌَﻤْﻟﺍ
“Sama sekali tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan, ketaatan itu hanya dalam perkara kebaikan.” (HR.Al-Bukhari no. 6716 dan Muslim no. 3424)
Dari Ali radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:
ﺎَﻟ ٍﻕﻮُﻠْﺨَﻤِﻟ َﺔَﻋﺎَﻃ ﻲِﻓ ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﺔَﻴِﺼْﻌَﻣ َّﺰَﻋ َّﻞَﺟَﻭ
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah Azza wa Jalla.” (HR. Ahmad no.1041)
Saya telah memahami imunisasi adalah program pemerintah, namun sampai dengan detik ini, vaksinasi di Infonesia belum mendapatkan sertifikat HALAL dari LP POM MUI. hanyas ebatas FATWA tentang kegawat daruratan.. kegawat daruratan yang seperti apa ya? mengingat bahaya akan vaksin kia tsb, saya memantapkan diri untuk menolak vaksinasi dan utk tidak mengikuti pemerintah yg dhalim.
semoga semua disini selalu mendapatkan rahmat dan hidayah Alloh subhanahu wata’ala. amin
wassalamu’alaykum warohmatullohi wabarokatuh
Alhamdulillah…
Artikel yang berimbang.
Semoga Allah segera memberi petunjuk kepada saya apakah anak saya memang perlu di imunisasi atau tidak.
Namun saya berharap, semoga cepat di temukan alternatif bahan2 yang terkandung dalam imunsasi sehingga benar-benar halal mulai dari bahan baku hingga bahan jadinya.amin
Saya Ijin share
alhamdulillah banyak masukkan dari pembaca sekalian, saya ucapkan terima kasih atas masukannya, saya penulis artikel ini memang dari awal sudah menegaskan beberapa beberapa point dari tulisan saya:
1. “Imunisasi dan vaksin mubah, silahkan jika ingin melakukan imunisasi jika sesuai dengan keyakinan. Silahkan juga jika menolak imunisasi sesuai dengan keyakinan dan hal ini tidak berdosa secara syari’at. Silahkan sesuai keyakinan masing-masing. Yang terpenting kita jangan berpecah-belah hanya karena permasalahan ini dan saling menyalahkan.”
intinya adalah cara kita menyikapi pro-kontra, yaitu sesama umat Islam jangan saling berpecah belah, dan menyalahkan. dan silahkan menolak dan mnyikapi sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
2.cara kita menyikapinya jika menolak :”Hendaknya ia menerapkan penolakan secara sembunyi-sembunyi.”
karena ini berkaitan dengan kemashalahatan orang banyak, sebagaimana contohnya, pemerintah saudi mewajibkan vaksin bagi para jamaah haji, tersebarlah isu bahwa vaksin haram dan berbahaya, maka:
akan menimbulkan keresahan bagi masyarakat banyak
padahal, pernyataan vaksin haram dan berbahaya, ternyata ada juga penyataan lainnya yang berkebalikan yaitu vaksin mubah dan tidak berbahaya, dengan bukti
1. ada beberapa ulama yang memberi fatwa mubah, dan para ulama tidak gegabah begitu saja memberi fatwa tanpa melihat fakta dan batasan syariat. begitu juga ustadz-ustadz di Indonesia
mungkin ada yang bisa membantu saya untuk memberi tahu adakah fatwa ulama atau ustadz yang mengharamkan vaksin?
2. setahu saya Wallahu a’lam, belum ada negara yang melarang vaksin karena berbahaya.
“tidak ada negara yang melarang program imunisasi
Sampai saat ini, tidak ada satupun negara yang melarang program vaksin. Semua ahli-ahli di dunia dan pemerintah yakin dan sepakat bahwa program vaksin pentng dan bermanfaat untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat penyakit berbahaya.”
sumber: klik disini
mungkin ada yang bisa membantu saya untuk, memberikan info ada negara yang melarang? atau ada badan/kumpulan ahli, pakar dan peneliti yang diakui dunia yang mengeluarkan pernyataan bahwa vaksin berbahaya? yang saya maksud bukan pendapat pribadi, karena suatu hal yang dianggap besar perlu didiskusikan kemudian ada pernyataan bersama dab kesepakatan bersama.
jadi, jika kita anggap saja kedua penyataan ini berimbang, sama-sama kuat dalilnya, maka yang kita harapkan adalah tidak terjadi keresahan dimasyarakat dalam kasus vaksin haji misalnya.
3.”kami tidak memaksa harus mendukung imunisasi. Tetapi silahkan para pembaca yang menilai sendiri. Yang terpenting adalah kami telah menyampaikan cara menyikapi pro dan kontra imunisasi. Kami juga tetap berkeyakinan bahwa pengobatan nabawi adalah yang terbaik, seperti madu, habbatussauda, dan lain-lain. Sehingga jangan ditinggalkan hanya karena sudah diimunisasi.”
4.”Tuntas bagi kami pribadi, saat ini dan “mungkin” sementara karena bisa jadi suatu saat kami mendapat tambahan informasi baru. Kami hanya ingin membagi kelegaan ini setalah berlama-lama berada dalam kebingungan pro-kontra imunisasi.”
sekali lagi kami ucapkan jazakallahu khair atas masukan antum semua, saya juga bisa jadi salah dan kebenaran hanya milik Allah
menambahkan sedikit, seperti di dalam tulisan, kami mendapatkan fatwa bolehnya vaksin oleh MUI:
“Majelis Ulama Indonesia menerbitkan sertifikat halal untuk vaksin meningitis produksi Novartis Vaccines and Diagnostics Srl dari Italia dan Zhejiang Tianyuan Bio-Pharmaceutical asal China. Dengan terbitnya sertifikat halal, fatwa yang membolehkan penggunaan vaksin meningitis terpapar zat mengandung unsur babi karena belum ada vaksin yang halal menjadi tak berlaku lagi.”
”Titik kritis keharaman vaksin ini terletak pada media pertumbuhannya yang kemungkinan bersentuhan dengan bahan yang berasal dari babi atau yang terkontaminasi dengan produk yang tercemar dengan najis babi,” kata Ketua MUI KH Ma’ruf Amin di Jakarta, Selasa (20/7).
Sumber: klik disini
Jika memang ada makar di balik imunisasi, Allah SWT Maha Tahu… Kepadanya kita berlindung dan memohon
Beberapa kali menemukan artikel tentang imunisasi da vaksinasi, tetapi belum ada yang selengkap ini…. terima kasih
Assalamu’alaykum, sekedar menambah alasan pihak yang pro thibbun nabawi (termasuk dalam hal ini kontra imunisasi) : “Tujuan utama pengobatan thibbun nabawi adalah untuk mengikuti sunnah rasul, bukan kesembuhan belaka, karena sembuh atau tidak sembuh tetap mutlak merupakan ketetapan dari ALLAH, kita hanya berikhtiar dengan tetap berpegang kepada perintahNYA yang disampaikan melalui sunnah rasulNYA. Andaipun setelah menempuh thibbun nabawi ternyata kita tidak sembuh atau bahkan meninggal dunia, maka akan lebih ringan pertanggugjawabannya di sisi ALLAH dikarenakan kita meninggal dalam keadaan tetap berpegang kepada sunnah rasulNYA”. Jadi ini memang berpulang kembali kepada keyakinan kita apakah akan melakukan imunisasi atau tidak. Kedua-duanya tidak dapat dipaksakan. Sekali lagi, berpulang pada KEYAKINAN. Terima kasih, wassalamu’alaykum.
#Tito
Banyak orang yang anti imunisasi mempertentangkan imunisasi dengan thibbun nabawi, seolah-olah mengesankan orang yang imunisasi itu tidak suka thibbun nabawi, ini su’uzhan namanya. Padahal sangat-sangat mungkin kalau kedua-keduanya dipakai. Imunisasi juga, thibbun nabawi juga. Dan perlu diingat, thibbun nabawi itu hukumnya juga MUBAH, bukan sunnah atau wajib. Seseorang boleh pakai thibbun nabawi, boleh juga tidak, dan ia tidak berdosa dan tidak tercela. Jangan menjadikan perkara ini menjadi perkara ibadah.
Yang tercela adalah, orang yang tidak mengimani dan tidak mempercayai keutamaan thibbun nabawi. Misalnya tidak percaya, bahwa air zam-zam itu khasiatnya sesuai hajat peminumnya. Tidak percaya bahwa madu itu syifaa-un linnaas. Tidak percaya bahwa habbatus sauda adalah obat segala penyakit. Dan lainnya. Karena dalil-dalil akan hal itu shahih.
Assalamu’alaykum, semoga Allah melimpahkan barokah kepada penulis. sangat bafus sekali karena banyak info yang sebelumnya tidak terpikirkan oleh saya. hanya saja yang jadi pertanyaan saya dan belum saya temukan jawaban di tulisan ini, mengapa ada vaksin gratis/vaksin murah (di puskesmas, posyandu, bidan) tetapi kalo vaksin ke dokter anak harganya mahal? sebagai contoh, tetangga saya (ibunya perawat) malah memvaksinkan anaknya (vaksin wajib seperti DPT)kedokter anak dngan biaya vaksin diatas 300rb/vaksin? sedangkan vaksin yang sama di bdan hanya 50rb? mengapa ada perbedaan harga? Apakah perbedaan harga itu menunjukkan perbedaan kualitas? jika ya, apakah artinya ada vaksin yg kualitas jelek dan bagus? Jika ya, apa maksud pemberian vaksin jelek dengan harga murah tersebut? saat itu saya tanya kepada si ibu yg perawat tsb, dia mengatakan vaksin ke dokter supaya ga ada efek samping panas. jadi apakah ini sama dengan vaksin di bidan/puskesmas ada efek samping? Apakh ini secara tidak langsung menunjukkan ‘kesehatan anak ditentukan harga?’ kepada rekan2 mohon masukannya. jazakumallahu khoiron. oya kasus diatas terjadi di samarinda dan balikpapan, klo daerah lain sy ga tau apakah ada beda harga vaksin
mhn izin copas ya akhi….jazakumullah khoir…..
thanks infonya, matur nuwun
ijin copast, syukron
Assalamualaikaum warahmatullahiwabarakatuh..
Ana kritisi dikit akhi…Zat yang haram tidaklah bisa menjadi halal,seperti daging babi yang jelas keharamannya,lalu kita olah jadi tepung sekalipun atau dirubah menjadi zat cair,maka tetaplah haram.jangan akhi contohkan keair PAM,sebab asal mulanya air itu suci,namun tercemar dari najis yang sedikit dibandingkan dg banyaknya air,maka zat air tetap suci.
mohon. kalau berfatwa kita harus berilmu tentang suatu masalah
Syukron..
trimakasih, mengurangi kebingungan masyarakat, minta ijin sebarkan…
WALLOHI,ana kenal dengan beberapa orang yg menyaksikan langsung anak2 teman mereka MENINGGAL SETELAH DI IMUNISASI,bahkan ada DR yang anaknya meninggal akibat diimunisasi,dan sekarang beliau sedang berkampanye anti imunisasi,dan ana punya sepupu di Australia,katanya HANYA ORANG INDONESIA YANG DIIMUNISASI SEDANGKAN PENDUDUK ASLI AUSTRALIA TIDAK DIIMUNISASI
takut anak polio,takut anak tidak punya kekebalan tubuh,takut ini dan itu,apa tidak mengurangi nilai tauhid kita kepada ALLOH?dan ana melihat ada sedikit su’uzon kepada ALLOH
kalau ada orang takut punya anak karena ga mampu membiayai gimana?apa mau disetujui juga?padahal KB diwajibkan oleh pemerintah juga
#abu adam
Pernyataan anda bisa dibalik. Betapa banyak anak yang tidak diimunisasi meninggal. Dan betapa banyak pula, ribuan bahkan jutaan, yang diimunisasi tapi baik-baik saja.
Itu menunjukkan bahwa imunisasi ata tidak, bukan sebab dari kematiannya. Bahkan secara statistik saja tidak menggambarkan adanya hubungan sebab-akibat. Selain memang karena takdir Allah, setelah itu juga disebabkan faktor-faktor lain.
Imunisasi tidak bisa digolongkan su’uzhan billah, karena ia merupakan upaya mengambil sebab atas musabbab. Karena ada endemi penyakit, maka ada imunisasi. Andai digolongkan sebagai su’uzhan billah maka minum suplemen, minum susu penguat tulang, minum madu, juga su’uzhan billah karena semuanya itu mencegah hal-hal yang buruk. Dan tidak ada ulama (setahu kami) yang menyatakan imunisasi itu su’uzhan billah, mereka hanya menimbang masalah bahan pembuatnya.
Adapun KB, berbeda kasusnya. Qiyas anda sama sekali tidak sebanding.
Assalamu’alaikum…
Dalam keadaan darurat memang diperbolehkan menggunakan obat atau makan makanan yang haram. darurat artinya sama sekali tidak ada obat halal sebagai penggantinya, begitu juga dengan makanan, boleh makan makanan haram saat berada disuatu tempat yang sama sekali tidak ditemukan makanan halal…
Daripada ragu2 dan tidak tahu vaksin itu halal atau haram berarti subhat. kalau darurat tidak ada obat lain (untuk mencegah penyakit) maka vaksin boleh tapi jika ada obat (pencegah penyakit) yang halal itu artinya tidak darurat!!! sehingga kita tidak boleh menggunakan obat yang subhat maupun yang haram!!!
ada berats-ratus macam herbal, yang terkenal misalnya habbatussauda, madu yang kita tau haditsnya bahwa keduanya diciptakan sebagai obat semua penyakit! semua penyakit! semua penyakit! semua penyakit!!!!!
Ada obat (pencegah penyakit) yang halal kenapa pilih yang subhat atau haram?
sekali lagi saya tekankan kalo tidak ada yang halal silahkan gunakan yang subhat atau haram karena masuk kategori darurat!!!
disekeliling kita banyak obat yang halal saudara-saudara!!!!
izin share
asslamualaikum wr wb izin share makasi wassalamualaikum wr wb
Assalamualaikum. Mohon ijin share. Syukron.
Assalamu’alaikum warahmatullah…subhanallah sangat lengkap sekali uraian artikel ini,,, semoga tidak menjadi keresahan di masyarakat lagi mengenai vaksin ini. sebagai tenaga kesehatan, sya pribadi agak kurang setuju dengan sikap para kontra imunisasi yg menyebarkan info2nya dan memandang permasalahan hanya pada 1 sisi saja…setidaknya kita lebih aware dan kritis dalam masalah ini. Namun jangan juga langsung menerima informasi begitu saja…Allahu’alam bishowab..kebenaran hanya milik Allah semata
bukankah sebaiknya kita mendakwahkan tentang hidup sehat,pola hidup, makan-minum. kebanyakan ikhwah kita pandai dalam berfatwa, tapi miskin ilmu asbab persoalan itu muncul. kalo pun akibatnya muncul penyakit karena kesalahan manusia (makan-minum sudah tercemari pemicu penyakit”pewarna, pemanis buatan dll) harusnya kita bijak untuk mengarahkan/mendakwahkan hidup sehat kepada yang belum tahu. niscaya penyakit yang telah banyak namanya itu dapat kita hindari. anak2 saya alhamdulillah bebas vaksin, dan alhamdulillah ketika sakit akseptor tubuhnya lebih cocok dengan herbal2 yang memang banyak manfaatnya untuk perbaikan beberapa organ. kalo seperti ini, ndak akan ketemu titk masalahnya. jujur nih, sudahkah para ortua sudah memperhatikan pola makan -sehat pada anak2 kita???
#abu umar
Mengkritisi pengharaman imunisasi dan usaha mengajak berpola hidup sehat jangan dipertentangkan akhi. Bukan berarti yang membahas halalnya imunisasi itu tidak mengajak hidup sehat. Apalagi yang menulis di atas adalah seorang dokter.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Vaksin dari PT. Bio Farma belum kami audit/periksa kehalalannya. audit akan kami lakukan jika PT. BioFarma melakukan pendaftaran untuk mendapatkan sertifikat halal.
Demikian kali sampaikan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Tim Pengkajian LPPOM MUI
Pada 21 Oktober 2011 10:09, INFO-LPPOMMUI menulis:
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Mohon maaf sebelumnya, karena kami orang awam hanya ingin mendapatkan penjelasan.
Bnyak hadis2 di atas tidak berkaitan langsung dg masalah yg d bahas. Contohnya:
”Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma bahwasanya beliau mengurung [mengkarantina] ayam yang biasa makan barang najis selama tiga hari jika beliau ingin memakan telurnya.”
Apa hubungannya dengan vaksin? Hal ini malah mengesankan kalau babi itu di karantina & d brsihkan dari najis, maka babi itu halal. Pdhl tidak begitu.
Dan jg haramnya sesuatu itu bkn karena kalau d makan haram, tetapi kalau di suntikkan tidak.
Nah, yg mau saya tanyakan. Apakah ada, dalil yg menyebutkan bahwa haramnya babi itu karena najisnya saja?
Karena jika memang ada dalil tersebut, maka saya tidak khawatir menggunakan vaksin. Karena saya takut, kalau haramnya babi itu bukan karena najisnya, tetapi lebih kepada sifatnya (rakus, syahwat besar, dll).
Sekian, terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
#Chrono
Wa’alaikumussalam, jika benar vaksin mengandung zat yang haram maka belum tentu hasil keluaran setelah melewati proses tersebut keharamannya masih ada. Sebagaimana binatang yang biasa memakan najis, setelah dikurung beberapa hari menjadi halal.
Pembahasan yang menarik sekali dokter.
kalau boleh menambahkan sedikit saja
1. Terkait dengan ketakutan saudara2 yang kontra dengan imunisasi akan bahan-bahan yang dianggap “berbahaya”. apakah sudah dikaji betul atau sudah ada pengkajian yang komprehensif tentang bahaya tersebut?
Berbahaya atau tidaknya suatu substansi bukan hanya semata-mata karena “kandungan A bisa menyebabkan kanker, autisme dll”, karena ada atau tidaknya suatu substansi tidak lantas otomatis lansung menimbulkan bahaya besar, melainkan terkait dengan banyak hal : lama waktu paparan terhadap substansi, dosis, usia pasien, rute masuknya substansi (percaya atau tidak, sebagian besar bisa ular bisa ditelan tanpa efek berarti) apakah pihak yang menyatakan “bahaya” punya data terkait hal-hal ini? terutama dosis?
2. setuju dengan “Jangan meyebarluaskan penolakan imunisasi”
Sebagian besar yang kontra dengan imunisasi akan menyarankan pola hidup sehat, konsumsi makanan yang sehat dan lain lain. Saya doakan semoga benar dan anda berhasil menjaga keluarga tetap sehat tanpa imunsiasi
tetapi bagaimana dengan separuh masyarakat Indonesia yang masih berada dibawah garis kemiskinan? Jangankan untuk membatasi diri hanya mengkonsumsi makanan sehat, bisa makan saja sudah syukur? jangankan untuk membersihkan lingkungan, lha tempat tinggalnya saja di tempat sampah? karena itu, sebaiknya agar yang kontra supaya tidak usah disebar luaskan, dan cukup dipraktekkan ke diri sendiri dan keluarga saja.
silahkan jika ingin melakukan imunisasi jika sesuai dengan keyakinan. Silahkan juga jika menolak imunisasi sesuai dengan keyakinan dan hal ini tidak berdosa secara syari’at.
jangan berdebat sesama muslim hanya karena hal sepele. lagipula masing-masing memiliki hujjah yg kuat.
Sebenarnya kalo saya lihat yg pro dan yg kontra sama-sama berlomba-lomba untuk memprovokasi dan berlomba-lomba mendapatkan pendukung sebanyak-banyaknya. Tapi insya Allah baik yg pro maupun yg kontra memiliki niat yg baik. Hati setiap manusia itu Allah yg membolak-balikan, umat muslim akan cenderung mendukung yg mana, pro atau kontra? tetap kendali hati terhadap kebenaran ada pada tangan Allah azza wa jalla.
intinya jangan gontok-gontokan krn kaum pembenci islam akan makin tertawa lebar
dan satu lagi,
@Dewi 23 Nov 2011
ethylmercury justru lebih berbahaya drpd methylmercury???
Saya termasuk yang pro terhadap vaksinasi, tapi kemudian saya bersikap kontra terhadap vaksinasi.
Pengetahuan tentang vaksinasi terus berkembang dan berubah terus. Jadi kesimpulan saya sementara adalah vaksinasi tidak bisa dianggap benar-benar aman bagi seluruh bayi.
Pada berbagai kondisi ada anak2 yang justru tubuhnya rentan jika dimasukkan zat imun tersebut. Tapi ada juga anak2 yang tetap sehat setelah imun.
Kita tidak pernah tau kadar ketahanan tubuh setiap bayi. Makanya sang ibu terkadang jauh lebih tau yang terbaik untuk bayinya ketimbang para medis.
Wallahu a’lam,
setelah membaca artikel dan komentar2nya kami tetap bingung dan tetap menganggap vaksin itu subhat shg iAllah kami tidak pakai trlebih dahulu…wallahu’alam…
Assalamualaikum….
wah mboh yo aku ra dong…yo sebisa mungkin kita kalo bisa memilih yang terbaik untuk bayi kita…
wassalamualaikum..
Bismillah,
Jazakumullah kepada penulis… barokallihufik..Allahu yuyassir umurana..
blog antum bagus sekali pak dokter..
afwan saya masih bimbang, bagaimana dengan kisah nyata ‘korban’ imunisasi.. sy kira mereka tidak membuat-buat cerita duka anknya.. anak yg sebelumnya sehat kemudian divaksin meningitis eh malah kena, dan meninggal.. yassalaam.. apalgi membaca komen2 diatas.. bingung.. padahal kaidahnya tinggalkan yg meragukanmu.. “da’ma yaribuk ila malayaribuk..” au kama qola.. bantulah sy dgn mengirimkan artikel atau semacamnya untuk mmbantu mengankat keraguan ini…tentunya via imel sy… sy dan bayi sy menunggu..
jazakumullah khair ..
#abu yusuf ngaryo
Al hukmu ‘alal ghalib. Umumnya yang divaksin meningitis jadi kebal meningitis atau meninggal? Boleh dicek data statistiknya. Bagaimana kalau logikanya dibalik, ada banyak kasus orang yang tidak divaksin, lalu terkena meningitis sehingga meninggal, sehingga semestinya ragu untuk menolak vaksin meningitis.
Smangat mas Ian.
Saya juga dibombardir tuduhan2 gara2 saya mendukung vaksinasi. Mereka memberikan hadits2 ttg obat dr barang haram akan menjadi haram, pdhal barang haram berupa enzim tripson dr babi yg siapapun dapat pelajaran Kimia di SMA tahu, bahwa enzim hanya mempercepat (katalisis) reaksi, kmudian enzim tsb dsaring mll ultrapurifikasi shg enzim tsb, insyaAllah tdk masuk ke hasil akhirnya. Ketika saya mengajukan fatwa2 yg membolehkan, mereka mngatakan bahwa “ini hadits, masak kamu sandingkan dg fatwa”. Subhanallah…pdhal hadits tdk boleh sembarangan ditafsirkan oleh semua orang, kpd Ulama yg berilmu lah tempat kita bertanya.
sekedar info ada dialog ttg kontroversi vaksinasi oleh dokter2 yg pro dan dr.Henny Zainal (antivaksin)
‘Kontroversi Seputar Imunisasi’ Sabtu,19 Mei 2012,10.00 sd selesai,TEATER TITAN CENTRE Bintaro,pembicara
Info : 021 99948747/081906082462/pin 28B509E4
terus terang saya merasa bingung dan bimbang apakah anak saya yg baru berumur 2 bulan di imunisasi apa gak. bagi rekan2 yang masih bingung mendingan kita memohon doa kepada ALLAH SWT semoga anak kita selalu diberi kesehatan dan keselamatan didunia dan di akherat.hanya kepadanya kita memohon dan berdoa
subhanallah,,,,MAHA SUCI ALLAH yg telah memberikan begitu banyak ilmu d dunia ini dan yg telah menjadikan manusia2 pintar diantara kami,,sungguh sy miris memikirkan hal tersebut,padahal baik yg pro maupun yg kontra tetap tidak bisa mencegah apapun yg Allah berikan ke dunia ini salah satunya berbagai mcm penyakit,alasan kalian kan untuk menjaga anak2 kita sebaik2nya,dan ujung2nya tetep hanya kepada Allah lah tempat bergantung,,manusia hanya bisa berikhtiar,mengupayakan yg terbaik,tp ttp yg menentukan mana yg terbaik itu hanyalah ALLAH AZZA WAJALA,,tolonglah,,berbeda pendapat boleh tp jgn sampe persaudaraan muslim jd pecah,,ingat KITA SAUDARA SEIMAN,,,,kecuali kalo kalian hanya berpegang pada IMUNISASI saja,,ukhti,,,akhi,,,kita harus saling menguatkan bukan melemahkan satu sama lain,,IMUNISASI ADALAH PILIHAN HIDUP MASING-MASING,yg mau mangga yg ngga juga mangga,,da tetep keduanya juga,,memohon perlindungan ALLAH untuk setiap pilihan kita betul????kecuali kalo pilihan kalian sudah dipastikan memang yg terbaik menurut ALLAH,emang tau????tau darimana ALLAH memilih yg pro atau yg kontra???apapun pilihannya tetep,,LAA HAULA WALA KUWWATA ILLAA BILLAAHIL ‘ALIYYIL ‘ADZIIM,,,
Assalaamu’alaykum.
saya mau mengomentari sub bab DUKUNG IMUNISASI PEMERINTAH, disitu disebutkan bahwa jika polio bisa dimusnahkan dengan memberi vaksin polio ke hampir 100% anak anak. dan jika ada satu saja anak tak tervaksinasi maka polio akan mewabah. Agak JANGGGAL pernyataan ini. jika anak lain sudah tervaksinasi, kenapa harus mewabah? seharusnya yang tidak tervaksin saja yang sakit??? trus apa gunanya vaksinasinya jika masih kena wabah juga??? demikian pertanyaan saya. Terima kasih.
Assalamu’alaykum.. menarik artikelnya…membuat alasan pengambilan keputusan semakin ada dasarnya.. saya termasuk yang tidak setuju dengan imunisasi. tapi menurut saya itu pilihan masing2 orang.
Assalamualaikum wr.wb
#Yulian Purnama
kok sepertinya anda ngotot banget ya buat nunjukin kalo imunisasi dan vaksin itu baik.
Baik dari segi apa sih imunisasi dan vaksin itu.
Manusia terlahir dalam keadaan suci bersih..kok mau maunya anak baru lahir trs di suntikin bibit penyakit.
#gya
Wa’alaikumussalam, saya tidak katakan baik atau lebih baik, tapi saya yakin pada kaidah ‘al ashlu fis sya-i al hillu‘, hukum asal segala sesuatu itu mubah. Kecuali terbukti mengandung keharaman.
Mencegah terjangkitnya penyakit yang sudah terbukti mewabah dengan obat-obatanya yang terbukt bisa mencegahnya itu salah satu usaha mencegah keburukan yang syar’i.
Assalamualaikum
Terima kasih sebelumnya kepada penulis telah mengangkat masalah imunisasi dan vaksin ini..dengan secara detail dan lengkap.
banyak hal yg perlu kita cermati untuk masalah vaksin dan imunisasi ini, dan sebagai orang tua ato calon orang tua ada biknya kita lebih memperbanyak ilmu dan pengetahuan tentang manfaat ataupun kerugian vaksin dan imunasisi.
jangan sampai terjermus pada satu paradigma yg sebenarnya hal itu banyak menimbulkan kerugian daripada manfaatnya.
saya secara pribadi menolak secra keras imunasasi dan vaksin kepada anak saya.
Vaksin tersebut dibiakkan di dalam tubuh manusia yang bahkan kita tidak ketahui sifat dan asal muasalnya. Kita tau bahwa vaksin didapat dari darah sang penderita penyakit yang telah berhasil melawan penyakit tersebut. Itu artinya dalam vaksin tersebut terdapat DNA sang inang dari tempat virus dibiakkan tersebut.
Pernahkah anda berpikir apabila DNA orang asing ini tercampur dengan bayi yang masih dalam keadaan suci?
DNA adalah berisi cetak biru atau rangkuman genetik leluhur-leluhur kita yang akan kita warisi. Termasuk sifat, watak, dan sejarah penyakitnya.
Lalu apa jadinya apabila DNA orang yang tidak kita tau asal usul dan wataknya bila tercampur dengan bayi yang masih suci? Tentunya bayi tersebut akan mewarisi genetik DNA sang inang vaksin tersebut.
Pernahkan anda terpikir apabila sang inang vaksin tersebut dipilih dari orang-orang yang terbuang, kriminal, pembunuh, pemerkosa, peminum alkohol, dan sebagainya?
Kenapa kita harus mengotori anak kita yg baru lahir dengan keadaan bersih dan suci..
Ketika saya akan menikah saya di haruskan untuk suntik vaksin TT, ketika hamilpun saya disarankan di suntik vaksin, dan ketika anak lahirpun harus di suntik vaksin…coba bayangkan seberapa banyak virus yg akan di masukan ke dalam tubuh kita. untung saja saya mempunyai sedikit pengetahuan tentang vaksin ini jadi saya tolah semua jenis vaksin. dan Alhamdulillah saya dan bayi saya pun sangat sehat.
jadi buat calon orang tua, alangkah baiknya ganti aja imunisasi ini dengan hal yg di ridhoi allah, jaga bayi sejak dalam kandungan dengan mengkonsumsi herbal herbal yg bermanfaat, dan imunisasi bayi anda dengan cara yg baik pula.
makasih wassalamualaikum wr.wb
Assalamualaikum
alhadulillah anak ibu sangat sehat
berarti ibu saat hamil tidak kontak dengan virus tetanus ataupun toksoid saat hamil,
tapi bila kontak dengan virus namun belum vaksin….
nah, anaknya bisa2 keguguran, cacat dsb.
pemberian vaksin ini hanya sekedar mencegah bu
kalau tidak mau ya silahkan tapi risiko ditanggung sendiri
tidak ada yang salah dari penerapan penggunaan obat yang herbal, makan yang baik, pola hidup yang sehat..
tapi ingat penyakit itu tidak selalu tentang “kesehatan si host (manusia)”
tapi juga harus dipikirkan sisi “virulensi virus atau bakteri (kehebatan virus dalam menimbulkan penyakit)”
kalau suatu hari anak ibu sakit flu, lalu dekat2 dengan si pembawa penyakit difteri misalnya, lalu jadinya gimana?
“pertahanan tubuh lemah”+”virulensi tinggi”
risiko terkena penyakit akan jauh lebih besar
apakah yakin vaksin ini 100% haram dan jauh lebih banyak buruknya dibanding baiknya?
ada baiknya sebagai orang tua dan calon orang tua tidak termakan isu2 yang bisa membuat anak menjadi korban padahal isu itu belum tentu benar.
vaksin2 ini diciptakan bukan semata2 konspirasi dari suatu agama untuk menghancurkan agama lain
tapi semata2 karena dulu, sebelum vaksin ini ada, penyakit2 ini adalah adalah penyakit yang terjadi dimana2, mudah penyebarannya dan sangat mematikan.
itu sebabnya para ahli mencari obatnya…
bukan hanya penyakit2 bervaksin tapi penyakit2 lain pun dicari obatnya
alahkah baiknya kita semua berterima kepada semua ibu yang mengizinkan anaknya untuk divaksin..
karena dengan itu anak2 kita akan lebih sedikit risikonya terkena penyakit berbahaya.
bayangkan saja kalau anak2 ini banyak yang tidak divaksin..
lalu banyak yang sakit…
maka semakin besar juga kemungkinan anak2 yang tidak divaksin untuk tertular juga.
wassalamualaikum wr.wb
Asslkm Akhi dan Ukhti, Terima kasih atas segala info yang diberikan baik dari yang kontra maupun yang pro, sehingga semakin lebih jelas. menurut saya Imunisasi or vaksinasi boleh2 aja untuk mencegah suatu penyakit, asal kandungan terakhir dalam vaksin tersebut udah tidak ada lagi bahan yang haram (atau udah benar2 bersih dari najis). sebenarnya tidak semua jenis vaksin yang ada di indonesia ini pernah tersentuh tripsin (enzim babi),yang pernah tersentuh hanya vaksin polio, meningitis dan pneumonia aja, yang lain tidak. dan juga vaksin yang ada sekarang, yang disuntikkan dalam tubuh kita bukanlah bibit penyakit, tapi antigen (bakteri/virus) yang sudah dimatikan sehingga tidak mungkin hidup lagi (tidak membuat jadi penyakit)dan ada yang sudah dilemahkan sehingga tidak menjadi ganas lagi, dari hasil penelitian sudah terbukti, jika antigen2 tersebut kemudian dalam tubuh kita bisa membentuk antibodi untuk mencegah penyakit tertentu .. Jzkmllah, sukron
saya mulai mempelajari tentang pro dan kontra vaksinasi ini setelah anak saya terkena penyakit pertusis, padahal anak saya sudah di vaksin DPT, lengkap, dan saya juga bayar mahal untuk vaksin DPT tersebut…terus terang klo pake logika berpikir saya rasanya saya nyesel juga kenapa harus di vaksin padahal di vaksin ataupun tidak ternyata hasilnya sama saja, klo daya tahan tubuh kita tidak baik, ya pasti gampang terkena penyakit
#nurul
tapi skrg sudah sembuh bu sakit pertusisnya? vaksin kan memang tidak 100% menjamin terbebas dari penyakit bu,,hanya mengurangi tingkat keparahannya. Mungkin klo dulu tdk di vaksin, akan makin lama sembuhnya.. wallahualam
Sdh baca textbook immunology molekuler karanga Abbas dkk. coba baca hal 400an ttg acute serum sickness dan chronic serum sickness. Solusi saya adalah beri masukan pada para pemegang kebijakan bahwa tiap anak mempunyai karakteristik berbeda dan vaksinasi justru kontraindikasi bagi anak2 seperti ini. semoga para tenaga medis dan paramedis lebih waspada dan terbuka karena imunologi molekuler sdh sangat berkembang dg pesatnya.
sebagai orangtua bagi anak2 kita, tentunya bagaimana supaya mereka diberikan yang terbaik saja. semoga Allah mencondongkan hati kita kepada yang paling benar menurut Islam meskipun membaca artikel beserta tanggapan ini saya malah semakin ragu lebih-lebih setelah ditayangkan di salah satu TV swasta (TV-1) pada bulan Juni 2012 hanya sekali dan setelah itu hilang entah kemana, mungkin saja ada hal-hal lainnya yang kita tidak tahu sehingga tidak diperbincangkan lagi. Wallahualam
Terimakasih atas penjelasan Dan Pencerahannya…Semoga berguna untuk umat..mhn izin memakainya dilapangan
Rasullullah sudah mencontohkan kepada kita bagaimana cara hidup sehat, barang siapa yg mengikuti beliau niscaya akan selamat
Alhamdulillah, artikel yg bermanfaat. ijin share y..
Jazakumulloh khoiron
Tentang masalah imunisasi ini, ada beberapa saran saya buat teman-teman yang mau meng-imunisasi anaknya.
Pertama, harus diperhatikan handling vaksin di puskesmas-puskesmas atau petugas kesehatan yang bisa memberikan imunisasi. Memang vaksin-vaksin tersebut disimpan di lemari pendingin. Pertanyaannya, bagaimana jika terjadi mati lampu? Dalam waktu lama misalnya. Di kalimantan, tempat kami tinggal sekarang ini, yang namanya listrik padam jadi menu tiap pekan. Apakah ada jaminan produk vaksin yang disimpan tidak mengalami kerusakan?
Kedua, perhatikan apakah setiap vaksin ada kadaluarsanya. Rasa penasaran saya, apakah petugas kesehatan di negara kita memperhatikan masa kadaluarsanya. Ataukah vaksin-vaksin tersebut tidak ada masa kadaluarsanya? sehingga ada jaminan vaksin itu akan tetap seperti itu keadaannya tanpa ada kerusakan.
Ketiga, jika Anda ingin memberikan imunisasi ke anak, pastikan kondisi tubuh anak Anda dalam kondisi yang sehat 100%. Karena yang namanya imunisasi sepengetahuan saya adalah memasukkan kuman yang sudah dilemahkan. Kalau anak kita sedang sakit, tentu daya tahannya menurun. Kalau kita paksa imunisasi, apakah malah tidak menambah sakit anak kita.
Mungkin itu saja saran yang bisa saya sharing-kan kepada ikhwah sekalian.
Setahu saya yg pernah kerja di puskesmas..handling vaksin sudah diupayakan semaksimal mungkin untuk menghindari kerusakan. Jika terjadi handling yang salah maka pada kemasan vaksin sudah bisa dilihat adanya perubahan warna pada indikatornya. Jika petugas mengetahui vaksin yang akan diberikan sudah berubah indikatornya maka dia tidak akan menggunakan vaksin tersebut..untuk jelasnya bisa ditanyakan pada petugas imunisasi. Petugas imunisasi juga nggak mau memberikan vaksin yg tidak berguna kepada bayi..karena jika terjadi penyakit infeksi yg seharusnya bisa dicegah karena imunisasi, maka petugas itu juga yang akan kerepotan mempertanggungjawabkan.
Setuju.. Baiknya sebelumnya kita tanyakan hal-hal ini ke petugas imunisasinya, karena dari pengalaman saya, jika kita bertanya tentang sesuatu ke petugas, maka mereka akan lebih memperhatikan hal-hal tersebut :)
Wallahu ‘alam
Ana ikut menyimak walaupun sebenarnya sdng galau :), klo ana sih melihat vaksinasi itu seperti asuransi, sama2 membuat horor dan menjanjikan manfaat program mereka. Secara logika memang benar tp yg jd pertanyaan adalah apakah kita meyakini bahwa horor tsb akan terjadi dan manfaat tsb akan kita rasakan. Sangat dilema memang dijaman ini jika tdk ikut vaksinasi kita terancam oleh penyakit jika ikutpun kt terancam mendapatkan efek sampingnya. Semoga program vaksinasi ini tdk seperti program virus2 di dunia teknologi informasi, dibuat lalu dibuatkan antinya.
Pertanyaan utk yg punya kecendrungan kpd program vaksinasi :
1. Apakah program vaksinasi tsb menjamin org yg divaksin akan bebas dan benar2 kebal thd penyakit tsb?
2. “Wafat karena wabah adalah mati syahid”. Apakah kalimat tsb adalah hadits shahih?
3. Prosedur medis pemberian vaksin tsb seperti apa? ana agak sedit takut dgn resikonya,krn sepertinya prosedurnya msh sangat minim dgn observasi pokoknya umur sekian2 langsung divaksinasi.
4. apakah program vaksinasi tsb menggunakan pendekatan trial-error atau try-exception? (maaf menggunakan metode pendekatan dlm bhs pemograman)
Syukran,
Jazakallah Khair
Tidak menemukan solusi. Kalau hanya pilih yang pro atau yang kontra,tidak perlu bertanya dengan ahlinya, ikuti sama Sara hati.
Selain itu editor media lulusan Eropa, bagaikan ahli ekonomi Indonesia lulusan Harvard, yang 99% sudah dicuci otaknya.
Samplenya negara2 Eropa, bukan negara2 Arab. Negara Eropa mana yang mengikuti nabi, yang mengunyahkan kurma kepada bayi yang baru lahir, yang menurut ahli (yg Blum dicuci otak), mengandung banyak kekebalan Dan kebaikan bagi tubuh bayi.
Di Eropa pun masih mempercayai anaknya kepada sapi, bukan kepada ASI.
Berpatokan pada WHO, yang patuh Dan taat pada perintah PBB, yang patuh dan taat kepada You-know-who, Dan merupakan kendaraan politiknya.
Wassalam
jazakumullah khair atas penecerahannny, smoga ini tidak menjadikan perpecahan diantara umat, mohon ijin share…
Saya guru, saya bukan dokter, maka dari itu saya kontra imunisasi…
jazakumullahu khayr, artikelnya menenangkan hati
`ibu hamil membawa virus Toksoplasma`
afwan, toxoplasma bukan virus, tapi parasit.
Kalian salah bangat…waduh..
Saya doktor darI malaysia..sebenarnya sistem imun kita lemah kerana dadah( iaitu bahan sintetik yang dimasukkan ke dalam makanan proses, gula putih, tepung) semua ini merencat CNS kita dan merencat imuniti..bila imuniti rendah, maka virus akan menjangkiti..padahal virus tu cuba difikirkan , mengapa Allah menciptanya?Untuk menguatkan imuniti kita..tetapi bila dijangkiti virus, maka kita memberi dadah lagi, merencat demam, merencat selsema padahal simptom itu penting untuk membunuh kuman..maka akhirnya kuman tidak mati dan boleh menginfeksi organ…jadi bukan salah kuman…salah dadahnya..
Kita para doktor harus bangkit memperjuangkan ubatan hasik ekstrakan kimia tumbuhan..bukan bahan kimia dari unsur perut bumi…
Dahsyatkan konspirasi yahudi?Sangat tersusun…
Anti pyretic effect of plant : meningkatkan sel2 imun spy proses inflamasi lebih cepat berakhir dan akhirnya menurunkan demam
paracetamol : menurunkan suhu terus melalui tindakan thermoregulation…kejam untuk badan..
maaf bahasanya tidak bisa diterima dengan baik..
ada baiknya kita mendengarkan kajian ust Abdullah Zen.MA dengan judul “Antara dokter dan Kyai” agar kita bisa tepat mendudukan permaslahan pengobatan Barat dg Tibbbun Nabawi. lihat di kajian.net
jazakumullah khair..sangat mencerahkan..nohon ijin share…
ijin copy..
Tentang kadaluarsa dan cara penyimpanan serta beberapa hal yg menjamin kulitas vaksin,sudah ada panduan teknisnya. Jika menyangsikan kemampuan petugas dalam menjaga vaksin tsb,silahkan ditanyakan langsung ke petugas imunisasi. Soal kemampuan mencegah penyakit,secara statistik sudah terbukti adanya penurunan kejadian penyakit sebelum dan sesudah progr imunisasi dijalankan. Tentu semua dibawah kehendak Allah.
Soal mentahnik dengan kurma,ato penggunaan habatus sauda,dan lain2 cara yg disunnahkan,kalo sy ya tetap menggunakan karena tidak sy temukan adanya pertentangan.
saya termasuk yg kontra, tapi setelah membaca artikel ini cukup memberi penjelasan yang gamblang, akan tetapi setelah membaca komentar dibawahnya muncul lagi keraguan… apalagi setelah membaca koment abu atia, benar juga tuh alasan yang beliau katakan.
pertanyaannya: ” dimanakah saya harus imunisasi bayi saya yang baru lahir agar terjamin bahwa vaksin nya msh bagus, tdk kadaluarsa dan petugasnya benar-benar dapat dipercaya..?”
apa saja dampak negatif bagi tubuh bagi orang yang memakai vaksin ??
terimakasih informasinya
Setelah membaca artikelnya ternyata informasi yang ada didalam nya sangat bagus dan menambah wawasan,terimakasih
Isi artikel nya sangat bagus dan sangat bermanfaat,terima kasih
bahan2 imunisasi terkandung dgn bahan yg haram, tp karena darurat diperbolehkan??
……pertanyaan saya.. apakah MUI hanya bisa buat label halal/wajib, adakah upaya agar imunisasi dibuat dari bahan yg halal?
alhamdulillaah, jazaakalloohu khoiron atas penjelasannya sy terlambat baca artikel ini padahal ana saya sudah 7bulan gak diimunisasi. insyaAlloh menyusul untuk sisa imunisasi yg wajibnya campak dan DPT. saya termasuk pendukung pengobatan medis rasional dan tibbunnabawi jg. insyaaAlloh imunisasi yg diwajibkan pemerintah maslahat bagi kita smua. dan para ilmuwan muslim tetap berupaya keras untuk mencari zat y halal sbagai bahan vaksin. baarokalloohufiikum , bagi yg kontra silahkan tp jgn mndzolimi y lain yach
assalamu’alaikum wr wb
setelah sekian lama baca dari artikel sampai komen2nya alhamdulillah saya semakin bingung,, mau mengambil sikap yang mana,, saya dah mau mempunyai anak,, apakah harus di imunisasi atau tidak,, syari’at islam mengajarkan untuk istikhoroh,, semoga setelah istikhoroh saya mendapatkan jawaban yang menentramkan hati saya,, semoga sodara2 seiman bisa membantu saya,, jazakallohu khoiron katsiro,, aamiinn yra
wa’alaikumussalam, pakar sejarah Indonesia masih berselisih pendapat apakah wali songo itu nyata atau fiktif karena banyaknya informasi yang kontradiktif.
andaikan wali songo itu maka tetap saja mereka manusia bisa salah dan bisa benar, landasan agama Islam tetaplah Al Qur’an dan Sunnah bukan pendapat wali songo
ada baiknya diimunisasi..
disini dikatakan enzim babi itu dipakai dalam pembuatan vaksin sebagai “katalisator”
katalisator= suatu zat yang mempercepat laju reaksi reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri.
untuk mudahnya ibaratkan saja seperti kita masak air, enzim dari babi ini hanya sebagai api untuk memanaskan air, bukan menjadi campuran air agair air bisa menjadi panas.
itu untuk mudahnya saja ya karena proses pembuatan vaksin panjang dan sulit.
kalaupun tercampur, seperti yang dijelaskan diatas, kadarnya sedikit sekali dan sudah hilang pada proses akhir.
coba bayangkan setiap hari kita wudhu, baik yang pakai air pam ataupun yang lain, air di dunia ini berputar.
sudah pasti air yang kita pakai, dulu pernah kotor ataupun terkena najis. namun karena sudah melalu banyak proses air inipun bisa kita gunakan untuk berwudhu
setiap hari kita menjaga anak kita dengan kasih sayang, sandang, pangan dan papan yang terbaik.
tapi saat penyakit2 ini menyerang sulit ditangani kasusnya.
misalkan saja difteri, penyakit ini merupakan penyakit yang mengancam jiwa walau hanya terlambat 2-3 hari.
kalau sudah terkena difteri misalkan, apakah orang tua akan mempertanyakan terlebih dahulu serum anti difteri (obat difteri, bukan vaksin difteri) itu halal atau tidak saat anak sedang gawat2nya?
Perkataan “resiko ditanggung sendiri” kurang tepat. Baik vaksin atau tidak vaksin, ketika terkena musibah penyakit kita harus beriman bahwa itu takdir Allah yang tetap terjadi.
Dan baik vaksin atau tidak vaksin, kita juga mesti mengambil sebab dalam bertawakal.
Tahnik memang sunnah, tapi apakah tahnik itu imunisasi?
Silakan simak disini
Assalamu’alaikum…
Saya ijin share artikelnya ….
Wa’alaikumus salam, silahkan.
Jujur saya malah jadi semakin bingung. Bisakah sekiranya ada konklusinya?
Terima kasih infonya, sangat bermanfaat sekali bagi kaum oelajar yg nantinya bisa mempelajari baik dan buruknya, benar dan salahnya, semoga kajian” seperti ini bisa diajarkan dlm kurikulum pendidikan agar kita tdk mudah mempercayai isu” yg belum terbukti kebenarannya. Saya suka diskusi semacam ini . Mengapa hal ini terjadi dan penjelasannya mudah dipahami. Semoga masih ada org” yg mau menularkan ilmunya sesuai kebenaran.