Mohon dimaklumi sebelumnya, mungkin ada pembaca yang “merasa tidak nyaman” dengan pembahasan “kafir” dan “mengkafirkan”, akan tetapi ternyata pembahasan ini dibahas lengkap dan detail oleh ulama kita dalam pembahasan aqidah tauhid, di mana seorang muslim wajib mengetahuinya karena merupakan aqidah dasar kita.
Bisa jadi merasa tidak nyaman atau bahkan ada yang “alergi” dengan pembahasan ini, karena selama ini pembahasn “kafir” dan “mengkafirkan” adalah adalah pembahasan yang seolah-olah seram, menakutkan serta merusak persaudaraan dan toleransi. Anggapan ini TIDAK BENAR, pembahasan mengenai hal ini apabila dipelajari secara benar dan berdasarkan dalil (bukan berdasarkan perasaan dan sangkaan semata), maka dalam pembahasan ini didapatkan:
1. Ketegasan dalam agama Islam, tidak ada yang “abu-abu”, apabila ia tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka disebut kafir sesuai nash dan dalil
2. Indah dan lembutnya ajaran Islam, pembahasan “mengkafirkan” tidak diterapkan serampangan dan langsung memvonis saja, tetapi ada prosesnya dan rinciannya. Tidak dibenarkan seseorang langsung memvonis saudara se-Islam dengan “kafir” tanpa kaidah yang benar, terlebih lagi ada pembahasan “takfir mutlak” dan “takfir mu’ayyan”.
Pembaca yang semoga dirahmati Allah, belakangan ini ada wacana yang dihembuskan cukup masif bahwa:
“Non-muslim tidak boleh dipanggil kafir”
Mereka beralasan bawa kata-kata “kafir” adalah kata-kata yang kasar dan menunjukkan intoleransi. Tentu pendapat ini TIDAK BENAR dan PERLU DILURUSKAN.
Sebagai orang indonesia kita perlu kembali pada pengertian “kafir” pada KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia):
“Kafir: Orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya”
Jadi, sangat tepat apabila kita katakan dan kita sebut non-muslim dengan sebutan “kafir”
Sebuah ungkapan yang bijak:
لِكُلِّ مَقَامٍ مَقَال
“Setiap tempat ada ucapan yang layak”
Tentu kita TIDAK memanggil orang yang tidak beriman atau non-muslim dengan panggilan seperti ini:
“Hai kafir, mau ke mana?”
“Perkenalkan ini tetanggaku yg kafir”
Tentu kata-kata “kafir” kita posisikan sesuai dengan tempatnya, BUKAN DIHAPUS ATAU TIDAK DIGUNAKAN SAMA SEKALI dengan alasan perasaan semata atau alasan yang dibuat-buat.
Menghapus atau tidak menggunakan kata-kata kafir bertentangan dengan aqidah dasar Islam. Agama Islam adalah agama yang tegas dan tidak abu-abu. Salah satu aqidah Islam adalah mengkafirkan orang kafir dan menyebut mereka dengan “kafir”, sebagaimana Allah Ta’ala menyebut mereka langsung dalam Al-Quran,
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
Sesungguhnya TELAH KAFIRLAH orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah, Rabbku dan juga Rabbmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (QS. Al-Maaidah: 72)
Al-Qadhi ‘Iyadh menjelaskan,
ولهذا نكفِّر كل من دان بغير ملة المسلمين من الملل ، أو وقف فيهم، أو شك ، أو صحَّح مذهبهم
“Oleh karena itu, kita mengkafirkan semua orang yang beragama selain agama kaum muslimin atau orang yang sejalan dengan mereka atau ragu-ragu (dengan agama) atau membenarkan agama mereka.” [Asy-Syifa Bita’rif huquqil Musthafa 2/1071]
Salah satu aqidah kita adalah apabila tidak mengkafirkan orang kafir, maka ini adalah bentuk kekufuran. Sebagaimana salah satu pembatal keIslaman, yaitu
الثالث : من لم يكفر المشركين أو شك في كفرهم أو صحح مذهبهم : كفَرَ إجْماعاً
“Barangsiapa yang tidak mengkafirkan orang musyrik atau ragu-ragu bahwa mereka kafir atau membenarkan mazhab (ajaran) mereka maka ini adalah kekufuran secara ijma’.” [Nawaqidul Islam poin ke-3]
Sangat banyak dalil dan nash yang menunjukkan bahwa orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya adalah orang yang disebut dengan sebutan “kafir”
Salah satu dalil yang paling nyata dan hampir mayoritas muslim tahu adalah surat Al-Kafirun, sangat jelas mereka yanh tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dipanggil dengan sebutan “kafir”
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6
Katakanlah, “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah. Dan kalian bukan penyembah apa yang aku sembah. Dan aku tidak pernah men]adi penyembah apa yang kalian sembah, dan kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untuk kalianlah agama kalian, dan untukkulah agamaku.” [QS. Al-Kafirun: 1-6]
Allah Ta’ala juga berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang KAFIR yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al Bayyinah: 6)
Dalil-dalil di atas sudah sangat jelas dan sangat nyata bahwa orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya pantas disebut “kafir”, hanya saja penyebutan ini tentu sesuai keadaannya yang layak sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
Adapun beralasan dengan “intoleransi”, maka ini alasan yang dibuat-buat saja. Agama Islam adalah agama yang indah, toleransi dan memerintahkan berlaku adil kepada orang kafir sekalipun.
Allah Ta’ala berfirman,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tiada melarang kamu untuk BERBUAT BAIK dan berlaku ADIL terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (QS. Al-Mumtahah: 8)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullah menafsirkan,
لا ينهاكم الله عن البر والصلة، والمكافأة بالمعروف، والقسط للمشركين، من أقاربكم وغيرهم، حيث كانوا بحال لم ينتصبوا لقتالكم في الدين والإخراج من دياركم، فليس عليكم جناح أن تصلوهم، فإن صلتهم في هذه الحالة، لا محذور فيها ولا مفسدة
“Allah tidak melarang kalian untuk BERBUAT BAIK, menyambung silaturrahmi, membalas kebaikan ,berbuat ADIL kepada orang-orang MUSYRIK baik dari keluarga kalian dan orang lain. Selama mereka tidak memerangi kalian karena agama dan selama mereka tidak mengusir kalian dari negeri kalian, maka tidak mengapa kalian menjalin hubungan dengan mereka karena menjalin hubungan dengan mereka dalam keadaan seperti ini tidak ada larangan dan tidak ada kerusakan.” [Taisir Karimir Rahmah hal. 819, Dar Ibnu Hazm]
Demikian semoga bermanfaat
Baca Juga: Non Muslim ya Kafir
—
@ Di antara langit dan bumi Allah, pesawat Garuda Lombok – Jakarta
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel muslim.or.id
Alhamdulillah, mudah dipahami. Memberi pencerahan. Terima kasih
Kalau ada orang yang percaya pada satu Allah, percaya bahwa Muhammad adalah rasul Allah, tetapi mengikuti ajaran nabi Isa. Apa agama orang itu?
Bukan Muslim sampai ia mengikuti ajaran Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لا يسمع بي أحد من هذه الأمة يهودي ولا نصراني ثم يموت ولم يؤمن بالذي أرسلت به إلا كان من أهل النار
“Tidaklah seseorang dari umat ini baik dari kalangan Yahudi maupun Nasrani yang mendengar ajaranku kemudian mati dalam keadaan tidak beriman kepada ajaran yang aku bawa, kecuali ia menjadi penghuni neraka” (HR. Muslim)
Ketika konsep al-kufr dalam Al-Qur’an dinafikan, kita tunggu saja ‘tanggapan’ Allah swt ketika Ia diusik secara semena-mena.
Sebagai catatan buat mengingatkan kita semua, bahwa intisari risalah para nabi dan rasul -‘alahim shalawâtullah wa salâmuh- meliputi 5 hal, yaitu :
1. Tauhidullâh (mengesakan Allah swt).
2. Iqâmatu dînillâh (menegakkan agama Allah swt (Islam).
3. Tahqîq ‘ibâdatillâh (merealisasikan penghambaan/peribadatan semata kepada Allah swt).
4. Al-Tabsyîr (penyampaian kabar gembira tentang adanya ridha Allah swt, pahala, dan surga bagi orang-orang yang beriman, taat, serta beramal salih).
5. Al-Indzâr (menyampaikan peringatan keras tentang adanya murka Allah swt, dosa, dan neraka bagi orang-orang yang ingkar/kufur).
Jadi konsep ‘kufur’ dan ‘iman’ itu justru merupakan konsep-konsep paling dasar dalam agama Islam. Tapi, mengapa dihilangkan?!
Tidak benar juga kesimpulan bahwa Rasulullah saw telah meninggalkan istilah kufr, kafir, dst. sejak beliau mendirikan dan menjadi pemimpin di Negara Islam Madinah, karena Al-Qur’an pun saat itu masih menggunakannya, misalnya ayat 72 dan 73 surat Al-Maidah yang termasuk surat-surat madaniyah (yang diturunkan di Madinah).
Tugas berat bagi saudara-saudara muslim lainnya untuk mengingatkan sebagian kelompok umat Islam yang terlalu berani ‘meralat’ konsep kufur yang termaktub secara sangat jelas di dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
اللهم اغفر لنا وارحمنا
Bismillah,
Afwan mohon penjelasan ttg tarjim di paragraf terakhir : “Allah tidak melarang kalian untuk BERBUAT BAIK, menyambung silaturrahmi, ….”.
Sejauh mana silaturahmi yg dimaksud atau bagaimana ?
Silaturahmi itu semua perbuatan baik kepada kerabat
Barakallahu fiik
Setelah membaca, saya rasa maksudnya adalah kata kafir ini tidak boleh disebutkan kalau sedang ada orang non muslim untuk menjaga perasaan mereka, tapi jika hanya ada sesama Islam kata kafir ini bisa disematkan semau mereka. Jika seperti ini bukannya kita juga seorang yang munafik? Kalau di depan mereka tidak boleh bilang kafir, tapi kalau di belakang mereka bisa bilang kata kafir? Atau bagaimana?
Munafik itu bukan seperti definisinya. Ini salah kaprah yang sudah menyebar. Munafik itu menyembunyikan kekufuran dalam hati tapi menampakkan keislaman.
Adapun sikap di depan dan di belakang beda, ini namanya mudarah. Lihat:
https://muslim.or.id/46012-lemah-lembut-dengan-dengan-pelaku-kemaksiatan.html
Alhamdulillah, sekarang mantap hati saya mengucapkan kata kafir kepada mereka non islam.
Sebelumnya saya bimbang,ketika membaca susunan berita acara untuk job MC. Ada tulisan di lembaran untuk dibaca oleh MC yaitu, ” kepada hadirin yang muslim,dipersilahkan untuk sholat, karena waktunya sudah tiba, sedangkan yang kafir dipersilahkan menyicipi hidangan prasmanan”