Ibnul Munkadir rahimahullah adalah seorang tabi’in yang mulia. Ia dikenal sebagai ulama, Al Hafidz, ahli ibadah, ahli zuhud, dan orang yang besar baktinya kepada orang tua. Beliau berguru pada banyak sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan meriwayatkan banyak hadits. Semoga Allah merahmati beliau.
Ada sebuah kisah yang menceritakan bahwa Ibnul Munkadir biasa meminta pertolongan kepada makam Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam jika ditimpa sesuatu yang membahayakan. Kisah ini dijadikan alasan oleh sebagian untuk melegalkan ritual tabarruk, tawassul dan meminta pertolongan kepada makam-makam orang shalih. Berikut kisahnya,
قَالَ مُصْعَبُ بنُ عَبْدِ اللهِ: حَدَّثَنِي إِسْمَاعِيْلُ بنُ يَعْقُوْبَ التَّيْمِيُّ، قَالَ:كَانَ ابْنُ المُنْكَدِرِ يَجْلِسُ مَعَ أَصْحَابِه، فَكَانَ يُصِيْبُه صُمَاتٌ، فَكَانَ يَقُوْمُ كَمَا هُوَ حَتَّى يَضَعَ خَدَّهُ عَلَى قَبْرِ النَّبِيِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- ثُمَّ يَرْجِعُ. فَعُوتِبَ فِي ذَلِكَ، فَقَالَ: إِنَّهُ يُصِيْبُنِي خَطَرٌ، فَإِذَا وَجَدْتُ ذَلِكَ، اسْتَعَنْتُ بِقَبْرِ النَّبِيِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-
Mu’shab bin Abdillah berkata: Isma’il bin Ya’qub At Taimi menceritakan kepadaku, ia berkata,
“Suatu ketika Ibnul Munkadir sedang duduk-duduk bersama murid-muridnya. Tiba-tiba lidahnya kaku tak dapat berbicara. Beliau pun berdiri lalu meletakkan dagunya di atas makam Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam lalu kembali. Murid-muridnya menyalahkan perbuatan beliau tersebut. Beliau pun berkata,’Yang menimpaku tadi adalah suatu bahaya. Ketika aku menemui bahaya aku biasa ber-isti’anah (memohon pertolongan) kepada makam Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam‘”
Kisah ini dibawakan oleh:
Pertama: Adz Dzahabi dalam Siyar A’lamin Nubala (9/437)
Kedua: Adz Dzahabi dalam Tarikh Al Islami (2/456) terbitan web alwarraq.com, dengan sanad yang sama, namun terdapat sedikit perbedaan redaksi:
فاذا وجدت ذلك استغثت بقبر النبي صلى الله عليه وسلم
“Ketika aku menemui bahaya aku biasa ber-istighatsah kepada makam Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam”
Ketiga: As Samhudi, dalam Wafa-u Al Wafa Bi Akhbari Daari Al Musthafa (4/218), dengan sanad yang sama, namun terdapat sedikit perbedaan redaksi:
فاذا وجدت ذلك استشفيت بقبر النبي صلى الله عليه وسلم
“Ketika aku menemui bahaya yang demikian aku biasa ber-istisyfa (meminta kesembuhan) kepada makam Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam”
Status Perawi
Pertama: Mu’shab bin Abdillah
Nama lengkapnya Abu Abdillah Mu’shab bin Abdillah bin Mu’shab bin Tsabit Al Zubairi Al Madini. Ibnu Hajar Al Asqalani berkata: “Tsiqah” (Tahdzib At Tahdzib, 10/147). Adz Dzahabi berkata: “Ash Shaduuq” (Siyar A’laamin Nubala, 21/32). Al Baihaqi men-tsiqah-kannya (Siyar A’laamin Nubala, 21/32). Abu Hatim dan Ibnu Ma’in menulis hadits darinya (Al Jarh Wat Ta’dil, 8/309).
Kedua: Isma’il bin Ya’qub At Taimi
Abu Hatim Ar Razi berkata: “Dha’ful Hadits” (Al Jarh Wat Ta’dil, 2/204). Ibnu Hajar berkata: “Lahu hikaayatun munkarah” (Lisaanul Mizan, 1/185). Adz Dzahabi berkata: “Fiihi Layyin” (2/456). Semua ini adalah lafadz-lafadz pelemahan. Memang Ibnu Hajar berkata: “Ibnu Hibban men-tsiqah-kannya” (Lisaanul Mizan, 1/185). Namun Ibnu Hibban di kalangan peneliti hadits telah dikenal akan sikapnya yang terlalu bermudah-mudah menetapkan status tsiqah (baca: mutasaahil). Para peneliti hadits seperti Adz Dzahabi, Ibnu Qattan, Abu Hatim dan yang lainnya menerapkan kaidah: ‘Jika hanya Ibnu Hibban seorang diri yang memberi status tsiqah pada seorang rawi, maka disimpulkan status rawi tersebut adalah majhul ain‘. Lihat penjelasan lengkap tentang masalah ini pada Buhuts Fil Musthalah (1/288) karya Dr. Mahir Yasin Al Fahl.
Kualitas Riwayat
Dari keterangan di atas, maka jelaslah bahwa riwayat tersebut dha’if karena dhaif-nya Isma’il bin Ya’qub At Taimi. Hal ini diperkuat dari keterangan dari Adz Dzahabi, karena setelah membawakan riwayat tersebut dalam Tarikh Al Islami (2/456) beliau berkata, “Isma’il: fiihi layyin” (Isma’il bin Ya’qub terdapat kelemahan).
Andaikan kisah ini shahih pun -dan nyatanya tidak- perbuatan Ibnul Munkadir, seorang tabi’in, bukanlah dalil, bukan alasan yang dapat melegalisasikan isti’anah (meminta pertolongan) kepada kuburan.
Semoga Allah memberi taufik.
***
Penulis: Yulian Purnama
Artikel www.muslim.or.id
jangan terburu-buru mengatakan tawasul dan tabaruk adalah meminta pertolongan pada makam ya..kita satu agama dan satu akidah
#abdur rosid
Anda benar. Tawassul dengan makam, tabarruk pada makam, dan minta pertolongan pada makam adalah 3 hal berbeda. Namun semuanya terlarang dan merupakan kesyirikan.
ana mo numpang nanya,,knapa orang2 suni di indonesia senang mendatangi makam2 orang sholeh daripada mendatangi makam orangtuanya..???
Assalamu ‘alaikum
Ustadz,saya pernah membaca sebuah artikel di sebuah tabloid islam bahwa ada sebuah penelitian di Jepang yaitu apabila kita mengucapkan kata2 yang baik atau buruk yang diarahkan ke air maka molekul-molekul atau atom-atom di dalan air itu akan membentuk sebuah pola. Sehingga dapat disimpulkan kalau isi air itu dibacakan doa-doa yang baik maka molekul-molekulnya akan membentuk pola kebaikan maupun sebaliknya akan membentuk pola yang buruk. Pertanyaan saya yaitu karena berdasarkan penelitian ini ada sebagian kaum muslimin yang membacakan doa/dzikir/mantera yang diyakini baik ke arah air maka orang minum air tersebut akan merasa baik atau sehat,apakah hal ini dibolehkan dan apakah kita minum air zam-zam untuk kesembuhan termasuk bertawasul serta apakah ada doa/dzikir khusus untuk meminum air zam-zam? Mohon penjelasannnya. Jazakallah.
@ Kuswanto
Wa’alaikumus salam wa rahmatullah wa barakatuh.
Untuk air zam-zam, memang ia adalah air yg penuh keberkahan. Hal ini berdasarkan dalil. Sehingga boleh ngalap berkah dengannya. Do’a yg dibaca ketika itu apa saja karena air zam-zam sesuai niatan orang yang meminumnya. Silakan baca artikel berikut ini >> http://rumaysho.com/faedah-ilmu/15-faedah-ilmu/2740-khasiat-air-zam-zam.html.
Untuk masalah membacakan do’a ke air sebagaimana dicontohkan di atas, maka ini harus butuh dalil, tidak semata dengan berdasarkan penelitian di Jepang (barangkali ini juga penelitian orang kafir yg tidak paham Islam). Alasannya, karena keberkahan (kebaikan yang banyak) itu datangnya dari Allah, sehingga kita mau menyatakan suatu itu berkah, maka tentu saja dari penjelasan Allah dan Rasul-Nya, bukan hanya berdasarkan pada penelitian.
Semoga Allah beri kepahaman.
setau ana cuma ziarah kubur yg dibolehkan. itupun dengan tujuan mendoakan orang yg telah wafat/dikubur. bukan meminta pertolongan pada kuburan/makam.dimana logika sehatnya, benda mati (kuburan/makam) bisa memberi manfaat/pertolongan pada mahluk hidup???
Apakah sudah lupa dengan Nabiyullah Ibrahim AS yg menghancurkan benda2 mati (patung???) yg didatangi untuk dimintai pertolongan????
ngomong-ngomong tentang ziarah-ziarah dan quburiyyun-quburiyyun antum pernah pada ziarah belum sih? ziarah tuh sunnah lho…… iya kan?
#salih
Bedakan tabarruk dengan ziarah kubur, silakan baca tulisan kami:
http://kangaswad.wordpress.com/2011/05/18/keutamaan-ziarah-kubur/
@abduh: afwan akh… untuk penelitian orang Jepang tentang air, itu bila ditinjau dari segi sains, apakah harus dipisah antara sains dan agama??
sehingga melulu dogmatis pada dalil dan mengesampingkan metode ilmiah yg ada. afwan, mungkin antum hanya mengenyam ilmu agama beserta cabangnya tanpa mempelajari ilmu-ilmu lain seperti sains,dll…
wa afwan kalau ana berkata demikian… karena ana masih mahasiswa.
#Andi Pangerang Patarani
Mengherankan jika anda membuat ritual baru dalam Islam gara-gara penelitian orang kafir.
Sekedar untuk diketahui Ustadz Abduh adalah lulusan S2 Teknik Kimia, S1 di UGM, S2 di King Saud University.