[lwptoc]
Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah Ta’ala. Sekarang ini kita hidup di zaman yang –katanya- serba modern. Penemuan-penemuan alat transportasi dan komunikasi menjadikan bumi yang luas ini serasa semakin sempit. Demikianlah, kehidupan peradaban manusia saat ini berada pada puncak kejayaannya. Kehidupan manusia saat ini menjadi serba mudah dan praktis.
Namun sayang, kehidupan yang modern itu hanya berlaku untuk urusan duniawi saja. Sedangkan untuk urusan agama, sebagian kaum muslimin saat ini justru masih sangat primitif. Mereka masih beragama dan menganut keyakinan-keyakinan yang sama persis dengan keyakinan umat jahiliyyah yang hidup ratusan tahun yang lalu. Di antara keyakinan jahiliyyah yang masih mereka ikuti dan mereka pelihara sampai saat ini adalah keyakinan bahwa benda mati tertentu memiliki kekuatan dan kesaktian, sehingga bisa dipakai sebagai jimat.
Kepercayaan terhadap Jimat
Sebagian masyarakat kita masih memelihara kepercayaan terhadap benda-benda mati. Mereka menganggap bahwa benda mati tertentu memiliki kekuatan, kesaktian, atau keistimewaan yang sangat dahsyat, sehingga bisa dijadikan sebagai jimat, senjata, atau yang lainnya. Padahal, kepercayaan seperti ini hanyalah bersumber dari khurafat, khayalan, dan halusinasi semata.
Keyakinan seperti ini masih mendarah daging dalam sebagian kaum muslimin di negeri kita ini. Tentu kita tidak asing lagi dengan sebutan “batu akik”, yang menurut sebagian orang memiliki kekuatan ghaib atau kekuatan supranatural tertentu sehingga bisa dipakai sebagai jimat atau senjata kesaktian. Bahkan kita jumpai para pedagang yang menjual jimat model ini di daerah-daerah tertentu. Atau keyakinan sebagian orang bahwa pusaka peninggalan kerajaan seperti keris, tombak, atau kereta raja memiliki kekuatan mistis tertentu yang dapat memberikan perlindungan ghaib kepada pemiliknya.
Inilah realita masyarakat kita. Di tengah gemerlap modernisasi kehidupan dunia ini, ternyata masih ada orang-orang yang ketergantungan terhadap benda mati (baca: jimat) dan mendarah daging dalam kehidupannya. Sampai-sampai ketika ada yang berusaha meluruskan keyakinannya itu, dia akan kaget dan terpana dengan adanya “pemahaman baru” yang bertolak belakang dengan apa yang diyakininya selama ini.
Jimat Menurut Hukum Syari’at
Ironisnya, selain mempercayai jimat, mereka juga mengaku menganut ajaran agama Islam. Padahal ajaran agama Islam yang mulia ini, yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah telah begitu gamblang menjelaskan kepada umatnya tentang haramnya memakai jimat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dengan tegas memvonis hal itu sebagai salah satu bentuk kesyirikan, dosa besar yang paling besar di sisi Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menggantungkan jimat, maka sungguh dia telah berbuat syirik.” [HR. Ahmad di dalam Al-Musnad (IV/156). Di-shahih-kan oleh Al-Albani di dalam Silsilah Ahadits Ash-Shahihah no. 492]
Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para sahabat beliau untuk memotong jimat yang digantungkan di leher hewan ternak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat, “Janganlah kalung yang terbuat dari tali (jimat) dibiarkan tergantung di leher unta, melainkan harus dipotong.” [HR. Bukhari no. 3005 dan Muslim no. 2115]
Dalam kesempatan yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan mendoakan keburukan bagi orang-orang yang memakai jimat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menggantungkan jimat, semoga Allah tidak mengabulkan tujuan yang dia inginkan. Dan barangsiapa yang menggantungkan wada’ah (salah satu jenis jimat), semoga Allah tidak menjadikan dirinya tenang.” [HR. Ahmad, Al-Hakim, dan Ibnu Hibban. Dinilai shahih oleh Al-Haitsami dalam Al-Majma’ (IX/304-305)]
Baca juga: Hukum Jimat dengan menggunakan Al-Qur’an
Rincian Hukum Memakai Jimat
Dalil-dalil di atas –dan masih banyak lagi dalil yang lain- sungguh tegas menunjukkan bahwa memakai jimat termasuk bentuk kesyirikan. Para ulama kemudian memberikan perincian tentang hukum memakai jimat ini. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, ”Memakai jimat dan sejenisnya, apabila orang yang memakainya meyakini bahwa jimat itu berpengaruh dengan sendirinya tanpa (taqdir) Allah, maka dia melakukan syirik akbar dalam tauhid rububiyyah. Karena dia meyakini bahwa ada pencipta selain Allah Ta’ala. Apabila pemakainya hanya meyakini jimat itu sebagai sebab, tidak dapat berpengaruh dengan sendirinya, maka dia melakukan syirik ashghar. Karena dia telah meyakini sesuatu sebagai sebab (sarana), padahal bukan sebab. Maka dia telah menyekutukan Allah dalam menentukan sesuatu sebagai sebab, padahal Allah tidaklah menjadikan sesuatu itu sebagai sebab.” [Al-Qoulul Mufiid, 1/165]
Lihatlah dalam kasus jimat ini. Orang yang berakal pasti mengetahui bahwa tentu tidak ada hubungannya antara menggantungkan jimat di pojok rumah agar aman dari pencuri dan perampok. Atau antara menggantungkan jimat di leher agar terhindar dari marabahaya. Dia menggantungkan diri dan urusannya kepada sesuatu yang pada hakikatnya tidaklah dapat menimbulkan pengaruh apa-apa. Bahkan menyelamatkan dirinya sendiri pun, jimat itu tidak akan mampu. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan tentang terputusnya pertolongan Allah Ta’ala bagi orang yang memakai jimat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menggantungkan sesuatu, maka dia akan digantungkan kepada sesuatu tersebut.” [HR. Tirmidzi no. 2072. Dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Ghayatul Maram no. 297]
“Buktinya, Nabi Musa pun Memakai Jimat!”
Sayangnya, meskipun telah jelas dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang kesyirikan pemakaian jimat, para pemuja jimat itu berdalil (lebih tepatnya: berdalih) dengan tongkat Nabi Musa ‘alaihis salaam yang memiliki kesaktian sehingga bisa digunakan untuk membelah lautan. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala yang artinya, “Lalu Kami wahyukan kepada Musa, ‘Pukullah laut itu dengan tongkatmu!’ Maka terbelahlah lautan itu, dan setiap belahan seperti gunung yang besar.” (QS. Asy-Syu’ara [26]: 63)
Maka kita sampaikan kepada mereka, “Apakah para pemuja jimat itu diperintahkan oleh Allah Ta’ala untuk memakai jimat-jimat mereka sebagaimana Allah Ta’ala memerintahkan Nabi Musa untuk memakai tongkatnya?” Maka jika mereka menjawab “Ya”, berarti mereka telah mendustakan begitu banyak dalil syari’at yang sangat gamblang melarang pemakaian jimat.
Namun, jika mereka menjawab “Tidak”, maka berarti analogi mereka tentang pemakaian jimat dengan tongkat Nabi Musa jelas-jelas merupakan analogi yang keliru dan salah besar, karena kondisi keduanya sangat jauh berbeda. Oleh karena itu, dalih para pemuja jimat itu pada hakikatnya hanyalah dalih dan argumentasi akal-akalan saja yang digunakan untuk melawan dalil-dalil yang telah ditetapkan oleh syari’at.
Sehingga klaim mereka bahwa kekuatan yang ada dalam jimat tersebut bersumber dari Allah Ta’ala -sebagaimana tongkat Nabi Musa- sehingga tidak masalah bagi kita memanfaatkannya, adalah klaim dusta atas nama Allah Ta’ala. Karena jimat-jimat tersebut adalah benda mati yang sama sekali tidak memiliki kekuatan dan kesaktian sebagaimana yang mereka khayalkan selama ini. Andaikata jimat itu memang benar memiliki kekuatan, maka itu bukanlah dari Allah Ta’ala. Akan tetapi berasal dari setan yang dipuja-puja dan disembah oleh para pembuat dan pemakai jimat itu, sebagai timbal-balik atas penyembahan yang manusia lakukan kepada setan. [Disarikan dari Majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XIII hal. 34-35]
Keyakinan Seperti Ini Telah Dihapus oleh Rasulullah
Kepercayaan khurafat terhadap jimat ini –yang bersumber dari masyarakat jahiliyyah zaman dahulu- sesungguhnya telah dihapus dengan diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika beliau berkhutbah pada Haji Wada’, “Ketahuilah, seluruh perkara jahiliyyah terkubur di bawah kedua telapak kakiku.” [HR. Muslim no. 3009]
An-Nawawi rahimahullah berkata,“Adapun perkatan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,’(Terkubur) di bawah kedua telapak kakiku’, (hal ini) merupakan isyarat akan terhapusnya perkara tersebut.” [Syarh Shahih Muslim, 4/312]
Demikianlah, karakteristik jahiliyyah tersebut telah dihapus oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, diganti dengan ajaran beliau yang berporos pada ajaran tauhid. Yaitu beribadah dengan memurnikan ketaatan hanya kepada Allah Ta’ala saja, hanya meminta pertolongan dan perlindungan kepada Allah Ta’ala saja, dan tidak ada sekutu bagi-Nya, Dzat Yang Maha perkasa dan Maha kuasa atas segala seuatu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, “Jika Engkau meminta, mintalah kepada Allah. Dan jika Engkau memohon pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah.” [HR. Tirmidzi no. 2516. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Tirmidzi]
Semoga Allah menyelamatkan kita dari dosa kesyirikan.
Baca juga: Ada Apa Antara Rezeki dan Jimat?
—
Penulis: dr. M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.or.id
Assalamu’alaikum
Ustadz mau tanya, kalau air putih yg dialirkan pada suatu alat. Kemudian setelah diminum bisa mengobati penyakit, atau mempunyai kekuatan tertentu, kita percaya alat tersebut hanya sebagai sarana, sedangkan yang menyembuhkan adalah Alloh swt. Katanya alat tersebut sudah diteliti ilmuwan. Apakah alat tersebut bisa dikatakan jimat? mohon jawabannya. Jazakillah
@ Ummu Falah
Wa’alaikumus salam wa rahmatullah wa barakatuh. Kalau memang sdh diteliti dan itu trbukti, mk jk seseorang bersandar pd alat tersebut, namun yakin Allah yg sembuhkan, posisi alat tsb sm sj sdh layaknya jimat krn ada penyandaran hati pdnya. Karena yg mnymbuhkn adl Allah dan hati harus bersandar pd-Nya.
Assalamu`alaikum ana minta ijin copy-paste…
maaf, mau tanya mengenai
“Janganlah kalung yang terbuat dari tali (jimat) dibiarkan tergantung di leher unta, melainkan harus dipotong.”
apakah tali kekang juga termasuk dalam hal yg demikian?
soalnya kalau tidak diberi tali kekang, maka cukup sulit untuk mengiring hewan peliharaan.
terima kasih
@boy
berbeda. tali kekang yang anda maksudkan bukanlah jimat yang biasa dikalungkan di leher hewan tunggangan oleh orang-orang Arab untuk menolak bala.
Assalamualaikum… saya mau nanya, bagaimana hukumnya meminta seseorang ustadz/kiai/habib/dll untuk membacakan doa2 lalu memercikan air ke sudut2 rumah? Apakat ini ntermasuk sikap memercayai jimat?
Jazakallah khairan…
#Fitriyana
Wa’alaikumussalam. Apa tujuan melakukan hal tersebut? Jika maksudnya menyembuhkan penyakit atau mengusir gangguan jin maka minimal hal tersebut termasuk ruqyah bid’ah, dan bisa juga terjerumus dalam kesyirikan jika meyakini bahwa keselamatan dan kesembuhan berasal dari airnya atau dari sang kyai.
Perbuatan tersebut juga tak ubah nya seperti dukun yang dibungkus dengan label Islam.
Assalamu’alaikum
saya mau tanya ustadz,bgmana hukumnya dngn ilmu-ilmu yg biasanya disebut ilmu kanuragan.Ilmu tersebut memakai istighfar,tasbih,dan wirid-wirid lainnya untuk menggunakan jurus atau pun ajiannya.Apakah haram atau mubah ilmu-ilmu tersebut ustadz ?
#Trihan
Wa’alaikumussalam. Ilmu kanuragan adalah:
Jika demikian, maka ilmu tersebut tidak lepas dari bantuan jin atau ilmu sihir, yang keduanya diharamkan oleh agama. Andai ilmu seperti ini dibolehkan, Rasulullah dan para sahabat sudah menggunakannya ketika umat Islam masih sedikit untuk memerangi orang kafir.
#Ustadz Abduh
Assalamu’alaikum..
Sandaran hati yang bagaimana yg terlarang? Apakah alat yg sdh diteliti trsbt dpt dihukumi sm dg obat medis?
#Abu Balqis
Mungkin yang anda tanyakan ada jawabannya di sini:
http://buletin.muslim.or.id/aqidah/ponari-sweat
Assalamu’alaikum..
Bagaimana dg hukum memakai gelang kesehatan yg saat ini sdg marak dipasarkan? Gelang ini telah diteliti secara ilmiah dan mengandung ion-ion negatif yg bermanfaat untuk menjaga keseimbangan metabolisme tubuh..
#ansori
Wa’alaikumussalam, jika yang anda maksud adalah gelang PowerBalance, maka produsennya sudah mengakui bahwa itu bohong.
http://gizmodo.com/5723577/powerbalance-admits-their-wristbands-are-a-scam
Ass, Maaf ustad ..
Sedikit saya bertanya , Apakah ustad pernah sakit atau minimal sakit kepala .. kluPun pernah berarti pak Ustad minum obat dll pada proses perawatan. Pertanyaan saya bukankah obat dan sebagai y adlh media . Yg bisa mnjadi penyembuh dgn Izin Allah .. kmdn jika kt tdk pernah makan atau minum obat jika sakit . Itu arti y pak ustad hanya berdoa saja kpd Allah SWT agar sembuh . Dan jgn minum obat krn nanti musyik krn yg menyembuhkn obat y yg menjadi sebab dgn Izin Allah. Trims