Donasi Muslim.or.id
Muslim.or.id
khutbah jumat
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book
No Result
View All Result
Muslim.or.id
No Result
View All Result
Donasi Muslim.or.id Donasi Muslim.or.id

Siapakah Ulil Amri atau Penguasa yang Wajib Ditaati? (Bag. 2)

dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D. oleh dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.
26 Mei 2018
Waktu Baca: 4 menit
2
37
SHARES
203
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Baca pembahasan sebelumnya Siapakah Ulil Amri atau Penguasa yang Wajib Ditaati? (Bag. 1)

Di seri sebelumnya telah kami sebutkan siapakah ulil amri yang wajib ditaati sesuai dengan penjelasan para ulama ahlus sunnah. Penguasa tersebut wajib ditaati, baik sang penguasa adalah penguasa yang adil ataupun yang jahat (dzalim). Kitab-kitab ‘aqidah para ulama ahlus sunnah dari masa ke masa telah menyebutkan hal ini, sebagaimana yang telah kami sebutkan di tulisan tersendiri [1].

Demikian pula, wajib bagi rakyat untuk tetap mendengar dan taat, serta bersabar ketika mendapati penguasanya adalah penguasa yang dzalim, yaitu penguasa yang lebih mementingkan diri sendiri daripada kepentingan rakyatnya. Sebagaimana hal ini juga telah kami bahas secara panjang lebar di tulisan tersendiri (enam seri tulisan) [2].

Majelis ilmu di bulan ramadan

Aqidah ahlus sunnah dalam masalah ini bertentangan dengan ‘aqidah kelompok Khawarij yang membolehkan khuruj (memberontak) dari penguasa yang sah, ketika mereka mendapati sang penguasa adalag penguasa yang dzalim dan melakukan perbuatan dosa besar (fasik).

Namun perlu diketahui bahwa para ulama ahlus sunnah telah menetapkan syarat-syarat yang ketat untuk bolehnya seseorang memberontak dari penguasa yang sah. Syarat-syarat ini tentu saja ditetapkan oleh ahlus sunnah dengan menimbang dalil-dalil dari sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hadits-Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang Kapan Seseorang Boleh Memberontak kepada Penguasa yang Sah

Dalam bagian ini, kami akan sebutkan beberapa hadits pokok dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kapan seseorang boleh memberontak kepada penguasa yang sah. Kami sebutkan tiga hadits pokok ini saja untuk menghindari panjangnya tulisan ini.

Hadits pertama

Junadah bin Abi Umayyah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kami menemui ‘Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu ketika beliau sedang dalam kondisi sakit. Kami mengatakan, “Semoga Allah Ta’ala memperbaiki keadaanmu (menyembuhkanmu, pen.). Sampaikanlah kepada kami suatu hadits yang Engkau dengar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, semoga Allah memberikan manfaat (pahala) kepadamu dengan sebab hadits yang Engkau sampaikan (kepada kami).”

Sahabat ‘Ubadah bin Shamit radhiyallahu Ta’ala ‘anhu mengatakan,

دَعَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ، فَقَالَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا: أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا، وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةً عَلَيْنَا، وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ، إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا، عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah kepada kami dan kami pun berbaiat kepada beliau. Maka Nabi mengatakan di antara poin baiat yang beliau ambil dari kami, Nabi meminta kepada kami untuk mendengar dan taat kepada penguasa, baik (perintah penguasa tersebut) kami bersemangat untuk mengerjakannya atau kami tidak suka mengerjakannya, baik (perintah penguasa tersebut) diberikan kepada kami dalam kondisi sulit (repot) atau dalam kondisi mudah (lapang), juga meskipun penguasa tersebut mementingkan diri sendiri (yaitu, dia mengambil hak rakyat untuk kepentingan dirinya sendiri dan kroni-kroninya, pen.), dan supaya kami tidak merebut kekuasaan dari pemegangnya (maksudnya, jangan memberontak, pen.). Kecuali jika kalian melihat kekafiran yang nyata (tampak terang-terangan atas semua orang, pen.), dan kalian memiliki bukti di hadapan Allah Ta’ala bahwa itu adalah kekafiran.” (HR. Bukhari no. 7056 dan Muslim no. 1709)

Hadits ke dua

Diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallahu Ta’ala ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

سَتَكُونُ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ، فَمَنْ عَرَفَ بَرِئَ، وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ، وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ

“Akan ada sejumlah penguasa. Perbuatan penguasa tersebut ada yang kalian kenal (karena merupakan perbuatan kebaikan) dan ada yang kalian ingkari (karena perbuatan tersebut adalah maksiat dan kemunkaran) [3]. Siapa saja yang mengetahui (menyadari) bahwa perbuatan penguasa tersebut adalah maksiat (dan dia tidak menyetujuinya), maka dia telah terbebas dari tanggungan dosa. Dan siapa saja yang mengingkari, dia selamat dari dosa. Akan tetapi siapa saja yang ridha (dengan maksiat yang dilakukan penguasa) dan bahkan menjadi pendukungnya, (itulah yang terancam dosa).”

Para sahabat bertanya,

أَفَلَا نُقَاتِلُهُمْ؟

“Tidakkah kami perangi mereka?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

لَا، مَا صَلَّوْا

“Tidak, selama mereka (masih) mengerjakan shalat.” (HR. Muslim no. 1854)

Hadits ke tiga

Diriwayatkan dari ‘Auf bin Malik radhiyallahu Ta’ala ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خِيَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ، وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ، وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ، وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ

“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah pemimpin yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian. Mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. Dan sejelek-jelek penguasa adalah penguasa yang kalian benci dan mereka pun membenci kalian. Mereka melaknat kalian dan kalian pun melaknatnya [4].”

Ditanyakan kepada beliau,

يَا رَسُولَ اللهِ، أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ؟

“Wahai Rasulullah, bolehkah kami membangkang (memberontak) kepada mereka dengan pedang?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

لَا، مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلَاةَ، وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلَاتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ، فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ، وَلَا تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ

“Jangan, selama mereka masih menegakkan shalat di tengah-tengah kalian. Jika kalian melihat sesuatu (kebijakan) yang kalian benci dari penguasa kalian, maka bencilah perbuatannya. Namun janganlah kalian mencabut tangan dari ketaatan (terhadap penguasa).” (HR. Muslim no. 1855)

Hadits ke dua dan ke tiga menunjukkan bahwa selama sang penguasa masih mendirikan shalat, maka tidak boleh diperangi. Sedangkan hadits pertama menunjukkan bahwa boleh memberontak jika kita melihat kekafiran yang nyata pada sang penguasa. Oleh karena itu, bisa dipahami dari hadits-hadits tersebut bahwa ketika sang penguasa meninggalkan shalat, maka perbuatan tersebut termasuk kekafiran. Sehingga hadits ini adalah di antara dalil yang disebutkan oleh para ulama bahwa meninggalkan shalat (tidak shalat sama sekali) adalah termasuk perbuatan kekafiran. Dan inilah pendapat yang lebih tepat dalam masalah ini.

[Bersambung]

***

Diselesaikan di siang hari yang cerah, Bornsesteeg NL, 30 Sya’ban 1439/ 16 Mei 2018

Penulis: M. Saifudin Hakim

 

Catatan kaki:

[1]     Silakan disimak tulisan kami sebelumnya:

https://muslim.or.id/38218-ketika-taat-diberi-label-sebagai-penjilat.html

[2]     Silakan dibaca tulisan kami mengenai kewajiban ini dalam enam seri tulisan. Link di bawah ini hanya untuk seri pertama dan seri ke enam:

https://muslim.or.id/38935-petunjuk-nabi-dalam-menyikapi-penguasa-muslim-yang-dzalim-01.html

https://muslim.or.id/39469-petunjuk-nabi-dalam-menyikapi-penguasa-muslim-yang-dzalim-06.html

[3]     Artinya, penguasa tersebut ada kebaikannya, namun banyak pula maksiatnya.

[4]     Yang dimaksud dengan “laknat” di sini bukanlah melaknat penguasa di berbagai forum dan kesempatan, karena hal ini tentu saja akan menyebabkan hilangnya rasa aman di tengah-tengah masyarakat serta timbulnya kekacauan dan kerusakan. Akan tetapi, laknat di sini adalah antara mereka (rakyat) dengan dirinya sendiri. Hal ini sebagaimana yang ditunjukkan oleh berbagai dalil syariat yang diambil dari Kitabullah dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Silakan dibaca kembali tulisan kami tentang bagaimana petunjuk Nabi dalam menyikapi pemimpin yang dzalim.

Tags: ahlus sunnahAqidahpemerintahsiapa ulil amri?ulil amri
SEMARAK RAMADHAN YPIA
dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.

dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.

Alumni Ma'had Al-'Ilmi Yogyakarta (2003-2005). Pendidikan Dokter FK UGM (2003-2009). S2 (MSc) dan S3 (PhD) Erasmus University Medical Center Rotterdam dalam bidang Virologi dan Imunologi (2011-2013 dan 2014-2018).

Artikel Terkait

Tabarruk

Tabarruk Kepada Jasad Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

oleh Yulian Purnama, S.Kom.
27 Februari 2023
0

Dalam sebuah hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, ia berkata, أنَّ رَسولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ أَتَى مِنًى،...

kesesatan

Kesesatan yang Paling Parah

oleh Ari Wahyudi, S.Si.
17 Februari 2023
0

Firman Allah Ta'ala, وَمَنۡ أَضَلُّ مِمَّن یَدۡعُوا۟ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَن لَّا یَسۡتَجِیبُ لَهُۥۤ إِلَىٰ یَوۡمِ ٱلۡقِیَـٰمَةِ وَهُمۡ عَن دُعَاۤىِٕهِمۡ...

tafsir tauhid

Memahami Tafsir Tauhid

oleh Ari Wahyudi, S.Si.
13 Februari 2023
0

Bismillah. Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam. Selawat dan salam semoga tercurah kepada nabi kita Muhammad, para sahabatnya,...

Artikel Selanjutnya
Mengenal Allah Hanya di Bulan Ramadhan Saja

Mengenal Allah Hanya di Bulan Ramadhan Saja

Komentar 2

  1. Rii says:
    3 tahun yang lalu

    Assalamu’alaikum warrahmatullah, afwan dalam artikel diatas menjabarkan kewajiban untuk mentaati pemimpin selama itu bukan perbuatan maksiat/kufur yg nyata. Namun pemimpin yg dimaksud apakah pemimpin negara? Atau haruskah seorang muslim mengangkat seorang pemimpin (ulil amri) untuk kemudian ditaati diluar pemimpin negara?

    Afwan. Syukron.

    Balas
    • Yulian Purnama, S.Kom. says:
      3 tahun yang lalu

      Simak: https://muslim.or.id/21379-hukum-organisasi-dan-taat-pada-pimpinan-organisasi.html

      Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id donasi muslim.or.id
Muslim.or.id

Kantor Sekretariat Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari (YPIA).

Pogung Rejo RT 14 RW 51 no. 412
Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I Yogyakarta, Indonesia, 55284.

Media Partner

YPIA | Muslimah.or.id | Radio Muslim | FKIM

Buletin At Tauhid | MUBK | Mahad Ilmi | FKKA

Kampus Tahfidz | Wisma Muslim | SDIT Yaa Bunayya

Wisma Muslimah | Rumah Tahfidz Ashabul Kahfi

Ikuti Kami

  • Tentang Kami
  • Donasi
  • Pasang Iklan
  • Kontak

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

No Result
View All Result
  • Aqidah
  • Manhaj
  • Landasan Agama
  • Penyejuk Hati
  • Fikih
  • Sejarah
  • Khotbah Jum’at
  • Kalkulator Waris
  • E-Book

© 2023 Muslim.or.id - Memurnikan Aqidah Menebarkan Sunnah

Donasi Muslim.or.id