Muslim.or.id
Khutbah Jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result

Gagalnya JIL Memahami Ijtihad

Ari Wahyudi, S.Si. oleh Ari Wahyudi, S.Si.
6 Mei 2021
Waktu Baca: 5 menit
0
Jaringan Islam Liberal

Jaringan Islam Liberal

Daftar Isi

  • Pertama: JIL gagal mendefinisikan ijtihad
  • Kedua: JIL gagal memahami dalil syari’at
  • Ketiga: JIL gagal memahami sikap para ulama
  • Keempat: JIL gagal memahami kaidah ijtihad

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasih. Shalawat lagi salam semoga terlimpah kepada Nabi akhir zaman dan teladan terbaik bagi kemanusiaan, para sahabatnya dan segenap pengikut setia mereka. Amma ba’du.

Berikut ini adalah beberapa catatan penting tentang hakikat dan bahaya Islam Liberal yang kami himpun dari pengakuan mereka sendiri tentang ke-liberal-an ajaran mereka. Kami akan menukil ucapan mereka, kemudian mengomentarinya seperlunya, demi menjelaskan letak kekeliruan dan penyimpangan mereka dari shirathal mustaqim. Wallahul muwaffiq.

Mereka mengatakan, “Islam Liberal percaya bahwa ijtihad atau penalaran rasional atas teks-teks keislaman adalah prinsip utama yang memungkinkan Islam terus bisa bertahan dalam segala cuaca. Penutupan pintu ijtihad, baik secara terbatas atau secara keseluruhan, adalah ancaman atas Islam itu sendiri, sebab dengan demikian Islam akan mengalami pembusukan. Islam Liberal percaya bahwa ijtihad bisa diselenggarakan dalam semua segi, baik segi muamalat (interaksi sosial), ubudiyyat (ritual), dan ilahiyyat (teologi).” (Tentang Jaringan Islam Liberal)

[lwptoc]

Pertama: JIL gagal mendefinisikan ijtihad

Pembaca sekalian, kita perlu mencermati kesalahpahaman mereka dengan sabar. Pertama, mereka mendefinisikan ijtihad sebagai ‘penalaran rasional atas teks-teks keislaman’. Gambaran mereka tentang ijtihad rupanya tidak sempurna.

Bandingkanlah pengertian yang mereka ajukan dengan pengertian para ulama. Dr. Muhammad bin Husain al-Jizani memaparkan, bahwa ijtihad secara terminologi adalah ‘mengerahkan segala kemampuan dalam rangka mengkaji dalil-dalil syari’at dengan tujuan menarik kesimpulan hukum syari’at’ (Lihat Ma’alim Ushul Fiqh hal. 464, cet. Daar Ibnul Jauzi).

Pengertian ijtihad versi para ulama ini lebih sopan dan lebih lengkap daripada pengertian ijtihad versi mereka. Hal itu dikarenakan pemaknaan ijtihad sebagai ‘penalaran rasional atas teks-teks keislaman’ mengandung indikasi pengagungan rasio di atas wahyu, bahkan merendahkan posisi wahyu hanya sebagai teks yang ‘bisu’ dan perlu ditundukkan kepada rasio.

Padahal, sebagaimana kita pahami bersama bahwa standar kebenaran dalam Islam bukanlah rasio, akan tetapi wahyu al-Qur’an dan as-Sunnah. Adapun akal atau rasio hanyalah sekedar alat untuk memahami, bukan standar atau pedoman untuk menghukumi.

Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Tidaklah suatu pendapat wajib diikuti dalam segala keadaan kecuali Kitabullah atau Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun segala sesuatu selain keduanya harus mengikuti keduanya (kitabullah dan sunnah Rasul-Nya).” (Jima’ al-‘Ilm hal. 11, sebagaimana tertera dalam Ma’alim Ushul Fiqh, hal. 68).

Ucapan beliau ini benar-benar dibangun di atas kepahaman terhadap ajaran Islam, pokok maupun cabang-cabangnya. Hal itu selaras dengan firman Allah Ta’ala,

فَإِن تَنَـٰزَعۡتُمۡ فِی شَیۡءࣲ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ

“Kemudian apabila kalian berselisih tentang perkara apa saja, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan rasul (as-Sunnah) …” (QS. an-Nisaa’: 59).

Oleh sebab itu, Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata, “Ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya as-Sunnah dan al-Qur’an keduanya merupakan sumber pendapat akal/rasio dan standar baginya. Bukanlah rasio yang menjadi standar/timbangan yang menghakimi as-Sunnah. Akan tetapi, as-Sunnah itulah yang menjadi standar yang menghakimi rasio.” (Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, [2/173] sebagaimana tertera dalam Ma’alim Ushul Fiqh, hal. 73).

Inilah satu bukti nyata atas kegagalan Islam Liberal (untuk selanjutnya kami sebut dengan JIL) dalam memaknai ijtihad dan perendahan mereka terhadap sumber hukum agama Islam, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah.

Baca Juga: Menjaga Anak dan Pemuda dari Paham Liberal dan Pluralisme

Kedua: JIL gagal memahami dalil syari’at

Kesalahpahaman berikutnya ternyata muncul dari kesalahpahaman yang pertama. Mereka menganggap bahwa penalaran rasional itulah yang akan ‘mempertahankan Islam di segala cuaca’. Itu tidak lain karena dalam pandangan JIL, rasio adalah standar yang menghakimi teks atau dalil yang ada (mereka enggan memakai istilah dalil, pen).

Sehingga ketika akal mereka tidak bisa menangkap maksud teks dalam konteks kekinian, maka dengan mudahnya mereka akan mengubah kandungannya agar lebih sesuai dengan akal –versi mereka-, demikianlah yang mereka inginkan. Tindakan semacam ini tentu saja termasuk kejahatan kepada wahyu itu sendiri sebagaimana perilaku sebagian dari Ahli Kitab yang menyelewengkan ayat-ayat Kitab Suci mereka.

Sederhananya, ketika apa yang ditunjukkan oleh dalil itu tidak sesuai dengan hawa nafsunya, maka mereka pun menyimpangkan (menyelewengkan) makna dalil itu agar selaras dan sejalan dengan hawa nafsunya. Tidakkah kita ingat firman dan teguran Allah di dalam ayat-Nya,

وَمَا كَانَ لِمُؤۡمِنࣲ وَلَا مُؤۡمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥۤ أَمۡرًا أَن یَكُونَ لَهُمُ ٱلۡخِیَرَةُ مِنۡ أَمۡرِهِمۡۗ وَمَن یَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَـٰلࣰا مُّبِینࣰا

“Tidaklah pantas bagi seorang mukmin lelaki maupun perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu perkara, ternyata masih ada alternatif pilihan lain dalam urusan mereka. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dengan amat sangat nyata.” (QS. al-Ahzab: 36)

Ketiga: JIL gagal memahami sikap para ulama

Kesalahpahaman ketiga, JIL mengesankan kepada umat bahwa pintu ijtihad sekarang ini telah ditutup oleh para ulama. Padahal tidak demikian yang sebenarnya. Mengapa mereka menciptakan kesan demikian?

Sebab dalam persepsi mereka, hakikat dan ruh dari ijtihad itu adalah menjadikan akal/rasio sebagai hakim atas dalil-dalil al-Kitab maupun as-Sunnah, sebagaimana yang telah diterangkan di depan.

Kalau itu yang mereka maksud dengan ijtihad, maka memang tidak salah jika para ulama menutup pintu ijtihad bagi orang-orang seperti mereka. Sebab ijtihad yang mereka lakukan tergolong ijtihad yang fasid, alias tidak sah.

Dr. Muhammad bin Husain al-Jizani berkata, “Ijtihad yang fasid itu adalah yang muncul dari orang yang tidak paham tentang al-Kitab dan as-Sunnah serta bahasa Arab, yaitu orang yang pada dirinya tidak terpenuhi syarat-syarat berijtihad, atau bisa juga muncul dari seorang mujtahid yang layak untuk berijtihad namun bukan pada tempatnya yaitu dalam perkara-perkara yang tidak diperbolehkan ijtihad di dalamnya.” (Ma’alim Ushul Fiqh, hal. 470)

Keempat: JIL gagal memahami kaidah ijtihad

Kesalahpahaman keempat, JIL tidak memahami kaidah ijtihad. Hal itu tampak dari ucapan mereka, “Islam Liberal percaya bahwa ijtihad bisa diselenggarakan dalam semua segi, baik segi muamalat (interaksi sosial), ‘ubudiyyat (ritual), dan ilahiyyat (teologi).”

Sesungguhnya ijtihad memiliki batasan-batasan, tidak semua persoalan agama boleh menjadi lahan ijtihad. Dr. Muhammad bin Husain al-Jizani menjelaskan ijtihad itu diperbolehkan dalam empat keadaan, secara global sbb:

Pertama, dalam suatu perkara yang tidak ada dalil tegas atasnya dan bukan sesuatu yang telah disepakati oleh para ulama.

Kedua, di dalam dalil tersebut memang memungkinkan adanya perbedaan penafsiran/ta’wil yang tidak dipaksakan.

Ketiga, perkara yang menjadi lahan ijtihad bukan tergolong permasalahan aqidah.

Keempat, perkara yang menjadi lahan ijtihad tergolong masalah baru (nawazil) yang baru terjadi di masa kini dan belum pernah terjadi di masa silam, atau dalam perkara yang secara umum bisa saja terjadi -tapi belum terjadi- sedangkan kebutuhan atasnya sangat mendesak (Lihat lebih luas dalam Ma’alim Ushul Fiqh, hal. 475-478)

Semoga para pemuda dan cendekiawan tidak terpengaruh oleh kesalahpahaman yang disebarkan oleh JIL dan kawan-kawannya.

Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Baca Juga:

  • Syahwat Liberal
  • Menelusuri Akar Pemikiran Liberalisme

Penulis: Ari Wahyudi

Artikel: Muslim.or.id

Tags: Aqidahbahaya liberalismeijtihadJILliberalliberalismeManhajpaham liberalpemikiran liberalpliralismesekuler
Ari Wahyudi, S.Si.

Ari Wahyudi, S.Si.

Alumni S1 Biologi UGM, Alumni Ma'had Al Ilmi Yogyakarta, penulis kitab "At Tashil Fi Ma'rifati Qawa'id Lughatit Tanzil".

Artikel Terkait

Metode Dakwah untuk Orang Awam

Metode Dakwah untuk Orang Awam

oleh Muhammad Nur Faqih, S.Ag
22 September 2023
0

Dakwah merupakan amalan yang agung di dalam Islam. Tidaklah setiap rasul yang diutus di muka bumi, melainkan mereka mengemban amanah...

Memilih Guru yang Tepat

Bagaimana Memilih Guru yang Tepat?

oleh Muhammad Nur Faqih, S.Ag
15 September 2023
0

Menuntut ilmu adalah ibadah yang agung di dalam Islam. Seorang hamba dapat beribadah dengan tenang tanpa disertai kekhawatiran akan keabsahannya...

Mencegah Kemungkaran dengan Iman dan Takwa

Mencegah Kemungkaran dengan Iman dan Takwa

oleh Fauzan Hidayat
5 September 2023
0

Hidup di zaman yang penuh dengan fitnah ini seringkali diwarnai dengan fenomena praktik kemungkaran khususnya kriminalitas yang mengancam keamanan, ketertiban,...

Artikel Selanjutnya
Bid’ah Hasanah

Fatwa Ulama: Adakah Bid'ah Hasanah?

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Donasi Dakwah YPIA Donasi Dakwah YPIA Donasi Dakwah YPIA
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah