Donasi Muslim.or.id
Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
Donasi Muslim.or.id Donasi Muslim.or.id

Tidak Membersihkan Diri dari Air Kencing

dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D. oleh dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
11 Agustus 2021
Waktu Baca: 4 menit
0
Air Kencing

Air Kencing

510
SHARES
2.8k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Islam adalah agama pertengahan

Islam merupakan agama pertengahan di antara ajaran agama Nasrani dan Yahudi, termasuk dalam masalah menjaga kebersihan. Di kutub yang satu, ajaran agama Nasrani adalah ajaran yang kurang mempedulikan masalah kebersihan. Di kutub yang lain, ajaran agama Yahudi merupakan ajaran yang sangat berlebih-lebihan dalam masalah kebersihan.

Salah satu contoh yang sering diberikan oleh para ulama berkaitan dengan masalah ini adalah masalah boleh tidaknya jima’ (berhubungan badan) dengan perempuan (istri) yang sedang mengalami haid. Ajaran Nasrani memperbolehkan seorang suami berjima’ dengan istri, meskipun sang istri sedang berada dalam periode haid. Di sisi lain, ajaran Yahudi sangat berlebih-lebihan dalam masalah ini karena mereka mengajarkan untuk menjauhi wanita yang sedang haid. Sampai-sampai seorang suami tidak boleh makan bersama dengan istrinya yang sedang haid. Mereka juga tidak mau berada pada satu rumah dengan istri yang sedang haid, tetapi harus dipisahkan di rumah atau bangunan tersendiri.

Islam merupakan ajaran yang pertengahan dalam masalah ini. Darah haid memang darah kotor (najis), sehingga seorang suami harus menjauhi tempat keluarnya darah haid sang istri. Sehingga Islam melarang seorang suami menyetubuhi istri ketika sedang haid. Akan tetapi, suami tidak perlu pisah rumah dengan istri selama haid, atau tidak boleh makan bersama dengan istri, atau sikap-sikap ekstrim lainnya.

Majelis ilmu di bulan ramadan

Baca Juga: Adab-Adab Dalam Memberikan Nasehat

Dosa yang dianggap remeh, tidak mau membersihkan diri dari air kencing

Islam adalah agama yang mengajarkan pemeluknya untuk senantiasa menjaga kebersihan. Di antara dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ

“Dan bersihkanlah diri kalian” (QS. Al Muddatstsir [74]: 4).

Salah satu makna “membersihkan diri” dalam ayat di atas adalah membersihkan diri dari najis dan kotoran. Di antara najis atau kotoran yang harus (wajib) dibersihkan adalah air kencing. Tidak membersihkan diri dari air kencing termasuk salah satu dosa yang dianggap remeh oleh sebagian kaum muslimin, padahal hal itu termasuk dosa besar.

Diriwayatkan dari ’Abdulah bin ’Abbas Radhiyallahu ’anhuma, beliau berkata, Nabi Shallallahu ’alaihi wasallam berjalan-jalan di salah satu tembok di kota Madinah. Beliau Shallallahu ’alaihi wasallam mendengar suara dua orang manusia yang yang sedang diazab di dalam kuburnya. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam berkata,

إِنَّهُمَا يُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، أَمَّا هَذَا فَكَانَ لَا يَسْتَنْزِهُ مِنَ الْبَوْلِ، وَأَمَّا هَذَا فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ

“Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini sedang disiksa. Dan keduanya disiksa bukan karena perkara yang berat. Orang pada makam pertama disiksa karena tidak membersihkan dirinya dari air kencing. Orang kedua disiksa karena dirinya berjalan kesana kemari menebarkan namimah (adu domba)” (HR. Bukhari no. 216, Muslim no. 292, dan Abu Dawud no. 20).

”Tidak membersihkan dirinya dari air kencing” misalnya, ketika seseorang buang air kecil, ada sebagian air kencing yang mengenai pakaian atau badan, namun tidak dibersihkan.

Adapun kalimat ”bukan karena perkara yang berat” dalam hadis di atas memiliki dua makna.

Pertama, bukan perkara yang berat ditinggalkan. Artinya, membersihkan diri dari air kencing adalah perkara yang mudah, dan tidak sulit untuk dilakukan.

Kedua, bukan perkara yang berat menurut anggapan mereka. Artinya, mereka menganggap remeh dosa tersebut. Padahal, perkara tersebut sebetulnya adalah perkara yang berat dan besar di sisi Allah Ta’ala dan merupakan sebab seseorang diazab di dalam kubur.

Terdapat dua lafaz pada berbagai hads dalam riwayat Bukhari dan Muslim yang menjelaskan kedua penghuni kubur yang sedang disiksa tersebut. Yaitu lafaz ”la yastan zihu”,  yang bermakna tidak membersihkan diri dari air kencing; dan lafaz ”la yastatiru”, yang bermakna tidak menutupi dirinya ketika buang air kecil.

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ’anhu, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

تنزهوا من البول، فإن عامة عذاب القبر منه

“Bersihkanlah diri kalian dari air kencing karena mayoritas azab kubur disebabkan oleh (permasalahan) air kencing” (HR. Daruquthni dalam at-Targhib wa at-Tarhiib, 1: 139) [1].

Demikian, semoga bermanfaat.

Baca Juga:

  • Adab Islam Ketika Menguap
  • Adab-Adab Safar (Bepergian Jauh)

 

***

@Rumah Kasongan, 29 Dzulhijah 1442/8 Agustus 2021

Penulis: dr. M. Saifudin Hakim, MSc., PhD.

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] Berdasarkan hadis ini, sebagian ulama menyimpulkan bahwa semua air kencing itu najis, baik air kencing manusia, atau air kencing hewan, baik hewan yang halal dimakan  maupun hewan yang haram dimakan. Namun dengan memperhatikan dalil-dalil yang lain, jelaslah bahwa air kencing yang dimaksud dalam hadis Anas Radhiyallahu ’anhu di atas bukanlah semua jenis air kencing. Hadis yang terkenal yang menunjukkan tidak semua air kencing najis adalah hadis yang menjelaskan orang yang diazab di dalam kubur. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda bahwa penghuni kubur diazab karena kencingnya sendiri, artinya dari air kencing manusia itu sendiri. Oleh karena itu, pendapat yang lebih tepat adalah tidak semua air kencing itu najis.

Tags: adabadab buang airadab buang air keciladab muslimadab sehari-haribelajar adab
SEMARAK RAMADHAN YPIA
dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.

dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.

Alumni Ma'had Al-'Ilmi Yogyakarta (2003-2005). Pendidikan Dokter FK UGM (2003-2009). S2 (MSc) dan S3 (PhD) Erasmus University Medical Center Rotterdam dalam bidang Virologi dan Imunologi (2011-2013 dan 2014-2018).

Artikel Terkait

Pertemuan dan perpisahan

Bertemu untuk Berpisah

oleh Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd
24 Maret 2023
0

Mereka yang bertemu di dunia, namun tidak berjumpa di akhirat

Tidak Bersemangat Menyambut Ramadan

Tidak Bersemangat Menyambut Ramadan

oleh Ari Wahyudi, S.Si.
23 Maret 2023
0

Ramadhan tinggal hitungan hari. Meskipun demikian tidak sedikit kita jumpai orang-orang yang notabene mengaku muslim

Puasa tapi tetap maksiat

Puasa, tetapi Tetap Bermaksiat

oleh Muhammad Idris, Lc.
22 Maret 2023
0

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).

Artikel Selanjutnya
Obat Galau

Mengobati Kegalauan (Bag. 5)

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah