Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
Donasi Dakwah YPIA Donasi Dakwah YPIA

Mengenal Nama Allah “Ash-Shamad”

dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D. oleh dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
14 Agustus 2020
Waktu Baca: 5 menit
1

“Ash-Shamad” adalah salah satu nama Allah Ta’ala yang agung, yang terdapat di dalam surat Al-Ikhlas. Surat Al-Ikhlas diturunkan sebagai jawaban atas pertanyaan sebagian orang-orang musyrik yang datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu mereka mengatakan, 

انْسُبْ لَنَا رَبَّكَ

“Sebutkan nasab Tuhanmu.” Maka Allah Ta’ala pun menurunkan ayat,

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ

“Katakanlah, “Dia-lah Allah, Tuhan Yang maha esa.” (QS. Al-Ikhlas [112]: 1) (HR. Tirmidzi no. 3363, dinilai hasan oleh Al-Albani)

Terdapat beberapa riwayat dari para sahabat radhiyallahu ‘anhum tentang tafsir dari nama Allah “Ash-Shamad”. 

Daftar Isi

  • Tafsir pertama
  • Tafsir kedua
  • Tafsir ketiga
  • Kesimpulan

Tafsir pertama

Yang dimaksud dengan Ash-Shamad adalah,

الصمد الذي لا جوف له

“Yang tidak memiliki al-jauf (rongga perut untuk menampung makanan).” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah, 1/299/665 dan Ath-Thabarani dalam Mu’jam Al-Kabir, 2/22/1162)

Baca Juga: Mengenal Nama Allah “Al-Awwal”, “Al-Akhir”, “Azh-Zhahir” dan “Al-Bathin”

Tafsir kedua

Yang dimaksud dengan Ash-Shamad adalah,

الصمد الذي يصمد إليه في الحوائج

“Yang menjadi tujuan (tempat bergantung) agar semua kebutuhan terpenuhi.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Mandah dalam At-Tauhiid, 2/62; Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah, 1/303/687; dan Al-Baihaqi dalam Al-Asma’ wa Shifat, 1/159/104)

Artinya, Allah Ta’ala adalah Dzat yang menjadi tempat bergantung semua makhluk, sehingga apa yang mereka butuhkan itu bisa terpenuhi. Dengan kata lain, semua makhluk membutuhkan Allah Ta’ala.

Dalam Tafsir Al-Qurthubi disebutkan (20: 245),

إنه المستغني عن كل أحد، والمحتاج إليه كل أحد.

“Yang tidak membutuhkan segala sesuatu dan segala sesuatu membutuhkan-Nya.” Ini adalah penjelasan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.

Tafsir kedua ini tidak bertentangan dengan tafsir yang pertama, bahkan selaras dan merupakan konsekuensi dari tafsir pertama. Hal ini jika Dzat Allah Ta’ala itu tidak membutuhkan yang lainnya (termasuk tidak membutuhkan makanan dan minuman), maka hal ini menunjukkan bahwa Allah Ta’ala adalah Dzat yang sempurna sehingga layak menjadi tempat bergantung semua makhluk. 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

“Pemaknaan Ash-Shamad sebagai Dzat yang menjadi tempat bergantung semua hajat kebutuhan adalah pemaknaan yang benar. Pemaknaan ini juga menguatkan dan menunjukkan pemaknaan yang pertama. Pemaknaan ini tidaklah menafikan pernyataan bahwa Allah tidak memiliki rongga. Bahwa Allah Ta’ala tidak memiliki rongga (untuk menampung makanan dan minuman) adalah sebuah keniscayaan, karena Allah Ta’ala dibutuhkan oleh semua manusia. Hal ini karena kebutuhan terhadap sesuatu didasari atas sifat yang ada pada sesuatu tersebut.” (Bayaan Talbiis Jahmiyyah, 7/556)

Baca Juga: Saatnya Kita Mengenal Nama Allah “asy-Syaafiy”

Tafsir ketiga

Yang dimaksud dengan Ash-Shamad adalah,

الصمد : السيد الذي قد انتهى سؤدده

“Pemimpin yang mencapai puncak kesempurnaan dalam kepemimpinannya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah, 1/299/666 dan Al-Baihaqi dalam Al-Asma’ wa Shifat, 1/157/99)

Ada juga yang menafsirkan Ash-Shamad dengan,

الذي لا يأكل الطعام

“Dzat yang tidak makan (tidak butuh makanan).” 

Ada juga yang menafsirkan dengan,

الباقي بعد خلقه الدائم

“Yang tetap ada, meskipun semua makhluk tiada.“ (Diriwayatkan oleh Ibnu Mandah dalam At-Tauhid, 2/62)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

“Kami telah menegaskan di pembahasan yang lain bahwa mayoritas tafsir ulama salaf tidaklah berbeda (bertentangan satu sama lain). Akan tetapi, terkadang mereka menjelaskan satu sifat dengan sifat (penjelasan) yang bermacam-macam. Terkadang, setiap ahli tafsir menyebutkan satu jenis atau person tertentu hanya sebagai contoh saja (bukan sebagai pembatasan). Hal ini untuk memberikan penjelasan kepada penanya, seperti seorang penerjemah yang ditanyakan kepadanya, apa itu roti? Lalu dia menyebutkan roti jenis tertentu sebagai contoh (bukan untuk membatasi bahwa roti hanya itu saja, pent.).” (Bayaan Talbiis Jahmiyyah, 7/535)

Kesimpulan

Kesimpulan, semua tafsir atau penjelasan ulama di atas adalah benar, karena intinya kembali bahwa Allah Ta’ala Maha sempurna dalam segala hal. Dia tidak membutuhkan makhluk lainnya, siapa dan apa pun makhluk tersebut. Bahkan sebaliknya, seluruh makhluk membutuhkan Allah Ta’ala. Hal ini sebagaimana perkataan Muqatil,

إنه: الكامل الذي لا عيب فيه

“Sesungguhnya Ash-Shamad adalah Dzat yang maha sempurna, yang tidak memiliki cacat (aib) sedikit pun.” (Tafsir Al-Qurthubi, 20/245)

Baca Juga:

  • Mengenal Nama Allah “As-Samii’”
  • Perbedaan antara Nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahiim”

[Selesai]

***

@Kantor YPIA, 29 Syawal 1441/ 21 Juni 2020

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.ida

Referensi:

Taqyiidusy Syawaarid minal Qawaa’id wal Fawaaid, karya Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah Ar-Rajihi, hal. 32-34. Disertai penjelasan dari referensi yang lainnya dan telah kami sebutkan di atas.

Tags: Allah Ash ShamadAqidahaqidah ahlussunnahaqidah islamarti Ash ShamadAsh Shamadbelajar tauhidmakna Ash Shamadmengenal tauhidnama AllahTauhidtauhid asma wa shifat
dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.

dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.

Alumni Ma'had Al-'Ilmi Yogyakarta (2003-2005). Pendidikan Dokter FK UGM (2003-2009). S2 (MSc) dan S3 (PhD) Erasmus University Medical Center Rotterdam dalam bidang Virologi dan Imunologi (2011-2013 dan 2014-2018).

Artikel Terkait

Kisah Kaum Madyan

Berhala Kelima di Muka Bumi: Kisah Kaum Madyan

oleh Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd
6 Juni 2023
0

Tulisan ini merupakan lanjutan dari kisah-kisah penyembahan berhala dalam Al-Qur’an. Pada kesempatan yang telah lalu (Berhala Keempat di Muka Bumi...

Kisah Nabi Ibrahim dan Kaum Harran

Berhala Keempat di Muka Bumi (Bag.2): Kisah Nabi Ibrahim dan Kaum Harran

oleh Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd
5 Juni 2023
0

Pada artikel yang lalu telah diceritakan bagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihis salam mendakwahkan kaumnya di Babil untuk menyembah Allah Ta'ala dan...

Penyimpangan terhadap Iman dan Takdir

Penyimpangan terhadap Iman dan Takdir

oleh Fauzan Hidayat
3 Juni 2023
0

Penyimpangan kepercayaan terhadap iman Berbicara mengenai kelompok manusia yang menyimpang dari sudut pandang sikap mereka terhadap suatu kepercayaan, maka secara...

Artikel Selanjutnya
Fiqh Zakat

Serial Fiqh Zakat (Bag. 7): Zakat Perhiasan Emas dan Perak

Komentar 1

  1. Adnan bin Ahmad says:
    3 tahun yang lalu

    Alhamdulillah, terima kasih.

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Donasi Dakwah YPIA Donasi Dakwah YPIA Donasi Dakwah YPIA
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah