Para pembaca yang di muliakan oleh Allah ta’ala, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meninggalkan kita di atas tuntunan yang jelas, tuntunan yang terang berderang, di atas petunjuk yang sempurna. Hal ini telah di tegaskan oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya:
اَلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridai Islam itu Jadi agama bagimu.” (QS. al-Maidah: 3)
Ayat yang mulia ini menunjukkan kesempurnaan syariat dan bahwasanya syariat ini telah mencukupi segala keperluan yang dibutuhkan oleh makhluk.
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya, “Ayat ini menunjukkan nikmat Allah yang paling besar, yaitu ketika Allah menyempurnakan agama bagi manusia sehingga mereka tidak lagi membutuhkan agama selain islam, tidak membutuhkan seorang nabi pun selain nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itulah Allah ta’ala mengutus beliau sebagai nabi penutup para nabi dan mengutus beliau kepada manusia dan jin. Tidak ada sesuatu yang halal melainkan yang Allah halalkan, tidak ada sesuatu yang haram melainkan yang Allah haramkan dan tidak ada agama kecuali perkara yang di syariatkan-Nya.” (Tafsir Ibnu Katsir, dinukil dari ‘Ilmu Usul Bida’, Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi, 17)
Begitu pula Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ
“Aku tinggalkan kalian dalam suatu keadaan terang-benderang, siangnya seperti malamnya. Tidak ada yang berpaling dari keadaan tersebut kecuali ia pasti celaka.” (HR. Ahmad)
Juga sabdanya,
مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقّرِبُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيُتَاعِدُ عَنِ النَّارِ إِلاَّ قَدْ بُيِّنَ لَكُمْ
“Tidaklah ada sesuatu yang mendekatkan diri kepada surga dan menjauhkan dari neraka melainkan telah dijelaskan kepada kalian.” (HR. Thabrani)
Sahabat Abu Dzar al-Ghifari berkata:
تَرَكَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا طَائِرٌ يُقَلِّبُ جَنَاحَيْهِ فِي الْهَوَاءِ إِلاَّ وَهُوَ يَذْكُرُ لَنَا عِلْمًا
“Rasulullah wafat meninggalkan kami dalam keadaan tidak ada seekor burung pun yang terbang di udara melainkan beliau telah mengajarkan ilmunya kepada kami.” (HR. Thabrani)
Bahkan hal ini juga dipersaksikan oleh musuh-musuh islam yakni akan kebenaran dan kesempurnaan agama islam ini. Seorang yahudi berkata kepada Salman Al Farisi (dengan nada mengejek): “Nabi kalian mengajarkan kepada kalian segala sesuatu hingga cara buang hajat!”. Salman menjawab (dengan penuh bangga): “Benar, beliau telah melarang kami untuk menghadap kiblat ketika buang air besar atau buang air kecil, dan beliau melarang kami untuk istinja’ dengan menggunakan tangan kanan dan istinja’ dengan kurang dari tiga batu atau istinja’ dengan kotoran atau tulang.” (HR. Muslim)
Begitu pula yang menjadi akidah para ulama ahlussunnah, Imam Malik berkata, “Barangsiapa mengadakan sesuatu yang baru (bid’ah) di dalam agama ini sedangkan ia menganggap baik perbuatan tersebut maka sungguh ia telah menuduh Nabi Muhammad telah berbuat khianat, karena Allah ta’ala telah berfirman, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridai Islam itu Jadi agama bagimu.” (QS. al-Maidah: 3). Maka perkara yang pada hari ayat ini diturunkan bukan agama maka sekarang juga bukan merupakan agama.” (Al-I’tishom, 1/49, dinukil dari ‘Ilmu Usul Bida’, 20)
Maka berdasarkan keterangan di atas, bisa kita ambil kesimpulan betapa sempurnanya syariat islam, sehingga penambahan atau pengurangan atas syariat islam tanpa dalil dari al-Qur’an atau as-Sunnah menunjukkan pelecehan terhadap syariat, tindakan kriminal agama dari pelakunya yang secara tidak langsung pelakunya menganggap bahwa syariat islam ini belum sempurna, waliya’udzu billah.
Perbuatan yang tidak ada tuntunannya dalam syariat islam dikenal dengan nama bid’ah.
[lwptoc]
Makna Bid’ah
Secara bahasa, bid’ah berarti segala sesuatu yang terjadi atau dilakukan tanpa ada contoh sebelumnya, hal ini sebagaimana Firman Allah ta’ala:
مَا كُنتُ بِدْعًا مِّنَ الرُّسُلِ
“Katakanlah: Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul.” (QS. Al Ahqaf: 9)
Yakni, tidaklah aku adalah orang yang pertama kali diutus, namun sebelumku telah di utus beberapa rasul.
Adapun definisi bid’ah secara istilah syar’i adalah sebagaimana di jelaskan oleh Imam Asy-Syatibi, “Bid’ah adalah suatu metode di dalam beragama yang di ada-adakan menyerupai syariat, dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala sedangkan tidak ada padanya dalil syar’i yang shahih dalam asal atau tata cara pelaksanaannya.” (Al I’tisham: 1/37, dinukil dari ‘ilmu Usul Bida’, 24)
Hukum Bid’ah
Setiap bid’ah adalah kesesatan, setiap bid’ah membawa pelakunya kepada perbuatan dosa, perbuatan kesesatan dan menodai syariat islam yang mulia dan sempurna ini. Bukankah sesuatu yang sempurna jika ditambah atau dikurangi akan merusak kesempurnaannya? Bukankah sebuah bola yang sudah bulat sempurna jika kita tambahi atau kurangi malah akan merusak keindahannya??
Perbuatan bid’ah adalah kesesatan walaupun orang-orang menganggap perbuatan tersebut adalah kebaikan, sebagaimana perkataan sahabat Abdullah Ibnu Umar,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
“Setiap bid’ah adalah kesesatan meskipun manusia menganggap perbuatan tersebut adalah kebaikan.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengada-adakan suatu perkara dalam agama ini tanpa ada tuntunannya maka amalannya tersebut tertolak.” (HR. Bukhari Muslim)
Juga dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Setiap bid’ah adalah kesesatn.” (HR. Tirmidzi)
Faedah
Bid’ah yang tercela dalam islam adalah perbuatan bid’ah dalam syariat islam, yaitu melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan dengan alasan ibadah padahal tidak ada dalil atas hal tersebut atau dalil yang menjadi sandarannya adalah hadits yang lemah, tidak bisa dijadikan sebagai sandaran hukum. Sehingga apabila ada seseorang melakukan suatu perbuatan yang baru akan tetapi tidak dalam rangka beribadah kepada Allah ta’ala maka perbuatan tersebut bukanlah disebut sebagai bid’ah yang tercela akan tetapi disebut bid’ah secara bahasa, dan perbuatan tersebut boleh.
Misalnya seseorang ingin melaksanakan puasa khusus pada hari selasa saja tanpa hari lainnya, sedangkan puasa adalah ibadah, ia melaksanakan puasa tersebut tanpa ada contohnya dari Rasulullah dan para sahabatnya, maka puasa yang ia lakukan adalah bid’ah yang diharamkan oleh islam. Adapun jika seseorang melakukan perbuatan yang berkaitan dengan dunia seperti membuat kendaraan tipe baru yang belum ada contoh sebelumnya, atau membuat kebiasaan baru, maraton setiap hari Rabu pagi dan seterusnya maka tidak diragukan lagi bahwa perbuatan-perbuatan tersebut adalah boleh.
Semoga bermanfaat…
***
Penulis: Abu Sa’id Satria Buana
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id
sungguh jawaban yang adil bagi penulis komentar sebelumnya :D
semoga kita selalu mendapat petunjuk Alloh.
sekaligus ijinkan saya untuk memasukkan artikel muslim.or.id ke blog saya.
Dua Pendapat Tentang Bid’ah
Kalau kita teliti lebih dalam, para ulama memang berbeda pendapat tentang definisi dan pengelompokan kategori bid’ah. Setidaknya kita mendapat dua pendapat yang berbeda dalam hal ini.
1. Pendapat Pertama
Di sisi yang lain, ada sebagian ulama yang mengatakan sebaliknya. Mereka mengatakan bahwa bid’ah itu adalah segala praktek baik termasuk dalam ibadah ritual atau pun dalam masalah muamalah, yang tidak pernah terjadi di masa Rasulullah SAW.
Meski namanya bid’ah, namun dari segi hukum, hukumnya tetap terbagi menjadi lima perkara sebagaimana hukum dalam fiqih. Ada bid’ah yang hukumnya haram, tapi juga ada bid’ah yang hukumnya wajib. Dan ada juga yang hukumnya mubah, makruh dan sunnah.
Dalil Pendukung
Pendapat ini didukung dengan dalil sabda Rasululah SAW bahwa lawan dari bid’ah itu sunnah, namun sunnah itu tidak selamanya baik. Ternyata ada juga sunnah yang tidak baik.
Sehingga demikian juga hal yang terjadi dengan isitlah bid’ah. Ada bid’ah yang tidak benar tapi di sisi lain ada juga bid’ah yang baik atau sering disebut dengan istilah hasanah.
Al-Mundzir bin Jarir menceritakan dari ayahnya Jarir bin Abdillah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ. ومَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
“Siapa yang melakukan satu sunnah hasanah dalam Islam, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang yang mengamalkan sunnah tersebut setelahnya tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan siapa yang melakukan satu sunnah sayyi’ah dalam Islam, maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang-orang yang mengamalkan sunnah tersebut setelahnya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.” (HR Muslim)
Di zaman khalifah Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, beliau pernah menyebut shalat tarawih di masjid berjamaah dengan satu imam sebagai puncak nikmatnya bid’ah. Bayangkan, bukan sekedar boleh tapi malah menikmatinya. Silahkan periksa kitab Shahih Al-Bukhari dan kitab Syarahnya, Fathul Bari jilid 4 halaman 250.
Jelas sekali hukumnya bukan haram atau terlarang, bahkan sangat dianjurkan untuk dikerjakan sehingga merupakan kenikmatan. Dan yang menyebut demikian adalah orang yang sudah dipastikan masuk surga. Karena Umar memang termasuk 10 orang yang dipastikan masuk surga.
Selain itu Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu pernah menyebut shalat Dhuha’ secara berjamaah yang hukumnya sunnah itu sebagai bid’ah. Jadi hukumnya bukan terlarang, malahan hukumnya sunnah. Hanya saja beliau mengistilahkan dengan istilah bid’ah, karena mengacu kepada kenyataan bahwa sebelumnya hal itu belum pernah dilakukan.
Tentang landasan hadits bahwa Ibnu Umar mengatakan hal ini tentu saja merupakan dalil yang shahih, karena haditsnya diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari. Silahkan rujuk kitab Fathul Bari jilid 3 halaman 599
Pendukung Pendapat Ini
Maka selain Umar bin Al-Khattab dan puteranya, Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, para ulama yang mengatakan demikian cukup banyak dan mewakili 4 mazhab yang kita kenal.
Dari kalangan mazhab Abu Hanifah, ada Ibnu ‘Abidin. Dari kalangan mazhab Malik ada Al-Qarafi dan Az-Zarqani.
Sedangkan dari kalangan mazhab Asy-Syafi’i ada Al-Imam Asy-Syafi’i sendiri, juga ada Al-’izz ibnu Abdissalam, Al-Imam An-Nawawi, Abu Syamah.
Sementara dari kalangan mazhab Hanabilah ada Ibnu Al-Jauzi. Bahkan pendapat ini juga didukung dari kalangan mazhab Dzhahiri, yaitu Ibnu Hazm.
Jadi boleh dibilang pendapat ini bukan asal pendapat, dan bukan asal bicara. Pendapat ini dilandasi oleh begitu banyak pertimbangan, logika, nalar dan juga referensi yang akurat. Dan dimotori oleh salah satu dari Khulafa Ar-Rasyidin, Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu.
Di antara contoh bid’ah dengan kelima hukumnya, adalah:
1.1. Bid’ah Yang Hukumnya Wajib
Seperti belajar bahasa Arab dengan ilmu Nahwu dan ilmu Sharf. Jelas sekali kalau pakai definisi yang mereka buat, mempelajari keduanya tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para shahabatnya. Bahkan tidak ada seorang pun yang mempelajari kedua cabang ilmu bahasa Arab itu di masa kenabian.
Umat manusia baru berdondng-bondong belajar ilmu Nahwu dan ilmu Sharf sepeninggal Rasulullah SAW beberapa tahun kemudian, ketika bendera Islam merambah ke luar dari Jazirah Arabia.
Secara kriteria, fenomena ini termasuk perkara yang tidak pernah dilakukan di zaman Nabi Muhammad SAW. Seharusnya dan sepantasnya perbuatan ini dimasukkan ke dalam kategori bid’ah.
Tetapi jelas sekali bahwa seseorang tidak mungkin mengerti perintah Allah dalam Al-Quran dan As-Sunnah kecuali dengan mempelajari ilmu Nahwu dan Sharf hingga tingkat mahir. Padahal mengerti perintah Allah dan Rasul-Nya hukumnya wajib.
Maka hukum mempelajari ilmu Nahwu dan Sharf hukumnya juga wajib, walau pun termasuk kategori bid’ah, karena di zaman nabi belum ada.
1. 2. Bid’ah Yang Hukumnya Sunnah
Misalnya mendirikan sekolah dengan sistem pendidikan modern, ada kurikulum, kelas, ujian, nilai raport, ijazah dan seterusnya. Di zaman Rasulullah SAW jelas tidak ada sistem seperti ini. Kalau mau jujur, maka mendirikan dan menjalankan sebuah sekolah termasuk kategori bid’ah.
Tetapi semua orang di dunia ini sepakat bahwa sekolah itu penting buat mempersiapkan generasi kita di masa depan. Maka para ulama mengatakan bahwa mendirikan sekolah termasuk hal yang disunnahkan, meski termasuk bid’ah.
1.3. Bidah Yang Hukumnya Mubah
Seperti bersalaman setelah shalat fardhu dengan sesama jamaah shalat. Juga termasuk berpakaian yang bagus dan memakan makanan yang lezat dan enak. Para ulama menghukuminya sebagai mubah, walau termasuk kategori bid’ah.
1. 4. Bid’ah Yang Hukumnya Makruh
Seperti menghias masjid dengan hiasan mahal terbuat dari emas, perak atau benda berharga lainnya. Bahkan sebagian ulama seperti Dr. Said Ramadhan Al-Buthi termasuk ikut mengharamkan penghiasan masjid secara berlebihan.
Sebab hal ini tidak kita dapati di zaman Rasulullah SAW, yaitu di mana orang berlomba untuk menghias masjid sedemikian rupa dengan mengeluarkan dana yang amat mahal.
Di masa beliau SAW dan juga masa keemasan Islam, keberhasilan suatu masjid diukur dari seberapa banyak ulama yang bisa dilahirkan dari suatu masjid.
Masjid Nabawi di Madinah adalah contoh di mana masjid melahirkan para pahlawan, ulama dan duat yang tersebar ke seantero dunia. Ada pun dari segi fisik, bangunannya sangat sederhana. Tanpa menara menjulang dan tanpa karpet tebal. Boleh dibilang sangat sederhana bahkan ada bagian yang tidak ada alasnya untuk sekedar shalat.
1.5. Bid’ah Yang Hukumnya Haram
Seperti mengembangkan akidah yang menyimpang dari apa yang telah diajarkan Rasulullah SAW. Akidah menyimpang itu diantarnya akidah Jabariyah, Qadariyah, Mu’tazilah dan seterusnya.
Sebab Rasulullah SAW tidak pernah mengajarkan perdebatan-perdebatan ala ahli kalam, tidak juga dilakukan oleh para shahabat Rasulullah SAW. Perdebatan theologis itu terjadi karena pengarus masuknya buku-buku para filosuf dari Yunani dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab di abad pertengahan.
Sehingga sejak itu mulailah di dunia Islam beberapa perdebatan theologis yang pada girilannya mampu sedikit membelokkan arah pandangan aqidah sebagian umat Islam.
Penyimpangan akidah inilah yang nampaknya telah diantisipasi oleh Rasulullah SAW sejak abad ke-7 masehi dengan statemen beliau bahwa bid’ah itu sesat dan sesat itu di neraka.
2. Pendapat Kedua
Pendapat kedua mengatakan bahwa istilah bid’ah itu hanya satu saja, dan termasuk perbuatan sesat.
Tidak ada istilah bid’ah tapi baik atau boleh. Sekali suatu perbuatan dikategorikan sebagai bid’ah, maka otoatis hukumya haram, karena bid’ah dalam pandangan mereka adalah sesuatu yang haram dikerjakan secara mutlak.
Pendukung Pendapat Ini
Yang mendukung pendapat ini cukup lengkap juga mewakili 4 mazhab:
Dari kalangan Mazhab Hanafi adalah Al-Imam Asymni dan Al-’Aini. Dari kalangan mazhab Maliki ada Al-Imam Malik sendiri, juga ada Al-Imam Asy-Syathibi dan At-Turtusy.
Dari kalangan mazhab Asy-Syafi’i ada Al-Imam Al-Baihaqi, Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani serta Ibnu Hajar Al-Haitsami.
Sedangkan dari kalangan mazhab Hanbali ada Ibnu Rajab Al-Hanbali dan Ibnu Taimiyah.
Dalil Pendukung
Landasan pendapat ini mengacu kepada Rasulullah SAW yang pernah berkata bahwa semua bid’ah itu sesat. Hal itu bisa kita dapat dalam salah satu sabda beliau yang diriwayatkan oleh Al-’Irbadh bin Sariyah:
Awas kalian dari perkara-perkara yang diada-adakan, karena sesuatu yang diada-adakan itu bid’ah dan semua bid’ah itu sesat, dan semua sesat itu di neraka. (HR Abu Daud dan Al-Hakim)
Namun ketika kalangan ini memasukkan hal-hal apa saja yang termasuk bid’ah, mereka pun tidak terlalu terburu-buru, juga tidak gegabah. Tidak semua hal mereka tudingkan sebagai bid’ah. Karena istilah bid’ah dalam pandangan mereka cukup dahsyat.
Ibarat senjata, mereka tidak boros peluru. Tidak mudah main lepas tembakan ke sembarang arah, karena peluru mereka ini sangat mematikan. Tidaklah seseorang dituduh sebagai ahli bid’ah, hanya lantaran praktek ibadah orang itu tidak sesuai dengan pendapat guru atau panutannya.
Tentu kelompok ulama yang kedua ini tidak seperti kalangan anak muda di zaman sekarang yang dengan ilmu terbatas, rujukan terbatas, serta wawasan yang ngepas, tiba-tiba ibarat tentara stres menembakkan peluru membabi buta ke segala arah.
Semua orang dicaci maki sebagai ahli bid’ah, tidak satu pun yang tidak kena vonis bid’ahnya yang mematikan itu. Bahkan caci maki itu diteruskan dengan tindakan tidak terpuji lainnya, misalnya menyebarkan ‘aib dan semua kekurangan orang itu. Bahkan sampai urusan mencela secara fisik, sesuatu yang hanya terjadi di panggung lenong betawi saja.
Padahal terkadang sebenarnya masalah itu masih punya ruang untuk berbeda pendapat. Sementara para ulama masih belum sampai kata sepakat untuk membid’ahkannya, ternyata sekelompok anak muda ‘aneh’ yang tidak bisa bahasa arab ini sudah melaju duluan dan menyebar vonis bid’ah ke semua orang.
Sayang sekali memang, karena ternyata senjatanya cuma terjemahan dari fatwa si fulan dan fulan, itu pun cuma hasil copy paste dari situs internet. Tapi lagaknya sudah kayak mufti betulan. Sayang sekali memang, kalau ada anak muda penuh semangat tapi ilmu terbatas.
Semoga mereka bisa kembali ke jalan yang terang, biar tidak nabrak apa pun yang ada di depannya. Maklum anak muda, semangat dan nafsu boleh besar tapi sayang sekali ilmunya kurang. Kitab yang dibaca cuma itu-itu saja sih, tidak ada kitab lainnya.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Buat komentarnya Al Fiqri….kaya pernah baca deh di eramuslim ^^
nah klo begini saya setuju disertai dengan dalil dan tidak menekankan bahwa seluruh bit’ah adalah SESAT……!!!!!!
seperti yang saya lihat dan saya dengar bahwa ada sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab berbicara didalam mesjid bahwa “BIT”AH ADALAH SESAT DAN ORANG YANG MELAKUKAN BIT’AH ADALAH AHLI NERAKA”
problema itulah yang membuat saya bahkan anda sendiri kurang enak didengar
mohon klo ada yang salah mohon diluruskan
Bagaimana jika yang berkata itu adalah Nabi Sholallohu ‘alaihi wa sallam?
“Aku wasiatkan kepada kalian agar bertaqwa kepada Alloh, patuh, dan taat, sekalipun yang memerintah kalian adalah budak Habsyi. Sebab, siapa saja diantara kalian ditakdirkan hidup (setelah nabi wafat), niscaya kalian akan melihat banyak perselisihan. Karena itu berpegang teguhlah kalian pada sunnahku dan dan sunnah para kholifah yang mendapatkan bimbingan dan petunjuk. Pegang teguhlah kuat-kuat! Berhati-hatilah terhadap segala perkara yang diada-adakan, karena segala perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah, sedangkan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap yang sesat itu tempatnya di neraka” (Hadits diriwayatkan oleh An-Nasa`i dan At Tirmidzi dan At Tirmidzi berkata, ‘hadits ini hasan shohih’)
Dan -Wallohu a’lam- orang yang melakukan bid’ah tidak sembarangan ditetapkan sebagai ahli bid’ah.
Yang boleh adalah secara umum misalkan “barang siapa melakukan bid’ah maka ia melakukan suatu yang mengantarkan ke neraka”. Sesuai keumuman hadits diatas.
Tidak boleh langsung ditujukan ke individu : ‘Si fulan melakukan A pada waktu tertentu padahal itu adalah bid’ah maka fulan adalah ahli bid’ah dan dia adalah penghuni neraka”
Karena hanya Alloh yang menentukan dimana tempat akhir seorang hamba.
Boleh memvonis seseorang itu ahli bid’ah apabila telah terpenuhi syarat-syarat dan ini dilakukan oleh ulama’ yang berpemahaman lurus, bukan sembarangan orang.
Mari kita memeriksa kembali amalan kita apakah semua amal ibadah yang kita lakukan adalah amalan yang disyari’atkan?
Semoga Alloh memberi hidayah kepada kita semua kepada jalan yang lurus dan membersihkan amalan kita dari bid’ah.
Wallohu a’lam
dengan bergabung disitus ini saya rasa-rasanya kok merasa seperti orang islam yang paling benar. yang lain salah semua amalannya tertolak,hanya amal kami saya yang benar. astagfirulllah al adziim.
Alhamdulillah,dari komentar teman-teman banyak masukan yang bisa kita petik maknanya,sehingga dalam melihat suatu permasalahan jangan hanya mengandalkan pemikiran satu orang saja, masih banyak orang yang berpengetahuan luas daripada kita. Memang ilmunya manusia tidak ada bandingannya dengan ilmu-Nya Allah SWT, namun jangan lupa bahwa Allah akan memberikan petunjuk dan hidayah-Nya kepada orang yang dikasihi-Nya.
Kepada teman-teman semua, jangan terlalu mudah mengatakan bahwa bid’ah itu sesat, tolong dilihat dulu tujuan, makna dan manfaat dari suatu perbuatan tersebut. Seandainya perbuatan itu tidak menyekutukan Allah dan melanggar larangan-Nya tentu alangkah tidak bijaksananya kita mengatakan bahwa perbuatan itu sesat.
Jika kita sejenak mau berpikir dengan tenang, melihat sisi kehidupan disekitar kita… maka banyak bid’ah-bid’ah yang akan kita temui. Ambil contoh kecil saja, jika kita sakit maka akan berobat ke dokter. Jika kita berkeyakinan bahwa dokter dengan obatnya itu yang memberi kesembuhan maka sudah jelas perbuatan kita keliru, namun jika berkeyakinan bahwa dengan berobat ke dokter merupakan suatu ikhtiar dimana segala sesuatunya hanyalah Allah yang menyembuhkan maka perbuatan kita tersebut adalah benar. Saya memberikan contoh kecil ini hanyalah sebagai perumpamaan tentang istilah bid’ah tadi, karena pada zaman Rasulullah dulu belum ada dokter seperti jaman sekarang ini. Semoga bermanfaat.
Kepada Saudara Al Fiqri, terima kasih atas pencerahannya, anda telah mengulas masalah ini dengan BIJAKSANA.
Saudara Iwand, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kullu bid’atin dholaalah, wa kullu dholalatin finnaar…” yang artinya: “Semua bid’ah itu sesat dan semua kesesatan tempatnya di neraka.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah menegaskan bahwa semua perkara yang dibuat buat di dalam agama Islam (yaitu bid’ah) adalah sesat. Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Anda katakan terlalu mudah mengatakan bahwa bid’ah itu sesat? ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri loh yang ngomong! apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kurang bijaksana menurut Anda?
Sekali lagi, bid’ah itu berkaitan dengan urusan ibadah yang sudah disyariatkan, seperti shalat, puasa, haji, zakat, dll dan bukan dengan urusan dunia yang mubah seperti berobat ke dokter, naik mobil, komputer, pesawat terbang, dll, kalo itu mah boleh-boleh saja.
Saudaraku Abdul Jabar, terima kasih atas komentarnya.
Tiada pernah sedikitpun terbersit di hati ini meragukan ucapan Rasulullah.
Dalam konteks comment saya di atas, saya melihat bid’ah secara universal dari segi bahasa dimana diartikan sebagai sesuatu yang baru; sesuatu yang belum pernah di lakukan.
Saya tidak membahas dari segi terminologi istilah, karena akan sangat panjang dan luas sekali, dan juga karena keterbatasan pengetahuan yang saya miliki.
Mengenai Bid’ah syariat yang seperti anda utarakan,contohnya seperti : mengurangi/menambah-nambah perkara/rukun shalat, saya sangat setuju, itu termasuk sesat. Ini jika kajian Bid’ah hanya dilingkup syariat, maka saya sangat-sangat setuju dengan anda.
Di sini saya hanya ingin menegaskan bahwa kajian tentang Bid’ah itu sangatlah dalam dan bukan suatu perkara yang mudah untuk menentukan suatu perbuatan itu merupakan bid’ah apalagi termasuk bid’ah yang sesat, tergantung dasar hukum apa yang kita gunakan untuk memisahkan bahwa perkara tersebut termasuk bid’ah atau bukan.
Demikian yang bisa saya sampaikan, Kebenaran hanyalah milik Allah SWT.
bagi yang pengen lebih jelas tentang syubhat bahwa bid’ah dibagi menjadi 5 dan bantahannya silakan buka artikel pandangan tajam terhadap zikir berjama’ah karya ustadz muhammad arifin badri.kayaknya artikel tsb ada di situs ini.kalo tidak ada silakan buka manhaj.or.id
Semoga saja kaum muslimin mau menerima kebenaran.bukankah jika kita ingin beribadah harus tanya dalilnya dan jika tentang urusan dunia harus tanya larangannya.
Selain posting ini ijinkan saya berusaha memberikan pendekatan sbb :
Coba kembali ke pengertian ibadah. Ibadah kepada Allah itu hidup berpegang teguh pada wahyu Allah. Pengertian ini menggunakan epistimologi Quran pada 51:56 (hidup manusia untuk ibadah kepada Allah), 36:61 (ibadah kepada Allah itu berada pd shiratal mustaqim) dan 43:43 (berpegang pada wahyu Allah berarti ada pada shiratal mustaqim).
Hidup manusia itu segala aktifitas yang sehari-hari dilakukannya, baik untuk memenuhi kebutuhan lahir maupun batinnya. Oleh sebab itu dari berbagai urusan umat manusia ini, ada yang Allah dan rasul-Nya sudah tentukan dan manusia tidak boleh mengambil pilihan lain (33:36), sedangkan yang Allah dan Rasul-Nya belum tentukan sesungguhnya sudah Allah maafkan (5:101). Dan urusan semacam itu menjadi kewenangan manusia dalam menetapkan hukum melalui metodologi yang dikenal ulama sebagai ijtihad.
Dalam menghadapi urusan umat ini, kalau dalam lingkup ibadah mahdhah (ibadah yang lebih sempit dari pengertian ibadah 51:56) maka urusan itu sudah ditentukan syarat dan rukunnya sehingga setiap perubahan atau hal barunya menjadi bid’ah. Dan setiap bid’ah dlalalah.
Berbeda dengan ibadah dalam arti yang luas, akan mencakup berbagai bidang kehidupan yang dari zaman ke zaman akan selalu mengalami perkembangan. Itulah mengapa ada pendapat Imam syafi’i yang berubah dari pendapat beliau sebelumnya. Perubahan pendapat tersebut wajar, karena masih dalam ranah ijtihadiyah itu.
Untuk dapat berijtihad, seorang ‘ulama harus benar-benar memahami isi Quran dan Hadist sehingga dapat memastikan suatu urusan apakah sudah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Itulah mengapa tidak setiap orang yang dapat melakukan ijtihad. Bukankah tidak mudah untuk menjawab, apakah sutau urusan itu sudah ada nash-nya dalam Quran atau Hadist apa belum ?
Sekiranya ada orang yang menganggap perlu adanya bid’ah hasanah, dan masalah itu sebenarnya masalah ijtihad alangkah baiknya menggunakan sebutan ijtihad (dari pada bid’ah hasanah) saja sehingga lebih mudah untuk memberikan tanggapannya.
Jadi bid’ah itu relevan untuk ibadah dalam pengertian ibadah mahdah dimana syarat dan rukunnya sudah tertentu.
Terkait dengan kesempurnaan Ajaran Islam, memang benar Islam telah melingkupi seluruh kebutuhan manusia hingga akhir zaman. Kesempurnaan Islam mengambarkan kelengkapannya, namun bukan berarti mengatur detail dari setiap kehidupan manusia. Kalau Quran itu sudah lengkap, apa ya lantas dipahami Islam mengatur cara membuat kambing oven dan nasi kebuli yang lezat untuk berbuka puasa ? Ya.. meski ini pun juga bukan masalah ijtihadiyah yang perlu penetapan. :)
assalamu’alaikum…
melihat keadaan yang seharusnya ndak begitu diperdebatkan. karena masalah bid’ah telah menjadi wacana yang begitu sensitif untuk dibicarakan. saya berprinsip, ketika saya keluar dari lingkungan masa kanak-kanak hingga sekarang saya kuliah. cara keislaman q adalah islam yang diajarkan waktu saya ngaji dirumah waktu kecil dulu. bukan alasan tepat memang, namun setidaknya tidak gampang terpengaruh oleh suatu golongan yang “mengiklankan bahwa islam mereka adalah yang hak, yang paling benar karena sesuai dengan ajaran rosul”. saya berkeyakinan, keislaman seseorang mempunyai dasar masing-masing. sehingga perbedaan jelaslah sangat nyata adanya. tapi dengan perbedaan tersebut haruskah kita mempersoalkannya sengan dalih kita harus meluruskan suatu islam yang sesat? hadapilah perbedaan dengan senyuman, saya yakin dengan senyuman kita akan lebih dihargai. dan dengan dihargainya kita oleh orang lain. kita akan mudah mengubah suatu kaum…
MENURUT SAYA SEMUA NYA BAIK-BAIK SAJ GA ADA MASALAH DENGAN PENJELASAN DIATAS
Syubhat tentang pembagian hukum bid’ah menjadi 5 telah ana baca bantahan penjelasannya di almanhaj.or.id ,ana kutip disini tentang syubhat tsb berikut penjelasannya, semoga Allah Subhanahu wa ta’ala membuka hati kita semua dari syubhat tsb dan memberikan hidayah dan taufikNya kepada kita semua…..
Perkataan Al ‘Izz bin Abdisalam tentang bid’ah bahwa:
” Bid’ah itu terbagi kepada bid’ah wajib, bid’ah yang haram, bid’ah yang sunnah, bid’ah yang makhruh dan bid’ah yang mubah. Dan cara untuk mengetahui hal tersebut, maka bid’ah dikembalikan kepada kaidah-kaidah Syariat. Maka jika bid’ah tersebut masuk ke dalam kaidah yang wajib, maka itulah yang dinamakan dengan bid’ah wajibah, apabila ia masuk ke dalam kaidah yang haram, maka itulah bid’ah muharramah. Jika ia masuk ke dalam kaidah sunnah, maka itulah bid’ah mandubah dan jika ia masuk dalam kaidah mubah, maka itulah bid’ah yang mubah.” (Al I’tisham 1/246)
Bantahan :
Pertama : Kita tidak dibenarkan untuk menantangkan perkataan Rasulullah Alaihi Sholatu Wa Sallam dengan perkataan orang lain siapapun dia. Perkataan Rasulullah Alaihi Sholatu Wa Sallam adalah Hujjah terhadap perkataan siapa saja dan bukan sebaliknya bahwa perkataan Rasulullah Alaihi Sholatu Wa Sallam dibantah oleh perkataan selainnya
Kedua : Berkata Imam Asy Syathiby : ” Sesungguhnya pembagian tersebut adalah pembagian yang diada-adakan, tidak ada satupun dalil syar’I yng mendukungnya, bahkan pembagian itu sendiri saling bertolak belakang, sebab hakikat bid’ah adalah jika sesuatu itu tidak memiliki dalil yang syar’I, tidak berupa dalil dari nash-nash syar’I, dan juga tidak terdapat dalam kaidah-kaidahnya. Sebab seandainya disana terdapat dalil syari tentang wajibnya, atau sunnahnya atau bolehnya, niscaya tidak mungkin bid’ah itu ada, dan niscaya amalan tersebut masuk ke dalam amalan-amalan secara umum yang diperintahkan, atau yang diberikan pilihan. Karena itu maka mengumpulkan beberapa hal tersebut sebagai suatu bid’ah dan antara keberadaan dalil-dalil yang menunjukkan wajibnya, atau sunnahnya atau bolehnya maka semua itu merupakan pengumpulan antara dua hal yang saling menafikan.” (Al I’tisham 1/246)
Ketiga : Bahwasanya bid’ah yang dimaksudkan oleh Al ‘Izz bin Abdisalam adalah bidah menurut pengetian bahasa bukan menurut pengertian Syar’i hal yang menunjukkan hal tersebut adalah contoh-contoh yang dipaparkan terhadap pembagian bid’ah tersebut :
Bid’ah wajib beliau contohkan dengan menekuni ilmu nahwu yang dengannya firman Allah Azza Wa Jalla dan sabda Rasul-Nya Alaihi Sholatu Wa Sallam dipahami. Apakah menekuni ilmu nahwu itu merupakan bid’ah ? ataukah ia termasuk ke dalam kaidah yang mengatakan :
مالايتّم الواجب الاّبه فهو واجب
“Sesuatu yang tidak akan sempurna suatu kewajiban kecuali dengan adanya sesuatu tersebut, maka sesuatu itu hukumnya wajib.”
Bid’ah Sunnah beliau contohkan dengan sholat tarawih dan pembangunan sekolah-sekolah. Sholat tarawih telah ada contoh perbuatan dari Nabi, sebagaimana telah dibahas dimuka (Perkataan Umar tentang Sholat Tarawih-Abu Aufa) sedangkan pembangunan sekolah-sekolah adalah wasilah untuk menuntut ilmu dan keutamaan ilmu serta mengajarkannya tidak dapat kita pungkiri.
Bid’ah Mubah beliau contohkan dengan kelezatan-kelezatan dan hal itu bukanlah merupakan bid’ah menurut agama, bahkan jika ia sampai kepada derajat israf (berlebihan), maka ia termasuk kepada hal yang diharamkan, yang masuk ke dalam suatu bentuk kemaksiatan bukan termasuk bid’ah. Dan ada perbedaan antara kemaksiatan dan bid’ah (silahkan lihat di http://www.almanhaj.or.id/content/1203/slash/0 – Abu Aufa)
Keempat : Bahwasanya telah ada riwayat mengenai Al ‘Izz bi Abdisalam Rahimahullah bahwa beliau adalah orang yang dikenal sebagai pemberantas bid’ah dan orang yang sangat melarang hal tersebut serta mentahdzir dari bahaya bid’ah. Beberapa contohnya :
Syahibuddin Abu Syaamah-Murid Al ‘Izz- berkata : Beliau adalah orang yang paling berhak menjadi khatib dan imam, beliau telah menyingkirkan banyak bid’ah yang pernah dilakukan oleh para khatib dengan pukulan pedang diatas mimbar dan lain-lain, beliau pernah mengungkapkan kebathilan dua shalat pada pertengahan bulan Sya’ban (Nishfu Sya’ban) dan beliau melarang keduanya.” (Fataawaa Al ‘Izz Ibnu Abdissalaam hal 46 no 15 Cet Daarul Baaz)
Bahwasanya beliau pernah ditanya tentang bersalam-salaman setelah selesai shalat subuh dan ashar, maka beliaupun berkata : “Bersalam-salaman setelah sholat subuh dan ashar adalah merupakan salah satu dari bid’ah, kecuali bagi orang yang baru datang yang belum sempat bertemu dan berjabat tangan dengannya sebelum sholat, sebab bersalam-salaman disyariatkan oleh agama ketika baru bertemu. Dan adalah nabi Alaihi Sholatu Wa Sallam biasanya setelah sholat berdzikir dengan dzikir-dzikir yang syar’i dan beristighfar 3x kemudian bubar dari sholatnya.” (Fataawaa Al ‘Izz Ibnu Abdissalaam hal 47 no 15 Cet Daarul Baaz)
” Dan tidaklah disukai (disunnahkan) mengangkat kedua tangan ketika berdoa, kecuali pada tempat-tempat yang padanya Rasulullah Alaihi Sholatu Wa Sallam mengangkat kedua tangannya, dan tidak ada orang yang mengusap kedua tangannya kewajahnya setelah berdoa melainkan orang yang jahil.” (Fataawaa Al ‘Izz Ibnu Abdissalaam hal 47 no 15 Cet Daarul Baaz)
Dan sebagainya………
Kesimpulan tentang Bid’ah Hasanah
Berikut adalah beberapa kesimpulan tentang bid’ah Hasanah :
Pertama : Bahwasanya dali-dalil tentang celaan terhadap bid’ah sangat banyak, dan semuanya datang dalam bentuk mutlaq (umum), tidak terdapat didalamnya pengecualian sedikitpun dan tidak pula terdapat didalamnya sesuatu yang menghendaki bahwa dalam bid’ah itu ada yang bid’ah hasanah dan ada pula yang merupakan bid’ah syayiah dan tidak terdapat pula perkataan : “Setiap bid’ah itu sesat”, kecuali yang begini dan begini, dan tidak pula perkataan yang semakna dengannya. Seandainya ada bid’ah yang dipandang oleh syara’ sebagai bid’ah hasanah niscaya akan disebutkan dalam suatu ayat ataupun dalam hadits.. namun tidak ada, maka hal ini menunjukkan bahwa dalil-dalil tersebut secara keseluruhan pada hakikatnya bersifat umum dan menyeluruh yang seorangpun tidak dapat menyelisihi tuntutannya. [Al I’tishaam 1/187]
Kedua : Bahwasanya telah ditetapkan dalam ushul ilmiyah bahwa setiap kaidah kulliyah atau dalil syar’i kulliyah jika terulang pada banyak tempat dan waktu berbeda-beda serta bermacam-macam kondisi dan belum dihubungkan dengan sutu qarinah atau pengkhususan, maka dalil tersebut tetap pada apa yang dikehendaki oleh lafadznya yang bersifat umum dan mutlaq. [Al I’tishaam 1/187]
Ketiga : Salafus Shalih dari para Sahabat, Tabiin dan orang-orang shalih setelahnya mereka telah sepakat mencela, menjelekkan dan lari dari bid’ah orang-orang yang melakukan bid’ah. Mereka tidak pernah berhenti dan tidak pernah memberikan pengecualian terhadap masalah tersebut, sehingga ijma’ tersebut –sesuai dengan penelitian dan pengkajian yang mendalam- merupakan ijma’ yang kuat yang menunjukkan secara jelas bahwasanya bid’ah itu seluruhnya buruk dan tak ada satupun yang baik. [Al I’tishaam 1/188]
Keempat : Bahwasanya hal-hal yang berkaitan dengan bid’ah dengan sendirinya menghendaki demikian [keburukan-Abu Aufa], sebab ini merupakan bahagian dari bab penentangan terhadap pembuat syariat dan membuat syariat baru, dan setiap apa yang terkumpul didahal hal seperti ini mustahil akan terbagi menjadi baik dan buruk dan ada diantaranya sesuatu yang dipuji dan dicela, sebab akal sehat dan dali syariat tidak ingin menganggapnya baik [Al I’tishaam 1/188]
Kelima : Bahwasanya perkataan tentang bid’ah hasanah membuka peluang bagi perbuatan bid’ah terhadap pelakunya, dan tidak mungkin bersamaan dengan hal itu orang tersebut akan menolak suatu bid’ah apapun, sebuah setiap ahlul bid’ah itu pasti akan menganggap baik bid’ah yang dilakukannya. Sehingga orang-orang Rafidhah akan mengatakan bahwa bid’ah mereka itu ‘bid’ah hasanah’ demikian pula Mu’tazilah, Jahmiyah, Khawarij dll. Karena itulah maka wajib bagi kita untuk membantah mereka semua dengan hadits yang artinya : “Setiap bid’ah itu sesat”
Keenam : Apakah Standar untuk mengatakan bahwa bid’ah itu baik [?] dan siapakah yang menjadi rujukannya [?] Jika dikatakan bahwasanya standartnya adalah kesesuaian dengan Syariat, maka kita katakan bahwa pada asalnya apa yang sesuai dengan syariat itu bukanlah bid’ah. Dan jika dikatakan bahwa yang menjadi rujukan adalah akal, maka kita katakan bahwa akal itu berbeda-beda dan bertingkat-tingkat. Kalau begitu apa yang menjadi rujukan dalam masalah tersebut dan akal yang mana yang diterima hukumnya [?]
Ketujuh : Dikatakan kepada orang yang menganggap baik bid’ah : “Jika penambahan dalam agama itu dibolehkan atas nama bid’ah hasanah, maka orang yang menghapus atau mengurangi sesuatu dari agama ini juga dianggap baik dengan mengatasnamakan bid’ah hasanah tersebut. Dan tidak ada bedanya antara dua hal tersebut, sebab bid’ah itu terkadang berupa perbuatan atas sesuatu atau meninggalkan sesuatu, sehingga nantinya agama ini akan dihilangkan disebabkan penambahan dan pengurangan tersebut dan cukuplah hal ini dikatakan sebagai suatu kesesatan. [Tahdziirul Muslimiin ‘Anil Ibtida’ Fiddiin oleh Ahmad bin Hajar Ali Buthamy hal 76]
Kedelapan : Bahwasanya perkataan tentang adanya bid’ah hasanah akan membawa kepada penyimpangan dan pengrusakan terhadap agama, sebab setiap kali datang suatu kelompok, mereka akan menambah-nambah ibadah dalam agama dan mereka akan menamakannya dengan bid’ah hasanah dan dengan perkataan tersebut bid’ah-bid’ah akan menjadi banyak dan semakin bertambah dalam ibadah-ibadah yang disyariatkan, sehingga agama ini akan berubah dan akan rusak sebagaimana rusaknya agama-agama terdahulu. Karena itu wajib bagi kita untuk menutup semua pintu-pintu bid’ah sebagai usaha pemeliharaan terhadap agama dari berbagai penyimpangan.
Kesembilan : Barangsiapa yang mengetahui bahwasanya Rasul Alaihi Sholatu Wa Sallam adalah orang yang paling tahu tentang kebenaran dan orang yang paling fasih dalam berbicara dan menjelaskan sesuatu, maka dia akan tahu pula bahwasanya sungguh telah terkumpul pada diri beliau Alaihi Sholatu Wa Sallam kesempurnaan pengetahuan terhadap kebenaran, bahwa beliau memiliki kemampuan yang sempurna untuk menjelaskan kebenaran dan kesempurnaan kehendak untuk itu. Dan bersamaan dengan kesempurnaan ilmu. Dengan Kemampuan dan kehendak tersebut maka wajib adanya apa yang diinginkan/dituntut dalam bentuk yang paling sempurna. Dengan demikian orang tersebut akan tahu bahwasanya perkataan beliau adalah perkataan yang paling ‘baliiqh’ (jelas), paling lengkap dan merupakan penjelas yang paling agung terhadap urusan agama ini [Majmuu’ul Fataawaa 17/129]
bism………….
saya mau bertanya, apa hubungannya bid’ah dgn maslahat mursalah?
Bisa dilihat di artikel manhaj.or.id hubungannya.. http://www.almanhaj.or.id/content/1362/slash/0
Bid’ah memang merupakan hal yang sangat urgen untuk kita bicarakan. Permasalahan yang muncul pada kami adalah seseorang yang telah antipati terhadap suatu golongan berkecenderungan sulit menerima kenyataan, dalam hal ini menerima dampak dan hal-hal yang termasuk bid’ah. metode yang bagaimana yg bisa kita gunakan untuk mengubah pola pikir mereka “taqlid”. Sebab mereka seolah telah menutup pemikiran-pemikiran dari luar ?
Saya sangat tertarik dengan naskah-naskah yang ustadz susun dalam blog ini, untuk itu saya mohon ijin untuk mengcopy naskah-naskah tersebut sebagai tambahan wawasan keilmuan. Sukron
Masalah bid`ah adalah masalah sensitif tapi sangat perlu dibicarakan, dan urgen dimana saat ini umat jauh dari ilmu. Dinul Islam sudah punya standarnya sendiri. kembalikan maknanya kembali pada istilah syar`i sehingga jelas dan gambalang, tidak tendensius.bahkan untuk istilah selain bid`ah. bayangkan jika istilah dalam diin ini diartikan dg makna sekehendaknya, pasti tiap orang pny pemikiran sendiri2 dan akan jauh dari arti yg diharapkan.
Setiap orang pasti tidak mau disalahkan, apalagi masalah pelaksanaan ibadah yg sdh biasa dilaksanakan, terserah dia akan ber DALIH atau ber DALIL untuk membenarkannya. Tapi segalanya kembalikan lagi kembali ke standar agama yg sudah jelas .
Sebagai orang awam gak usah bingung, tanyakan permasalahan tentang agama pada ahlinya, makanya HARAM BERKATA TANPA ILMU, dan yg tanya jg ngerti dong, jgn tanya ke orang sembarangan!Jgn beragama dg perasaan.Tinggal tanya aja pada ahlinya, bid`ah gak nih perbuatan ini dan itu. Tapi AHLINYA itu yg gimana???????
Jelaskan konsep beragama yang benar, shg paling tidak orang itu pny standar untuk bertanya ke siapa. susah memang di zaman sekarang yg kebanyakan org fanantik golongan atau kelompok, akhirnya tidak mau melihat ke yang lain, ditambah lagi ustadz yang kapabilitasnya tak diragukan lagi kurang terjun ke bawah, shg kurang dikenal masyarakat awam.
kembali lagi ke masalah DAKWAH, jgn tinggalkan kaidah2 dlm berdakwah, hingga tidak muncul fitnah,menyebabkan orang menjauh dari kebenaran.bahkan saking bingungnya malah ada sekalian tak beribadah.
Terakhir, dalam kehidupan ini pasti ada perbedaan, dg berbagai sebabnya, namun kalau selama masih dalam koridor yag diperbolehkan dan bs dipertanggungjawabkan secara ilmiah, MONGGO SILAKAN, dan kita harus toleran. Tapi yg mengada2 itu,hilangkan.
jadi harus tahu kapan TEGAS, kapan LEMBU, kapan GALAK, kapan RAMAH.
Kembali ke masalah dakwah,tentunya kita menyeru ke jalan Allah, bkn cari pengikut bt diri kita, jd gak usah sakit hati, tetap semangat. Ingat dakwah nabi Nuh `alaihissalaam, sehingga tak terkesan merasa benar sendiri, tp jg yg didakwahkan itu sudah yakin benar, gimana kita mengajak kebenaran kalo diri kita gak yakin itu benar. SUSAH kan????? dakwah memang susah!
@ Abu Ayesha
Sudah cukup lengkap, komplit
dengan dalil diatas tesebut maka,saya mohon penjelasan bagaimana kita membaca al qur’an yang ada sekarang? padahal zaman nabi al qur’an tidak boleh ditulis
@ Muh-tadi,
Silakan lihat pembahasan berikut: https://muslim.or.id/manhaj/mengenal-seluk-beluk-bidah-3.html
Semoga Allah beri taufik.
SEMUA BID’AH ADALAH SESAT JADI TIDAK ADA BID’AH HASANAH
TELAH JELAS DALAM HADITS DIKATAKAN
“KULLU BID’ATIN DHOLALAH”
SADAR WAHAI AHLU BID’AH KESESATAN TEMPATNYA NERAKA
WAHAI UMAT MUSLIM BERANTAS BID’AH
Bid’ah adalah penambahan atau pengurangan dari apa2 yg Rosulullah perintahkan.Segala amalan yg tidak aku perintahkan, tidak aku contohkan semuanya bertolak. sesungguhnya pada diri Rosulullah ada contoh yg baik/Uswatun hasanah bagi orang2 yang mencari rahmat Alloh.
dengan adanya tulisan ini sangat bagus,mungkin sebagian muslim belum mengetahui tentang bid’ah dan permasahannya.maka dr itu perlu adanya sosialisasi melalui para penulis dan para ustadz dan ulama.supaya umat islam dalam menjalankan ibadah sesuai dengan tuntunan al-qur’an dan sunnah rosul dan tidak menyimpang.
Mobil adalah bid’ah, pesawat terbang bid’ah, lampu listrik bid’ah, handphone bid’ah, komputer bid’ah, internet juga bid’ah, dan masih banyak yang lainnya yang merupakan bid’ah,
Pernyataan di atas benar, jika ditinjau dari sisi bahasa, “Bid’ah ditinjau dari sisi “bahasa” bukan dari sisi “istilah/syar’i” sebab semuanya tidak ada di jaman Rasulullah, dan itu semua merupakan perkara dunia, bukan perkara agama,
Adapun kalau bid’ah menurut “istilah/syar’i” berbeda dengan bid’ah secara bahasa, karena bid’ah menurut istilah/syar’i menyangkut perkara agama, yaitu melakukan amalan-amalan yang diserupakan dengan ibadah, mengharapkan pahala dari amalan tersebut, atau punya keyakinan bahwa dengan amalan tersebut bisa mendapatkan keridhaan dari Allah, mendapat kecintaan dari Rasulullah, atau dapat menyebabkan pelakunya masuk surga,
Sebagai renungan bagi kita semua, dengan melaksanakan amalan yang benar-benar diajarkan oleh Rasulullah saja, kita tidak pernah tahu amalan manakah yang diterima pahalanya disisi Allah, kok sempat-sempatnya kita melakukan amalan bid’ah, yang sudah jelas pasti tidak akan pernah diterima disisi Allah, bahkan akan mendatangkan murka Allah, tidak akan mendapatkan air dari telaga Rasulullah,
Belum lagi jika kita mengajarkan amalan bid’ah itu kepada yang lain, diamalkan, dan diikuti oleh orang yang kita ajarkan perbuatan bid’ah kita, sungguh ini merupakan dosa-dosa yang bertingkat-tingkat, akan terus bertambah dengan semakin banyak orang yang melakukan amalan bid’ah yang kita lakukan,…. tidak takutkah wahai kaum muslimin yang masih melakukan amalan bid’ah…… mudah-mudahan Allah memberi petunjuk kepada kaum muslimin yang masih belum mengerti tentang hakekat bid’ah ini…..
Assalamu ‘alaikum wbt.
Terlebih dahulu mohon maaf. Dalam kita mencari yang boleh,benar dan salahnya,sememangnya tak akan tamat disini saja dan tak akan ada yang mengaku kalah sampai hari kiamat pun tetap tidak akan ada yang mahu mengangkat bendera putih.
Tapi diri saya yang serba kehausan ilmu dunia dan akhirat tetap berpegang pada apa yang sememangnya tertulis dan jelas adanya. Firman Allah swt:”Wahai mereka yang beriman,bertaqwalah kepada Allah dan kepada Rasul dengan sebenar benar taqwa. Jangan kamu mati kecuali setelah benar benar tunduk (patuh pada yang termaktub)”.
Perintah,larangan,anjuran dan tamsilan telah jelas tertulis dalam Al-Quranul Karim dan hadith Rasulullah saw telah jelas dikutip dari sumber yang boleh dipercayai. Soal pelaksanaan dalam ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah,maka tinggalkan saja,karena masih banyak yang perlu diperbaiki oleh individu saperti: diri,keluarga,masyarakat dan dunia. Ini termasuk dalam pengertian ibadah. Soal bid’ah kita serahkan pada Allah swt Pengurus dunia dan akhirat. Karena Ia lebih mengetahui siapa yang dijalan yang benar dan salahnya.
Kalau kita baca sejarah Rasulullah saw dan para sahabatnya. Mereka lebih menjuruskan pada bagaimana keadaan manusia dan sekelilingnya. Karena Ibadah yang telah diperintahkan dilaksanakan dengan sebaik mungkin tanpa ada sedikit pun kurang dan lebihnya. Wa billahi taufiq wal hidayah,wassalamu alaikum wbt.
Dari:
Marjuni Suki
Singapura
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan kita untuk memahami Al-Qur’an dan Sunnah sesuai pemahaman para Sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
semoga ilmu yg didpat mnjdikan qt lbh istiqomah dlm brda’wah,sdikt curahan hati dr saya, mlhat budaya bid’ah yg sdh mmbudaya,sprti yg tlh djlskan dlm ulasan diatas, kdg brbicara knyataan dmn lingkngan yg memiliki karaktr’y yg brbda2 dtmbh pmhaman sbgian pemuka agama yg keliru bhkan salah,(sy pndang dmikan krna ada yg brda’wah hya mnjlskan smber’y brdasarkan kebiasaan yg sdh lama dlkukan oleh ulama2 trdahulu atau brdasarkan ajaran guru/kyai’y tnpa mnjlskan sumber dalil/rujukan’y. tp bkn itu yg sy tuju atau mksudkan sy hanya ingin mncoba scra pribdi sy dlm brsikap mnjlnkan ibadah ini lbh mnenangkan,benar mnurut syariat. contoh budaya tahlil,zikir brsama,maulid atau apa saja yg byk qt dapati dmsyarakt jk mmng itu trgolong prbuatan bid’ah sy hanya ingin ada pngganti yg lbh syariat dr kgiatan ibdah trsebut. mksd’y kdg sy akui dgn kegiatan2 ibdah yg lazim dmsyarakat itu bs mngisi ruang2 spritual hati yg haus akan kbutuhan ruhani…
semoga ilmu yg didpat mnjdikan qt lbh istiqomah dlm brda’wah,amin..
assalammualaikum wbr
bagai mana caranya menhindari bitah,,,,toh di sekitar saya banyak yg melakukan bitah
wasalamikum.wbr
Bid’ah tidak mudah dihindari dengan cara dan gaya apa sekalipun,namun apa yang perlu kita lakukan,coba sedaya kemampuan menjauhi dan tidak melibatkan diri didalamnya. Sememangnya mudah diucapkan, sukar sekali untuk melaksanakan. Apatah lagi sudah berbudaya dan menjadi kelaziman.
Hanya dengan memperbanyak membaca hadith yang shahih dan Al-Quran yang Mulia pasti lambat laun akan terhindar dengan sendirinya segala perbuatan yang tidak ada dan yang tidak dianjurkan dalam Islam akan lenyap dengan sendirinya setelah benar benar kita memahami apa itu Sunnatullah dan Sunnatur Rasul. Insya Allah.
Bid’ah saat ini di mata mayoritas ummat Islam adalah sunnah yg jika ditinggalkan maka yg meninggalkan dianggap telah meninggalkan sunnah dan kepada yg mengingatkan dianggap orang yg melarang mencintai Nabi… demikianlah keadaan ummat Islam saat ini…
Dan keadaan ini sebenarnya sudah dijelaskan oleh Nabi shollollohu ‘alaihi wa sallam akan keterasingan para pengamal sunnah beliau yang seolah memegang bara api…
Sebelumnya mayoritas di antara kitapun melakukan hal tersebut mungkin sejak kecil sampai remaja bahkan sampai tua.. namun hidayah ALloh diberikan kepada siapapun yang Alloh kehendaki dan Alhamdulillah salah satunya adalah kita semuanya yg berusaha untuk mengikuti sunnah beliau sesuai kemampuan kita..
Kadang kita dengar orang sinis berkata : Tidak mungkin kita mengikuti sunnah Nabi seluruhnya. . dan tidak mungkin hal itu diwujudkan saat ini..
Jawab kita : Benar.. kita hanya berusaha sekuat dan seoptimal mungkin mengikuti sunnah beliau yg bertebaran di kitab-kitab para ulama.. dan tidak ada seorangpun Salaf mengklaim dirinya sempurna 100% seperti pengamalan Nabi, hatta mendekati keadaan para sahabatpun tidak. . namun bukan itu alasan untuk meninggalkan sunnah bahan perkataan kalian itu tadi adalah bantahan atas perbuatan bid’ah kalian… mengapa?
Karena Jika kalian mengatakan tidak mungkin kita mengikuti semua sunnah-sunnah beliau shollollohu’alaihi wa sallam maka kenapa kalian malah melakukan yang Nabi tidak lakukan dalam hal peribadatan? Padahal jika kita dan kalian mencoba mengamalkan semuanya mk masih kurang dan belum meliputi semua sunnah beliau sehingga seharusnya kalian cukup menyibukkan diri-diri kalian dengan sunnah tsb yang tidak bisa kita amalkan semuanya secara sempurna, tetapi mengapa kalian malah meninggalkannya dan melakukan bid’ah? Sesungguhnya alsana2 kalian tersebut adalah untuk menutupi perbuatan2 bid’ah kalian…
Logika ini sangat sederhana…
perlu dikaji ttg masalah bidah ini dgn seksama baik secara bahasa maupun rujukan ulama serta analisis nya
semua bid’ah sesat????? kalau mau naik haji jangan naik pesawat terbang ya…. naik aja onta……
#Ally
Yang berkata semua bid’ah itu sesat adalah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
Pergi naik haji dengan pesawat bukan bid’ah, silakan baca https://muslim.or.id/manhaj/mengenal-seluk-beluk-bidah-3.html
Semoga Allah memberi taufik.
Kalau jaman nabi Alqur’an ditulis pada daun lontar. Sekarang kan ditulis dalam kertas yang begitu bagus dan Indah. Berart bid’ah dong.
Darmanto
Pangkah Kab. Tegal
#Darmanto
Bid’ah yang terlarang adalah bid’ah dalam ibadah. Adapun alat tulis, alat transportasi, alat komunikasi, dll bukan perkara ibadah, dan tidak termasuk dalam bahasan bid’ah.
Silakan simak:
https://muslim.or.id/manhaj/mengenal-seluk-beluk-bidah-1.html
https://muslim.or.id/manhaj/mengenal-seluk-beluk-bidah-3.html
Assalamu’alaikum Wr Wb,
wahai para sahabat saya ada beberapa pertanyaan mengenai bid’ah:
1. apakah kita mengikuti majelis2 dzikir itu juga termasuk bid’ah karena rasul sendiri juga tidak melakukan itu.
2. apabila kita melakukan ibadah yang tidak di lakukan oleh rasul itu juga bid’ah.
mohon bantuan dari para sahabat untuk memberikan pencerahan kepada hamba…
terima kasih,Billahi fii sabilil haq fastabiqul khairat.
Wasalamu’alaikum Wr Wb.
afwan bgi para ustad mohon bimbingannya …menjadikan satu alqur’an itu tdk pernah d prntahkan olah rosulullah salallahu alaihi wasallam…dibukukannya al quran stelah khalifah abu bakar as siddhiq radiallahu anhu..apkah itu bukan bid’ah..dn apakah bid’ah mncakup pada hal ibadah saja..??
#taufik imam #dadang
Silakan simak:
https://muslim.or.id/manhaj/mengenal-seluk-beluk-bidah-1.html
https://muslim.or.id/manhaj/mengenal-seluk-beluk-bidah-2.html
https://muslim.or.id/manhaj/mengenal-seluk-beluk-bidah-3.html
https://muslim.or.id/manhaj/mengenal-seluk-beluk-bidah-4.html
saya tinggal di Ponorogo. bid’ah di tempatku luar biasa. Untuk nebus dosa orang yang sudah meninggal diadakan ritual zikir widak, zikir dengan pesta mewah, mengundang seribu santri, kemudian membaca kalimah tahlil 60.000 kali. Konon ihwal ritual itu dari seorang santri yang mimpi ibunya masuk neraka. Tetapi setelah dibacakan mulai jam 9 s/d jam stengah empat, dalam mimpinya ibunya telah masuk surga. Kemudian itu diceritakan kpd kyainya. “ini adalah mimpi dari anak sholeh, maka kita bisa mengamalkannya” terang kiyai pada jamaahnya, dan kemudian menjadi tradisi dalam ritual kematian. Kata mereka ini adalah bid’ah hasanah, boleh karena baik. Mohon tanggapan, bagaimana sikap saya ketika diundang untu acara tersebut?
#Ki Setyo
Sikap anda semestinya anda tidak perlu datang
banyak pelaku bid’ah yang hanya berdasar nafsu kebenaran kelompok atau hanya waton suloyo yang penting beda dg yang lain tidak mau menerima kebenaran sekalipun dsr qur’an dan sunah mereka taqlid kata dari para kyai pdhl kyai nyapun ahli taqlid, shg selalu menciptakan generasi taqlid kelompok ini takut kehilangan pengikut,sekalipun yng ditebar kesesatan berkedok ahli agama titelnya kyai bahkan punya pondok pesantren
mohon maaf, td saya copy artikelnya tanpa izin dulu… sekarang saya mau minta izin untuk mengCopy paste artikel yang di dalam sini boleh ndak? untuk saya sebarkan lagi lwat blog saya??? :)
bukankah perbuatan didunia ini juga sandarannya harus agama. seperti membuat mobil,olahraga kalau diniatin lilahitaala maka mempunyai nilai ibadah juga,,, kalau dalam arti luas semua kegiatan kita yang baik kan harus menjadi,, ibadah. kenapa dipisah-pisahkan ya,,,
#hasan
Benar setiap perbuatan harus memperhatikan aturan agama. Nah, agama telah mengatur bahwa aktifitas non-ibadah itu pada asalnya mubah.
assalaamu’alaikum Ustadz. sedari dulu saya selalu tertarik dg hal bid’ah ini. dan, satu perkara yg terus menggelitik dan membayang2ngi saya adalah perkara bid’ah Umar ttg shalat tarawih. ia, Umar, mengatakan bahwa, ini adalah bid’ah hasanah!
kok sesuatu yg salah bisa ditambah2i dg kata hasanah?
dan yg mengherankannya adalah hal ini telah dilakukan selama ribuan tahun. bahkan di ka’bah, bid’ah ini dawam dilakukan oleh jamaah yg ada di sana. mohon penjelasannya.
terimakasih ;)
#hafdi
wa’alaikumussalam, silakan simak:
https://muslim.or.id/manhaj/mengenal-seluk-beluk-bidah-2.html
Apa yang dikerjakan di Makkah bukanlah patokan bahwa itu benar.
bidah yg sesat adalah bidah dlm perkara syariat…jadi agak “lucu” kl ada yg bertanya tentang bidah lugho(bahasa) seperti mobil,motor,combro,misro dll….baiknya antum pelajari dahulu arti kata bidah..
alhamdulillah…para ikhwan sudah cukup jelas menerangkan tentang bid,ah yg seyogyanya kita mengikuti Rosul dan para sahabatnya, manakala rosul dan para sahabatnya mengerjakan suatu amalan maka sudah sepatutnya kita mengikuti sesuai kemampuan kita, namun bilamana sebaliknya tidak dicontohkan oleh Rosul dan para sahabatnya janganlah pula kita pandai-pandaian mengeluarkan pendapat ini kalau ibadah ini sunnah…ikuti Muhammad SAW ajalah karena Alloh swt sendiri sudah menekankan sm kt semua bahwa sudah ada suritauladan yang baik dalam diri muhammad, jadi jangan kita buat tandingan yag lain
initinya tolak ukur nya rosulullah saw…”
tidak ada riwayat tentang masalah bid,ah hasanah..istilah itu di buat” oleh org” jaman sekarang yg hanya memandang dari segi kebaikan yg terlihat di kasat mata namun tidak merujuk pada amaliyah rosulullah saw.”
apakah kita lebih pintar dari rosulullah karna sudah bisa menambah”kan cara” beribadah kpd allah..”
ataukah kita beranggapan rosul itu khianat tidak amanah karna ibadah yg kita lakukan tidak ada pada zaman rosulullah,,na,uzubillahiminzalik..”
dan kita beranggapan baik dalam masalah ibadah yg faktanya rosulullah beserta para sohabatnya tidak mengamal kan nya,,”
hal yang baik menurut manusia yg berlebih-lebihan dalam beribadah belum tentu baik menurut allah swt,,”
terbatas nya ilmu di antara kita smw,jgn lah saling menjadikan suatu perpecahan antara kaum muslimin..”
islam itu sejak dulu sudah sempurna,,,tdk perlu lah di tambah” dlm msalah ibadah yg terkait dengan akhirat bkn dengan dunia..”
memang kita smw ini syp,di bandingakan dengan para sohabat rosulullah,,yg sangat mencintai dan membela agama allah.
mereka para sohabat saja enggan untuk menambah” syari,at baru,,apakah kita merasa lebih mencintai rosul di bandingkan mereka,,”
tolak ukurnya rosulullah saw,,”
bkn para da,i yg menyerukan kebaikan namun tidak merujuk pada sunnah” rosulullah yg murni..”
ahlusunnah waljamaah..kita mengaku trmasuk di dalam nya,namun tidak bisa menjaga keharmonisan,,dalam beragama islam.”
semoga kita smw diberikan hidayah oleh allah swt,,”
wassalamu,alaikum wr,wb.”
Maaf ustadz, apa tidak terbalik dibagian “siangnya seperti malamnya”?
تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ
“Aku tinggalkan kalian dalam suatu keadaan terang-benderang, *siangnya seperti malamnya.* Tidak ada yang berpaling dari keadaan tersebut kecuali ia pasti celaka.” (HR. Ahmad)
Afwan kalau misal saya yang salah.